Analisis kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU
DI KOTA PEKANBARU
Oleh
RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
(2)
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru” adalah karya penulis sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2006
Riswandi Stepanus Tinambunan NRP P052020461
(3)
RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN. P052020461. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru. Dibawah bimbingan Lilik Budi Prasetyo dan Endes N. Dahlan.
Faktor penting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia. Pertambahan jumlah penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Pertambahan jumlah penduduk juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan energi seperti energi listrik, minyak tanah, premium dan solar. Ruang terbuka hijau semakin terdesak keberadaannya dan berubah menjadi bangunan untuk mencukupi kebutuhan fasilitas penduduk kota. Penyebaran jumlah penduduk yang tidak merata dalam suatu wilayah, akan memberikan pengaruh negatif terhadap daya dukung lingkungan. Kebutuhan energi sebagai dampak adanya kegiatan pembangunan, meningkatkan pengaruhnya terhadap kualitas udara Kota Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan jumlah CO2.
Standar kebutuhan ruang terbuka hijau diperoleh dari studi literatur. Perkiraan jumlah ruang terbuka hijau diperoleh dengan analisis penutupan lahan. Perkiraan jumlah CO2 dari konsumsi energi (listrik, minyak tanah, premium, dan solar)
dihitung berdasarkan jumlah konsumsi dan nilai-nilai faktor emisi yang diperoleh dari studi literatur. Hasil yang diperoleh bahwa kebutuhan ruang terbuka hijau untuk Kota Pekanbaru berdasarkan luas wilayah terdapat kekurangan vegetasi dengan jumlah 12.499,27 hektar, sedangkan berdasarkan jumlah penduduk dan emisi CO2 masih memenuhi syarat. Untuk tingkat kecamatan, berdasarkan jumlah
penduduk dan emisi hanya Rumbai dan Bukit Raya yang masih memenuhi syarat. Penambahan vegetasi yang diperlukan pada masing-masing kecamatan adalah 3.033,19 hektar untuk Kecamatan Pekanbaru Kota, Senapelan 266 hektar, Limapuluh 164,62 hektar, Sukajadi 246,34 hektar, Sail 130,40 hektar, Rumbai 5.305,67 hektar, Bukit Raya 2.206,76 hektar, dan Tampan 4.134,84 hektar.
Kata Kunci : Ruang Terbuka Hijau, Analisis Spasial, Arahan Pembangunan Hutan Kota
(4)
ABSTRACT
RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN. P052020461. The Analysis of Urban Green Space Requirement in Kota Pekanbaru. Under the supervision of Lilik Budi Prasetyo and Endes N. Dahlan.
The main factor in environmental issues is human population. The increase of population is a major source that triggering the development of residential and other permanently public facilities. Therefore, the need of energy such as electricity, petroleum, gasoline and diesel fuel increase significantly. The existing urban green space due to the conversion of residential development is decreasing. Scattered clusters of inhabitant and residential site in one particular area generate a kind of negative impact into environmental carrying capacity. The need of energy as a sequencing consequence from urban development was considerably distressing the quality of air in Kota Pekanbaru. The study was purposed to estimate the need of urban green space based on total area, number of citizens and CO2 level. The standard for the need of urban green space is acquired by
literatures study. The estimated total need of urban green space was obtained from land coverage analysis, whereas the level of CO2 was estimated from an amount
of energy consumption (electricity, petroleum, gasoline and diesel fuel) and emission factors that obtained furthermore from literature. The result of this study revealed that based on the size of area, Kota Pekanbaru was experiencing a shortage of green space for 12.499,27 ha, but considerably insufficient condition
based on population and CO2 emission, as well as Kecamatan Rumbai dan
Kecamatan Bukit Raya for subsequent level. To comply a standard prerequirement in such space, Kecamatan Pekanbaru Kota was recommended to extend as large as 3.033,19 ha urban forest. For another district that were Kecamatan Senapelan, Limapuluh, Sukajadi Sail, Rumbai, Bukit Raya and Tampan required open spaces 266 ha, 164,62 ha, 246,34 ha, 130,40 ha, 5.305,67 ha, 2.206,76 ha, and 4.134,84 ha, respectively.
(5)
© Hak cipta milik Riswandi Stepanus Tinambunan, tahun 2006 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
(6)
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU
DI KOTA PEKANBARU
RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(7)
di Kota Pekanbaru
Nama : Riswandi Stepanus Tinambunan
NRP : P052020461
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Program Pascasarjana IPB
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc Ir. Endes N. Dahlan, MS
Ketua Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
(8)
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru yang merupakan syarat untuk menyelesaikan studi. Penulis berharap, karya kecil yang telah disusun dapat memberikan informasi kepada masyarakat Kota Pekanbaru secara umum dan secara khusus kepada Pemerintah Kota Pekanbaru mengenai kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru.
Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan bimbingan kepada penulis, yaitu :
1. Kedua orang tua, Bapak Prof. Dr. W.E. Tinambunan, Drs.,MS dan Ibu R. Sipayung, kedua orang kakak Rostiana dan Evi, serta kedua orang adik Harley dan Wahyu, untuk kesabaran dan kasih sayang yang diberikan.
2. Bapak Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc sebagai Ketua Komisi
Pembimbing dan Bapak Ir. Endes N. Dahlan, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing, atas segala bantuan pemikiran, waktu dan dorongan semangat, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis meskipun banyak keterbatasan yang dimiliki.
3. Bapak Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS sebagai Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
4. Bapak Gubernur Provinsi Riau, yang telah memberikan bantuan biaya
pendidikan.
5. Instansi Pemerintah yang ada di Kota Pekanbaru, untuk pengumpulan data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam diskusi dan tukar pikiran,
sehingga penulisan menjadi lebih baik.
7. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam
(9)
Bogor, Juni 2006
(10)
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kota Pekanbaru Propinsi Riau pada tanggal 26 Desember 1976 dari pasangan W.E. Tinambunan dan R. Sipayung. Penulis merupakan anak ke tiga dari lima bersaudara. Pendidikan dasar hingga menengah dilalui penulis dari tahun 1983 hingga tahun 1995 di Kota Pekanbaru. Penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Universitas Winaya Mukti Jatinangor, Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Lulus pada bulan Juli tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada Tahun 2002, dan dinyatakan lulus pada tanggal 16 Juni 2006.
(11)
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU
DI KOTA PEKANBARU
Oleh
RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
(12)
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru” adalah karya penulis sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2006
Riswandi Stepanus Tinambunan NRP P052020461
(13)
RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN. P052020461. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru. Dibawah bimbingan Lilik Budi Prasetyo dan Endes N. Dahlan.
Faktor penting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia. Pertambahan jumlah penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Pertambahan jumlah penduduk juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan energi seperti energi listrik, minyak tanah, premium dan solar. Ruang terbuka hijau semakin terdesak keberadaannya dan berubah menjadi bangunan untuk mencukupi kebutuhan fasilitas penduduk kota. Penyebaran jumlah penduduk yang tidak merata dalam suatu wilayah, akan memberikan pengaruh negatif terhadap daya dukung lingkungan. Kebutuhan energi sebagai dampak adanya kegiatan pembangunan, meningkatkan pengaruhnya terhadap kualitas udara Kota Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan jumlah CO2.
Standar kebutuhan ruang terbuka hijau diperoleh dari studi literatur. Perkiraan jumlah ruang terbuka hijau diperoleh dengan analisis penutupan lahan. Perkiraan jumlah CO2 dari konsumsi energi (listrik, minyak tanah, premium, dan solar)
dihitung berdasarkan jumlah konsumsi dan nilai-nilai faktor emisi yang diperoleh dari studi literatur. Hasil yang diperoleh bahwa kebutuhan ruang terbuka hijau untuk Kota Pekanbaru berdasarkan luas wilayah terdapat kekurangan vegetasi dengan jumlah 12.499,27 hektar, sedangkan berdasarkan jumlah penduduk dan emisi CO2 masih memenuhi syarat. Untuk tingkat kecamatan, berdasarkan jumlah
penduduk dan emisi hanya Rumbai dan Bukit Raya yang masih memenuhi syarat. Penambahan vegetasi yang diperlukan pada masing-masing kecamatan adalah 3.033,19 hektar untuk Kecamatan Pekanbaru Kota, Senapelan 266 hektar, Limapuluh 164,62 hektar, Sukajadi 246,34 hektar, Sail 130,40 hektar, Rumbai 5.305,67 hektar, Bukit Raya 2.206,76 hektar, dan Tampan 4.134,84 hektar.
Kata Kunci : Ruang Terbuka Hijau, Analisis Spasial, Arahan Pembangunan Hutan Kota
(14)
ABSTRACT
RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN. P052020461. The Analysis of Urban Green Space Requirement in Kota Pekanbaru. Under the supervision of Lilik Budi Prasetyo and Endes N. Dahlan.
The main factor in environmental issues is human population. The increase of population is a major source that triggering the development of residential and other permanently public facilities. Therefore, the need of energy such as electricity, petroleum, gasoline and diesel fuel increase significantly. The existing urban green space due to the conversion of residential development is decreasing. Scattered clusters of inhabitant and residential site in one particular area generate a kind of negative impact into environmental carrying capacity. The need of energy as a sequencing consequence from urban development was considerably distressing the quality of air in Kota Pekanbaru. The study was purposed to estimate the need of urban green space based on total area, number of citizens and CO2 level. The standard for the need of urban green space is acquired by
literatures study. The estimated total need of urban green space was obtained from land coverage analysis, whereas the level of CO2 was estimated from an amount
of energy consumption (electricity, petroleum, gasoline and diesel fuel) and emission factors that obtained furthermore from literature. The result of this study revealed that based on the size of area, Kota Pekanbaru was experiencing a shortage of green space for 12.499,27 ha, but considerably insufficient condition
based on population and CO2 emission, as well as Kecamatan Rumbai dan
Kecamatan Bukit Raya for subsequent level. To comply a standard prerequirement in such space, Kecamatan Pekanbaru Kota was recommended to extend as large as 3.033,19 ha urban forest. For another district that were Kecamatan Senapelan, Limapuluh, Sukajadi Sail, Rumbai, Bukit Raya and Tampan required open spaces 266 ha, 164,62 ha, 246,34 ha, 130,40 ha, 5.305,67 ha, 2.206,76 ha, and 4.134,84 ha, respectively.
(15)
© Hak cipta milik Riswandi Stepanus Tinambunan, tahun 2006 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
(16)
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU
DI KOTA PEKANBARU
RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(17)
di Kota Pekanbaru
Nama : Riswandi Stepanus Tinambunan
NRP : P052020461
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Program Pascasarjana IPB
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc Ir. Endes N. Dahlan, MS
Ketua Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
(18)
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru yang merupakan syarat untuk menyelesaikan studi. Penulis berharap, karya kecil yang telah disusun dapat memberikan informasi kepada masyarakat Kota Pekanbaru secara umum dan secara khusus kepada Pemerintah Kota Pekanbaru mengenai kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru.
Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan bimbingan kepada penulis, yaitu :
1. Kedua orang tua, Bapak Prof. Dr. W.E. Tinambunan, Drs.,MS dan Ibu R. Sipayung, kedua orang kakak Rostiana dan Evi, serta kedua orang adik Harley dan Wahyu, untuk kesabaran dan kasih sayang yang diberikan.
2. Bapak Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc sebagai Ketua Komisi
Pembimbing dan Bapak Ir. Endes N. Dahlan, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing, atas segala bantuan pemikiran, waktu dan dorongan semangat, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis meskipun banyak keterbatasan yang dimiliki.
3. Bapak Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS sebagai Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
4. Bapak Gubernur Provinsi Riau, yang telah memberikan bantuan biaya
pendidikan.
5. Instansi Pemerintah yang ada di Kota Pekanbaru, untuk pengumpulan data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam diskusi dan tukar pikiran,
sehingga penulisan menjadi lebih baik.
7. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam
(19)
Bogor, Juni 2006
(20)
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kota Pekanbaru Propinsi Riau pada tanggal 26 Desember 1976 dari pasangan W.E. Tinambunan dan R. Sipayung. Penulis merupakan anak ke tiga dari lima bersaudara. Pendidikan dasar hingga menengah dilalui penulis dari tahun 1983 hingga tahun 1995 di Kota Pekanbaru. Penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Universitas Winaya Mukti Jatinangor, Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Lulus pada bulan Juli tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada Tahun 2002, dan dinyatakan lulus pada tanggal 16 Juni 2006.
(21)
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Kerangka Pemikiran... 5
1.3 Rumusan Masalah... 8
1.4 Tujuan Penelitian ... 10
1.5 Manfaat Penelitian ... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA... 11
2.1 Ruang Terbuka Hijau... 11
2.2 Hutan Kota ... 11
2.3 Fungsi Hutan Kota ... 13
2.4 Pencemaran Lingkungan Perkotaan... 17
2.5 Serapan Vegetasi Terhadap Karbon Dioksida ... 18
2.6 Sistem Informasi Geografis ... 20
2.7 Pembangunan Berkelanjutan... 23
III. METODE PENELITIAN... 24
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24
3.2 Alat dan Bahan... 24
3.3 Metode Penelitian ... 24
3.3.1 Pengumpulan Data ... 24
3.3.2 Analisis Data ... 26
3.3.2.1 Analisis Penutupan Lahan... 27
3.3.2.1.1 Cropping... 28
3.3.2.1.2 Pengambilan Data Lapangan... 28
3.3.2.1.3 Klasifikasi Citra... 28
3.3.2.1.4 Akurasi Klasifikasi... 28
3.3.2.2 Analisis Serapan Karbon Dioksida ... 29
3.3.2.3 Analisis Emisi Karbon Dioksida... 30
3.3.2.3.1 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Listrik ... 30
3.3.2.3.2 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Minyak Tanah... 31
3.3.2.3.3 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Premium ... 32
3.3.2.3.4 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Solar... 32
3.3.2.3.5 Total Emisi Karbon Dioksida ... 33 3.3.2.4 Selisih Serapan Karbon Dioksida dan Emisi Karbon
(22)
xii
Dioksida... 33 3.3.2.5 Analisis Standar Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau... 33 3.3.2.6 Analisis Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota
untuk Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan Ruang
Terbuka Hijau ... 36 3.3.2.7 Arahan Revegetasi dengan Pembangunan Hutan Kota .. 36 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 37 4.1 Letak da n Luas Wilayah ... 37 4.2 Topografi... 37 4.3 Geologi... 39 4.4 Hidrologi ... 40 4.5 Klimatologi ... 41 4.6 Kependudukan ... 41 4.7 Kesesuaian Lahan ... 42 4.7.1 Arahan Pengembangan Kawasan Lindung... 42 4.7.2 Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya ... 43 4.8 Bentuk Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru... 44 V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 50 5.1 Analisis Penutupan Lahan... 50 5.1.1 Klasifikasi Citra Landsat ETM+... 50 5.1.2 Pemotongan Citra (Cropping)... 50 5.1.3 Klasifikasi Penutupan Lahan... 53 5.1.4 Akurasi Klasifikasi... 56 5.2 Analisis Serapan Karbon Dioksida ... 57 5.3 Analisis Emisi Karbon Dioksida... 59 5.3.1 Emisi Karbon Dioksida dari Sumber Penggunaan Listrik ... 60 5.3.2 Emisi Karbon Dioksida dari Sumber Penggunaan
Minyak Tanah... 61 5.3.3 Emisi Karbon Dioksida dari Sumber Penggunaan
Premium ... 63 5.3.4 Emisi Karbon Dioksida dari Sumber Penggunaan Solar ... 65 5.3.5 Total Emisi Karbon Dioksida... 67 5.4 Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida ... 69 5.5 Analisis Kebutuhan Luas Ruang Terbuka Hijau... 70
5.5.1 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Inmendagri No. 14... Tahun 1988 ... 71 5.5.2 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk... 73 5.5.3 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Sebaran Emisi Karbon
Dioksida... 74 5.5.4 Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Existing
Condition Ruang Terbuka Hijau... 76 5.6 Analisis Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Hijau
terhadap Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau... 77 5.6.1 Kesesuaian RUTRK Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan
(23)
RTH Berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1988... 78 5.6.2 Kesesuaian RUTRK Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan
RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk... 80 5.6.3 Kesesuaian RUTRK Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan
RTH Berdasarkan Emisi Karbon Dioksida ... 81 5.6.4 Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Rencana
Umum Tata Ruang Kota ... 82 5.7 Arahan Revegetasi... 84 5.7.1 Penanaman Vegetasi Berdasarkan Existing Condition RTH .... 84 5.7.2 Penanaman Vegetasi Berdasarkan RUTRK Pekanbaru Tahun
2004 ... 86 5.7.3 Perbedaan Luas Penanaman Vegetasi... 87 5.7.4 Pengembangan Hutan Kota ... 88 5.7.4.1 Manfaat Hutan Kota ... 89 5.7.4.2 Kawasan Potensial untuk Lokasi Penanaman Hutan
Kota ... 89 VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 94 6.1. Kesimpulan... 94 6.2. Saran... 96 DAFTAR PUSTAKA ... 97 LAMPIRAN... 101
(24)
xiv
DAFTAR TABEL
1. Faktor Emisi untuk Bahan Bakar... 19 2. Faktor Emisi untuk Konsumsi Listrik dengan Semua Bahan Bakar ... 19 3. Faktor Emisi untuk Menghitung Karbon Dioksida dari Konsumsi
Minyak... 20 4. Contoh Matrik Kesalahan ... 29 5. Nilai Serapan Karbon Dioksida oleh Vegetasi... 29 6. Standar Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk... 35 7. Luas Wilayah Kota Pekanbaru Berdasarkan Kecamatan ... 37
8. Kemiringan Lereng dan Luas Lahan Masing-Masing Kecamatan di
Kota Pekanbaru ... 38 9. Prakiraan Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru Tahun 2002-2006... 41 10. Prakiraan Kepadatan Penduduk Kota Pekanbaru Tahun 2002-2006... 42 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004.... 53 12. Matrik Kesalahan... 56 13. Serapan Karbon Dioksida dengan Tipe Vegetasi ... 58 14. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Listrik ... 60 15. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Minyak
Tanah ... 62 16. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Premium ... 64 17. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Solar ... 66 18. Total Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Aktivitas Kota
(Listrik, Minyak Tanah, Premium dan Solar)... 68 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida ... 70 20. Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1988... 71 21. Selisih Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 dengan
Existing Condition Kawasan Hijau Tahun 2004 ... 72 22. Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk ... 73 23. Kesesuaian Existing Condition RTH terhadap Standar Luas RTH
Berdasarkan Jumlah Penduduk ... 74 24. Kebutuhan RTH Berdasarkan Emisi Karbon Dioksida ... 75 25. Kesesuaian Existing Condition RTH terhadap Emisi Karbon Dioksida .. 75 26. Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Existing Condition
Ruang Terbuka Hijau... 76 27. Rencana Penggunaan Lahan Kota Pekanbaru Tahun 2004 ... 78
28. Kesesuaian RUTRK Untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun
1988 ... 80 29. Kesesuaian RUTRK Untuk RTH terhada p Standar Luas RTH untuk
Jumlah Penduduk ... 81 30. Kesesuaian RUTRK Untuk RTH terhadap Emisi Karbon Dioksida ... 82
31. Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Rencana Umum
Tata Ruang Kota ... 83 32. Arahan Luas dan Lokasi Penanaman Vegetasi Berdasarkan Existing
Condition RTH ... 85 33. Arahan Luas dan Lokasi Penanaman Vegetasi Berdasarkan Rencana
(25)
Umum Tata Ruang Kota untuk Kawasan Hijau... 86 34. Perbedaan Luas Penanaman Vegetasi antara Exsisting Condition
Vegetasi dengan RUTRK Kawasan Hijau... 88 35. Potensi Jumlah Pohon yang Ditanam Pada Masing-Masing Unit Tempat
Tinggal di Masing-Masing Kecamatan... 90 36. SempadanSungai yang Direncanakan sebagai Lokasi Hutan Kota ... 92
(26)
xvi
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka Pemikiran ... 8 2. Peta Lokasi Penelitian... 25 3. Diagram Alir Analisis Penutupan Lahan... 27 4. Taman Hutan Raya ... 45 5. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Rekreasi... 45 6. Ruang Terbuka Hijau Sempadan Sungai... 46 7. Ruang Terbuka Hijau Jalur Jalan... 46 8. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkantoran... 47 9. Hutan Kota ... 47 10. Pemakaman Umum Sebagai RTH ... 48 11. Semak Belukar ... 48 12. Perkebunan Kelapa Sawit ... 49 13. Cuplikan Citra Landsat 7 ETM+, 127/060, 4 Maret 2004... 51 14. Potongan Citra Untuk Wilayah Studi... 52 15. Persentase Kelas Penutupan Lahan Tahun 2004 di Kota Pekanbaru... 54 16. Peta Penutupan Lahan Tahun 2004 ... 55 17. Grafik Serapan Emisi Karbon Dioksida Oleh Vegetasi ... 59 18. Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari
Penggunaan Listrik di Kota Pekanbaru ... 61 19. Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari
Penggunaan Minyak Tanah di Kota Pekanbaru... 63 20. Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari
Penggunaan Premium di Kota Pekanbaru ... 65 21. Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari
Penggunaan Solar di Kota Pekanbaru... 66 22. Grafik Perbandingan Total Emisi Karbon Dioksida yang dihasilkan
Untuk Setiap Kecamatan di Kota Pekanbaru... 69 23. Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida Berdasarkan Sumber
yang Dihasilkan di Kota Pekanbaru ... 69 24. Rencana Penggunaan Lahan Kota Pekanbaru Tahun 2004 ... 79
(27)
DAFTAR LAMPIRAN
1. Banyaknya Kekuatan dan Tenaga Listrik yang Dibangkitakan oleh
PLN Cabang Pekanbaru... 101 2. Rekapitulasi Nilai Indeks Standar Pencemar Udara Tahun 2000, 2001,
2002, dan 2003... 102 3. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107
Tahun 1997 Tanggal 21 November 1997 (Lampiran III) ... 106 4. Pemakaian Listrik di Kota Pekanbaru Tahun 2004 (kWh)... 107 5. Realisasi SPBU di Kota Pekanbaru Tahun 2004 ... 108
(28)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberha silan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dapat diamati bahwa perkembangan pembangunan daerah telah berlangsung dengan pesat dan diperkirakan akan terus berlanjut. Perkembangan ini akan membawa dampak keruangan dalam bentuk terjadinya perubahan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan ataupun tidak direncanakan.
Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan untuk (1) mencapai tata ruang kawasan perkotaan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam pengembangan kehidupan manusia. (2) Meningkatkan fungsi kawasan perkotaan secara serasi, selaras, dan seimbang antara perkembangan lingkungan dengan tata kehidupan masyarakat. (3) Mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial (UU Nomor 24 Tahun 1992).
Ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasa n hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga kawasan hijau dan kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur. Pemanfatan ruang terbuka hijau lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya (Inmendagri No. 14 Tahun 1988).
Faktor yang sangat penting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia. Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Pertambahan jumlah penduduk juga akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan
(29)
bahan pangan dan energi serta bertambahnya limbah domestik dengan cepat. Sejalan dengan upaya pembangunan ekonomi atau pengembangan kawasan, berbagai kegiatan masyarakat dan pemerintah yang ada di Kota Pekanbaru terjadi pada suatu ruang. Ketidaktepatan rencana dan ketidaktertiban pemanfaatan ruang dapat berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup, sehingga lingkungan menjadi berkembang secara ekonomi, namun menurun secara ekologi. Kondisi demikian menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem, yang dapat berupa terjadinya peningkatan suhu udara dan pencemaran udara.
Peningkatan konversi lahan sekitar 60,11 % pada tahun 2004 dilakukan untuk pengembangan kawasan-kawasan pemukiman (Anonim, 2002). Rencana tata ruang untuk pemukiman tahun 2000 berjumlah 14.172 hektar, sementara pada tahun 2004 jumlahnya meningkat menjadi 35.531 hektar. Pengembangan kawasan untuk pemukiman terjadi karena jumlah penduduk semakin berkembang pesat, baik itu penduduk lokal ataupun pendatang yang ambil bagian dalam kegiatan perekonomian. Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru Tahun 2002-2006 memperkirakan jumlah penduduk Kota Pekanbaru sampai dengan tahun 2006 mencapai 704.220 jiwa, sementara pada tahun 2002 hanya berjumlah 615.195 jiwa , terjadi peningkatan sekitar 12,64% . Peningkatan jumlah penduduk akan berdampak pada perubahan penggunaan lahan baik untuk pemukiman, kawasan hijau kota ataupun peruntukan lainnya.
Pembangunan yang belum merata memberikan pengaruh terhadap penyebaran jumlah penduduk. Daerah pusat kegiatan merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik dalam suatu kota sehingga pada kawasan ini terdapat bangunan utama untuk kegiatan sosial ekonomi (Yunus, 2002). Rute transportasi dari segala penjuru memusat pada kawasan ini sehingga daerah pus at kegiatan merupakan kawasan dengan derajat aksesibilitas tertinggi. Penduduk Kota Pekanbaru tahun 2003 berjumlah 653.920 jiwa (BPS Kota Pekanbaru, 2003) . Kecamatan yang berada pada pusat kota mempunyai kecenderungan dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Kecamatan Pekanbaru Kota mempunyai kepadatan penduduk dengan jumlah 135 jiwa/hektar, Senapelan 55 jiwa/hektar,
(30)
3
Sukajadi 121 jiwa/hektar, Sail 66 jiwa/hektar, Rumbai 5 jiwa/hektar, Bukit Raya 7 jiwa/hektar, dan Tampan 14 jiwa/hektar.
Besarnya pemakaian energi listrik di Kota Pekanbaru terjadi seiring dengan meningkatnya populasi dan aktifitas masyarakat untuk berbagai kegiatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) Kota Pekanbaru, terjadi peningkatan konsumsi listrik dalam hit ungan kWh. Rata-rata peningkatan hingga tahun 2004 sekitar 8,74 %. Jumlah kWh yang terpakai pada tahun 1998 yaitu sebesar 346.506.282 dan pemakaian sampai dengan tahun 2004 berjumlah 563.669.923 kWH (Lampiran 1).
Jumlah kendaraan di Kota Pekanbaru pada Tahun 2000 berjumlah 247.683 unit. Terjadi peningkatan sekitar 12,14 %, pa da akhir Tahun 2004 berjumlah 300.112 unit (Direktorat Lalu Lintas, Polda RIAU). Peningkatan jumlah kendaraan akan meningkatkan kebutuhan energi yang berdampak terhadap peningkatan jumlah karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan.
Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta ma khluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan manusia serta perlindungan bagi makhluk hidup lainnya. Supaya udara dapat bermanfaat sebesar -besarnya bagi pelestarian fungsi lingkungan hidup, maka udara perlu dipelihara, dijaga dan dijamin mutunya melalui pengendalian pencemaran udara (PP No.41 Tahun 1999).
Berdasarkan informasi dari Laboratorium Udara BAPEDALDA Kota Pekanbaru bahwa untuk saat tertentu keadaan kualitas udara ambien Kota Pekanbaru telah melebihi ambang batas. Kriteria ambang batas ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-45/MENLH/10/1997 tentang perhitungan dan pelaporan serta informasi Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). Parameter pencemaran udara meliputi nilai partikulat (PM-10), ozon (O3), CO, SO2 dan NO2. Nilai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)
disajikan pada Lampiran 2.
Masing-masing jenis polutan terpapar dengan kriteria baik, sedang, tidak sehat, sangat tidak sehat, sampai dengan berbahaya. Dampak yang ditimbulkan
(31)
dari partikulat (PM-10) untuk kategori sedang adalah terjadi penurunan pada jarak pandang, kategori tidak sehat selain gangguan jarak pandang terjadi juga pengotoran debu, kategori sangat tidak sehat akan terjadi peningkatan sensitivitas pada penderita asma dan bronhitis (Lampiran 3). Dampak yang ditimbulkan dari Ozon (O3) untuk kategori sedang akan mengakibatkan luka pada beberapa spesies
tumbuhan, kategori tidak sehat mengakibatkan penurunan kemampuan daya tahan tubuh, kategori sangat tidak sehat akan mempengaruhi pernafasan penderita paru-paru kronis (Lampiran III Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107 Tahun 1997). Sementara dampak untuk masing-masing kategori sedang yang ditimbulkan dari karbon monoksida (CO), nitrogen (NO2),
dan sulfur dioksida (SO2) adalah terjadinya perubahan kimia darah, berbau, dan
luka pada beberapa spesies tumbuhan.
Perubahan yang terjadi mempunyai pengaruh buruk terhadap lingkungan, apalagi jika sebelumnya aparat pemerintah belum mempersiapkan strategi perencanaan khusus untuk mengantisipasi segala bentuk perubahan yang terjadi khususnya terhadap pengelolaan lingkungan hidup kawasan perkotaan secara berkesinambungan. Permasalahan lingkungan di Kota Pekanbaru ditimbulkan akibat terjadi peningkatan kawasan untuk pemukiman, peningkatan jumlah penduduk yang berhubungan dengan daya tampung lingkungan, jumlah karbon dioks ida yang dihasilkan serta keberadaan vegetasi atau kawasan hijau sebagai daya dukung lingkungan.
Tujuan yang ingin dicapai dengan pembangunan berkelanjutan adalah menggeser titik berat pembangunan dari hanya pembangunan ekonomi menjadi juga mencakup pembangunan sosial-budaya dan lingkungan (Keraf, 2002). Dalam konsep dasar pembangunan yang berwawasan lingkungan ada dua aspek penting yang menjadi perhatian utama yaitu lingkungan dan pembangunan. Oleh karena itu, pembangunan berwawasan lingkungan berarti pembangunan yang baik dari titik pandang ekologi atau lingkungan. Berwawasan lingkungan juga berarti adanya keharmonisan dalam hubungan manusia dan alam atau lebih spesifik antara manusia dan lingkungan fisiknya (Yakin, 1997).
(32)
5
Untuk mengatasi permasalahan lin gkungan yang timbul maka perlu dilakukan pengelolaan lingkungan fisik perkotaan sesuai dengan daya dukung dan kebutuhan kota. Bentuk pengelolaan dapat berupa pemanfaatan ruang yang diperuntukkan bagi penghijauan kota. Penelitian ini dilakukan supaya dapat memperoleh gambaran mengenai jumlah kebutuhan luas vegetasi untuk mendukung perkembangan kota di Kota Pekanbaru.
1.2 Kerangka Pemikiran
Kota yang sedang berkembang pada umumnya berusaha untuk mengembangkan dirinya dari suatu keadaan dan sifat masyarakat tradisional dengan keadaan ekonomi terbelakang, menuju ke arah keadaan yang lebih baik. Dalam hal ekonomi, ditujukan untuk mendapatkan kesejahteraan dan tingkat ekonomi yang lebih baik. Akan tetapi perhatian terhadap pembangunan ekonomi saja tidak akan memberikan jaminan untuk suatu proses pembangunan yang stabil dan berkelanjutan apabila mengabaikan aspek lain seperti lingkungan (Tjokroamidjojo, 1995).
Meningkatnya jumlah populasi penduduk kota dan kebutuhan sumber daya, keberadaan kota tidak dapat dilepaskan dari masalah-masalah lingkungan seperti keterbatasan lahan, polusi air, udara dan suara, sistem sanitasi yang buruk, dan kondisi perumahan yang tidak memadai serta masalah transportasi. Lebih lanjut, persoalan lingkungan kota juga mempunyai implikasi yang kompleks, terutama berkaitan dengan persoalan sosial ekonomi masyarakat kota. Lingkungan kota yang kurang baik dan sehat memicu berkembangnya berbagai persoalan sosial kota, baik menyangkut kriminalitas kota, persoalan psikologis penduduk kota, kemiskinan, serta konflik-konflik sosial lainnya.
Pertumbuhan kegiatan ekonomi dan pembangunan yang terpusat pada daerah perkotaan, memacu arus urbanisasi sehingga berpengaruh terhadap penyebaran penduduk. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan luas lahan yang terbatas akan berakibat terhadap menurunnya kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Permasalahan lain yang timbul akibat adanya pertambahan jumlah penduduk diantaranya adalah terjadinya penurunan kualitas
(33)
lingkungan yang diakibatkan dengan terjadinya penurunan kualitas udara oleh adanya kegiatan industri dan transportasi.
Pencemaran terjadi dengan meningkatnya aktivitas masyarakat, dalam hal ini adalah semakin banyaknya jumlah kendaraan di kawasan perkotaan akan menimbulkan berbagai macam polusi udara yang membahayakan kesehatan manusia. Terjadinya perubahan iklim mikro dapat dirasakan dengan meningkatnya suhu udara di kawasan perkotaan sebagai dampak dari banyaknya sumber pencemar. Keadaan ini juga akan menimbulkan penurunan nilai estetika, artinya pada kawasan perkotaan, masyarakat sudah tidak dapat lagi merasakan kenyamanan yang nantinya juga akan menimbulkan permasalahan-permasalahan psikologis bagi manusia di kawasan perkotaan. Pencemaran udara juga menjadi bagian dari penurunan kualitas lingkungan sebagai akibat adanya kegiatan industri, jumlah kendaraan bermotor yang terus bertambah dan berbagai jenis aktifitas masyarakat.
Perkembangan kota yang terjadi di Kota Pekanbaru terlihat dengan semakin berkembangnya perekonomian di segala sektor. Industri, perdagangan dan jasa juga memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian. Bertambahnya tingkat pertumbuhan penduduk juga merupakan dampak dari suatu perubahan kota yang menunjukkan banyaknya aktivitas yang terjadi di dalam kota tersebut yang pada akhirnya membutuhkan lahan yang banyak untuk pemukiman. Perkembangan kota juga akan mengakibatkan konversi terhadap lahan-lahan hijau, sehingga peran lahan hijau tersebut menjadi prioritas yang terakhir dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kota. Ketiga kelompok tersebut yaitu kegiatan industri, perdagangan dan jasa berpengaruh terhadap perekonomian, pemukiman serta konversi lahan-lahan hijau akan menimbulkan dampak-dampak perubahan yang negatif dari keadaan sebelumnya terhadap lingkungan, hal ini tentu akan menimbulkan masalah-masalah baru terhadap lingkungan yang akan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan.
Perlu dilakukan suatu cara untuk penanggulangan kerusakan lingkungan akibat dari permasalahan-permasalahan lingkungan yang timbul. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi kerusakan lingkungan perkotaan adalah
(34)
7
dengan pengadaan ruang terbuka hijau yang tepat dan sesuai fungsinya serta lebih khusus untuk menghasilkan suatu perencanaan hutan kota yang nantinya akan memberikan sumbangan yang positif dengan keberadaan pohon-pohon yang ditata dengan suatu perencanaan yang baik.
Hutan kota merupakan bagian dari ruang terbuka hijau kota, keberadaannya memiliki makna mengamankan ekosistem alam yang besar pengaruhnya terhadap eksistensi dan kelangsungan hidup kota itu sendiri. Manfaat keberadaan hutan kota yaitu untuk memperbaiki lingkungan dan menjaga iklim, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota serta mendukung pelestarian plasma nutfah dan aspek lainnya, sehingga pembangunan dapat berjalan seiring sejalan dengan aspek kelestarian lingkungan. Pendekatan pembangunan hutan kota yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan parsial yakni menyisihkan sebagian dari kota untuk kawasan hutan kota (Dahlan, 2004). Ada beberapa metoda yang dapat dilakukan untuk menetapkan luasannya yakni berdasarkan perhitungan: (1) persentase luas (Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988); (2) luasan perkapita (Simonds,1983); dan (3) isu penting pada suatu kota. Persentase luas yang dipakai menjadi acuan adalah 40 % dari luas wilayah adalah kawasan hijau. Luasan perkapita yang digunakan adalah kebutuhan ruang terbuka hijau masyarakat yaitu 40 meter persegi/jiwa. Isu penting yang digunakan ada lah berdasarkan jumlah karbon dioksida berdasarkan kemampuan tipe vegetasi untuk menyerap karbon dioksida (Iverson et. al. 1993).
Diagram alir kerangka penelitian yang dilakukan untuk merencanakan pembangunan hutan kota untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru disajikan pada Gambar 1.
(35)
Kesesuaian Luas RTH Kesesuaian Luas RTH Permasalahan Lingkungan Arahan Penanaman Vegetasi Dengan Hutan Kota Perkembangan Kota Existing Condition RTH Standar Kebutuhan
RTH Kondisi Kota
RUTRK Kawasan Hijau
Luas dan Sebaran
Inmendagri No.14/88 Jumlah Penduduk Jumlah Karbon dioksida Luas Wilayah Kependudukan Konsumsi Energi (listrik, minyak tanah, premium, solar)
Luas dan Sebaran Analisis Penutupan
Lahan
Analisis Kebutuhan RTH
Luas dan Sebaran
No No
1.3 Rumusan Masalah
Pembangunan di Kota Pekanbaru merupakan rangkaian upaya
pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Kawasan Kota Pekanbaru merupakan tempat yang sangat menarik bagi masyarakat untuk mengembangkan kehidupan sosial ekonomi. Kehidupan sosial ekonomi berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk baik secara alamiah maupun migrasi sehingga menyebabkan tidak terkendalinya perkembangan pemukiman dan lingkungan perumahan.
(36)
9
Faktor yang sangat penting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia. Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Pertambahan jumlah penduduk juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan energi seperti energi listrik, minyak tanah, bahan bakar transportasi yaitu premium dan solar. Sejalan dengan upaya pembangunan ekonomi atau pengembangan kawasan, berbagai kegiatan masyarakat dan pemerintah yang ada di Kota Pekanbaru terjadi pada suatu ruang. Ketidaktepatan rencana dan ketidaktertiban pemanfaatan ruang dapat berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup.
Ruang terbuka hijau semakin terdesak keberadaannya dan berubah menjadi bangunan untuk mencukupi kebutuhan fasilitas penduduk kota. Penyebaran jumlah penduduk yang tidak merata dalam suatu wilayah, akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap daya dukung lingkungan. Kebutuhan energi sebagai dampak adanya kegiatan pembangunan, meningkatkan pengaruhnya terhadap kualitas udara Kota Pekanbaru. Rencana tata ruang yang merupakan aplikasi peraturan mengenai ruang terbuka hijau, belum bisa diwujudkan dengan baik untuk mengakomodasi aspek-aspek yang membutuhkan ruang terbuka hijau.
Secara lebih khusus, permasalahan pokok yang hendak diteliti atau diungkapkan pada penelitian ini adalah :
1. Apakah ruang terbuka hijau yang ada telah memberi keseimbangan
lingkungan terhadap penyebaran dan jumlah penduduk, luas wilayah serta dampak yang ditimbulkan dari penggunaan energi (listrik, minyak tanah, premium, dan solar) ?
2. Apakah rencana tata ruang untuk kawasan hijau sudah mampu
mengakomodasi kebutuhan ruang terbuka hijau yang dibutuhkan masyarakat dan fungsi untuk menyerap karbon dioksida dapat terpenuhi ?
(37)
1.4 Tujuan Penelitian
Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis luas dan sebaran ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru. 2. Menganalisis jumlah kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru
berdasarkan luas kawasan, jumlah penduduk, dan karbon dioksida yang dihasilkan.
3. Mengidentifikasi apakah luas dan sebaran ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru telah sesuai terhadap kebutuhan luas kawasan hijau berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH), jumlah penduduk, dan jumlah karbon dioksida yang dihasilkan.
4. Mengidentifikasi kesesuaian jumlah dan sebaran ruang terbuka hijau berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) terhadap kebutuhan ruang terbuka hijau.
5. Arahan penambahan ruang terbuka hijau untuk memenuhi kebutuhan
ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru. 1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian adalah ini :
1. Memberikan informasi kepada Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru mengenai kebutuhan ruang terbuka hijau Kota Pekanbaru.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru untuk menentukan lokasi dan luas kawasan hijau kota.
3. Sebagai bahan rujukan dan perbandingan untuk penentuan kebutuhan ruang terbuka hijau khususnya bagi kawasan-kawasan kota yang mengalami permasalahan lingkungan yang sama.
(38)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau diklasifikasi berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya (Fandeli, 2004).
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dala m bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.
2.2 Hutan Kota
Hutan kota adalah ruang terbuka yang ditumbuhi vegetasi berkayu di wilayah perkotaan. Hutan kota memberikan manfaat lingkungan sebesar -besarnya kepada penduduk perkotaan, dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan khusus lainnya (Djaiz dan Novian, 2000).
Hutan kota merupakan bentuk persekutuan vegetasi pohon yang mampu menciptakan iklim mikro dan lokasinya di perkotaan atau dekat kota. Hutan di perkotaan ini tidak memungkinkan berada dalam areal yang luas. Bentuknya juga tidak harus dalam bentuk blok, akan tetapi hutan kota dapat dibangun pada berbagai penggunaan lahan. Oleh karena itu diperlukan kriteria untuk menetapkan bentuk dan luasan hutan kota. Kriteria penting yang dapat dipergunakan adalah kriteria lingkungan. Hal ini berkaitan dengan manfaat penting hutan kota berupa manfaat lingkungan yang terdiri atas konservasi mikroklimat, keindahan, serta konservasi flora dan kehidupan liar (Fandeli, 2004).
(39)
Keha diran pohon dalam lingkungan kehidupan manusia, khususnya diperkotaan, memberikan nuansa kelembutan tersendiri. Perkembangan kota yang lazimnya diwarnai dengan aneka rona kekerasan, dalam arti harfiah ataupun kiasan, sedikit banyak dapat dilunakkan dengan elemen alamiah seperti air (baik yang diam-tenang maupun yang bergerak-mengalir) dan aneka tanaman (mulai dari rumput, semak sampai pohon) (Budihardjo, 1993).
Dalam pelaksanaan pembangunan hutan kota dan pengembangannya, ditentukan berdasarkan pada objek yang akan dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan letaknya, hutan kota dapat dibagi menjadi lima kelas yaitu :
1. Hutan Kota Pemukiman, yaitu pembangunan hutan kota yang bertujuan untuk membantu menciptakan lingkungan yang nyaman dan menambah keindahan dan dapat menangkal pengaruh polusi kota terutama polusi udara yang diakibatkan oleh adanya kendaraan bermotor yang terus meningkat dan lain sebagainya di wilayah pemukiman.
2. Hutan Kota Industri, berperan sebagai penangkal polutan yang berasal dari limbah yang dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan perindustrian, antara lain limbah padat, cair, maupun gas.
3. Hutan Kota Wisata/Rekreasi, berperan sebagai sarana untuk memenuhi
kebutuhan rekreasi bagi masyarakat kota yang dilengkapi dengan sarana bermain untuk anak-anak atau remaja, tempat peristirahatan, perlindungan dari polutan berupa gas, debu dan udara, serta merupakan tempat produksi oksigen.
4. Hutan Kota Konservasi, hutan kota ini mengandung arti penting untuk
mencegah kerusakan, memberi perlindungan serta pelestarian terhadap objek tertentu, baik flora maupun faunanya di alam.
5. Hutan Kota Pusat Kegiatan, hutan kota ini berperan untuk meningkatkan kenyamanan, keindahan, dan produksi oksigen di pusat-pusat kegiatan seperti pasar, termin al, perkantoran, pertokoan dan lain sebagainya. Di samping itu hutan kota juga berperan sebagai jalur hijau di pinggir jalan yang berlalu-lintas padat (Irwan, 1997).
(40)
13
Mengenai luasan dan persentase adalah bahwa luas hutan kota dalam suatu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 (dua puluh lima per seratus) hektar (pasal 8 ayat 2), sedangkan mengenai persentase luas hutan kota paling sedikit 10 % (sepuluh per seratus) dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat (pasal 8 ayat 3) (PP No. 63 tahun 2002).
Secara umum bentuk hutan kota adalah :
1. Jalur Hijau. Jalur Hijau berupa peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah kawat listrik, di tepi jalan kereta api, di tepi sungai, di tepi jalan bebas hambatan. 2. Taman Kota. Taman Kota diartikan seba gai tanaman yang ditanam dan ditata
sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia, untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah.
3. Kebun dan Halaman. Jenis tanaman yang ditanam di kebun dan halaman
biasanya dari jenis yang dapat me nghasilkan buah.
4. Kebun Raya, Hutan Raya, dan Kebun Binatang. Kebun raya, hutan raya dan kebun binatang dapat dimasukkan ke dalam salah satu bentuk hutan kota. Tanaman dapat berasal dari daerah setempat, maupun dari daerah lain baik dalam negeri maupun luar negeri.
5. Hutan Lindung, daerah dengan lereng yang curam harus dijadikan kawasan hutan karena rawan longsor. Demikian pula dengan daerah pantai yang rawan akan abrasi air laut (Dahlan, 1992).
2.3 Fungsi Hutan Kota
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengembalikan kondisi lingkungan perkotaan yang rusak adalah dengan pembangunan ruang terbuka hijau kota yang mampu memperbaiki keseimbangan ekosistem kota. Upaya ini bisa dilakukan dengan cara membangun hutan kota yang memiliki beranekaragam manfaat. Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut :
Identitas Kota
Jenis tanaman dapat dijadikan simbol atau lambang suatu kota yang dapat dikoleksi pada areal hutan kota. Propinsi Sumatra Barat misalnya, flora yang dikembangkan untuk tujuan tersebut di atas adalah Enau (Arenga pinnata) dengan
(41)
alasan pohon tersebut serba guna dan istilah pagar-ruyung menyiratkan makna pagar enau. Jenis pilihan lainnya adalah kayu manis (Cinnamomum burmanii), karena potensinya besar dan banyak diekspor dari daerah ini (Fandeli, 2004).
Nilai Estetika
Komposisi vegetasi dengan strata yang bervariasi di lingkungan kota akan menambah nilai keindahan kota tersebut. Bentuk tajuk yang bervariasi dengan penempatan (pengaturan tata ruang) yang sesuai akan memberi kesan keindahan tersendiri. Tajuk pohon juga berfungsi untuk memberi kesan lembut pada bangunan di perkotaan yang cenderung bersifat kaku. Suatu studi yang dilakukan atas keberadaan hutan kota terhadap nilai estetika adalah bahwa masyarakat bersedia untuk membayar keberadaan hutan kota karena memberikan rasa keindahan dan kenyamanan (Tyrväinen, 1998).
Penyerap Karbondioksida (CO2)
Hutan merupakan penyerap gas karbon dioksida yang cukup penting, selain dari fito-plankton, ganggang dan rumput laut di samudera. Dengan berkurangnya ke mampuan hutan dalam menyerap gas ini sebagai akibat menyusutnya luasan hutan akibat perladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun hutan kota untuk membantu mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan, baik hutan kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas karbon dioksida dengan air menjadi karbohidrat (C6H1 2O6) dan oksigen (O2). Proses kimia pembentukan karbohidrat (C6H12O6)
dan oksigen (O2) adalah 6 CO2 + 6 H2O + Energi dan klorofil menjadi C6H12O6 +
6 O2.
Proses fotosintesis sangat bermanfaat bagi manusia. Pada proses fotosintesis dapat menyerap gas yang bila konsentarasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses fotosintesis menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan. Jenis tanaman yang baik sebagai penyerap gas Karbondioksida (CO2) dan penghasil oksigen adalah damar (Agathis alba), daun
(42)
15
(Acacia auriculiformis), dan beringin (Ficus benjamina). Penyerapan karbon dioksida oleh hutan kota dengan jumlah 10.000 pohon berumur 16-20 tahun mampu mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun (Simpson and McPherson, 1999).
Pelestarian Air Tanah
Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan mengurangi tingkat erosi, menurunkan aliran permukaan dan mempertahankan kondisi air tanah di lingkungan sekitarnya. Pada musim hujan laju aliran permukaan dapat dikendalikan oleh penutupan vegetasi yang rapat, sedangkan pada musim kemarau potensi air tanah yang tersedia bisa memberikan manfaat bagi kehidupan di lingkungan perkotaan. Hutan kota dengan luas minimal setengah hektar mampu menahan aliran permukaan akibat hujan dan meresapkan air ke dalam tanah sejumlah 10.219 m3 setiap tahun (Urban Forest Research, 2002).
Penahan Angin
Hutan kota berfungsi sebagai penahan angin yang mampu mengurangi kecepatan angin 75 - 80 %. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam mendesain hutan kota untuk menahan angin adalah sebagai berikut :
§ Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman yang memiliki dahan yang
kuat.
a. Daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan
sedang
b. Memiliki jenis perakaran dalam.
c. Memiliki kerapatan yang cukup (50 - 60 %).
d. Tinggi dan lebar jalur hutan kota cukup besar, sehingga dapat
melindungi wilayah yang diinginkan.
§ Penanaman pohon yang selalu hijau sepanjang tahun berguna sebagai
penahan angin pada musim dingin, sehingga pada akhirnya dapat menghemat energi sampai dengan 50 persen energi yang digunakan untuk penghangat ruangan pada pemakaian sebuah rumah. Pada musim panas
(43)
pohon-pohon akan menahan sinar matahari dan memberikan kesejukan di dalam ruangan (Forest Service Publications. Trees save energy, 2003). Ameliorasi Iklim
Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan untuk menurunkan suhu pada waktu siang hari da n sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pohon dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi. Jumlah pantulan radiasi matahari suatu hutan sangat dipengaruhi oleh panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar matahari, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu udara pada daerah berhutan lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi oleh tanaman. Selain suhu, unsur iklim mikro lain yang diatur oleh hutan kota adalah kelembaban. Pohon dapat memberikan kesejukan pada daerah-daerah kota yang panas (heat island) akibat pantulan panas matahari yang berasal dari gedung-gedung, aspal dan baja. Daerah ini akan menghasilkan suhu udara 3-10 derajat lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Penanaman pohon pada suatu areal akan mengurangi temperatur atmosfer pada wilayah yang panas tersebut (Forest Service Publications, 2003. Trees Modify Local Climate, 2003).
Habitat Hidupan Liar
Hutan kota bisa berfungsi sebagai habitat berbagai jenis hidupan liar dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Hutan kota merupakan tempat perlindungan dan penyedia nutrisi bagi beberapa jenis satwa terutama burung, mamalia kecil dan serangga. Hutan kota dapat menciptakan lingkungan alami dan keanekaragaman tumbuhan dapat menciptakan ekosistem lokal yang akan menyediakan tempat dan ma kanan untuk burung dan binatang lainnya (Forest Service Publications, 2003. Trees Reduce Noise Pollution and Create Wildlife and Plant Diversity, 2003).
Produksi Terbatas atau Manfaat Ekonomi
Manfaat hutan kota dalam aspek ekonomi bisa diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, manfaat ekonomi hutan kota diperoleh dari penjualan atau penggunaan hasil hutan kota berupa kayu bakar maupun kayu perkakas. Penanaman jenis tanaman hutan kota yang bisa menghasilkan biji, buah
(44)
17
atau bunga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan oleh masyarakat untuk meningkatkan taraf gizi, kesehatan dan penghasilan masyarakat. Buah kenari selain untuk dikonsumsi juga dapat dimanfaatkan untuk kerajinan tangan. Bunga tanjung dapat diambil bunganya. Buah sawo, pala, kelengkeng, duku, asam, menteng dan lain -lain dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan gizi dan kesehatan masyarakat kota. Sedangkan secara tidak langsung, manfaat ekonomi hutan kota berupa perlindungan terhadap angin serta fungsi hutan kota sebagai perindang, menambah kenyamanan masyarakat kota dan meningkatkan nilai estetika lingkungan kota. (Fandeli, 2004).
Hutan kota dapat meningkatkan stabilitas ekonomi masyarakat dengan cara menarik minat wisatawan dan peluang-peluang bisnis lainnya, orang-orang akan menikmati kehidupan dan berbelanja dengan waktu yang lebih lama di sepanjang jalur hijau, kantor-kantor dan apartemen di areal yang berpohon akan disewakan serta banyak orang yang akan menginap dengan harga yang lebih tinggi dan jangka waktu yang lama, kegiatan dilakukan pada perkantoran yang mempunyai banyak pepohonan akan memberikan produktifitas yang tinggi kepada para pekerja (Forest Service Publications , 2003. Trees Increase Economic Stability, 2003).
2.4 Pencemaran Lingkungan Perkotaan
Pencemaran lingkungan adalah perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan, sebagian karena tindakan manusia, disebabkan perubahan pola penggunaan energi dan materi, tingkatan radiasi, bahan-bahan fisika dan kimia, dan jumlah organisme. Perbuatan ini dapat mempengaruhi langsung manusia, atau tidak langsung melalui air, hasil pertanian, peternakan, benda -benda, perilaku dalam apresiasi dan rekreasi di alam bebas (Sastrawijaya, 2000).
Pencemaran udara ialah jika udara di atmosfer dicampuri dengan zat atau radiasi yang berpengaruh jelek terhadap organisme hidup. Jumlah pengotoran ini cukup banyak sehingga tidak dapat diabsorpsi atau dihilangkan. Umumnya pengotoran ini bersifat alamiah, misalnya gas pembusukan, debu akibat erosi, dan serbuk tepung sari yang terbawa angin, kemudian ditambah oleh manusia karena
(45)
ulah hidupnya dan jumlah serta kadar bahayanya semakin meningkat. Pencemar udara dapat digolongkan kedalam tiga kategori, yaitu (1) pergesekan permukaan; (2) penguapan; (3) pembakaran; (Sastrawijaya, 2000).
Pada keadaan yang masih pada batas-batas kemampuan alamiah, udara di atmosfer sebagai suatu sistem mempunyai kemampuan ekologis untuk beradaptasi dan mengadakan mekanisme pengendalian alamiah (ecological auto-mechanism) dengan unsur-unsur yang ada dalam ekosistem (kemampuan pengenceran dengan tumbuh-tumbuhan maupun lain-lain). Gangguan-gangguan terhadap ketimpangan susunan udara atmosfir dikatakan apabila zat-zat pencemar telah melewati angka batas atau baku mutu yang ditentukan oleh kuantitas kontaminan, lamanya berlangsung maupun potensialnya. Nilai ambang batas tersebut berbeda untuk masing-masing kontaminan yang ditentukan berdasarkan pertimbangan aspek kesehatan, estetika, pertumbuhan industri dan lain-lain (Ryadi, 1982).
Gas buang sisa pembakaran bahan bakar minyak mengandung bahan-bahan pencemar seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), volatile hydrocarbon (VHC), suspended particulate matter dan partikel lainnya. Bahan-bahan pencemar tersebut dapat berdampak negatif terhadap manusia ataupun ekosistem bila melebihi konsentrasi tertentu. Peningkatan penggunaan bahan bakar minyak untuk sektor transportasi menyebabkan gas buang yang mengandung polutan juga akan naik dan akan mempertinggi kadar pencemaran udara (Sugiyono, 1998).
2.5 Serapan Vegetasi Terhadap Karbon Dioksida
Salah satu komponen yang penting dalam konsep tata ruang adalah menetapkan dan mengaktifkan jalur hijau dan hutan kota, baik yang akan direncanakan maupun yang sudah ada namun kurang berfungsi. Selain itu jenis pohon yang ditanam perlu menjadi pertimbangan, karena setiap jenis tanaman mempunyai kemampuan menjerap yang berbeda -beda (Gusmailina, 1996).
Vegetasi juga mempunyai peranan yang besar dalam ekosistem, apalagi jika kita mengamati pembangunan yang meningkat di perkotaan yang sering kali tidak menghiraukan kehadiran lahan untuk vegetasi. Vegetasi ini sangat berguna
(46)
19
dalam produksi oksigen yang diperlukan manusia untuk proses respirasi (pernafasan), serta untuk mengurangi keberadaan gas karbon dioksida yang semakin banyak di udara akibat kendaraan bermotor dan industri (Irwan, 1992). Penyerapan karbon dioksida oleh hutan kota dengan jumlah 10.000 pohon berumur 16-20 tahun mampu mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun (Simpson dan McPherson, 1999). Penanaman pohon menghasilkan absorbsi karbon dioksida dari udara dan penyimpanan karbon, sampai karbon dilepaskan kembali akibat vegetasi tersebut busuk atau dibakar. Hal ini disebabkan karena pada hutan yang dikelola dan ditanam akan menyebabkan terjadinya penyerapan karbon dari atmosfir, kemudian sebagian kecil biomassanya dipanen dan atau masuk dalam kondisi masak tebang atau mengalami pembusukan (IPCC, 1995).
Untuk mengetahui seberapa besar emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas kota, maka dilakukan pendekatan penghitungan emisi karbon dioksida. Faktor emisi adalah nilai yang digunakan untuk mendapatkan berat karbon dioksida berdasarkan besaran-besaran yang dinilai, misalnya konsumsi listrik, minyak tanah, premium, solar da n sebagainya. Faktor emisi untuk perhitungan karbon dioksida dalam penelitian ini diperoleh melalui studi literatur. Faktor emisi disajikan pada Tabel 1, 2, dan 3.
Tabel 1. Faktor Emisi untuk Bahan Bakar
Bahan Bakar Cair gram CO2/gallon gram CO2/liter
Bensin 8,9 2,3
Solar 10,1 2,7
Sumber : World Resources Institute (WRI) and World Business Council for Sustainable
Development (WBCSD, 2001)
Tabel 2. Faktor Emisi Untuk Konsumsi Listrik dengan Semua Bahan Bakar
Negara Gram CO2/kWh Negara Gram CO2/kWh
Argentina 309 India 936
Brazil 76 Mexico 586
Chile 403 Indonesia 454
China 785 Peru 172
Columbia 159 Singapore 762
Ecuador 244 Venezuela 222
Sumber : World Resources Institute (WRI) and World Business Council for Sustainable
(47)
Tabel 3. Faktor Emisi untuk Menghitung Karbon Dioksida dari Konsumsi Minyak
Fuel Type gram CO2/liter
Natural Gas 0,19
Gas/Diesel Oil 0,25
Petrol 0,24
Heavy Fuel Oil 0,26
Rata-Rata 0,24
Sumber : World Resources Institute (WRI) and World Business Council for Sustainable
Development (WBCSD, 2001 )
Biomassa atau bahan organik adalah produk fotosintesis. Dalam proses fotosintesis, butir-butir hijau daun berfungsi sebagai sel surya yang menyerap energi matahari guna mengkonversi karbon dioksida (CO2) dengan air (H2O)
menjadi senyawa karbon, hidrogen dan oksigen (CHO). Senyawa hasil konversi itu dapat berbentuk arang (karbon), kayu, ter, alkohol dan lain -lain (Kadir, 1995). Biomassa vegetasi bertambah karena menyerap karbon dioksida dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Umumnya karbon menyusun 45-50 % bahan kering dari tanaman (Kusmana e t. al. 1992).
2.6 Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis adalah suatu sistem berbasis komputer yang memberikan empat kemampuan untuk menangani data bereferensi geografis, yaitu pemasukan, pengelolaan atau manajemen data (menyimpan atau pengaktifan kembali), manipulasi dan analisis serta keluaran. Pemasukan data ke dalam sistem informasi geografis dilakukan dengan cara digitasi dan tabulasi. Manajemen data meliputi semua operasi penyimpanan, pengaktifan, penyimpanan kembali, dan pencetakan semua data yang diperoleh dari masukan data. Proses manipulasi dan analisa data dilakukan interpolasi spasial dari data non-spasial menjadi data spasial, mengkaitkan data tabuler ke data raster, tumpang susun peta yang meliputi map crossing, tumpang susun dengan bantuan matriks atau tabel dua dimensi, dan kalkulasi peta. Keluaran utama dari sistem informasi geografis adalah informasi spasial baru yang dapat disajikan dalam dua bentuk yaitu
(48)
21
tersimpan dalam format raster dan tercetak ke hardcopy, sehingga dapat
dimanfaatkan secara operasional (Anonim, 2002).
Struktur data spasial dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur data vektor dan raster. Struktur data vektor kenampakan keruangan akan dihasilkan dalam bentuk titik dan garis yang membentuk kenampakan tertentu, sedangkan struktur data raster kenampakan keruangan akan disajikan dalam bentuk konfigurasi sel-sel yang membentuk gambar (Anonim, 2002).
Thematic Mapper merupakan salah satu jenis sensor penginderaan jauh
satelit. Memiliki alat scanning mekanis yang merekam data dengan cara scanning permukaan bumi dalam jalur-jalur (baris), 6 baris secara simultan (six -line scan). Thematic Mapper juga mempunyai resolusi spektral (7 band), spatial (30 m x 30 m) dan radiometrik (8 bit) yang lebih baik (Jaya, 2002) .
Karakteristik dari Landsat Thematic Mapper adalah sebagai berikut: 1. Band 1, biru (0,45 – 0,52 µm), untuk penetrasi tubuh air, sehingga
bermanfaat untuk memberikan analisis karakteristik tanah dan air.
2. Band 2, hijau (0,52 – 0,60 µm), untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik terhadap puncak pantulan vegetasi guna penilaian ketahanan.
3. Band 3, merah (0,63 – 0,69 µm), untuk dapat membedakan dengan lebih baik tipe-tipe vegetasi antara daerah-daerah yang tidak bervegetasi
4. Band 4, inframerah dekat (0,76 – 0,90 µm), untuk menentukan kandungan biomassa dan untuk dilineasi tubuh air.
5. Band 5, inframerah tengah (1,55 – 1,75 µm), untuk menunjukkan
kelembaban vegetasi dan kelembaban tanah, juga bermanfaat untuk membedakan salju dan awan.
6. Band 6, inframerah tengah (2,08 – 2,35 µm), untuk mengidentifikasi formasi batuan dengan lebih baik.
7. Band 7, termal (10,40 – 12,50 µm), untuk mengidentifikasi dengan lebih baik tipe-tipe vegetasi, tekanan vegetasi, kelembaban tanah dan kondisi-kondisi termal lainnya (Richards dan Jia, 1999).
(49)
Menurut Davis (1996) Sistem Informasi Geografi (SIG) terdiri dari tiga bagian yang terintegrasi, yaitu : (a) Geografi; dunia nyata, atau realita spasial, atau ilmu bumi (geografi). (b) Informasi; data dan informasi, meliputi arti dan kegunaanya, dan (c) Sistem; teknologi komputer dan fasilitas pendukung. Dengan kata lain SIG merupakan kumpulan dari tiga aspek dalam kehidupan dunia modern kita, dan menawarkan metode baru untuk memahaminya. Selanjutnya Barus dan Wiradisastra (2000) menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Burrough dan McDonnel (1986) memberikan definisi Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam konteks alat (toolbox based), sebagai seperangkat alat yang digunakan untuk mengoreks i, menyimpan, memanggil kembali, mentransformasi dan menyajikan data spasial dari dunia nyata untuk tujuan tertentu. Dalam konteks basisdata (database based), Aronoff (1989) menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem berbasis komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi, yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis serta keluaran (output). Sedangkan dalam konteks organisasi (organization based), Ozemoy et al. dalam Burrough dan McDonnel (1986) mendefinisikan Sistem Informasi Geografi (SIG) sebagai seperangkat fungsi-fungsi otomatis yang profesional dengan kemampuan lebih baik dalam hal penyimpanan, pemanggilan kembali, manipulasi, dan tampilan lokasi data secara geografis.
Informasi penutupan lahan dapat diekstrak langsung melalui proses interpretasi citra atau foto udara yang kualitasnya baik. Namun demikian, informasi tentang penggunaan lahannya tidak dapat diketahui secara langsung, oleh karena itu diperlukan pengecekan lapang untuk mengetahui penggunaan lahan di suatu daerah. Menurut Murai (1996) pengecekan lapang atau disebut juga
ground “truth” didefinisikan sebagai observasi, pengukuran, dan pengumpulan
informasi tentang kondisi aktual di lapangan dalam rangka menentukan hubungan antara data penginderaan jauh dan obyek yang diobservasi. Dengan demikian, apabila ditemukan perbedaan pola atau kecenderungan yang tidak dimengerti pada
(50)
23
data penginderaan jauh, bisa dilakukan verifikasi dengan kondisi sebenarnya di lapangan.
Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) telah banyak digunakan untuk perencanaan pertanian, industri, dan penggunaan lahan. Analisis terpadu terhadap penggunaan lahan, debit air, data kependudukan dan pengaruh dari masing-masing data dapat dilakukan. Dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) maka keterkaitan antara faktor yang mempengaruhi sistem dapat dianalisis (Aronoff, 1989).
2.7. Pembangunan Berkelanjutan
Dalam usaha pelaksanaan pembangunan terasa bahwa perencanaan ekonomi yang menghasilkan berbagai kemajuan ekonomi, serta yang dapat diukur melalui berbagai indikator-indikator ekonomi belum dapat memberikan gambaran bahwa usaha pembangunan berjalan secara sehat, wajar, di berbagai bidang yang saling mendukung. Pembangunan memerlukan indikator -indikator atau ukuran-ukuran yang lain yang dapat menunjukkan sampai seberapa jauh pembangunan sosial ekonomi berlangsung (Tjokroamidjojo, 1995).
Dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, dikembangkan pola tata ruang yang menyerasikan tata guna lahan, air, serta sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan tata lingkungan yang harmonis dan dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan perkembangan kependudukan yang serasi. Tata ruang perlu dikelola berdasarkan pola terpadu melalui pendekatan wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam dan lingkungan sosial (Djunaedi, 2001).
(51)
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101018’ sampai 101036’ Bujur Timur serta 0025’ sampai 0045’ Lintang Utara. Letak Kota Pekanbaru dengan luas wilayah sebesar 632,26 km2, berbatasan sebelah Utara dan Timur dengan Kabupaten Siak, sebelah Selatan dengan Kabupaten Pelalawan dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kampar. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer beserta perlengkapannya yang berguna untuk proses pengolahan dan analisis data, Software Arc View beserta extension, Global Positioning System (GPS), untuk mengetahui posisi koordinat titik kontrol tanah yang berguna menentukan training
area (area contoh) daerah-daerah bervegetasi dengan klasifikasi hutan,
perkebunan, semak, dan rumput.
Adapun bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Citra Landsat TM 7 Path/Row 127/060, peta administrasi Kota Pekanbaru, jumlah konsumsi energi yang meliputi konsumsi listrik, minyak tanah, bahan bakar bensin dan solar.
3.3 Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data-data dan informasi yang diperlukan serta menganalisis data sesuai dengan kebutuhan yaitu perencanaan pembangunan hutan kota. Tahapannya adalah sebagai berikut: 3.3.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengambilan titik koordinat bumi di Kota Pekanbaru untuk klasifikasi daerah bervegetasi. Data ini diperlukan dalam analisis penutupan lahan. Data-data sekunder diperoleh dari berbagai instansi dan studi literatur, terdiri dari:
(52)
K AB . S IA K
K OT A PEK AN B A RU
K AB . K AM P AR
KA B . PE L A LA WA N K AB . S IA K Ke M ed a n / D u m ai
K ec . T am pa n
K e c. Su ka ja di K ec . Sen a pe la n
K ec. Sai l K ec . R u m b a i
K ec . Pe ka n ba ru K o ta
Ke c. L im ap u lu h
Ke c. B u kit R ay a
P ETA L OKASI PE NE LITIAN KO TA PE KANBARU
S N E W Sungai Legenda
Bat as Kabupaten Bat as Kecamatan
Jalan
Sumber : 1. RUTRK KOTA PEKAN BARU 1993/1994 - 2003/2004
0 3 6
Kilo meter 760500 76050 0 767000 76700 0 773500 77350 0 780000 78000 0 786500 78650 0 52000 52000 58500 58500 65000 65000 71500 71500
(1)
Lampiran 2 . Rekapitulasi Nilai Indeks Standar Pencemar Udara (Lanjutan)
Tahun 2002
PARAMETER
PM 10
SO
2CO
O
3NO
2Bulan
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
38,2
45,3
0,12
17,4
9,61
14,5
39,6
18
3,01
6,57
2
63,2
76,1
17,8
16,8
18
49,4
27
4,28
7,52
3
72,5
77,5
17,5
17
55,7
28,5
4,39
6,88
4
59
50,1
6,62
10,6
14,9
12,5
52,7
36
47,8
3,63
6,6
5,75
5
42,7
60,9
13,9
10,6
15,4
6,4
44,3
24,8
17,7
3,48
6,3
4,5
6
54,1
64,6
1
1,33
17,4
23,8
40,1
24,8
38
4,17
6
7
42,7
56,2
5,54
11
15,5
38,1
79,6
6,97
8
82,4
80,7
2,19
25,2
40,2
71,7
3,4
10,7
9
33,5
60,1
2,85
10
23
77,8
2,5
7,15
10
73,7
3,5
84,9
7,52
11
41,5
44,1
3,96
8,5
21,8
85,5
2
(2)
Lampiran 2 . RekapitulasNilai Indeks Standar Pencemar Udara (Lanjutan)
Tahun 2003
PARAMETER
PM 10
SO
2CO
O
3NO
2B ulan
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
45,1
29
5
13,7
6,83
6,5
22,5
87,9
37,3
3,75
2
47,4
17,5
6,18
16,1
7,5
9,67
19,3
88,1
61,4
43,2
5,13
3
55,6
7,64
17,2
17,7
99,6
39,3
6,85
4
39,6
9,5
18,1
96,3
39,3
5,25
5
64,4
153
11,8
97,8
41,7
15,8
6
105
135
14,6
2
103
23,8
6
7
53,2
15,4
5
29
1
8
74,3
16,3
101
9
10
11
(3)
Lampiran 3. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107 Tahun 1997 Tanggal 21 November 1997
(Lampiran III).
PENGARUH INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA UNTUK SETIAP
PARAMETER PENCEMAR
Kategori
Rentang
Carbon Monoksida
(CO)
Nitrogen
(NO
2)
Ozon (O
3)
Sulfur Dioksida
(SO
2)
Partikulat
Baik
0 – 50
Tidak ada Efek
Sedikit berbau
Luka pada beberapa
spesies tumbuhan
akibat kombinasi
dengan SO
2(selama 4
jam)
Luka pada beberapa
spesies tumbuhan
akibat kombinasi
dengan O
3(selama 4
jam)
Tidak ada efek
Sedang
51 – 100
Perubahan kimia darah,
tetapi tidak terdeteksi.
Berbau
Luka pada beberapa
spesies tumbuhan
Luka pada beberapa
spesies tumbuhan
Terjadi penurunan
pada jarak pandang
Tidak Sehat
101 – 199
Peningkatan pada
kadiovaskular pada
perokok yang sakit
jantung
Bau dan kehilangan
warna. Peningkatan
reaktivitas pembuluh
tenggorokan pada
penderita asma.
Penurunan kemampuan
pada atlit yang berlatih
keras
Bau, meningkatnya
kerusakan tanaman
Jarak pandang turun
dan terjadi
pengotoran debu
dimana-mana
Sangat Tidak
Sehat
200 – 299
Meningkatnya
kardiovaskular pada
orang bukan perokok
yang berpenyakit
jantung, dan akan
tampak beberapa
kelemahan yang terlihat
secara nyata
Meningkatnya
sensitivitas pasien yang
berpenyakit asma dan
bronhitis
Olah raga ringan
mengakibatkan
pengaruh pernafasan
pada pasien yang
berpenyakit paru -paru
kronis
Meningkatnya
sensitivitas pasien
yang berpenyakit
asma dan bronhitis
Meningkatnya
sensitivitas pasien
yang berpenyakit
asma dan bronhitis
(4)
Lampiran 4. Pemakaian Listrik di Kota Pekanbaru Tahun 2004 (kWh)
Pemakaian kWh
Kecamatan
Feb Mar April Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des
Jumlah kWh
Total kWh (Rayon)
P.Baru Kota Rumah 19.918.968 18.880.469 18.995.640 17.998.287 15.249.000 15.493.887 15.379.704 18.210.432 17.473.045 17.129.215 17.065.395 191.794.042 389.136.813
Bisnis 14.320.187 13.036.226 12.739.689 11.930.435 11.506.209 11.595.181 11.500.020 13.094.173 11.548.342 11.624.989 14.063.449 136.958.900
Industri 1.513.058 1.506.494 1.333.325 1.690.143 1.403.028 1.508.776 1.445.953 1.544.415 1.430.467 1.515.908 1.345.264 16.236.831
Sosial 1.420.916 1.272.910 1.070.786 1.024.851 939.244 898.603 931.329 1.201.072 1.077.741 1.080.381 1.055.798 11.973.631
Publik 2.676.760 4.191.809 2.645.478 5.629.230 2.314.867 2.448.285 2.456.896 2.547.709 2.474.867 2.420.688 2.366.820 32.173.409
Bukit Raya Rumah 5.462.441 4.584.374 4.208.333 4.002.078 4.832.484 4.508.175 4.132.956 4.358.271 4.500.360 3.964.355 4.231.817 48.785.644 71.731.921
Bisnis 590.658 650.148 847.630 967.484 727.285 777.487 710.068 865.795 958.037 611.079 778.396 8.484.067
Industri 560.530 623.593 845.805 828.551 870.787 975.808 773.854 1.038.199 1.060.017 796.980 865.925 9.240.049
Sosial 131.555 106.761 240.890 206.450 218.916 196.393 233.136 237.271 213.155 199.128 196.593 2.180.248
Publik 179.897 170.614 300.971 278.335 259.349 267.141 270.760 335.005 352.005 327.131 300.705 3.041.913
Rumbai Rumah 2.856.294 2.936.246 3.051.422 3.015.371 3.520.446 2.807.660 2.935.035 2.968.541 2.868.628 2.857.806 3.043.649 32.861.098 52.589.272
Bisnis 355.673 513.766 449.258 391.846 494.562 374.304 399.905 387.788 377.070 482.908 449.648 4.676.728
Industri 1.471.970 1.134.003 1.413.684 1.270.492 1.020.043 1.203.658 1.157.018 1.248.504 1.255.847 1.173.930 1.314.770 13.663.919
Sosial 87.601 96.245 100.536 105.312 116.220 98.969 94.323 106.872 93.994 98.901 104.304 1.103.277
Publik 23.761 21.342 25.877 24.203 26.944 22.942 24.045 23.499 22.721 37.084 31.832 284.250
Tampan Rumah 3.988.717 2.786.432 2.908.886 3.741.623 3.376.028 2.939.022 2.373.832 4.506.725 2.961.858 2.321.314 3.259.328 35.163.765 50.211.917
Bisnis 755.760 439.446 728.026 1.833.004 796.807 675.629 554.053 851.224 694.019 679.706 682.864 8.690.538
Industri 228.634 284.705 421.990 292.219 295.096 276.626 268.890 531.167 187.589 131.197 156.597 3.074.710
Sosial 127.423 77.658 227.491 355.187 281.319 316.856 158.190 348.381 216.761 253.114 189.445 2.551.825
Publik 2.742 1.357 62.560 92.732 79.821 80.265 54.647 108.425 90.176 85.368 72.986 731.079
Sumber : PT. PLN (Persero) Wil ayah Riau, Cabang Pekanbaru
(5)
Lampiran 5. Realisasi SPBU di Kota Pekanbaru Tahun 2004
Kecamatan No.SPBU Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des Total (kl)
14.282.603 Premium 594 549 603 585 585 603 639 612 603 639 585 612 7.209
Pekanbaru Kota
Solar 0
14.286.613 Premium 630 530 583 590 580 580 560 570 530 530 440 530 6.653
Senapelan
Solar 171 126 144 126 135 126 153 126 108 108 90 108 1.521
14.281.609 Premium 456 457 528 501 537 519 519 573 548 582 492 537 6.249
Limapuluh
Solar 250 268 299 249 319 289 319 299 258 259 227 249 3.285
14.281.629 Premium 900 780 900 780 880 972 990 846 972 994 830 954 10.798
Solar 0
14.282.621 Premium 540 513 531 486 378 522 513 522 522 513 468 504 6.012
Sukajadi
Solar 288 270 252 153 163 252 243 234 216 216 126 198 2.611
14.281.649 Premium 1.080 1.080 1.296 1.242 1.296 1.206 1.296 1.386 1.368 1.494 1.314 1.548 15.606
Solar 162 144 198 208 216 216 234 270 234 252 198 252 2.584
14.282.627 Premium 320 320 320 300 340 320 360 320 320 380 300 340 3.940
Sail
Solar 684 684 684 684 576 612 648 594 756 756 522 684 7.884
14.281.616 Premium 1.250 880 1.330 1.230 1.330 1.360 1.370 1.370 1.290 1.370 1.320 1.260 15.360
Solar 369 315 360 351 360 387 388 396 360 379 342 362 4.369
14.282.610 Premium 250 250 250 240 270 260 320 340 310 380 350 380 3.600
Rumbai
Solar 630 522 522 513 648 648 738 738 684 630 504 630 7.407
14.282.620 Premium 504 486 513 504 495 495 513 513 477 486 378 468 5.832
Solar 0
14.282.650 Premium 780 820 740 949 988 1.064 984 1.074 1.000 1.036 960 996 11.391
Solar 784 882 1.008 1.016 1.120 1.316 1.232 1.162 1.330 1.288 784 1.120 13.042
14.282.630 Premium 864 819 846 837 828 846 846 864 1.026 1.233 1.201 1.324 11.534
Bukit Raya
Solar 936 918 1.008 930 1.008 1.026 936 1.088 1.076 1.044 738 900 11.608
14.282.625 Premium 198 171 207 189 207 225 234 234 234 234 198 216 2.547
Tampan
(6)
Lampiran 5. Realisasi SPBU di Kota Pekanbaru Tahun 2004 (Lanjutan)
Kecamatan No.SPBU Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des Total (kl)
14.282.648 Premium 120 160 220 200 200 180 180 240 200 240 200 260 2.400
Solar 1.090 1.260 1.550 1.350 1.410 1.550 1.410 1.630 1.570 1.650 1.080 1.560 17.110 14.282.608 Premium 981 927 1.062 1.044 1.044 1.062 1.143 1.107 1.062 1.071 990 1.161 12.654
Solar 840 780 810 750 940 1.080 1.070 990 900 870 630 840 10.500
14.281.618 Premium 540 477 549 531 558 639 666 666 684 720 648 711 7.389
Solar 450 410 460 410 488 480 500 480 430 400 370 440 5.318
14.284.623 Premium 240 200 240 60 160 116 110 10 140 120 100 140 1.636
Solar 171 126 90 76 0 0 0 18 54 54 36 0 625
14.282.636 Premium 536 480 576 480 504 610 576 632 600 638 558 504 6.694
Solar 710 610 660 570 610 670 590 630 710 630 380 540 7.310
14.282.635 Premium 560 440 400 540 600 680 700 605 380 0 340 460 5.705
Tampan
Solar 290 210 220 290 560 520 480 390 240 0 120 270 3.590