118
profesional yang akan memberikan dinamika bagi kehidupan pemerintahan, pembangunan, dan terutama dalam pelayanan kepada masyarakat. Di sisi lain,
Perangkat Daerah juga merupakan lembaga yang secara fungsional menjawab kebutuhan administrasi bagi kedua lembaga Daerah tersebut.
4. Pengaturan Kepegawaian Daerah.
Pengaturan Kepegawaian Daerah yang sepenuhnya diurus oleh Pemerintah Daerah, dapat menyebabkan suatu hal yang dilematis berupa ketimpangan dan
keragaman dalam standar, kualitas, kepangkatan, dari satu Daerah dengan Daerah lainnya di dalam NKRI.
5. Masalah Keuangan Daerah
Dalam hal pengaturan keuangan daerah, UU ini mengamanatkan adanya UU yang mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
PKPD. Namun dalam kenyataannya UU Nomor 25 Tahun 1999 hanya mengatur hal-hal yang menyangkut PKPD saja, sedangkan hal-hal lain selain
PKPD diatur dalam UU tentang Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu perlu dimasukkan beberapa ketentuan dalam UU Nomor 25 Tahun1999 antara lain
yang menyangkut penyusunan APBD, perubahan APBD, dana cadangan, sistem dan prosedur akuntansi, dan lain sebaginya.
6. Pembinaan dan Pengawasan.
Hal yang menyangkut pendelegasian kewenangan kepada Gubernur dalam hal pembinaan dan pengawasan haruslah jelas. Pengawasam represif terhadap
Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah KabupatenKota yang bersifat pengaturan dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah.
Disamping pengawasan represif, perlu juga diatur pengawasan fungsional. Untuk pengawasan fungsional, hal ini merupakan pengawasan terhadap
penyelenggaraan tugas pembantuan oleh Pemerintah Daerah.
5.3.2. Pelaksanaan Otonomi Daerah Tahun 2005
UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah UU pemerintahaan daerah yang terbaru, menggantikan UU Nomor 22 Tahun 1999.
Lahirnya UU Nomor 32 Tahun 2004 pada akhir masa kerja DPR 1999-2004, atau
119
tepatnya pada tanggal 15 Oktober 2004, adalah merupakan koreksi total atas kelemahan yang terdapat dalam UU Nomor 22 Tahun 1999. UU ini dilengkapai
dengan sistem pemilihan langsung kepala daerah. Bersamaan dengan lahirnya UU ini, pada tanggal yang sama, lahir pula UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Situasi dan nuansa lahirnya UU Nomor 32 Tahun 2004, menurut Marbun
2005, adalah : 1.
Adanya pergeseran suasana dan pergeseran kekuatan politik di Indonesia, sebagaimana yang tercantum dalam konsideran menimbang dalam UU Nomor
32 Tahun 2004. 2.
Suasana reformasi mendapat tafsir yang kurang tepat. 3.
Diberikannya otonomi khusus bagi Aceh dan Papua. 4.
DPRD dan Pemerintah Daerah membuat Peraturan Daerah yang tumpang- tindih dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
5. Maraknya korupsi di DPRD di seluruh Indonesia.
6. DPRD bertindak overacting berhadapan dengan Kepala Daerah terutama
menyangkut Laporan Pertanggungjawaban LPJ setiap akhir tahun dan pada akhir masa jabatan Kepala Daerah.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa, negara adalah satu sistem, maka kedudukan pemerintah daerah adalah sub sistem dan merupakan
badan operasional negara yang langsung berhubungan dan berhadapan dengan warga negara. Seperti dalam praktek manajemen mutakhir, kekuasaan dan
kewenangan operasional sebaiknya didelegasikan ke jajaran yang lebih bawah. Hal ini menjadi lebih relevan bagi negara Indonesia dengan luas wilayah lebih
dari 2 juta km
2
, dengan jumlah penduduk sekitar 225 juta orang. Pada tahun 2005 ini, di Indonesia terdapat 33 propinsi dan jumlah kabupaten kota sebanyak 365.
Pemerintahan Daerah adalah pelaksana fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan daerah, yaitu : Pemerintahan
Daerah dan DPRD. Masing-masing badan atau lembaga melaksanakan peranannya sesuai dengan kedudukan, tugas pokok, dan fungsinya dalam sistem
pemerintahan negara Indonesia. Pemerintah Daerah dan DPRD merupakan
120
kesatuan yang integral yang memberikan pelayanan publik sesuai dengan ketentuan hukum, sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945.
Kepala daerah menjalankan pemerintahan di daerahnya. Adapun kepala daerah propinsi disebut gubernur, kepala daerah kabupaten disebut bupati, dan
kepala daerah kota disebut walikota. Masing-masing kepala daerah dibantu oleh seorang wakil kepala daerah.
Dalam UU ini juga disebutkan bahwa, hubungan antara Pemerintah Daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan
bersifat kemitraan. Hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah, untuk melaksanakan otonomi daerah. Kedua lembaga ini
membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung dan bukan merupakan lawan atau pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-
masing. Dalam menjalankan pemerintahan daerah, daerah memiliki hak dan
kewajiban daerah yang sekaligus merupakan pedoman yang harus dijalankan oleh setiap penyelenggara pemerintahan daerah Pemerintahan Daerah dan DPRD.
Hak daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah, adalah : 1.
Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya. 2.
Memilih pimpinan daerah. 3.
Mengelola aparatur daerah. 4.
Mengelola kekayaan daerah. 5.
Memungut pajak daerah dan retribusi daerah. 6.
Memperoleh bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang ada di daerah.
7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.
8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Sedangkan kewajiban daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah, adalah:
1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional
serta NKRI. 2.
Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
121
3. Mengembangkan kehidupan demokrasi.
4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan.
5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan.
6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial, dan fasilitas umum
yang layak. 7.
Mengembangkan sistem jaminan sosial. 8.
Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah. 9.
Mengembangkan sumberdaya produktif di daerah. 10.
Melestarikan lingkungan hidup. 11.
Mengelola administrasi kependudukan. 12.
Melestarikan sosial budaya. 13.
Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya.
14. Kewajiban lain yang diatur dalam perundang-undangan.
Dalam pengertian tradisonal, daerah otonom berarti pemerintah daerah dapat membelanjai pemerintahan sendiri tanpa bantuan dari luar. Tetapi negara
sebagai satu sistem, keuangan daerah saling berimpitan atau kait-mengait dengan sistem keuangan negara dalam arti luas. Adapun prinsip yang dianut dalam UU
Nomor 32 Tahun 2004 adalah : 1.
Otonomi yang seluas-luanya, nyata, dan bertanggung jawab. 2.
Penyelenggaraan otonomi yang berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan rakyat, menjamin hubungan serasi daerah dengan pemerintah pusat.
Dalam hal keuangan daerah, rumusan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004 agak mirip dengan rumusan UU yang berlaku sebelumnya
UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas
beban anggaran pendapatan dan belanja daerah APBD. Sumber pendapatan daerah, terdiri atas :
1. Pendapatan asli daerah PAD, yaitu :
a. Hasil pajak daerah, seperti : pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan,
pajak rekalame, dan lain-lainnya.
122
b. Hasil retribusi daerah
c. Hasil pengelolaan kekayaan-kekayaan daerah
d. Lain-lain PAD yang sah.
2. Dana perimbangan, berupa:
a. Dana bagi hasil, yang bersumber dari : pajak-pajak PBB, PPh, Bea
Perolehan atas Hak tanah dan Bangunan, dan sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah kehutanan, pertambangan umum, perikanan,
pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, pertambangan panas bumi.
b. Dana alokasi umum DAU
c. Dana alokasi khusus DAK
3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Selanjutnya, untuk mengoptimalkan pertumbuhan daerah, pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama dengan berbagai pihak. Berdasarkan pada
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri, Nomor 1201730SJ tanggal 13 Juli 2005, bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penyediaan
pelayanan publik, Daerah dapat mengembangkan kerjasama dengan daerah lainnya atau bekerjasama dengan pihak ketiga yang didasarkan pada
pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan.
Bentuk kerjasama pemerintah daerah dapat berupa : 1. Kerjasama antar daerah yang berdekatan, khususnya pelayanan yang terdapat
di daerah yang berbatasan seperti: pendidikan dasar, pelayanan kesehatan, penanganan sampah terpadu, penyuluhan pertanian, pengairan, penanganan
Daerah Aliran Sungai DAS, perencanaan tata ruang dan lain- lain. 2. Kerjasama antar daerah yang tidak berdekatan, dikembangkan berdasarkan
kebutuhan dan bersifat situasional dilakukan dalam rangka pengembangan potensi dan komoditi unggulan dari masing-masing daerah yang bekerjasama.
3. Kerjasama antara pemerintah daerah dengan pihak ketiga, dikembangkan berdasarkan pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi langsung oleh
pemerintah daerah yang bersangkutan karena berbagai keterbatasan yang
123
dimiliki. Kerja sama ini bisa dilakukan dengan pihak swasta, BUMNBUMD, LSMmasyarakat dan lain sebagainya.
Sebagaimana yang telah diuraikan, pemerintahan daerah merupakan sub sistem dari sistem pemerintahan nasional dalam struktur Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sebagai konsekuensinya, penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak boleh menyimpang dari sistem nasional. Belajar dari pengalaman
sebelumnya, dimana pelaksanaan otonomi berarti semua kegiatan kenegaraan di daerah dilaksanakan oleh pemerintahan daerah yang bersangkutan, tetapi pada
prakteknya masih terjadi penyimpangan atau salah tafsir tentang pelaksanaan otonomi daerah tersebut. Dalam periode tahun 1999-2004, terdapat begitu banyak
Peraturan Daerah, praktek birokrasi di daerah yang salah kaprah. Pada UU yang baru ini, di coba untuk diatasi dengan rumusan pengawasan dari pusat yang lebih
jelas dengan diikuti program pembinaan. Fokus pengawasan otonomi daerah diarahkan pada : 1 pengawasan atas
penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dilaksanakan aparat pengawas intern pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan 2 pengawasan
terhadap Peraturan Daerah atau Peraturan Kepala Daerah Pasal 218. Sedangkan kalau dilihat dari jenis pengawasannya, dapat dibedakan menjadi :
1. Pengawasan Preventif, yaitu pengawasan yang khusus diperlakukan untuk
Peraturan Daerah yang menyangkut pajak daerah, retribusi, dan tata ruang. 2.
Pengawasan Represif, yaitu pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah terhadap pelanggaran kepentingan umum dan atau perundang-
undangan yang lebih tinggi. Keputusan pembatalan Peraturan Daerah seperti yang dimaksud di atas ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Dalam hal
pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Peraturan Daerah, maka Peraturan Daerah tersebut dinyatakan berlaku Pasal
145 UU Nomor 32 Tahun 2004.
124
VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN PROPINSI TERKAIT 6.1. Struktur Perekonomian Propinsi Jawa Timur