Selisih Serapan Analisis Standar Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau

33 Karbondioksida merupakan faktor emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi solar. Faktor emisi ditetapkan oleh Energy Information Administration EIA tahun 2001 dengan nilai 2,7 gram CO 2 liter. Nilai total emisi karbon dioksida adalah total emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi solar di masing-masing kecamatan. Total emisi karbon dioksida = total konsumsi liter x 2,7 gram CO 2 liter.

3.3.2.3.5 Total Emisi Karbon Dioksida

Emisi karbon dioksida dari empat jenis penggunaan energi listrik, minyak tanah, bensin, dan solar dijumlahkan untuk mengetahui nilai total pada masing- masing kecamatan. Nilai total ini digunakan sebagai dasar untuk mengetahui kecukupan ruang terbuka hijau menyerap emisi karbon dioksida.

3.3.2.4 Selisih Serapan

Karbon Dioksida dan Emisi Karbon Dioksida Selisih serapan karbon dioksida dan emisi karbon dioksida diperoleh berdasarkan pendugaan sebaran serapan karbon dioksida. Serapan karbon dioksida diperoleh dari klasifikasi penutupan lahan untuk daerah bervegetasi yaitu hutan, perkebunan, semak, dan rumput. Penghitungan selisih juga berdasarkan pada perkiraan jumlah serapan karbon dioksida pada existing condition ruang terbuka hijau serta pendugaan emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari kebutuhan energi yaitu dari konsumsi listrik, minyak tanah, bensin, dan solar. Dari perkiraan nilai sebaran dan luas ruang terbuka hijau maka akan diketahui kecukupan vegetasi dalam perannya untuk menyerap karbon dioksida , secara khusus yang berasal dari konsumsi energi listrik, minyak tanah, bensin, dan solar. Informasi ini sangat diperlukan untuk arahan penanaman vegetasi dengan melakukan perencanaan pembangunan hutan kota jika ditinjau dari sebaran dan luas ruang terbuka hijau yang ada.

3.3.2.5 Analisis Standar Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau

Peningkata n pembangunan di wilayah perkotaan menghasilkan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat kota. Dampak-dampak negatif yang terjadi terhadap lingkungan dan aspek tata ruang kota yaitu berupa berkurangnya 34 ruang terbuka hijau yang berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem kota. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan langkah-langkah pencegahan dengan mewujudkan ruang terbuka hijau yang serasi di wilayah perkotaan. Ruang terbuka hijau kota mempunyai fungsi yaitu sebagai areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan; sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan; sebagai sarana rekreasi; sebagai pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di darat, perairan maupun udara; sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan; sebagai tempat perlindungan plasma nutfah; sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro; sebagai pengatur tata air. Manfaat yang dapat diperoleh da ri ruang terbuka hijau kota antara lain: memberikan kesegaran, kenyamanan dan keindahan lihgkungan; memberikan lingkungan yang bersih dan sehat bagi penduduk kota; memberikan hasil produksi berupa kayu, daun, bunga dan buah. Untuk mendapatkan manfaat ruang terbuka hijau sesuai dengan fungsinya maka ditentukan standar luas berdasarkan pada: 1. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988. Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan yang mempunyai tujuan untuk 1 meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, bersih dan sebagai sarana pengamanan lingkungan dan 2 menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat. Standar luasan RTH kota di Indonesia menurut Inmendagri No. 14 Tahun 1988, dihitung berdasarkan persentase luas total wilayah kota yaitu 40 dari total wilayah harus dihijaukan. 2. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk. Standar ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk dikemukakan oleh Simonds 1983. Kebutuhan ruang terbuka hijau dibagi menjadi empat kelas. Berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Simonds 1983, Kota Pekanbaru 35 mempunyai standar kebutuhan ruang terbuka hijau dengan luas 40 meter persegi per jiwa. Standar luas ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Standar Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Hirarki Wilayah Jumlah KK Wilayah Jumlah Jiwa Wilayah RTH m 2 1.000 jiwa Penggunaan Ruang Terbuka Ketetanggaan 1.200 4.320 1.200 Lapangan bermain, areal rekreasi, taman Komunitas 10.000 36.000 20.000 Lapangan bermain, lapangan atau taman, termasuk ruang terbuka ketetanggaan Kota 100.000 40.000 Ruang terbuka umum, taman areal bermain termasuk ruang terbuka untuk komuniti Wilayah Region 1.000.000 80.000 Ruang terbuka umum, taman areal rekreasi, berkemah termasuk ruang terbuka kota Sumber: Simonds 1983 3. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Emisi Karbondioksida CO 2 . Cahaya matahari dimanfaatkan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas karbon dioksida menjadi karbohidrat dan oksigen. Proses ini sangat bermanfaat bagi manusia karena dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan mengakibatkan efek rumah kaca. Jumlah emisi karbon dioksida akan berpengaruh terhada p jumlah luas ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau diperlukan untuk menyerap emisi karbon dioksida , sehingga diperlukan standar luas agar emisi karbon dioksida mampu diserap seluruhnya oleh tanaman. Nilai serapan karbon dioksida oleh beberapa tipe vegetasi disajikan pada Tabel 5. 36 3.3.2.6 Analisis Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota untuk Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Analisis ruang terbuka hijau digunakan untuk mengetahui kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota RUT RK Pekanbaru tahun 2004 untuk kawasan hijau. Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota RUTRK untuk kawasan hijau dianalisis dengan standar kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1988, berdasarkan jumlah penduduk, dan karbon dioksida yang dihasilkan dari penggunaan energi.

3.3.2.7 Arahan Revegetasi dengan Pembangunan Hutan Kota