Distribusi umur penderita AIDS di Amerika Serikat, Eropa dan Afrika tidak berbeda jauh, kelompok terbesar berada pada umur 30-39 tahun dan menurun pada
kelompok umur yang lebih besar dan lebih kecil. Penderita dari daerah urban perkotaan umumnya lebih tinggi daripada di daerah rural pedesaan, karena di kota lebih banyak
dilakukan promiskuitas hubungan seksual dengan banyak mitra seksual. Kelompok masyarakat beresiko tinggi adalah kelompok masyarakat yang melakukan promiskuitas,
penyalahguna narkotika suntik dan penerima transfusi darah, dan untuk kelompok penyalahguna narkotika suntik ada karena penggunaan jarum suntik secara bersama dan
sering masih terdapat sisa darah di dalam alat suntik.
b. Agent
Jumlah virus HIV yang berada dalam tubuh pengidap HIV, sangat menentukan dalam proses penularan. Penurunan jumlah sel limfosit T biasanya berbanding terbalik
dengan jumlah virus HIV yang ada dalam tubuh, yaitu makin rendah sel limfosit T nya, maka makin besar pula jumlah virus dalam darahnya. Hal ini juga terjadi pada penularan
transplasental, makin rendah jumlah sel limfosit T seorang ibu pengidap HIV, maka makin besar kemungkinan penularan HIV kepada janinnya.
c. Environment
Lingkungan biologis, sosial ekonomi, budaya dan agama sangat menentukan penyebaran AIDS. Lingkungan biologis misalnya adanya riwayat ulkus genitalis, herpes
simpleks dan sifilis yang positif akan meningkatkan prevalensi HIV karena luka-luka ini
Universitas Sumatera Utara
menjadi tempat masuknya HIV. Faktor sosial ekonomi, budaya dan agama secara bersama atau sendiri-sendiri sangat berpengaruh terhadap perilaku masyarakat, baik
dalam hal seksual maupun perilaku penggunaan narkotika.
2.4. Transmisi HIVAIDS
Pola transmisi yang berhubungan erat dengan unsur tempat keluar dan masuknya agent adalah :
2.4.1. Transmisi Seksual
Perilaku yang dianggap mempunyai resiko tinggi dan seringkali ada hubungannya dengan infeksi HIV antara lain hubungan seksual secara ano-genital, khususnya bagi
mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari seorang pengidap HIV. Mukosa rektum sangat tipis dan mudah sekali mengalami perlukaan saat berhubungan seksual
secara ano-genital. Tingkat resiko kedua adalah hubungan oro-genital termasuk menelan semen dari mitra seksual pengidap HIV, dan yang ketiga adalah hubungan genito-
genitalheteroseksual. Saat melakukan hubungan seksual, sering terjadi perlukaan yang ukurannya mikroskopis hanya dapat dilihat dengan mikroskop dan mulut yang bisa
menjadi jalan bagi HIV untuk masuk ke aliran darah pasangannya.
18,19
Kegiatan seksual lain yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya infeksi HIV antara lain :
25
a. Anilingus yaitu melakukan hubungan intim di daerah anal dengan menggunakan lidah
b. Cunnilingus yaitu melakukan hubungan intim di daerah vaginaklitoris dengan menggunakan lidah resiko lebih tinggi saat menstruasi
Universitas Sumatera Utara
c. Fellatio yaitu melakukan hubungan intim pada daerah genital pria dengan menggunakan lidah dan penghisapan resiko lebih tinggi bila ejakulasi terjadi
di dalam mulut d. Fisting yaitu memasukkan atau meletakkan tangan atau lengan bawah ke
dalam rektum atau vagina e. Memakai benda-benda seks pada rektumvagina yang dapat menyebabkan
robekan pada mukosa, dimana luka yang terjadi dapat merupakan jalan masuk bagi virus
2.4.2. Transmisi Non Seksual
HIV dapat menular melalui transmisi parenteral yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya seperti alat tindik yang terkontaminasi HIV. Transmisi ini
biasanya terjadi akibat penyalahgunaan narkotika suntik dan juga pengunaan jarum suntik yang banyak dipakai oleh petugas kesehatan. Transmisi parenteral lainnya adalah lewat
donortransfusi darah yang mengandung HIV. Resiko tertular HIV lewat transfusi darah adalah lebih dari 90, artinya bila seseorang mendapat transfusi darah yang
terkontaminasi HIV, maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan akan menderita infeksi sesudah itu.
18
Transmisi non seksual yang lain adalah melalui transmisi ibu kepada janin. Seorang ibu yang mengidap HIV bisa menularkan HIV tersebut kepada janin yang
dikandungnya. Ini tidak berarti bahwa HIVAIDS adalah penyakit keturunan, karena penyakit keturunan berada di gen-gen manusia, sedangkan HIV menular saat darah atau
cairan vagina ibu membuat kontak dengan darah atau cairan anaknya.
19,25
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan kedua jenis transmisi yang sangat mempengaruhi masuknya HIV ke dalam darah, ada beberapa transmisi yang masih belum terbukti dan masih menjadi
bahan perdebatan para pakar AIDS diantaranya adalah lewat air susu ibu, air liur, air mata, urine, udara, makanan, air, cairan muntahan, kontak yang tak disengaja berpelukan
atau berciuman, gigitan serangga, hubungan sosial dan pada orang serumah.
18,25
2.5. Diagnosis 2.5.1. Diagnosis Dini Infeksi HIV
HIV didiagnosis dengan mendeteksi antibodi anti-HIV melalui ELISA enzyme- linked immunoabsorbent assay. Pemeriksaan ELISA mempunyai sensitifitas 93
sampai 98 dan spesifisitas 98 sampai 99. Hasil positif palsu dan negatif palsu dapat berakibat luar biasa, karena akibatnya sangat serius. Oleh sebab itu, pemeriksaan ELISA
diulang dua kali, dan jika keduanya menunjukkan hasil positif, dilanjutkan dengan pemeriksaan yang lebih spesifik, yaitu Western Blot.
21,26
Uji Western Blot ini, juga dilakukan sebanyak dua kali dan pemeriksaan ini lebih sedikit memberikan hasil positif palsu dan negatif palsu. Jika seseorang telah dipastikan
mempunyai seropositif terhadap HIV, maka dilakukan pemeriksaan klinis dan imunologik untuk menilai keadaan penyakitnya.
21
Infeksi HIV akan menyebabkan timbulnya gejala klinis yang mulai terjadi pada saat timbulnya serokonversi dan diakhiri dengan timbulnya penyakit AIDS.
2
Stadium HIV membagi infeksi virus ini menjadi empat kelompok yaitu :
a. Kelompok I Infeksi Akut
Universitas Sumatera Utara
Kelompok ini dapat berupa symptomatic sero-conversion atau asyimptomatic sero-conversion.
Gejala dapat berupa sindrom seperti pada infeksi
Mononucleosis infectiosa, aseptic meningitis berupa rash dan keluhan muskulo skletal. Keluhan ini bersifat sementara saja, dan kemudian menghilang dengan
sendirinya.
18
b. Kelompok II Infeksi Asimptomatik
Pada kelompok ini, sebagian besar penderita infeksi HIV tampak benar-benar sehat, karena tidak terdapat gejala – gejala penyakit yang terjadi. Kelompok ini
hanya dapat diketahui melalui hasil tes darah.
2
c. Kelompok III Limfadenopati Generalisata Persisten LGP
Salah satu gejala umum dari infeksi HIV adalah adanya limfadenopati yang ditandai dengan adanya pembesaran kelenjar getah bening paling sedikit 1 cm di
beberapa tempat yang menetap.
17
d. Kelompok IV Penyakit lainnya, yang terbagi atas lima sub kelompok, yaitu :
i. Penyakit-penyakit umum demam 1 bulan, berat badan berkurang
10, diare 1 bulan ii. Penyakit-penyakit saraf dementia, mielopati, neuropati perifer
iii. Infeksi sekunder penyakit-penyakit yang perlu diawasi oleh Pusat Pengawasan Penyakit dan penyakit-penyakit lainnya seperti leucoplakia
pada rambut-rambut sekitar mulut, herpes zoster multidermatom, bakteremia, salmonellosis rekuren, nokardiosis, tuberculosis, oral
candidiasis
Universitas Sumatera Utara
iv. Kanker sekunder Kaposi Sarcoma, limfoma non-Hodgkin, limfoma serebral primer
v. Kelainan lainnya hal-hal yang tidak termasuk di atas tetapi masih ada hubungannya dengan infeksi HIV
2
2.5.2. Diagnosis AIDS
AIDS adalah stadium akhir dari serangkaian abnormalitas kekebalan dan klinis yang dikenal sebagai spektrum infeksi HIV. Manifestasi klinis utama dari AIDS adalah
tumor dan terjadinya infeksi opurtunistik. Kaposi Sarcoma adalah tumor yang pertama kali dilaporkan yang disebabkan oleh virus Herpes dan ditandai dengan bercak ungu
kemerahan pada lidah. Lesi kulit pada awalnya makular dan berkembang menjadi plak terindurasi berwarna merah ungu. Terdapat gejala berspektrum luas mulai dari lesi kulit
atau oral sampai diseminasi disertai keterlibatan nodus limfatikus, saluran pencernaan atau paru.
18,26
Infeksi opurtunistik melibatkan hampir semua sistem badan. Pneumonia Pneumocytis carinii merupakan infeksi opurtunistik yang umum terbanyak terjadi. Pada
pasien AIDS, gejala utamanya dapat hanya demam, batuk kering yang tidak produktif, lemah, nafas pendek yang terjadi secara bertahap dan tidak ada rasa sakit. Diagnosis
ditegakkan dengan adanya kista-kista yang khas pada sekret pernafasan.
21
Infeksi opurtunistik lainnya, antara lain TBC, infeksi-infeksi jamur seperti cryptococcosis, cryptoporodiosis, kandidiasis, histoplasmosis, terjadinya herpes
simpleks, serta infeksi virus sitomegalo pada retina mata sitomegalovirus.
17,21
Universitas Sumatera Utara
2.5.3. Manifestasi Klinis Pada Anak-anak
Pada anak-anak, gejala yang timbul sangat bervariasi, seperti kegagalan untuk bertahan hidup, limfadenopati atau pembengkakan parotis, infeksi bakterial yang kronis
dan berulang. Anak-anak yang terkena AIDS juga sangat peka terhadap terjadinya infeksi kandidiasis oral, diare, infeksi pernafasan, demam yang tak dapat diterangkan dan
perkembangan yang terhambat. Pada anak-anak, tidak timbul infeksi opurtunistik seperti Kaposi Sarcoma.
21
2.6. Metode Pengambilan Darah Tes HIV
18
Dalam pengambilan darah untuk tes HIV, ada beberapa metode yang digunakan antara lain :
2.6.1. Unlinked Anonymous
Unlinked anonymous adalah pemeriksaan anti HIV terhadap sampel darah yang diambil untuk pemeriksaan-pemeriksaan lain, dan setelah menghilangkan semua
identitas penderita. Hasil pemeriksaan ini tidak dapat dihubungkan kembali dengan si penderita.
2.6.2. Voluntary Anonymous
Metode ini dilakukan dengan sampel darah diberikan secara sukarela oleh seseorang setelah yang bersangkutan menandatangani surat persetujuan. Pada
sampel ini hanya diberikan nomor kode. Hasil pemeriksaan dapat dilihat oleh yang bersangkutan dari pengumuman hasil pemeriksaan tanpa seorang lain pun
mengetahuinya, termasuk petugas survailans.
2.6.3. Voluntary Confidential
Universitas Sumatera Utara
Metode ini dilakukan dengan sukarela oleh seseorang untuk diperiksa darahnya tetapi hasilnya diketahui hanya oleh petugas kesehatan tertentu dan petugas ini
harus merahasiakan hasil pemeriksaan tersebut.
2.6.4. Mandatory
Metode ini dilakukan terhadap semua orang yang mempunyai maksud tertentu. Pemeriksaan ini dilandasi suatu dasar hukum, sehingga tidak ada yang bisa
menghindar dari pemeriksaan ini. 2.6.5. Compulsatory
Metode ini biasanya dilakukan kepada kelompok masyarakat yang umumnya kemerdekaannya dibatasi, misalnya seperti narapidana, pusat rehabilitasi
narkotika, para resosialisasi PSK. Kelompok ini biasanya diwajibkan untuk mengikuti pemeriksaan anti HIV.
2.7. Pencegahan HIVAIDS
Pencegahan terhadap HIVAIDS digolongkan berdasarkan tiga kategori, yaitu :
2.7.1. Pencegahan Primer
Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk mengurangi kasus HIVAIDS dengan cara mengendalikan faktor risiko dan cara transmisinya. Pencegahan primer ini
dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan, antara lain : a. tidak melakukan hubungan seksual abstinence dengan orang lain yang
bukan pasangannya dan tidak berganti pasangan dan saling setia be faithful
Universitas Sumatera Utara
b. menggunakan kondom sewaktu melakukan aktivitas seksual yang berisiko consistently use condom
c. menghindari penggunaan jarum suntik secara bergantian kepada orang lain d. semua alat yang menembus kulit dan darah jarum suntik, jarum tato, atau
pisau cukur harus disterilisasi dengan cara yang benar e. mengembangkan program pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat mengenai cara penularan HIV
17,27
2.7.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan kepada para penderita dan mengurangi akibat- akibat yang lebih serius dari kasus yang terjadi, yaitu melalui diagnosis dini dan
pemberian pengobatan. Pada tahap ini, individu yang beresiko tinggi dapat melakukan tes skrining untuk melihat anti HIV dalam darahnya.
18,27
2.7.3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan untuk mengurangi kemajuan atau komplikasi penyakit yang sudah terjadi dan adalah merupakan sebuah aspek terapeutik dan
kedokteran rehabilitasi yang penting sekali. Upaya ini terdiri atas ukuran-ukuran yang dimaksudkan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan, memperkecil penderitaan dan
membantu penderita untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap kondisi yang tidak dapat diobati lagi.
27
Pencegahan ini dapat dilakukan misalnya melalui pendekatan kejiwaan terhadap penderita AIDS, kesiapan keluarga dan masyarakat untuk menerima orang yang hidup
Universitas Sumatera Utara
dengan AIDS ODHA dengan meniadakan stigma terhadap keberadaan ODHA dan senantiasa mendampingi dan mendukung ODHA melalui perawatan dengan penuh kasih
sayang.
17,18
2.8. VCT Voluntary Counseling and Testing 2.8.1. Definisi VCT
VCT adalah proses konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidential dan secara lebih dini membantu orang
mengetahui status HIV yang penting untuk pencegahan dan perawatannya.
28
2.8.2. Tujuan VCT
Tujuan umum adalah menurunkan angka kesakitan HIVAIDS melalui peningkatkan mutu pelayanan konseling dan testing HIVAIDS sukarela dan
perlindungan bagi petugas layanan VCT dan klien.
29
Tujuan khusus dari VCT antara lain : a. Sebagai pedoman penatalaksanaan pelayanan konseling dan testing HIVAIDS.
b. Menjaga mutu layanan melalui penyediaan sumber daya dan manajemen yang sesuai.
c. Memberi perlindungan dan konfidensialitas dalam pelayanan konseling dan testing HIVAIDS
29
Tujuan dari VCT ini merupakan suatu langkah awal yang penting menuju program pelayanan HIVAIDS lainnya yaitu pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak,
pencegahan dan manajemen klinis penyakit-penyakit yang berhubungan dengan HIV, pengendalian penyakit TBC serta dukungan psikologis dan hukum.
30
Universitas Sumatera Utara
2.8.3. Prinsip Pelayanan VCT
29
Adapun prinsip pelayanan dalam VCT antara lain :
a. Sukarela dalam melaksanakan testing HIV.
Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien, tanpa paksaan, dan tanpa tekanan. Keputusan untuk dilakukan testing terletak ditangan klien. Kecuali
testing HIV pada darah donor di unit transfusi dan transplantasi jaringan, organ tubuh dan sel. Testing dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak direkomendasikan untuk testing
wajib pada pasangan yang akan menikah, pekerja seksual, IDU, rekrutmen
pegawaitenaga kerja Indonesia, dan asuransi kesehatan.
b. Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas.
Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh konselor dan
petugas kesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan di luar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh
mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus klien selanjutnya dengan seizin klien, informasi kasus dari diri klien dapat diketahui.
c. Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien yang efektif.