Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Pesanggrahan Tahun 2013

(1)

i

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU YANG MELAHIRKAN DI LUAR RUMAH BERSALIN PUSKESMAS KECAMATAN PESANGGRAHAN JAKARTA

SELATAN TAHUN 2013 Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh :

M. Syamsul Misbahul Hidayat 107101001771

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/2014 M


(2)

(3)

iii

FAKULTAS KEDOKERAN DAN ILMU KESEHATAN JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Desember 2013

M. Syamsul Misbahul Hidayat, NIM : 107101001771

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Pesanggrahan Tahun 2013

ABSTRAK

ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja pada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim serta obat-obatan dan vitamin. ASI diberikan kepada bayi secara eksklusif karena mengandung banyak manfaat dan kelebihan antara lain menurunkan resiko penyakit infeksi misalnya: diare, infeksi saluran nafas dan infeksi telinga. Tetapi, cakupan ASI eksklusif di wilayah Puskesmas Pesanggrahan tahun 2011 masih rendah yaitu 42,5%. Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan Anggraeni (2012) pada ibu yang melahirkan di Rumah Bersalin Puskesmas Pesanggrahan menunjukan bahwa prevalensi perilaku pemberian ASI eksklusif hanya sebesar 8,9%. Penelitian ini dilakukan untuk melihat cakupan pemberian ASI eksklusif dan melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif pada ibu yang melahirkan di luar rumah bersalin Puskesmas Pesanggrahan.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2013 di di wilayah Jakarta Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross-sectional dengan sampel 45 responden yang memiliki bayi 6-16 bulan dan melahirkan di luar rumah bersalin puskesmas Pesanggrahan.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa proporsi pemberian ASI eksklusif hanya 2 orang dari 45 responden atau hanya sebesar 4,4%, dan tidak ditemukan hubungan antara faktor-faktor yang diteliti (umur, pendidikan, pekerjaan, paritas, pengetahuan, budaya/kepercayaan, sikap, tempat bersalin, tenaga yang melayani IMD, fasilitas rawat gabung, kebijakan tempat kerja, penolong persalinan, dukungan keluarga, dorongan kader dan tenaga kesehatan, dan pengaruh iklan susu formula) dengan perilaku pemberian ASI eksklusif. Pada penelitian ini ditemukan sebesar 46,7% responden memberikan obat, 77,8% memberikan air putih, dan 66,7% memberikan susu formula. Pada analisis variable pengetahuan dan sikap ditemukan 60% responden berpendapat susu formula melengkapi gizi ASI, 84,4% berpendapat boleh memberikan susu formula ketika ASI tidak keluar, 60% responden berpendapat boleh memberikan susu formula ketika ibu beraktivitas di luar rumah, 51,1% setuju memberikan obat ketika bayi sakit, dan 62,2% setuju memberikan susu formula ketika ibu beraktivitas di luar rumah. Oleh karena itu, pada penelitian selajutnya perlu penambahan sampel agar lebih representatif dengan keadaan populasi, memperbaiki instrumen penelitian agar lebih menggambarkan variable yang diteliti. Dan perlu dilakukan penelitian kualitatif tentang persepsi pemberan MP-ASI dini.


(4)

iv Under graduated Thesis, December 2013

M. Syamsul Hidayat Misbahul H, NIM: 107101001771

Factors Associated With Exclusive Breastfeeding Behavior on Mother Who Gave Birth Outside Maternity Hospital Public Health Center District Pesanggrahan In 2013

ABSTRACT

Exclusive breastfeeding is giving only breast milk (ASI) to infants from birth to age 6 months without additional other liquids , such as formula milk, orange juice, honey, water, tea, water, and without solid foods such as bananas, papaya, milk porridge, biscuits, rice porridge, and rice team as well as medicines and vitamins. Breastfeeding exclusively given to infants because it contains a lot of benefits and advantages such as lowering the risk of infectious diseases such as diarrhea, respiratory infections, and ear infections. However, coverage of exclusive breastfeeding in the area of public health centers pesanggrahan district in 2011 is remained low that amounted 42.5%. Furthermore, research conducted by Anggraeni (2012) having practice women who gave birth at the Maternity Hospital of Health Center found that exclusive breastfeeding is only 8.9%. This study was conducted to find the prevalence of exclusive breastfeeding and to look the factors associated with the behavior of exclusive breastfeeding in mothers who gave birth outside maternity hospital of health center.

This study was conducted in July-August 2013 in the in South Jakarta and south Tangerang. This study uses a quantitative approach with a cross-sectional design with a sample of 45 respondents who had babies 6-16 months and give birth outside maternity hospital of health center.

These results indicate that exclusive breastfeeding proportion is only 2 people out of 45 respondents or only 4.4%. And found no relationship between the factors studied (age, education, occupation, parity, knowledge, culture/beliefs , attitudes, place of birth, personnel who serve IMD, rooming facilities, workplace policies, birth attendants, family support, encouragement cadres and health personnel, and the influence of advertising formula milk) with exclusive breastfeeding behavior. This study finds 46.7% of respondents gave the drug, 77.8% gave water, and 66.7% gave formula milk. In the analysis of knowledge and attitude variables finds 60% of respondents believe that formula milk completes nutrition of breast milk, 84.4% thought that formula milk may be gave when breast milk is not out, 60% of respondents thought that formula milk may be gave when mothers has activity outside the home, 51.1% agreed to provide the drugs when the baby is sick, and 62.2% agreed to give formula milk when mothers has activity outside the home. Therefore, in any subsequent research should be more samples that can more representatives to the population, improving research instruments to better describe the variables studied. And qualitative research needed to be done about the perception of giving an early complementary feeding.


(5)

(6)

(7)

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : M. Syamsul Misbahul H

TTL : Bogor, 13 Maret 1990

Agama : Islam

No Telp : 085724693562

Email : [email protected]

Alamat : Kp. Baturaden RT 01/01 Ds. Sukajadi Kec. Cariu Kab. Bogor. Riwayat Pendidikan

Tahun Riwayat Pendidikan

1995−2001 MI Al-Khoeriyah Babakan Raden

2001−2004 SMP Plus Al-Ittihad Cianjur

2004−2007 SMA Al-Ittihad Cianjur

2007−Sekarang S1 – Kesehatan Masyarakat Peminatan Gizi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengalaman Organisasi

Tahun Pengalaman Organisasi

2007−Sekarang CSS MORA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2009−2010 Dep Renstra BEMF FKIK UIN Jakarta

2006−2007 Wakil Ketua I IP3A PonPes Al-Ittihad Cianjur

2005−2006 Bag. Penerangan IP3A Ponpes Al-Ittihad Cianjur


(8)

viii

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah, Tuhan semesta alam, Yang mengajar (manusia) dengan perantara Qalam. Atas limpahan rahmat, nikmat, taufiq serta hidayah-Nyalah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa halangan. Shalawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Dialah Nabi akhir zaman, suri tauladan bagi umatnya di setiap ihwal kehidupan. Beliaulah kotanya ilmu, dengan penuh kasih sayang beliau mengajarkan bagaimana berjuang mencari ilmu.

Skripsi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Asi Eksklusif Pada Ibu Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013 ini disusun dan disajikan sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tidak terlepas atas kebaikan semua pihak yang telah membantu dan memberi masukan dalam proses penyusunan skripsi ini, Penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Ibu tercinta Siti Masithoh (Almh) senantiasa memberikan kasih sayangnya sampai akhir hayatnya. Ghafaallah dzunubaha wa kaffir ‘anha khatayaha. 2. Ayah Agus Sutanto PS, adik Achmad Rijal Faaz, Tsaltsa Zuhratunnisa dan

M. Fathur Rizky Nuril Muntaha yang selalu mendukung dan mendoakan penulis.

3. Ibu Febrianti, SP, Msi selaku pembimbing skripsi I. Terima kasih atas ilmu, nasihat, saran, arahan, masukan dan kemurahan hati yang diberikan dalam menuntun penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga Allah membalas kebaikan beliau dengan sebaik baiknya.

4. Ibu Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM selaku pembimbing skripsi II. Terima kasih atas ilmu, nasihat, saran, arahan, masukan dan kemurahan hati yang diberikan dalam menuntun penulis untuk menyelesaikan


(9)

ix

penulisan skripsi ini. Semoga Allah membalas kebaikan beliau dengan sebaik baiknya.

5. Ibu Raihana N. Alkaff, M.MA, Ibu Narila M. Nasir, MKM, Ph.D dan Ibu Ratri Ciptaningtyas S.Sn.Kes selaku penguji skripsi ini. Semoga ilmu yang diberikan menjadi kebaikan dan bekal yang bermanfaat untuk penulis.

6. Ibu Febrianti, SP, MSi selaku Kepala Prodi Kesehatan Masyarakat beseta dosen-dosen lainnya.

7. Departemen Agama Republik Indonesia, yang telah memberikan

kesempatan bagi para santri-santri berprestasi untuk menuntut ilmu seluas-luasnya melalui program beasiswa S1. Semoga ilmu yang didapat para santri dapat berguna bagi Masyarakat, Bangsa, Negara, dan Agama.

8. Bapak Gozali dan bapak Azib yang selalu membantu dalam hal persuratandan perizinan pada penulis. Semoga atas keikhlasannya beliau mendapat balasan dari Allah SWT.

9. Ns. Enih S.Kep yang selalu membantu dan mensupport baik materi ataupun immateri juga sahabat Irda Septiani dan Annisa Anggraeni terima kasih atas bahan dan data sekundernya.

10.Sahabat M. Nurmilal, Nurli Faiz, Zahro Abdani, Muhammad Yogi, serta seluruh teman CSS MORA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kesmas angkatan 2007 dan seluruh teman Himabo Jakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Banyak kekurangan dan kesalahan di dalamnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk penulis pribadi juga semua pembaca. Semoga Allah SWT selalu memberikan kebaikan dalam hidup kita. Amiin.

Ciputat, Januari 2014


(10)

x

Lembar Pernyataan ... ii

Absrak ... iii

Lembar Persetujuan ... v

Lembar Pengesahan Panitia Ujian ………... vi

Daftar Riwayat Hidup ……… vii

Kata Pengantar ………... viii

Daftar Isi ……….. x

Daftar Tabel ……… xii

Daftar Bagan ………... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………... 1

B. Rumusan Masalah ………. 5

C. Pertanyaan Penelitian ………... 6

D. Tujuan Penelitian ……….. 7

E. Manfaat Penelitian ……… 9

F. Ruang Lingkup Penelitian ……… 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI) ……… 11

B. ASI Ekslusif ……….. 15

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemberian ASI Eksklusif ………... 19

D. Teori Perilku Kesehatan ………... 42

E. Kerangka Teori ………. 44

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep ………. 45

B. Definisi Operasional ………. 47

C. Hipotesis ………... 52

BAB IV METODOLOGI A. Desain Penelitian ……….. 53

B. Identifikasi Variabel ………. 53

C. Tempat dan waktu penelitian ……… 54

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ……….. 54

E. Alat Pengumpulan Data ……… 57

F. Teknik pengumpulan data ……… 57

G. Uji Validitas dan Reliabilitas ……… 58

H. Pengolahan Data ………... 60

I. Teknik Analisis Data ……… 61

BAB V HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat ………. 62


(11)

xi

2. Gambaran Umur Ibu ………... 65

3. Gambaran Paritas Ibu ………. 66

4. Gambaran Pendidikan Ibu ……….. 66

5. Gambaran Pekerjaan Ibu dan Ketersedian Ruang Menyusui bagi Ibu ………... 67

6. Gambaran Pengetahuan Ibu ……… 69

7. Gambaran Sikap Ibu ………... 71

8. Gambaran Kepercayaan ibu ……… 73

9. Gambaran Tempat Ibu Bersalin dan Rawat Gabung ………….. 74

10.Gambaran Tenaga yang membantu Persalinan ……….. 76

11.Gambaran Tenaga yang Melayani IMD ………. 78

12.Gambaran Dukungan Keluarga ……….. 80

13.Gambaran Dorongan Kader dan Tenaga Kesehatan …………... 81

14.Gambaran Pengaruh Iklan Susu Formula ………... 85

B. Analisis Bivariat ………... 86

1. Analisis Hubungan antara Umur Ibu dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif ……… 86

2. Analisis Hubungan antara Paritas Ibu dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif ……… 87

3. Analisis Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif ……… 88

4. Analisis Hubungan antara pekerjaan Ibu bagi Ibu dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif ………. 89

5. Analisis Hubungan antara Pengetahuan Ibu bagi Ibu dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif ………. 90

6. Analisis Hubungan district antara Sikap Ibu bagi Ibu dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif ……… 91

7. Analisis Hubungan antara Kepercayaan ibu bagi Ibu dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif ………. 92

8. Analisis Hubungan antara Tempat Ibu Bersalin dan Rawat Gabung dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif …..………. 93

9. Analisis Hubungan antara Tenaga yang membantu Persalinan bagi Ibu dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif ………….. 95

10.Analisis Hubungan antara Tenaga yang Melayani IMD bagi Ibu dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif ……….. 96

11.Analisis Hubungan antara Dukungan Keluarga bagi Ibu dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif ………. 97

12.Analisis Hubungan antara Dorongan Kader dan Tenaga Kesehatan bagi Ibu dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif. 98 13.Analisis Hubungan antara Pengaruh Iklan Susu Formula bagi Ibu dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif ……….. 99

BAB VI PEMBAHASAN PENELITIAN A. Keterbatasan Penelitian ……… 101

B. Gambaran Perilaku Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu yang Melahirkan di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan ………... 102


(12)

xii

F. Hubungan Pekerjaan dan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif …….. 109 G. Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif …. 110

H. Hubungan Sikap dan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif …………. 112

I. Hubungan Kepercayaan dan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif …. 113 J. Hubungan Tempat Ibu Bersalin, Rawat Gabung, dan Perilaku

Pemberian ASI Eksklusif ……….. 115 K. Hubungan Tenaga yang Membantu Persalinan dengan Perilaku

Pemberian ASI Eksklusif ……….. 117 L. Hubungan Tenaga yang Melayani IMD dan Perilaku Pemberian

ASI Eksklusif ……… 118 M. Hubungan Dukungan Keluarga dan Perilaku Pemberian ASI

Eksklusif ………... 120 N. Hubungan Dukungan Kader dan Tenaga Kesehatan dan Perilaku

Pemberian ASI Eksklusif ……….. 122 O. Hubungan Pengaruh Iklan Susu Formula dan Perilaku Pemberian

ASI Eksklusif ……… 124 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ………... 126

B. Saran ………. 128

DAFTAR PUSTAKA ………... 129

DAFTAR TABEL

No. Tabel Hal

Tabel 2.1 Kandungan Zat Gizi dalam ASI ……… 11

Tabel 3.1 Definisi Operasional ………. 47

Tabel 4.1 Jumlah Sampel Minimal Berdasarkan Hasil Hitung

Setiap Faktor ………. 56 Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Pola Perilaku ASI

Eksklusif Pada Ibu Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun

2013 ………... 62

Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Pola Pemberian

Kolostrum Pada Ibu Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun

2013 ………... 63

Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Pola Pemberian Makanan

Tambahan Pada Ibu Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun

2013 ………... 64 Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Pola alasan/waktu


(13)

xiii

Pemberian susu formula Pada Ibu Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan

Pesanggrahan Tahun 2013 ……… 65

Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Umur Ibu Yang

Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas

Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013 ………... 65 Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Paritas Ibu Yang

Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas

Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013 ………. 66

Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Pendidikan Ibu Yang

Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas

Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013 ………. 67

Tabel 5.8 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan Ibu Yang

Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas

Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013 ………. 68

Tabel 5.9 Distribusi Responden Menurut Ketersediaan Ruang

Menyusui Di Tempat Kerja Ibu Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan

Pesanggrahan Tahun 2013 ……… 68 Tabel 5.10 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Ibu Yang

Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas

Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013 ………. 69 Tabel 5.11 Distribusi Responden Menurut Hasil Pernyataan Tentang

Pengetahuan Ibu Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun

2013 ………... 70 Tabel 5.12 Distribusi Responden Menurut Sikap Ibu Yang

Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas

Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013 ………. 72 Tabel 5.13 Distribusi Responden Menurut Hasil Pernyataan Tentang

Sikap Ibu Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin

Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013 ……... 72

Tabel 5.14 Distribusi Responden Menurut Kepercayaan Ibu Yang

Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas

Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013 ………. 73 Tabel 5.15 Distribusi Responden Menurut Hasil Pernyataan Tentang

Kepercayaan Ibu Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun

2013 ………... 74 Tabel 5.16 Distribusi Responden Menurut Tempat Bersalin Pada Ibu

Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas

Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013 ………. 75

Tabel 5.17 Distribusi Responden Menurut Rawat Gabung Pada Ibu

Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas


(14)

xiv

2013 ………... 76

Tabel 5.19 Gambaran Tenaga Yang Membantu Persalinan

Berdasarkan Tempat Bersalin Ibu Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan

Pesanggrahan Tahun 2013 ……… 77 Tabel 5.20 Distribusi Responden Menurut Tenaga yang Melayani

IMD pada Ibu yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013 ……... 78

Tabel 5.21 Gambaran Tenaga Yang Melayani IMD Berdasarkan

Tempat Bersalin Ibu Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun

2013 ………... 79

Tabel 5.22 Gambaran Tenaga Yang Melayani IMD Berdasarkan

Tenaga Yang Membantu Persalinan Pada Ibu Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas

Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013 ………. 80

Tabel 5.23 Distribusi Responden Menurut Dukungan Keluarga pada

Ibu yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin

Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013 ……... 81

Tabel 5.24 Distribusi Responden Menurut Dorongan Kader dan

Tenaga Kesehatan pada Ibu yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan

Tahun 2013 ……… 82

Tabel 5.25 Gambaran Dorongan Tenaga Kesehatan Berdasarkan

Tenaga Yang Membantu Persalinan Pada Ibu Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas

Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013 ………. 82

Tabel 5.26 Gambaran Dorongan Tenaga Kesehatan Saat Kunjungan

Kehamilan Berdasarkan Tenaga Yang Membantu Persalinan Pada Ibu Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun

2013 ………... 83

Tabel 5.27 Gambaran Dorongan Tenaga Kesehatan Setelah

Persalinan Berdasarkan Tenaga Yang Membantu Persalinan Pada Ibu Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun

2013 ………... 84 Tabel 5.28 Distribusi Responden Menurut Pengaruh Iklan Susu

Formula Pada Ibu Yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun

2013 ……… 85


(15)

xv

yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas

Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013 ………. 86

Tabel 5.30 Gambaran Perilaku ASI Eksklusif Berdasarkan Paritas pada Ibu yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin

Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013 ……... 87 Tabel 5.31 Gambaran Perilaku ASI Eksklusif Berdasarkan

Pendidikan pada Ibu yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun

2013 ………... 88 Tabel 5.32 Gambaran Perilaku ASI Eksklusif Berdasarkan pekerjaan

pada Ibu yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin

Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013 ……... 89 Tabel 5.33 Gambaran Perilaku ASI Eksklusif Berdasarkan

Pengetahuan pada Ibu yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun

2013 ………... 90 Tabel 5.34 Gambaran Perilaku ASI Eksklusif Berdasarkan Sikap

pada Ibu yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin

Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013 ……... 91 Tabel 5.35 Gambaran Perilaku ASI Eksklusif Berdasarkan

Kepercayaan pada Ibu yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun

2013 ………... 92

Tabel 5.36 Gambaran Perilaku ASI Eksklusif Berdasarkan Tempat

Ibu Bersalin pada Ibu yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun

2013 ………... 93 Tabel 5.37 Gambaran Perilaku ASI Eksklusif Berdasarkan Rawat

Gabung pada Ibu yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun

2013 ………... 94 Tabel 5.38 Gambaran Perilaku ASI Eksklusif Berdasarkan Tenaga

yang membantu Persalinan pada Ibu yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan

Pesanggrahan Tahun 2013 ……… 95 Tabel 5.39 Gambaran Perilaku ASI Eksklusif Berdasarkan Tenaga

yang Melayani IMD pada Ibu yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan

Tahun 2013 ……… 96 Tabel 5.40 Gambaran Perilaku ASI Eksklusif Berdasarkan

Dukungan Keluarga pada Ibu yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan

Tahun 2013 ……… 97 Tabel 5.41 Gambaran Perilaku ASI Eksklusif Berdasarkan


(16)

xvi

Iklan Susu Formula pada Ibu yang Melahirkan Di Luar Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan

Tahun 2013 ……… 99

DAFTAR BAGAN

No. Bagan Hal

Bagan 2.1 Kerangka Teori ……….. 44


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Air Susu Ibu (ASI) merupakan cairan yang sangat penting dan ideal untuk bayi yang hidupnya masih sangat tergantung pada air susu, karena ASI mengandung hampir semua zat gizi yang diperlukan oleh bayi dengan komposisi yang sesuai dengan kebutuhan bayi (Moehji, 1988). ASI mengandung cukup zat gizi, juga mengandung zat imunologik seperti IgA, IgM, IgG, dan IgE, Laktoferin, Lisozim yang melindungi bayi dari infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur (Roesli, 2004).

ASI bermanfaat bagi ibu, bayi, keluarga dan negara secara ekonomi. Bagi ibu yaitu menjalin kasih sayang, mengurangi perdarahan setelah melahirkan, mempercepat pemulihan kesehatan ibu, menunda kehamilan, mengurangi risiko terkena kanker payudara, dan merupakan kebahagian tersendiri bagi ibu (Depkes, 2002). Bagi bayi yaitu sebagai nutrisi, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan kecerdasan, meningkatkan jalinan kasih sayang, melindungi bayi dari alergi (Depkes, 2007).

Sedangkan ASI Eksklusif adalah Pemberian hanya ASI saja pada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim serta obat-obatan dan vitamin (Depkes, 2008). Lebih lanjut Roesli (2009) menjelaskan bahwa ASI Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa tambahan cairan seperti susu formula,


(18)

jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Sedangkan Budiasih (2008) menambahkan bahwa setelah 6 bulan, bayi mulai diperkenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai bayi berumur dua tahun.

ASI diberikan kepada bayi secara eksklusif karena mengandung banyak manfaat dan kelebihan antara lain menurunkan resiko penyakit infeksi misalnya : diare, infeksi saluran nafas dan infeksi telinga (Lestari, 2009). Menyusui secara eksklusif juga bermanfaat bagi ibu, dengan menyusui secara eksklusif ibu tidak perlu mengeluarkan biaya dan makanan bayi sampai sedikitnya umur 6 bulan (Sopian, 2011). Oleh karena berbagai keuntungan tersebut, WHO/UNICEF (2002) Dalam global strategy for infant and young child feeding merekomendasikan pemberian ASI secara Ekslusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan sebagai salah satu dari empat hal penting dalam pemberian makanan bayi dan anak untuk mencapai tumbuh kembang bayi yang optimal.

Walaupun manfaat pemberian ASI secara eksklusif sangat besar tetapi persentase pemberian ASI eksklusif di dunia masih di bawah 50%. Berdasarkan satu penelitian di Ethiopia menunjukan bahwa hanya 50,3 % ibu yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya selama 6 bulan (Musa seid et al. 2012). Sedangkan satu studi di Turki (2004) menunjukan 50,6% ibu memberikan ASI eksklusif (Karacam, 2006). Studi pada ibu di Kiimanjaro, Tanzania (2011) menunjukan prevalensi ibu yang memberikan ASI eksklusif hanya sebesar 20,7% (Mgongo et al. 2013). Sedangkan studi yang dilakukan


(19)

3

oleh Kuzma (2012) pada wanita di Papua Nugini menunjukan hanya 17 % ibu yang memberikan ASI eksklusif pada 6 bulan pasca melahirkan. Sedangkan di Timor Leste (2003) hanya 30,7% ibu yang memberi ASI eksklusif (Senarath et al. 2007). Dan sebuah studi di Malaysia (2006) menunjukan 43,1% ibu memberikan ASI eksklusif (Kek Leong Tan, 2006)

Sama halnya dengan persentse pemberian ASI Eksklusif di dunia yang masih rendah, persentase pemberian ASI Eksklusif di Indonesia juga masih rendah. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 mencatat bahwa data pemberian ASI Ekslusif sebesar 38% menurun dari kondisi tahun 2002-2003 yaitu 39,5% dari keseluruhan jumlah bayi. Sementara jumlah bayi dibawah 6 bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7% menjadi 27,9% (Depkes, 2009). Begitupun Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2007-2008) cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0–6 bulan di Indonesia menunjukkan penurunan dari 62,2% (2007) menjadi 56,2% (2008) (Depkes, 2009). Sedangkan berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2010) cakupan pemberian ASI ekslusif di Indonesia secara keseluruhan pada umur 0-1 bulan, 2-3 bulan, dan 4-5 bulan berturut-turut adalah 45,4 %, 38,3 %, dan 31,0 %.

Banyak faktor telah ditemukan berkaitan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif. Fika dan Syafiq (2009) dalam penelitiannya menjelaskan berdasar pada teori Green bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemberian ASI Eksklusif adalah faktor predisposisi yang mempermudah atau memicu seorang ibu untuk melakukan ASI ekskusif yaitu pendidikan dan


(20)

paritas. Sehingga dalam perilaku pemberian ASI eksklusif, yang ternasuk faktor predisposisi ini berupa umur, pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, pendidikan dan paritas.

Sedangkan yang termasuk dalam faktor pendukung dalam melakukan ASI eksklusif adalah fasilitas rawat gabung (rooming-in). Dan ada faktor pemungkin lainnya seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, dokter, atau bidan praktik termasuk juga fasilitas-fasilitas lain yang pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan. Akses ke fasilitas kesehatan serta peraturan dan komitmen pemerintah juga termasuk dalam faktor pemungkin ini. Sehingga dalam perilaku pemberian ASI eksklusif yang termasuk faktor pemungkin adalah fasilitas rawat gabung, kebijakan puskesmas tentang IMD dan rawat gabung dan tenaga kesehatan yang melayani IMD. Dalam perilaku pemberian ASI eksklusif, Fika dan Syafiq (2009) menyatakan yang termasuk dalam faktor penguat adalah dukungan keluarga dan dorongan tenaga kesehatan untuk memberikan ASI eksklusif. Sehingga dalam perilaku pemberian ASI eksklusif yang termasuk dalam faktor penguat adalah dukungan keluarga dan dorongan tenaga kesehatan untuk memberikan ASI eksklusif.

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pesanggarahan Kota Jakarta Selatan. Berdasarkan data profil Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta tahun 2009, diketahui bahwa jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif di Provinsi DKI Jakarta sebesar 34%, hal ini belum sesuai dengan target ASI eksklusif nasional yaitu sebesar 80%. Sedangkan berdasarkan


(21)

5

laporan tahunan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan diketahui cakupan ASI eksklusif di Jakarta Selatan pun masih rendah 43,7%. Sedangkan kecamatan pesanggrahan dipilih karena berdasarkan laporan Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan diketahui cakupan ASI eksklusif 42,5%. Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan Anggraeni (2012) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang melahirkan di Rumah Bersalin Puskesmas Pesanggrahan menunjukan bahwa prefalensi perilaku pemberian ASI eksklusif hanya sebesar 8,9 %.

Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan memiliki pelayanan Rumah Bersalin (RB), sehingga ibu yang melakukan kunjungan ANC pada masa kehamilan dapat melahirkan di RB. Hanya pada penelitian ini, dilakukan pada ibu yang melahirkan di luar Rumah Bersalin Puskesmas Pesanggrahan untuk melihat variasi dari faktor fasilitas rawat gabung dan pelaksanaan IMD oleh pembantu persalinan. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu yang melahirkan di luar Rumah Bersalin Puskesmas Pesanggrahan Jakarta Selatan.

B. Rumusan Masalah

Pemberian ASI secara eksklusif akan memastikan kelengkapan kebutuhan bayi akan tercukupi juga akan mencegah bayi dari berbagai kemungkinan terkena penyakit. Puskesmas Pesanggrahan memiliki program Antenatal Care (ANC) sehingga telah ada langkah pemberian informasi tentang pemberian ASI eksklusif. tetapi cakupan ASI eksklusif di Puskesmas


(22)

Pesanggrahan masih rendah yaitu 43,7%. Terlebih hasil penelitian Anggraeni (2012) tentang perilaku pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang melahirkan di Rumah Bersalin Puskesmas Pesanggrahan menunjukan prevalensi sebesar 8,9%.

Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan ASI Eksklusif diantaranya adalah umur, pendidikan, pekerjaan, paritas, pengetahuan, budaya/kepercayaan, sikap, tempat bersalin, tenaga yang melayani IMD, fasilitas rawat gabung, kebijakan tempat kerja, penolong persalinan, dukungan keluarga, dorongan kader dan tenaga kesehatan, dan pengaruh iklan susu formula.

Berdasarkan hal tersebut, perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemberian ASI eksklusif pada ibu yang melahirkan di luar rumah bersalin puskesmas pesanggrahan Jakarta Selatan.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran pemberian ASI eksklusif pada ibu yang melahirkan di luar rumah bersalin Puskesmas Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013. 2. Bagaimana gambaran faktor predisposisi (umur, pendidikan, pekerjaan,

paritas, pengetahuan, budaya/kepercayaan, sikap) pada ibu yang melahirkan di luar rumah bersalin Puskesmas Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013. 3. Bagaimana gambaran faktor pemungkin (tempat bersalin, rawat gabung,

tenaga yang melayani IMD, dan kebijakan tempat kerja) pada ibu yang melahirkan di luar rumah bersalin Puskesmas Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013


(23)

7

4. Bagaimana gambaran faktor penguat (penolong persalinan, dukungan keluarga, dorongan kader dan tenaga kesehatan, dan pengaruh iklan susu formula) pada ibu yang melahirkan di luar rumah bersalin Puskesmas Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013

5. Apakah ada hubungan antara faktor predisposisi ibu menyusui (umur, pendidikan, pekerjaan, paritas, pengetahuan, budaya/kepercayaan, sikap) dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu yang melahirkan di luar rumah bersalin Puskesmas Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013

6. Apakah ada hubungan antara faktor pemungkin ibu menyusui (tempat bersalin, rawat gabung, tenaga yang melayani IMD, dan kebijakan tempat kerja) dengan perilaku pemberian ASI eksklusif pada ibu yang melahirkan di luar rumah bersalin Puskesmas Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013 7. Apakah ada hubungan antara faktor penguat ibu menyusui (penolong

persalinan, dukungan keluarga, dorongan kader dan tenaga kesehatan, dan pengaruh iklan susu formula) dengan perilaku pemberian ASI eksklusif pada ibu yang melahirkan di luar rumah bersalin Puskesmas Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu yang melahirkan di luar rumah bersalin Puskesmas Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013


(24)

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran perilaku pemberian ASI eksklusif pada ibu yang melahirkan di luar rumah bersalin Puskesmas Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013

b. Mengetahui gambaran faktor predisposisi (umur, pendidikan, pekerjaan, paritas, pengetahuan, budaya/kepercayaan, sikap) pada ibu yang melahirkan di luar rumah bersalin Puskesmas Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013

c. Mengetahui gambaran faktor pemungkin (tempat bersalin, rawat gabung, tenaga yang melayani IMD, dan kebijakan tempat kerja) pada ibu yang melahirkan di luar rumah bersalin Puskesmas Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013

d. Mengetahui gambaran faktor penguat (penolong persalinan, dukungan keluarga, dorongan kader dan tenaga kesehatan, dan pengaruh iklan susu formula) pada ibu yang melahirkan di luar rumah bersalin Puskesmas Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013

e. Mengetahui hubungan antara faktor predisposisi ibu menyusui (umur, pendidikan, pekerjaan, paritas, pengetahuan, budaya/kepercayaan, sikap) dengan perilaku pemberian ASI eksklusif pada ibu yang melahirkan di luar rumah bersalin Puskesmas Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013

f. Mengetahui hubungan antara faktor pemungkin ibu menyusui (tempat bersalin, rawat gabung, tenaga yang melayani IMD, dan kebijakan


(25)

9

tempat kerja) dengan perilaku pemberian ASI eksklusif pada ibu yang melahirkan di luar rumah bersalin Puskesmas Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013

g. Mengetahui hubungan antara faktor penguat ibu menyusui (penolong persalinan, dukungan keluarga, dorongan kader dan tenaga kesehatan, dan pengaruh iklan susu formula) dengan perilaku pemberian ASI eksklusif pada ibu yang melahirkan di luar rumah bersalin Puskesmas Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013.

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti

Dapat menambah wawasan pengetahuan dan keterampilan penulis dalam masalah pemberian ASI eksklusif kepada bayi oleh ibu.

2. Bagi Puskesmas Pesanggrahan

Dapat menambah pengetahuan atau wawasan terhadap pihak Puskesmas sehingga dapat meningkatkan promosi kesehatan tentang pemberian ASI ekklusif.

3. Bagi Prodi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syaraif Hidayatullah

Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa di perpustakaan dan dapat menjadi bahan bagi penelitian yang akan datang.

4. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi

Sebagai sumber pengetahuan atau wawasan tentang faktor-faktor penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif pada bayi usia di bawah 6 bulan.


(26)

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta selama bulan Juli-Agustus 2013 di wilayah Jakarta Selatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu yang melahirkan di luar rumah bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan tahun 2013. Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi usia 6-18 bulan yang melahirkan di luar Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan dengan riwayat kunjungan ANC (Antenatal Care) di puskesmas Kecamatan Pesanggrahan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk melihat gambaran umur, pendidikan, pekerjaan, paritas, pengetahuan, sikap, kepercayaan, tempat bersalin, rawat gabung, tenaga yang melayani IMD, kebijakan tempat kerja, penolong persalinan, dukungan keluarga, dorongan kader dan tenaga kesehatan dan pengaruh iklan susu formula terhadap pemberian ASI eksklusif.


(27)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI)

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose, dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi (Soetjiningsih, 1997). ASI sangat penting dan ideal untuk bayi yang hidupnya masih sangat tergantung pada air susu karena ASI memiliki keuntungan nutrisi, antiviral, antibakteri, antialergi dan psikososial bagi bayi (Potter & Perry 2005). Disamping zat-zat yang terkandung didalamnya, pemberian ASI juga mempunyai beberapa keuntungan yaitu (Soetjiningsih, 1997) 1. Steril, aman dari pencemaran kuman

2. Selalu tersedia dengan suhu yang optimal 3. Produksi disesuaikan dengan kebutuhan bayi

4. Mengandung antibodi yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh kuman atau virus

5. Bahaya alergi tidak ada

Tabel 2.1 Kandungan Zat Gizi dalam ASI

Zat Gizi Jumlah

Energi (kalori) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg)

65 1,1 3,5 7,7 35,3


(28)

Zat Gizi Jumlah Phosfor (mg)

Zat besi (mg) Vitamin A (RE) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg)

12,3 0 70 0,2 2,7 Sumber : Hayati, 2004

Banyak manfaat pemberian ASI khususnya ASI esklusif yang dapat dirasakan. Berikut manfaat terpenting yang diperoleh bayi (Roesli, 2004).

1. ASI sebagai nutrisi

ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan tatalaksana menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, bayi harus mulai diberi makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih.

2. ASI meningkatkan daya tahan tubuh

Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin (zat kekebalan tubuh) dari ibunya melalui ari-ari. Namun, kadar zat ini akan cepat menurun segera setelah bayi lahir. Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan cukup banyak sehingga mencapai kadar protektif pada waktu berusia 9-12 bulan. Pada saat kadar zat kekebalan bawaan menurun, sedangkan yang dibentuk oleh badan bayi belum mencukupi maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi. 3. ASI meningkatkan kecerdasan


(29)

13

Nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan otak bayi yang tidak ada atau sedikit sekali terdapat pada susu sapi, antara lain :

a. Taurin, yaitu suatu bentuk zat putih telur yang hanya terdapat di ASI

b. Laktosa, merupakan hidrat arang utama dari ASI yang hanya sedikit sekali terdapat pada susu sapi.

c. Asam lemak ikatan panjang, (DHA, AA, omega-3, omega-6) merupakan asam lemak utama dari ASI yang hanya terdapat sedikit dalam susu sapi.

4. Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang

Bayi yang sering berada dalam dekapan ibu karena menyusui akan merasakan kasih sayang ibunya. Ia juga akan merasa aman dan tentram, terutama karena masih dapat mendengar detak jantung ibunya yang telah ia kenal sejak dalam kandungan. Perasaan terlindung dan disayangi inilah yang akan menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan dasar spiritual yang baik.

Depkes RI (2007), mengelompokan manfaat ASI untuk pihak bayi, ibu dan keluarga yaitu:

a. Manfaat untuk bayi

1) Merupakan makanan alami yang sempurna 2) Tersedia setiap saat dengan suhu yang sesuai

3) Mengandung zat gizi sesuai dengan kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang sempurna

4) Mengandung Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang diperlukan untuk


(30)

pembentukan sel-sel otak yang optimal yang bermanfaat untuk kecerdasan bayi

5) Mengandung zat kekebalan untuk bayi terhadap berbagai penyakit infeksi (diare, batuk pilek, radang tenggorokan dan gangguan pernapasan)

6) Melindungi bayi dari alergi

7) Aman dan terjamin kebersihannya, karena langsung disusukan dalam keadaan segar

8) Tidak pernah basi, dapat diberikan kapan saja dan dimana saja

9) Membantu memperbaiki refleks menghisap, menelan dan pernafasan bayi. b. Manfaat untuk ibu

1) Menjalin kasih sayang antara ibu dengan bayi 2) Mengurangi perdarahan setelah persalinan 3) Mempercepat pemulihan kesehatan ibu 4) Menunda kehamilan berikutnya

5) Mengurangi risiko terkena kanker payudara

6) Lebih praktis karena ASI lebih mudah diberikan setiap saat bayi membutuhkan

7) Menumbuhkan rasa percaya diri ibu untuk menyusui c. Manfaat untuk keluarga

1) Tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pembelian susu formula dan perlengkapannya

2) Tidak perlu waktu dan tenaga untuk menyediakan susu botol, misalnya merebus air dan mencuci peralatan


(31)

15

3) Tidak perlu biaya dan waktu untuk merawat dan mengobati anak yang sering sakit karena pemberian susu botol

B. ASI Ekslusif

ASI Eksklusif adalah makanan terbaik yang harus diberikan pada bayi, karena didalamnya terkandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi yang tidak ada terdapat pada susu sapi, dan ASI diberikan selama enam bulan pertama kehidupan (Depkes RI, 2006).

ASI Ekslusif adalah bayi hanya diberikan ASI tanpa makanan atau minuman lain termasuk air putih, kecuali obat, vitamin dan mineral dan ASI yang diperas. ASI ekslusif adalah pemberian ASI sepenuhnya tanpa disertai tambahan atau selingan apapun sejak bayi lahir sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai bayi berumur dua tahun (Budiasih, 2008).

ASI Eksklusif atau lebih tepat disebut pemberian ASI secara eksklusif artinya bayi hanya diberi ASI saja ,tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, juga tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi ataupun tim mulai lahir sampai usia 6 bulan (Roesli, 2004).

1. Kerugian tidak Memberikan ASI Ekslusif

Risiko tidak memberikan ASI Ekslusif pada bayi yaitu infeksi saluran pencernaan (muntah, diare), infeksi saluran pernapasan, meningkatkan resiko alergi, meningkatkan resiko serangan asma, menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif, meningkatkan resiko kegemukan (obesitas), meningkatkan


(32)

resiko kencing manis (diabetes), meningkatkan risiko infeksi telinga tengah, meningkatkan kurang gizi, meningkatkan resiko kematian (Roesli, 2008).

a. Infeksi saluran pencernaan (muntah, diare)

Di Amerika, 400 bayi meninggal pertahun akibat muntah-diare. 300 diantaranya adalah bayi yang tidak diberikan ASI. Kemungkinan diare 17 kali lebih banyak pada bayi susu formula (Roesli, 2008; Perinasia, 2007 dalam Nurjanah 2009). Pemberian makanan tambahan dini membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman apalagi tidak disajikan higienis dapat menyebabkan diare (Murniningsih dan Sulastri, 2008).

b. Infeksi saluran pernapasan

Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa bayi yang diberi susu formula mengalami penyakit saluran pernapasan dan memerlukan rawat inap di rumah sakit di bandingkan dengan bayi yang diberi ASI secara ekslusif selama empat bulan.

c. Meningkatkan risiko alergi

Berdasarkan penelitian pada anak-anak di Finlandia, semakin lama diberi ASI, semakin rendah kemungkinan bayi yang menderita penyakit alergi, penyakit kulit (eksim), alergi makanan dan alergi saluran napas (Roesli, 2008; Perinasia, 2007 dalam Nurjanah 2009). Alergi disebabkan karena sel-sel disekitar usus belum siap untuk menerima kandungan dari makanan sehingga makanan yang masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi. Reaksi alergi pada makanan bisa tampak seperti kesulitan


(33)

17

pencernaan, tetapi mungkin juga meliputi pilek, ronki kering (wheezing), rewel dan reaksi pada kulit yang beragam (Murniningsih dan Sulastri, 2008). d. Meningkatkan resiko serangan asma

Sebuah penelitian yang melibatkan 2.184 anak yang dilakukan oleh Rumah Sakit anak di Toronto menemukan bahwa risiko asma dan kesulitan bernapas 50% lebih tinggi terjadi pada bayi yang diberi susu formula dibandingkan dengan bayi yang diberikan ASI selama sembilan bulan atau lebih (DellS, 2000 dalam Roesli 2008).

e. Menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif

Sebanyak 1736 anak di uji. Ditemukan bahwa anak ASI secara bermakna menunjukan hasil pendidikan yang lebih baik (Richards et al, 2002 dalam Roesli). Berdasarkan penelitian terhadap 3.235 orang di Denmark, didapatkan hubungan antara lama pemberian ASI dan peningkatan IQ. Orang yang disusui kurang dari satu bulan mempunyai IQ 5 pon lebih rendah daripada yang disusui 7-9 bulan. Terdapat korelasi antara lama pemberian ASI dengan tingkat IQ (Smith et al, 2003 dalam Roesli 2008).

f. Meningkatkan resiko kegemukan (obesitas)

Penelitian besar di Skotlandia meneliti indeks massa tubuh pada 32.200 anak usia 39-42 bulan. Hasilnya kejadian kegemukan jauh lebih tinggi diantara anak-anak yang diberi susu formula. Obesitas disebabkan karena proses pemecahan sari-sari makanan yang belum sempurna (Murniningsih dan Sulastri, 2008; Roesli, 2008).


(34)

Terlalu awal mengenalkan susu formula, makanan padat, dan susu sapi terbukti meningkatkan kejadian kencing manis (diabetes) tipe 1 di masa depannya. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian ASI secara eksklusif lebih dari lima bulan dan total waktu pemberian ASI selama lebih dari tujuh atau sembilan bulan dapat melindungi bayi dari kencing manis. h. Meningkatkan risiko infeksi telinga tengah

Jumlah kejadian otitis media akut (infeksi saluran telinga tengah) meningkat secara signifikan dengan menurunnya durasi dan eksklusivitas pemberian ASI. Bayi Amerika Serikat yang diberi ASI eksklusif selama empat bulan atau lebih mengalami 50% lebih sedikit kejadian infeksi telinga tengah dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI. Penurunan kejadian sebesar 40% dilaporkan pada bayi yang mendapatkan ASI dan mendapatkan makanan tambahan sebelum usia empat bulan.

i. Meningkatkan kurang gizi

Pemberian susu formula yang encer untuk menghemat pengeluaran dapat mengakibatkan kekurangan gizi karena asupan yang kurang pada bayi. Secara tidak langsung, kurang gizi juga akan terjadi jika anak sering sakit, terutama diare dan radang saluran pernapasan.

j. Meningkatkan resiko kematian

Bayi yang diberi ASI secara parsial memiliki risiko meninggal akibat diare 4,2 kali lebih tinggi. Tidak adanya pemberian ASI dihubungkan dengan peningkatan risiko kematian akibat diare sampai 14,2 kali pada anak-anak.


(35)

19

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemberian ASI Eksklusif 1. Karakteristik individu

a. Umur Ibu

Umur adalah faktor yang menentukan dalam pemberian ASI. Menurut Huclock (1998) dalam Nursalam (2001:134) dalam Handayani, dkk (2009) mengatakan semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya.

Dari segi produksi ASI, ibu yang berusia 19-23 tahun pada umumnya dapat menghasilkan ASI yang cukup dibandingkan ibu yang berusia lebih tua. Ibu yang berusia lebih dari 35 tahun biasanya tidak akan dapat menyusi bayinya dengan ASI yang cukup. (Pudjiadi, 2005. Lestari 2009). Penelitian yang dilakukan Kusnadi (2007), menyatakan bahwa proporsi pemberian ASI eksklusif pada umur kurang dari 35 tahun lebih besar (18,9%) dibandingkan umur lebih dari atau sama dengan 35 tahun (16,8%).

Sedangkan penelitian yang dilakukan Juliani (2009), menunjukkan bahwa ada hubungan secara bermakna antara umur ibu terhadap pemberian ASI eksklusif. Pada ibu yang berumur 20-35 tahun 40,3% memberikan ASI eksklusif dan 59,7% tidak memberikan ASI eksklusif. Sedangkan pada ibu yang berumur > 35 tahun 100% ibu tidak memberikan ASI eksklusif.


(36)

Berbeda halnya dengan hasil penelitian Fikawati dan Syafiq (2009) yang menyatakan bahwa umumnya informan ASI eksklusif enam bulan lebih tua daripada informan yang tidak ASI eksklusif dengan perbedaan rata-rata umur empat tahun. Rata-rata informan ASI eksklusif berusia 30 tahun dan rata-rata informan ASI tidak eksklusif berusia 26 tahun.

b. Pendidikan Ibu

Soerjono Soekanto dalam Kasnodihardjo, dkk (1996) mengemukakan bahwa pendidikan akan memberikan kesempatan kepada orang untuk membuka jalan fikiran dalam menerima ide-ide atau nilai-nilai baru.

Menurut Kusmiati pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan makin mudah seseorang menerima dan mendapatkan informasi melalui berbagai media. Pada ibu yang berpendidikan tinggi ia lebih sadar akan keunggulan ASI dan dampak dari pemberian MP-ASI secara dini dan menimbulkan motivasi yang kuat pada diri ibu (Suradi, 2004).

Pada penlitian Alam (2003) menyatakan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi biasanya banyak kesibukan di luar rumah, sehingga cenderung sering meninggalkan bayinya. Sedangkan ibu yang berpendidikan rendah lebih banyak di rumah dan cenderung lebih mempunyai kesempatan untuk menyusui bayinya.


(37)

21

Sedangkan pada penelitian Marzuki (2004), menunjukan hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dan pemberian ASI Eksklusif. begitupun penelitian Nurjanah (2007) menunjukan proporsi pemberian ASI eksklusif pada ibu yang berpendidikan rendah lebih besar (7,9%) dibanding ibu berpendidikan lebih tinggi (4,6%).

Berbeda dengan penelitian Fikawati dan Syafiq (2009) menyatakan bahwa pendidikan informan yang melakukan ASI eksklusif enam bulan hampir tidak berbeda dengan yang ASI tidak eksklusif. Masing-masing kelompok adalah lulusan SMP dan lulusan SMA. Hanya satu orang dari kelompok informan ASI eksklusif yang berpendidikan Akademi (D3).

c. Status Pekerjaan Ibu

Kenyataan saat ini bahwa dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai oleh kaum perempuan dan seiring dengan kemajuan zaman, dewasa ini banyak perempuan terlibat di sektor publik. Perempuan yang tadinya hanya sebagai ibu rumah tangga, kini berubah peran akibat bertambahnya jumlah kesempatan kerja, meningkatnya pendidikan, dan perubahan sosial ekonomi (Depkes, 2008). Sama halnya yang disampaikan oleh siregar (2004) meningkat jumlah partisipasi wanita dalam ikatan kerja dan adanya emansipasi dalam segala bidang kerja dan kebutuhan masyarakat menyebabkan turunya kesedian menyusui dan lamanya menyusui.


(38)

Tenaga kerja perempuan yang memiliki bayi mengalami kesulitan untuk memberikan ASI karena tidak ada sarana dan kesempatan yang diperlukan untuk memberikan ASI kepada bayinya di lingkungan kerja, selain faktor dari ibunya sendiri yang tidak atau kurang memiliki pengetahuan yang cukup mengenai manajemen laktasi. (Depkes, 2008).

Pawenrusi (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa keseluruhan ibu yang bekerja tidak memberikan ASI eksklusif dan memilih susu formula kepada bayinya dengan alasan mempunyai kesibukan bekerja di luar rumah, ibu yang bekerja di luar rumah bekerja sebagai buruh harian (tukang cuci), wiraswasta (pedagang), PNS, dan kerja toko. Hal ini memungkinkan ibu susah untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya karena kesibukan ibu bekerja diluar rumah. Ibu yang bekerja memilihsusu formula dikarenakan lebih cepat dan praktis serta anak mudah dibawa kemana-mana dengan susu botol dan anak bisa ditinggal kapan saja. Sementara sewaktu bekerja sebagian besar responden menitipkan anaknya kepada orang tuanya (nenek) si bayi.

Pada ibu yang bekerja sebagai PNS rata-rata mendapat cuti bersalin namun rata-rata ibu yang memperoleh cuti bersalin hanya memberikan ASI selama dua bulan dan selanjutnya dialihkan ke susu formula dikarenakan ibu harus kembali bekerja dan pada umumnya responden tidak memiliki tempat penitipan anak dan fasilitas tempat


(39)

23

penyimpanan ASI ditempat kerja, rendahnya pemberian ASI eksklusif pada ibu yang bekerja sangat erat kaitannya dengan kebijakan-kebijakan yang ada ditempat kerja (Pawenrusi, 2011).

Ibu Rumah Tangga (IRT) memiliki waktu yang cukup/lebih banyak untuk mendapatkan informasi tentang pentingnya pemberian ASI dan bahaya yang akan terjadi bila bayi diberikan makanan pendamping ASI sebelum waktunya dibandingkan mereka yang bekerja di luar rumah. ibu rumah tangga akan mempunyai motivasi yang kuat karena waktunya lebih banyak dirumah untuk memberikan ASI dibandingkan ibu bekerja yang waktu di rumah lebih sedikit untuk memberikan ASI (Handayani, dkk. 2009).

Hasil penelitian Anggrita (2009) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif. Namun, berbeda dengan penelitian Rohani (2007) yang menyatakan bahwa faktor pekerjaan mempunyai pengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif (p = 0,012 ; B = -1,477), hal ini menunjukkan bahwa akan terjadi penurunan pemberian ASI eksklusif jika disertai dengan peningkatan pekerjaan.

Hasil penelitian yang sama oleh Juliani (2009), menyatakan bahwa ada hubungan secara bermakna antara pekerjaan ibu terhadap pemberian ASI eksklusif dengan p Value = 0,000 < = 0,05. Namun hasil penelitian di atas berbeda dengan penelitian Anggrita (2010)


(40)

yang menyatakan bahwa tidak adahubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif dengan p 0,05 (p= 0,955).

d. Paritas

Paritas berasal dari kata para yang artinya jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup di luar rahim 28 minggu atau lebih. Pengelompokkan paritas menurut jumlahnya kelahirannya terdapat 3 kelompok yaitu nullipara, primipara dan multipara. Yang dimaksud dengan nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan dengan usia kehamilan lebih dari 28 minggu.

Dalam hal ini seorang dikatakan nullipara apabila wanita tersebut belum pernah melahirkan janin yang mampu hidup di luar rahim. Sedangkan yang dimaksud dengan primipara adalah seorang wanita yang baru pertama kali melahirkan dengan janin mencapai umur kehamilan 28 minggu atau lebih., multipara adalah seorang wanita yang sudah mengalami hamil dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah kehamilannya dua kali atau lebih. (Resmaniasih, 2007)

Suradi (2007) dalam Handayani, dkk (2009), bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI meliputi karakteristik ibu yaitu pengalaman ibu menyusui. Perbedaan jumlah anak akan berpengaruh terhadap pengalaman ibu dalam hal menyusui. Seorang ibu yang telah sukses menyusui pada kelahiran sebelumnya akan lebih mudah serta yakin akan dapat menyusui pada kelahiran berikutnya.


(41)

25

Seorang ibu muda dengan anak pertama akan merasa sulit untuk dapat menyusui (Solihah, dkk. 2010).

Berdasarkan penelitian Juliani (2009) menunjukkan bahwa ibu yang lebih tua dan memiliki paritas lebih tinggi tampak lebih banyak yang melakukan ASI eksklusif enam bulan. Dari hasil uji statistik diketahui bahwa ada hubungan secara bermakna antara paritas terhadap pemberian ASI eksklusif dengan pValue = 0,001 < = 0,05.

Penelitian Fikawati dan Syafiq (2009) menyatakan bahwa informan ASI eksklusif mempunyai paritas rata-rata lebih tinggi (3

anak) daripada informan ASI tidak eksklusif (2 anak).

Perbedaanjumlah anak akan mempengaruhi terhadap pengalaman ibu dalam hal menyusui.

2. Pengetahuan

Hambatan utama tercapainya ASI eksklusif yang benar adalah karena kurang sampainya pengetahuan yang benar tentang ASI eksklusif pada para ibu. Seorang ibu harus mempunyai pengetahuan yang baik dalam menyusui (Roesli, 2000).

Pengetahuan diperoleh manusia melalui panca indra, mata melihat, telinga mendengar, hidung membaui, lidah mengecap serta kulit merasakan halus kasarnya sesuatu. Pengetahuan tersebut dikatakan bersumber dari panca indra. Disamping itu ada pula pengetahuan yang bersumber dari perasaan, yang sering ada dan kelihatan nyata jika manusia berprasangka terhadap sesuatu. Prasangka ini umumnya berasal dari


(42)

sumber perasaan seseorang yang mengemukakan suatu pernyataan (Notoatmodjo, 2003).

Seorang wanita dengan bayi pertamanya mungkin tidak tahu cara menaruh bayi pada payudaranya. Dan bayi, walaupun dapat menghisap, mungkin tidak tahu cara membawa puting susu ke mulutnya. Meletakkan bayi ke payudara sangat sederhana bila tahu caranya. Karena itu, cara ini harus diketahui. Bila bayi tidak mengambil puting susu dengan benar, akan menimbulkan banyak persoalan (Soetjiningsih, 1997).

Wanita juga butuh nasihat menangani berapa kali sehari mereka harus menyusui, pemberian minuman dan makanan lainnya untuk bayi, masalah umum mengenai puting susu yang nyeri, payudara yang nyeri, ASI yang tidak mencukupi, ASI yang terlalu banyak dan sebagainya. Ibu-ibu baru membutuhkan seseorang yang mengetahui tentang apa yang harus dilakukan (Soetjiningsih, 1997).

Penelitian Ludin (2008) menyatakan bahwa variabel pengetahuan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap tindakan pemberian ASI eksklusif (p = 0,000 < 0,05) dan nilai koefisien ( ) sebesar 0,241. Hasil penelitian yang sama juga dinyatakan oleh Juliani (2009) yang menunjukkan bahwa ada hubungan secara bermakna antara pengetahuan ibu terhadap pemberian ASI eksklusif dengan pValue = 0,004 < = 0,05.

Penelitian Fikawati dan Syafiq (2009) menyatakan bahwa lima dari tujuh informan yang memberikan ASI eksklusif mengetahui dengan tepat


(43)

27

bahwa ASI harus diberikan selama enam bulan tanpa boleh diberikan

makanan-minuman apapun. Namun, dua informan lainnya yang

berpendidikan rendah tidak satupun memahami isitilah ASI eksklusif. Sedangkan satu informan sebenarnya tidak tahu sama sekali tentang ASI eksklusif. Iinforman ini memberikan ASI eksklusif karena bayinya tidak mau diberikan susu botol. Sedangkan informan yang tidak ASI eksklusif tidak ada yang satupun yang mengetahui definisi ASI eksklusif dengan benar.

Namun berbeda dengan penelitian Candriasih (2010) di Kabupaten Donggala yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan pemberian ASI eksklusif. Penelitian ini menemukan ada ibu dengan pengetahuan baik namun tidak memberikan ASI eksklusif. Ibu mengatakan ASInya tidak lancar sehingga bayi tidak puas/ cukup mendapat ASI, sehingga ibu memberikan makanan tambahan selain ASI sebelum berumur enam tahun. Selain itu juga karena faktor lingkungan yaitu melihat anaknya tetangga atau kerabatnya yang tidak memberikan ASI eksklusif juga

3. Budaya/ Kepercayaan/ Mitos

Menurut Khasanah (2011) Salah satu kendala ibu menyusui adalah kepercayaan pada mitos, padahal mitos tidak dapat dipercaya kebenarannya. Contoh diantaranya antara lain:


(44)

1) ASI hari pertama harus dibuang,

2) ASI belum banyak pada hari pertama sehingga perlu ditambah cairan atau makanan lain,

3) Setiap kali hendak menyusui saat pagi (setelah bangun tidur), semburan pertama ASI harus dibuang karena dianggap basi,

4) ASI membuat bayi obesitas, 5) ASI bisa merusak kulit bayi.

Aspek keyakinan atau kepercayaan dalam kehidupan manusia mengarahkan budaya hidup, perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber daya di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan pola hidup yang disebut kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku (Ludin, 2008).

Prasetyono (2009) mengatakan turunnya angka menyusui secara

eksklusif adalah pengaruh sosial budaya dimasyarakat, yang

menganjurkan supaya bayi diberi makanan tambahan sebelum berusia 6 bulan. Oleh karena itu, faktor sosial budaya ditengarai menjadi faktor utama pada pemberian ASI eksklusif (Swasono, 2005)

Kolostrum terdapat pada ASI dengan jumlah yang tidak banyak tetapi kaya akan zat-zat yang bergizi dan sangat baik untukikonsumsi bayi. Tetapi karena faktor kepercayaan yang salah, banyak ibu yang baru melahirkan tidak memberikan kolostrum pada bayinya. Mereka berpendapat dan percaya bahwa kolostrum akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan anak (Winarmo, 1992 dalam Rahayuningsih, 2005


(45)

29

dalam Pawenrusi, 2011).Kepercayaan dari orang tua serta lingkungannya bahwa ASI yang pertama keluar hendaknya dibuang setelah bersih lalu menyusui bayi, mereka beranggapan bahwa kolostrum adalah basi dan tidak baik untuk bayi, para orang tua ada yang memberikan madu sebelum usia bayi enam bulan mereka beranggapan bahwa anak yang diberi madu akan baik bagi kesehatannya (Pawenrusi, 2011).

Kepercayaan sangat dipengaruhi oleh tradisi dalam lingkungan maupun keluarga. Pemberian madu menurut penelitian Wulandari (2011) terhadap makanan prelakteal menjelaskan bahwa pemberian madu merupakan kebiasaan yang dilakukan kepada bayi baru lahir sejak dulu dan dilakukan secara turun temurun oleh keluarga.

Alasan pemilihan madu sebagai makanan prelakteal berdasarkan kepercayaan tertentu, diantaranya dapat mengobati demam, panas, dan dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi sehingga bayi tidak mudah terkena influenza jika memakanmakanan yang manis karena sejak kecil sudah terbiasa memakan yang manis seperti madu, selain itu pemberian madu dapat memerahkan bibir bayi jika pemberiannya dioleskan pada bibir bayi.

Dari hasil penelitian Ludin (2008) menunjukkan variabel keyakinan/ kepercayaan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap tindakan pemberian ASI eksklusif (p = 0,028 < 0,05) dan nilai koefisien ( ) sebesar 0,241. Penelitian Fika dan Syafiq (2009) menyatakan sebagian


(46)

besar ibu mempercayai bahwa memberikan hanya ASI saja bisa mencukupi kebutuhan bayi sampai usia enam bulan.

4. Sikap

Mucchielli mendeskripsikan sikap sebagai kecenderungan pikiran atau perasaan yang relatif konstan terhadap kategori tertentu benda, orang, atau situasi. Sedangkan, Kirscht menunjukkan bahwa sikap merupakan kumpulan keyakinan yang selalu mencakup aspek evaluatif, yaitu, sikap selalu dapat dinilai dari segi baik dan buruk atau positif yang negatif. (Green, 2005).

Sedangkan menurut Notoatmodjo (2007) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Sikap merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap yang baik dipengaruhi oleh pengetahuan. Hal ini sesuai dengan pendapat teori yang mengemukakan bahwa sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap dari objek (Candriasih, 2010).

Pemberian ASI jarang membawa hasil yang memuaskan jika ibu bersikap antagonis terhadap gagasan ini. Sebagian ibu mempunyai sikap defensif karena mereka telah ceramahi dan bukan didorong serta dibiarkan untuk menggali perasaan mereka mengenai pemberian ASI kepada bayi mereka (Farrer, 1999).


(47)

31

Penelitian Fikawati dan Syafiq (2009) menyatakan bahwa hampir seluruh ibu bersikap setuju terhadap pemberian ASI eksklusif enam bulan. Bahkan informan yang tidak ASI eksklusif juga setuju terhadap pemberian ASI eksklusif.

Berbeda dengan penelitian Candriasih (2010) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara sikap dengan pemberian ASI eksklusif. Penelitian ini menemukan ibu yang mempunyai sikap baik pada pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan lebih banyak dibandingkan yang tidak baik. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan pemberian ASI eksklusif.Hal ini disebabkan karena masih ada ibu dan keluarganya yang percaya bahwa pemberian makanan tambahan selain ASI dapat diberikan sedini mungkin sehingga bayi cepat besar tanpa mengetahui efek dari pemberian makanan selain ASI pada bayi usia di bawah enam bulan. 5. Tempat Persalinan

Hubungan antara kesuksesan menyusui dengan tempat persalinan ditemukan erat karena tidak jarang rumah sakit memberikan susu formula kepada ibu yang baru melahirkan. Untuk itu, pemerintah sejak tahun 1985 telah mengembangkan rumah sakit sayang bayi serta ada kesepakatan produsen dan importer makanan produk makanan bayi untuk memasarkan produknya secara langsung maupun tidak langsung ke pelayanan kesehatan (soetjiningsih, 1997).


(48)

Irianto (1998) mengemukakan bahwa tempat persalinan merupakan lingkungan yang paling dekat dengan Ibu ketika melangsungkan persalinan. Kebijakan yang diambil di tempat persalinan mempunyai dorongan kuat terhadap pelaksanaan menyusui selanjutnya (Marzuki, 2004).

Berdasarkan penelitian Kusnadi (2007) diketahui bahwa proporsi pemberian ASI eksklusif pada persalinan yang menggunakan fasilitas kesehatan (20,3%) lebih besar bila dibandingkan ibu yang tidak menggunakan fasilitas kesehatan (5,7%) dan menunjukan tidak ada hubungan bermakna antra tempat persalinan dengan prilaku pemberian ASI eksklusif. berbeda dengan penelitian Nurjanah (2007) yang memperlihatkan ada hubungan bermakna antara tempat persalinan dengan nilai OR 1,57 yang berarti ibu yang melahirkan bukan pada fasilitas kesehatan memiliki peluang 1,57 kali untuk memberikan ASI eksklusif dibandingkan ibu yang bersalin di fasilitas kesehatan.

6. Fasilitas Rawat Gabung

Rawat gabung adalah suatu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan di tempatkan dalam sebuah ruangan kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam seharinya (Maryuni, 2009; Rukiyah, 2010).

Tujuan rawat gabung adalah agar ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin kapan saja dibutuhkan, ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi yang benar seperti yang dilakukan oleh petugas, ibu


(49)

33

mempunyai pengalaman dalam merawat bayinya sendiri selagi ibu masih di rumah sakit dan ibu memperoleh bekal keterampilan merawat bayi serta menjalankannya setelah pulang dari rumah sakit. Rawat gabung juga memungkinkan suami dan keluarga dapat terlibat secara aktif untuk mendukung dan membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya secara baik dan benar, selain itu ibu mendapatkan kehangatan emosional karena ibu dapat selalu kontak dengan buah hati yang sangat dicintainya, demikian pula sebaliknya bayi dengan ibunya (Maas, 2004; Mappiwali, 2008).

Penelitian Soetjiningsih di RS.Sanglah Denpasar, menyimpulkan bahwa dengan adanya rawat gabung sangat menguntungkan. Karena terdapat penurunan angka morbiditas dan mortalitas bayi, serta penghematan bagi keluarga dan rumah sakit akibat berkurangnya lama perawatan bayi baru lahir, pembelian susu formula dan pembelian cairan infus (Soetjiningsih, 1997).

Meskipun rawat gabung dan pemberian ASI Eksklusif merupakan alat untuk menjalin kasih sayang antara ibu dan bayi tapi pada kenyataannya banyak rumah sakit, puskesmas klinik dan rumah bersalin yang belum melaksanakan rawat gabung sehingga dapat mempengaruhi perilaku ibu dalam memberikan ASI (Arasta, 2010).


(50)

7. Tenaga yang Melayani Inisiasi Menyusui Dini (IMD)

IMD adalah proses membiarkan bayi dengan nalurinya sendiri menyusu dalam 1 jam pertama setelah lahir, bersamaan dengan kontak kulit (skin to skin contact) antara kulit ibu dengan kulit bayinya (Nurtjahjo dan Paramitia, 2008 dalam Sunansari, 2008).

Menurut Roesli (2008) ada beberapa manfaat yang bisa didapat dengan melakukan IMD adalah :

1) Menurunkan resiko kedinginan ( hypothermia).

Bayi yang diletakkan segera di dada ibunya setelah melahirkan akan mendapatkan kehangatan sehingga dapat menurunkan resiko hypothermia sehingga angka kematian karena hypothermia dapat ditekan.

2) Membuat pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil.

Ketika berada di dada ibunya bayi merasa dilindungi dan kuat secara psikis sehingga akan lebih tenang dan mengurangi stres sehingga pernafasan dan detak jantungnya akan lebih stabil . 3) Bayi akan memiliki kemampuan melawan bakteri.

IMD memungkinkan bayi akan kontak lebih dahulu dengan bakteri ibu yang tidak berbahaya atau ada antinya di ASI ibu, sehingga bakteri tersebut membuat koloni di usus dan kulit bayi yang akan dapat menyaingi bakteri yang lebih ganas di lingkungan luar.


(51)

35

4) Bayi mendapat kolostrum dengan konsentrasi protein dan immunoglobulin paling tinggi.

IMD akan merangsang pengeluaran oksitosin sehingga pengeluaran ASI dapat terjadi pada hari pertama kelahiran. ASI yang keluar pada hari pertama kelahiran mengandung kolostrum yang memiliki protein dan immunoglobulin dengan konsentrasi paling tinggi. Kolostrum sangat bermanfaat bagi bayi karena kaya akan antibodi dan zat penting untuk pertumbuhan usus dan ketahanan terhadap infeksi yang sangat dibutuhkan bayi demi kelangsungan hidupnya .

5) Mendukung keberhasilan ASI Eksklusif

Bayi yang diberikan kesempatan menyusui dini akan mempunyai kesempatan lebih berhasil menyusui Eksklusif dan mempertahankan menyusu dari pada yang menunda menyusu dini. 6) Membantu pengeluaran plasenta dan mencegah pendarahan

Sentuhan, dan jilatan bayi pada puting susu ibu akan merangsang sekresi hormon oksitosin yang penting untuk menyebabkan rahim kontraksi yang membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi pendarahan sehingga mencegah anemia, merangsang hormon lain yang membuat ibu menjadi tenang, rileks dan mencintai bayinya serta merangsang pengaliran ASI dari payudara.


(52)

7) Membantu bayi agar memiliki keahlian makan di waktu selanjutnya

8) Ibu dan ayah akan sangat bahagia bertemu dengan bayinya pertama kali di dada ibunya

Menyusui segera (IMD) dalam waktu 30 menit setelah persalinan merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mencegah diberikannya makanan/ minuman prelakteal. Pemberian makanan/ minuman prelakteal adalah pemberian makanan atau minuman kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar (mendahului pemberian ASI). Namun masih banyak ibu yang belum mengetahui tentang hal tersebut (Fikawati dan Syafiq, 2003).

Dalam penelitian Fikawati dan Syafiq (2003) menemukan masih ada ibu yang memberikan makanan prelakteal dengan alasan ASInya belum keluar, bayinya menangis, dan persepsi ibu bahwa hanya ASI saja tidak mencukupi kebutuhan bayi.

Penelitian Fikawati dan Syafiq (2003) di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur, menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pemberian ASI segera (IMD) dengan pemberian ASI eksklusif. Nilai Odds Ratio (OR) berkisar antara 2,1- 8,1, artinya ibu yang memberikan ASI di bawah atau sama dengan 30 menit setelah kelahiran kemungkinannya 2,1 sampai 8,1 lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif selama 4 bulan kepada bayinya dibanding ibu yang tidak memberikan ASI segera.


(53)

37

8. Kebijakan Tempat Kerja

Menurut penelitian Dodik Briawan (2004) pada saat ini banyak ibu-ibu yang memperoleh nafkah dengan bekerja di luar rumah. Wanita di perkotaan kebanyakan bekerja baik di sektor formal maupun informal. Pada kondisi tersebut, bagi ibu yang sedang menyusui sulit untuk tetap dapat menyusui anaknya, apalagi kalau tempat tinggal berjauhan dengan tempat bekerja. Demikian pula jika perusahaaan tempat bekerja menetapkan aturan yang ketat terhadap jam kerja karyawannya.

Pada Penelitian Pawenrusi (2011) ditemukan bahwa keseluruhan ibu yang bekerja tidak memberikan ASI Eksklusif ini dikarenakan ibu yang bekerja memilih susu formula kepada bayinya karena mempunyai kesibukan bekerja diluar rumah. Pada ibu yang bekerja sebagai PNS rata-rata mendapat cuti bersalin namun rata-rata-rata-rata ibu yang memperoleh cuti bersalin hanya memberikan ASI selama 2 bulan dan selanjutnya dialihkan ke susu formula dikarenakan ibu harus kembali bekerja dan pada umumnya responden tidak memiliki tempat penitipan anak dan fasilitas tempat penyimpanan ASI ditempat kerja, rendahnya pemberian ASI eksklusif pada ibu yang bekerja sangat erat kaitannya dengan dengan kebijakan-kebijakan yang ada ditempat kerja.

Ada tidaknya kelonggaran ditempat kerja, disediakannya tempat penitipan anak, serta disediakannya tempat penyimpanan ASI ditempat

kerja. Ibu yang bekerja ternyata sudah mengetahui tentang


(54)

namun pada kenyataanya ibu mengatakan lebih repot dan ibu hanya menyusui pada malam hari saja (Pawenrusi, 2011).

9. Penolong Persalinan

Kunci keberhasilan menyusui terletak pada penolong persalinan karena 30 menit pertama setelah bayi lahir umumnya peran penolong persalinan masih sangat dominan. Bila ibu difasilitasi oleh penolong persalinan untuk segaera memeluk bayinya diharapkan interaksi ibu dan bayi akan segera terjadi. Dengan pemberian ASI segera, ibu semakin percaya diri untuk tetap memberikan ASI, sehingga tidak merasa perlu untuk memberikan makanan atau minuman apapun kepada bayi karena bayi dapat nyaman menempel pada payudara ibu atau tenang dalam pelukan ibu segera setelah lahir (Fikawati, 2003 dalam Lestari, 2009).

Penelitian yang dilakukan Nurjanah (2007) memperlihatkan bahwa proporsi pemberian ASI eksklusif pada ibu yang ditolong oleh tenaga kesehatan dalam proses persalinan (8,6%) lebih besar dibandingkan ibu yang tidak ditolong oleh tenaga kesehatan (6,1%) dan menunjukan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara penolong persalinan dan pemberian ASI eksklusif.


(55)

39

10.Dukungan Keluarga dan Suami

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses/diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan social kelurga internal, seperti dukungan dari suami/istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal.

Dorongan keluarga untuk melakukan ASI eksklusif umumnya adalah suami dan orang tua. Suami dan orang tua adalah orang terdekat yang dapat mempengaruhi seorang ibu untuk tetap menyusui secara eksklusif atau malah memberikan makanan/ minuman tambahan kepada bayi (Fikawati dan Syafiq, 2009)

Adiningsih (2004) menjelaskan bahwa pada saat reflex oksitosin inilah peran ayah sungguh besar dalam mempengaruhi keadaan emosi dan perasaan ibu. Pengaruh emosional dapat mencapai 75% dalam menghambat pengeluaran ASI. Peran ayah di sini dapat berupa memberikan rasa aman, meyakinkan ibu bahwa ia mampu menyusui dan pentingnya memberikan ASI. Oleh karenanya Swasono (2005)


(56)

menyatakan bahwa dukungan suami terhadap pemberian ASI eksklusif menjadi factor kunci kesadaran ibu untuk memberikan gizi terbaik bagi bayinya.

Hasil penelitian kualitatif Fikawati dan Syafiq (2009) menyatakan bahwa sebagian besar ibu yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya mendapatkan dukungan dari suaminya. Sedangkan pada orang tua perannya kurang terlihat. Namun, pada ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif sangat terlihat bagaimana peran orang tua untuk mempengaruhi pemberian makanan tambahan.

Penelitian Lestari (2010) di Tangerang menyatakan bahwa dari 62 responden yang memperoleh dukungan keluarga, responden sebanyak 44 orang (71%) memberikan ASI eksklusif sedangkan dari 201 responden yang tidak mendapat dukungan keluarga, responden sebanyak 124 orang (61,7%) tidak memberikan ASI eksklusif. Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,000, sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan pemberian ASI eksklusif.

11.Dorongan Kader dan Tenaga Kesehatan

Peranan tenaga kesehatan dimana ibu melahirkan sangat menentukan tentang cara memberi ASI yang baik. Penerangan mengenai pemberian ASI yang pertama keluar (kolostrum) sangat diperlukan oleh ibu, karena pengalaman selama ini kolostrum biasanya dibuang.

Sejumlah peneliti memperlihatkan bahwa para petugas kesehatan dapat sangat mempengaruhi cara-cara pemberian makan bayi, khususnya


(1)

Test Statisticsa

percaya

Most Extreme Differences Absolute .070

Positive .070

Negative .000

Kolmogorov-Smirnov Z .096

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

8.

Tempat Melahirkan dengan Perilaku ASI Eksklusif

Frequencies

PRILAKU N

TMPLAHIR TIDAK 43

EKSKLU 2

Total 45

Test Statisticsa

TMPLAHIR

Most Extreme Differences Absolute .151

Positive .070

Negative -.151

Kolmogorov-Smirnov Z .209

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000


(2)

9.

Rawat Gabung dengan Perilaku ASI Eksklusif

RAWATGBG * PRILAKU Crosstabulation PRILAKU

Total

TIDAK EKSKLU

RAWATGBG TIDAK Count 10 0 10

% within RAWATGBG 100.0% .0% 100.0%

% within PRILAKU 23.3% .0% 22.2%

YA Count 33 2 35

% within RAWATGBG 94.3% 5.7% 100.0%

% within PRILAKU 76.7% 100.0% 77.8%

Total Count 43 2 45

% within RAWATGBG 95.6% 4.4% 100.0%

% within PRILAKU 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .598a 1 .439

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio 1.032 1 .310

Fisher's Exact Test 1.000 .601

Linear-by-Linear Association .585 1 .444

N of Valid Casesb 45

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,44.


(3)

10.

Petugas yang Melayani IMD denagn Perilaku ASI Eksklusif

IMD * PRILAKU Crosstabulation PRILAKU

Total

TIDAK EKSKLU

IMD TIDAK Count 12 0 12

Expected Count 11.5 .5 12.0

IMD Count 31 2 33

Expected Count 31.5 1.5 33.0

Total Count 43 2 45

Expected Count 43.0 2.0 45.0

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .761a 1 .383

Continuity Correctionb .003 1 .957

Likelihood Ratio 1.274 1 .259

Fisher's Exact Test 1.000 .533

Linear-by-Linear Association .744 1 .388

N of Valid Casesb 45

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,53.

b. Computed only for a 2x2 table

11.

Pembantu Persalinan dengan Perilaku ASI Eksklusif

Frequencies

PRILAKU N

BNTULAHIR TIDAK 43

EKSKLU 2


(4)

Test Statisticsa

BNTULAHIR

Most Extreme Differences Absolute .244

Positive .244

Negative .000

Kolmogorov-Smirnov Z .338

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

a. Grouping Variable: PRILAKU

12.

Dukungan Keluarga dengan Perilaku ASI Eksklusif

F2 * PRILAKU Crosstabulation PRILAKU

Total

TIDAK EKSKLU

F2 TIDAK ADA Count 3 0 3

Expected Count 2.9 .1 3.0

SUAMI Count 40 2 42

Expected Count 40.1 1.9 42.0

Total Count 43 2 45

Expected Count 43.0 2.0 45.0

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .150a 1 .699

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .283 1 .595

Fisher's Exact Test 1.000 .870

Linear-by-Linear Association .146 1 .702

N of Valid Casesb 45

a. 3 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,13.


(5)

13.

Dorongan Tenaga Kesehatan dengan Perilaku ASI Eksklusif

TENAGA * PRILAKU Crosstabulation PRILAKU

Total

TIDAK EKSKLU

TENAGA TIDAK Count 19 0 19

Expected Count 18.2 .8 19.0

DORONG Count 24 2 26

Expected Count 24.8 1.2 26.0

Total Count 43 2 45

Expected Count 43.0 2.0 45.0

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.530a 1 .216

Continuity Correctionb .254 1 .614

Likelihood Ratio 2.262 1 .133

Fisher's Exact Test .501 .328

Linear-by-Linear Association 1.496 1 .221

N of Valid Casesb 45

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,84.

b. Computed only for a 2x2 table

14.

Dorongan Kader dengan Perilku ASI Eksklusif

G4 * PRILAKU Crosstabulation PRILAKU

Total

TIDAK EKSKLU

G4 TIDAK Count 7 0 7

Expected Count 6.7 .3 7.0

YA Count 36 2 38

Expected Count 36.3 1.7 38.0

Total Count 43 2 45


(6)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .386a 1 .535

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .693 1 .405

Fisher's Exact Test 1.000 .710

Linear-by-Linear Association .377 1 .539

N of Valid Casesb 45

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,31.

b. Computed only for a 2x2 table

15.

Pengaruh Iklan Susu Formula dengan Perilaku ASI Eksklusif

H3 * PRILAKU Crosstabulation PRILAKU

Total

TIDAK EKSKLU

H3 YA Count 8 0 8

Expected Count 7.6 .4 8.0

TIDAK Count 35 2 37

Expected Count 35.4 1.6 37.0

Total Count 43 2 45

Expected Count 43.0 2.0 45.0

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .453a 1 .501

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .803 1 .370

Fisher's Exact Test 1.000 .673

Linear-by-Linear Association .442 1 .506

N of Valid Casesb 45

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,36.


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Eksklusif Di Wilayah Kerja PUSKESMAS Binjai Estate Tahun 2009

0 37 102

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian ASI Oleh Ibu Melahirkan

0 38 18

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Usia 6-12 Bulan di Kelurahan Gerem Wilayah Kerja Puskesmas Grogol Kota Cilegon Tahun 2015

1 9 178

FAKTOR IBU YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMOTAN

0 9 100

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU MUDA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO I DAN Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Asi Ekslusif Pada Ibu Muda Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono 1 Dan Banyudono 2, Boyo

0 6 16

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU MUDA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Asi Ekslusif Pada Ibu Muda Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono 1 Dan Banyudono 2, Boyolali.

0 4 16

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KECAMATAN KARANGMALANG FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN.

0 1 16

BACA DULU cara membuka KTI Skripsi kode006

0 0 3

TAP.COM - FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU ... 9801 22014 1 SM

0 1 13

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pemberian Asi Eksklusif Pada Ibu yang Memiliki Bayi Usia 6-12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas

0 0 11