Koefisien Saling Ketergantungan Interdependence Coefficients

31 di mana: a ij AA = koefisien input yang menunjukkan porsi penggunaan input antara produksi domestik propinsi A oleh sektor-sektor di propinsi A sendiri. a ij AB = koefisien input yang menunjukkan porsi penggunaan input antara pada propinsi B di mana input antara tersebut diimpor dari propinsi A. a ij BA = koefisien input yang menunjukkan porsi penggunaan input antara oleh sektor-sektor di propinsi A sendiri di mana input antara tersebut diimpor dari propinsi B. a ij BB = koefisien input yang menunjukkan porsi penggunaan input antara produksi domestik propinsi B oleh sektor-sektor di propinsi B sendiri.

3. Koefisien Saling Ketergantungan Interdependence Coefficients

Matriks koefisien saling ketergantungan ini disebut juga sebagai matriks kebalikan inverse matrix dari matriks I - A. Matriks ini lebih dikenal dengan sebutan matriks Leontief. Di dalam model I-O antar dua propinsi atau di dalam kasus Tabel I-O bilateral antara propinsi A dan B bangun persamaan matriks yang dapat dikembangkan dari model I-O satu propinsi adalah: a 11 AA a 12 AA a 21 AA a 22 AA a 11 AB a 12 AB a 21 AB a 22 AB X 1 A X 2 A + F 1 AA + F 1 AB F 2 AA + F 2 AB = X 1 A X 2 A a 11 BA a 12 BA a 21 BA a 22 BA a 11 BB a 12 BB a 21 BB a 22 BB X 1 B X 2 B F 1 BA + F 1 BB F 2 BA + F 2 BB X 1 B X 2 B Persamaan matriks tersebut bisa disederhanakan menjadi: AX + F = X ────── X = I - A -1 F Jika matriks I - A -1 diberi notasi sebagai matriks B, maka transformasinya ke dalam bangun matriks menjadi: ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ b b b b b b b b b b b b b b b b = B = A - I BB 22 BB 21 BA 22 BA 21 BB 12 BB 11 BA 21 BA 11 AB 22 AB 21 AA 22 AA 21 AB 12 AB 11 AA 12 AA 11 1 - 32 Matriks B di atas merupakan himpunan koefisien saling ketergantungan lintas sektor dan lintas propinsi A dan B. Jika matriks B tersebut disubstitusikan ke dalam persamaan X = I - A -1 F, maka perkalian matriksnya menjadi: ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ X X X X = F + F F + F F + F F + F b b b b b b b b b b b b b b b b 1 2 b 1 A 2 A 1 BB 2 BA 2 BB 1 BA 1 AB 2 AA 2 AB 1 AA 1 BB 22 BB 21 BA 22 BA 21 BB 12 BB 11 BA 12 BA 11 AB 21 AB 21 AA 22 AA 21 AB 12 AB 11 AA 12 AA 11 I - A -1 F X Dengan dasar sistem persamaan matriks tersebut di atas, penghitungan dampak perubahan permintaan akhir terhadap perubahan output sektoral melalui suatu efek pengganda dapat disimulasikan ke dalam beberapa skenario berikut: 1. Jika permintaan akhir di propinsi A terhadap produksi domestik propinsi A sendiri untuk sektor 1 F 1 AA meningkat sebesar 1 unit, maka pengaruh terhadap perubahan output sektor 1 di propinsi A adalah sebesar b 11 AA dan pengaruh terhadap output sektor 2 di propinsi A adalah sebesar b21 AA , kemudian pengaruh terhadap perubahan output sektor 1 di propinsi B adalah b11 BA dan pengaruh terhadap perubahan output sektor 2 di propinsi B adalah b 21 BA. 2. Jika F 1 BB untuk produk sektor 1 di propinsi B meningkat satu unit, maka pengaruhnya terhadap perubahan output sektor 1 di propinsi A adalah sebesar b 12 AB dan pengaruhnya terhadap perubahan output sektor 2 di propinsi A adalah sebesar b 22 AB , kemudian pengaruhnya terhadap perubahan output sektor 1 di propinsi B sebesar b 12 BB dan terhadap output sektor 2 di propinsi B sebesar b 22 BB . 3. Jika F 2 AB untuk produk sektor 2 di propinsi B meningkat 1 unit, maka pengaruhnya terhadap perubahan output sektor 1 di propinsi A sebesar b 12 AA , dan pengaruhnya terhadap perubahan output sektor 2 di propinsi A sebesar b 22 AA , kemudian pengaruhnya terhadap perubahan output sektor 1 di propinsi B sebesar b12 BA dan terhadap output sektor 2 nya sebesar b 22 BA . 33

2.2.4. Keterbatasan Model Input-Output