BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Maraknya fenomena-fenomena yang terjadi belakangan ini pada remaja Indonesia, seperti meningkatnya penggunaan ekstasi dan yang sejenisnya, konsumsi
minuman keras, tawuran antarpelajar, maraknya pergaulan bebas, gaya hidup permisivisme gaya hidup serba boleh, dan ramainya kehidupan diskotik merupakan
fenomena yang sangat memprihatinkan. Bahkan banyak keluhan dari orang tua yang disebabkan karena anaknya yang telah remaja menjadi keras kepala, susah diatur, mudah
tersinggung, sering membuat masalah, dan bersifat melawan serta tingkah laku mereka yang menentang adat istiadat, budaya, dan norma-norma ajaran agama.
Segala persoalan dan problematika yang terjadi pada remaja itu, sebenarnya saling bertumpang tindih dan berkaitan dengan usia yang mereka lalui dan tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh lingkungan di mana mereka hidup. Apabila seorang remaja telah
merasa dapat bertanggung jawab untuk dirinya sendiri, mampu mempertanggungjawabkan setiap sepak terjang, dan dapat menerima falsafah hidup yang
terdapat dalam masyarakat di mana ia hidup, maka waktu itu ia dapat dikatakan dewasa. http:halaqah.netv10index.php?topic=548,0.
Terjebaknya para remaja Indonesia dalam kehidupan hedonisme tidak hanya disebabkan oleh satu penyebab. Kita bisa menyebutkan beberapa faktor penyebabnya, di
antaranya film-film seri TV atau sinema elektronik disingkat sinetron dan telenovela yang sering menawarkan gaya hidup permisif, yang kemudian ditiru oleh para remaja
yang tengah mencari identitas diri; struktur masyarakat yang timpang seperti kesenjangan sosial, sulitnya memperoleh pendidikan yang bermutu dan murah, sulitnya
Universitas Sumatera Utara
mencari kerja dan mencari nafkah; kurangnya pendidikan agama dalam keluarga; langkanya pemimpin yang bisa dijadikan panutan; dan yang mungkin kurang disadari
adalah sifat bawaan mereka dan kita semua yang – meminjam istilah Dr. Sudjoko – krocojiwa, yakni sifat rendah diri di hadapan bangsa-bangsa Barat yang kita kagumi dan
gemar meniru sikap, perilaku, dan penampilan mereka. Barangkali, peniruan yang kita lakukan tersebut karena kita adalah bangsa yang pernah dijajah bangsa Barat, sehingga
akibatnya bangsa kita rendah diri, dan kita pun, baik sadar atau tidak, mewarisi sifat-sifat tersebut, cenderung sifat-sifat yang buruk Mulyana, 2001:43.
Ibnu Khaldun, sosiolog muslim abad ke-14, dalam bukunya “Muqaddimah” menuliskan bahwa orang-orang taklukan selalu meniru penakluknya, baik dalam
pakaian, perhiasan, kepercayaan, dan adat istiadat lainnya. Hal ini disebabkan adanya keinginan untuk menyamai mereka yang telah mengalahkan dan menaklukkannya.
Orang-orang taklukan menghargai para penakluknya secara berlebihan. Jika keyakinan ini bertahan lama, akan membekas dalam dan akan membawa pada peniruan semua ciri
penakluknya. Mereka yakin bahwa peniruan atas segala yang dilakukan sang penakluk akan dapat menghapuskan segala penyebab kekalahannya.
Peniruan terhadap Barat ini dapat dengan mudah dilihat, mulai dari penggunaan nama pribadi yang berbau kebarat-baratan; berbahasa keingris-inggrisan, walaupun
salah; cara makan dan jenis makanan yang disantap; perayaan hari kasih sayang Valentine bukannya hari Pronocitro dan Roromendut yang telah melegenda di Jawa;
hingga ke pakaian yang pria pakai anting sebelah, yang wanita berpakaian yang mengumbar aurat. Karena telah berjalan begitu lama, peniruan itu kita anggap sudah
biasa dan lumrah. Bahkan kita tidak sempat bertanya pada diri sendiri, mengapa kita melakukan semua itu.
Masalahnya bukan terletak pada peniruan itu sendiri, melainkan pada apa yang ditiru. Namun, sayangnya yang kita tiru adalah hal-hal yang dangkal, bahkan cenderung
Universitas Sumatera Utara
sering negatif, bukan sifat dan perilaku positif mereka seperti kejujuran, kedisiplinan mereka dalam belajar dan bekerja, dan penghargaan mereka terhadap waktu serta
keberhasilan mereka. Intropeksi bagi para pendidik, orang tua dan para pemerhati, merupakan cara baik
untuk melahirkan solusi yang sesuai dengan keinginan remaja searah dengan perkembangan zaman, sehingga dapat mengembalikan mereka dalam bentuk pergaulan
yang sehat dan positif. Selain itu usaha lain yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah di atas
kiranya melalui pendekatan agama. Ini bisa dilakukan lewat pendidikan agama dalam keluarga, di sekolah dan oleh masyarakat. Yang harus ditanamkan pada remaja, terutama
tentang konsep dan tujuan hidup manusia, yakni sebagai ajang untuk meraih kebahagiaan atau keberhasilan yang tidak hanya di dunia, tetapi juga dan terutama di akhirat nanti.
Menanamkan kepada mereka mengenai apa makna kebahagiaan atau keberhasilan yang sesungguhnya dan bagaimana kita bisa meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.
Maryam Jameelah dalam Mulyana 2001:45, mengatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi modern telah memberi kita banyak informasi tentang apa
pun, meningkatkan efisiensi, menyembuhkan penyakit fatal, dan menambah kesenangan- kesenangan jasmani. Namun, ilmu pengetahuan dan teknologi IPTEK tidak
menerangkan kepada kita, apa makna hidup, dan apa kebahagiaan sejati. Ilmu pengetahuan tidak dapat menerangkan kepada kita, apa yang benar dan apa yang salah,
apa yang baik dan apa yang jahat. Agamalah yang dapat menjelaskannya. Manusia secara garis besar punya beberapa potensi. Ada potensi fisik atau jasad,
ruh atau hati, dan kecerdasan pikiran atau otak. Ketiga hal tersebut sebenarnya menjadi asas dalam proses pendidikan di sekolah dan tujuan pendidikan nasional. Khususnya di
Indonesia sudah termuat dalam Garis-garis Besar Haluan Negara GBHN: “Tujuan pendidikan adalah meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Universitas Sumatera Utara
mempertinggi budi pekerti, mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan keterampilan, …”. Namun, saat ini sistem pendidikan formal yang berlaku di Indonesia,
ternyata belum mampu untuk mengantarkan remaja Indonesia menjadi generasi yang berkualitas, yang sekaligus memiliki ketiga potensi tersebut.
Berdasarkan hal itu, di sekolah harus punya program agar ketiga potensi tersebut dapat tergali dengan maksimal bagi pelajar dan merupakan usaha untuk dapat
meminimalkan fenomena-fenomena yang terjadi pada remaja saat ini, seperti yang telah disebutkan sebelumnya di atas. Untuk kecerdasan pikiranotak, para siswa sudah
mendapatkannya dengan setiap hari belajar di kelas, dan mengerjakan setumpuk tugas dari guru. Untuk aktivitas jasadfisik, juga ada kurikulumnya yakni dalam mata pelajaran
olah raga. Jadi, sekarang tinggal menggali potensi ruhaniah atau dimensi ibadah kepada Sang Pencipta.
Di sekolah pada umumnya, selain untuk aktivitas belajar di kelas, ada banyak kegiatan yang bisa diikuti oleh pelajar di luar kelas, baik yang bersifat keagamaan
maupun keterampilan lain, yang biasa disebut kegiatan ekstrakurikuler alias ekskul. Sekolah membuka ruang itu dengan memberikan beberapa pilihan organisasi ekskul,
seperti pramuka, PMR, majalah sekolah, cheers, ngeband, rohis dan sebagainya. Begitu banyak kegiatan ekskul yang ditawarkan untuk siswa. Akan tetapi, apakah
semua kegiatan itu berguna dan bermanfaat bagi siswa. Artinya, seorang siswa yang mengikuti ekskul, dapat menggali ketiga potensi yang sudah disebutkan di atas secara
maksimal. Ekskul yang berguna dan bermanfaat itu bukan ekskul yang penghamburan, hambur uang dan hambur waktu. Apalagi miskin guna. Ekskul yang bermanfaat yang
bisa membawa dan mengarahkan siswa untuk melejitkan potensi, tapi tidak melupakan tujuan hidup http:www.muslimmuda.orgforumindex.php?showtopic=283.
Perlunya dilembagakan atau diorganisasikan kegiatan ekskul yang berkaitan dengan keagamaan di sekolah, sehingga dapat membantu siswa untuk belajar mengenal
Universitas Sumatera Utara
atau mempelajari hal-hal mengenai agamanya lebih dalam. Apalagi secara formal, para siswa mendapat pendidikan agama di sekolah hanya 2 jam setiap minggu. Hal ini dirasa
kurang untuk memenuhi kebutuhan ruhaniah. Mengingat bekal ilmu agama dan etika sangatlah penting dalam membentuk kepribadian remaja sebagai calon pemimpin masa
depan. Khususnya agama Islam, pembinaan remaja muslim yang berkualitas menjadi tugas mutlak yang diperlukan dalam pembinaan umat Islam. Remaja yang mempunyai
potensi tinggi, merupakan modal yang tidak ternilai harganya untuk membentuk masyarakat yang Islami.
Lembaga keagamaan di sekolah, khususnya agama Islam, yang resmi dan disetujui oleh sekolah adalah Rohani Islam disingkat Rohis. Mereka yang aktif di Rohis
ini memang idealnya siswa yang punya kesiapan mental menanggung beban yang lebih besar. Sebab mereka akan diminta meluangkan waktu di luar jam belajarnya untuk
mengurusi masalah organisasinya. Termasuk piawai dalam mengantisipasi waktu yang erat dengan dunia belajar mereka. Sehingga, kerja yang dilakukan dalam lembaga Rohis
bisa melahirkan ragam potensi siswa yakni iman yang benar, otak yang pintar, dan badan yang segar http:www.lampungpost.comcetakcetak.php?id=2005070802482712.
Para siswa yang memilih menjadi anggota Rohis diharapkan dapat memahami agama Islam secara benar, bukan hanya mengetahui nilai-nilai yang menjadi ajarannya,
tetapi dapat menjalankan atau mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka.
Salah satu sekolah yang mengizinkan terbentuknya Rohis sebagai ekskulnya adalah SMA Negeri 2 Binjai. Walaupun ekskul ini jumlah anggotanya tidak begitu
banyak, namun Rohis SMA Negeri 2 Binjai masih menjadi salah satu alternatif kegiatan ekskul bagi siswanya, dan tetap aktif sampai sekarang. Kegiatan ekskul Rohis SMA
Negeri 2 Binjai ini telah membantu dalam menciptakan insan-insan terdidik sebagai generasi penerus bangsa yang Islami. Pusat kegiatannya dilakukan di mushola sekolah.
Universitas Sumatera Utara
Rohis SMA Negeri 2 Binjai terkadang juga menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan di sekolah yang tentu atas persetujuan pihak sekolah. Kegiatan-kegiatan
tersebut untuk menunjukkan bahwa Rohis tidak hanya untuk kepentingan anggotanya, tetapi mereka juga melihat sesama teman muslim dan muslimah mereka yang lain, yang
bukan anggota Rohis. Karena Islam mengajarkan kepada para penganutnya untuk saling menjaga dan mengingatkan sesama muslim.
Di Rohis SMA Negeri 2 Binjai terdapat kelompok Mentoring Agama Islam, baik di kelompok ikhwan laki-laki maupun akhwat perempuan. Mentoring adalah kegiatan
yang terdiri dari perangkat-perangkat pembinaan dengan mengoptimalkan segenap jasad, ruh, akal serta aspek lainnya yang berfungsi untuk membentuk pribadi yang benar
aqidahnya, ibadahnya, dan berakhlak yang baik dalam pergaulan masyarakat serta merujuk kepada Al-Quran dan Al-Hadist sebagai pedoman hidupnya.
Mentoring ini termasuk salah satu bentuk kegiatan dakwah Islam di sekolah. Dakwah merupakan usaha sadar yang disengaja untuk memberikan motivasi kepada
orang atau kelompok biasa disebut kelompok sasaran yang mengacu ke arah tercapainya tujuan yaitu untuk berbuat baik, mengikuti petunjuk Allah, menyuruh
orang mengerjakan kebaikan, melarang mengerjakan kejelekan, agar dia bahagia di dunia dan akhirat http:pcinu-mesir.tripod.comilmiahispustakabuku07010.htm.
Di dalam proses mentoring terdapat unsur-unsur komunikasi yaitu pementorjuru dakwah sebagai komunikator, materi dakwah berupa pesan yang berisi ajaran-ajaran
Islam, penerima dakwah atau mad’u peserta sebagai komunikan, media dakwah, dan efek dakwah Hatta, 1995:21. Tentunya efek dakwah yang diharapkan, bukan saja para
peserta dakwah menjadi lebih tahu tentang agamanya, tetapi juga diharapkan apa yang telah diketahui tersebut dapat diresapi dan diamalkannya dalam hidupnya. Sesuai dengan
tujuan dakwah sebenarnya yakni untuk mengarahkan pada perubahan perilaku manusia pada peringkat individu maupun kelompok ke arah perilaku yang semakin Islami.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang sejauhmana pengaruh komunikasi kelompok kecil terhadap pengamalan
nilai-nilai ajaran Islam pada kelompok Mentoring Agama Islam di Rohis SMA Negeri 2 Binjai.
1.2 Perumusan Masalah