Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Nurjanah 2007 yang memperlihatkan bahwa proporsi pemberian ASI eksklusif pada ibu yang
ditolong oleh tenaga kesehatan dalam proses persalinan 8,6 lebih besar dibandingkan ibu yang tidak ditolong oleh tenaga kesehatan 6,1 dan
menunjukan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara penolong persalinan dan pemberian ASI eksklusif.
Faktor kurangnya informasi terbaru tentang ASI eksklusif, kurang jelasnya informasi yang diterima responden dan masih melekatnya budaya
local tentang pemberian makanan bayi diduga menjadi alasan banyak responden yang tidak memberikan ASI eksklusif sekalipun bersalin dibantu
oleh tenaga kesehatan. Selain itu, bila data dikategorikan menjadi persalinan dibantu tenaga kesehatan dan non tenaga kesehatan maka status dokter dan
bidanperawat sebagai tenaga kesehatan menjadikan data homogen sehingga tidak dapat dilakukan uji statistik.
L. Hubungan Tenaga yang Melayani IMD dan Perilaku Pemberian ASI
Eksklusif.
Menyusui segera IMD dalam waktu 30 menit setelah persalinan merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mencegah
diberikannya makananminuman prelakteal. Pemberian makanan minuman prelakteal adalah pemberian makanan atau minuman kepada bayi baru lahir
sebelum ASI keluar mendahului pemberian ASI. Kunci utama keberhasilan immediate breastfeeding
terletak pada penolong persalinan karena dalam 30 menit pertama setelah bayi lahir umumnya peran penolong persalinan masih
sangat dominan. Bila ibu difasilitasi oleh penolong persalinan untuk segera memeluk bayinya
diharapkan interaksi ibu dan bayi ini akan segera terjadi. Dengan immediate breastfeeding ibu tidak merasa perlu untuk memberikan
makananminuman apapun kepada bayi Fikawati dan Syafiq, 2003. Hasil analisis tenaga yang melayani IMD menunjukkan p-value = 1.00
artinya tidak ada hubungan antara rata-rata tenaga yang melayani IMD dengan perilaku memberikan ASI eksklusif pada ibu yang melahirkan di luar rumah
bersalin puskesmas Kecamatan Pesanggrahan tahun 2013. Diketahui bahwa dari 33 reponden yang dibantu memberikan IMD kepada bayinya sebesar 6.1
memberikan ASI Eksklusif. sedangkan dari 12 responden yang tidak dibantu memberikan IMD kepada bayinya tidak ada yang memberikan ASI
eksklusif. Lebih lanjut dari hasil analisis silang antara tempat bersalin dan tenaga
yang melayani IMD terlihat bahwa dari 13 ibu yang melahirkan di rumah sakit satu orang tidak dibantu melakukan IMD, dari 29 ibu yang melahirkan di
klinik 21 orang dibantu melakukan IMD dan tidak ada ibu yang dibantu IMD pada ibu yang melahirkan di rumah. Hal ini menunjukan ibu yang melahirkan
di fasilitas kesehatan cenderung dibantu melakukan IMD. dan dari hasil analisa silang antara pembantu persalinan dan melayani IMD didapati bahwa
dari 12 ibu yang bersalin dibantu dokter satu orang tidak dibantu melakukan IMD. Dan dari 33 ibu yang bersalin dibantu perawat sebanyak 11 orang tidak
dibantu untuk melakukan IMD.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Anggraeni 2012 yang menyatakn tidak ada hubungan signifikan antara Tenaga yang Melayani IMD
dan perilaku pemberian ASI eksklusif hal ini dimungkinkan karena teknik dan keadaan sampel yang dimiliki relatif sama. Namun berbeda dengan penelitian
Fika dan Syafiq 2003 di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur, menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pemberian ASI segera IMD
dengan pemberian ASI eksklusif. Faktor kurang jelasnya dan tidak detil informasi tentang ASI eksklusif
dan persepsi yang salah tentang ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI diduga menjadi alasan mengapa responden tidak memberikan ASI Eksklusif
sekalipun responden dibantu melakukan IMD setelah melahirkan. Pengetahuan lokal yang salah tentang makanan bayi dan kurang motivasi dari
responden untuk memberikan ASI pula mendukung perilaku tersebut.
M. Hubungan Dukungan Keluarga dan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif