Alam 2000 menyatakan terdapat lima karakteristik dasar kegiatan ekowisata, yaitu:
1 Nature based, yaitu ekowisata merupakan bagian atau keseluruhan dari alam itu sendiri, termasuk unsur-unsur budayanya, dimana besarnya
keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya merupakan kekuatan utama dan sebagai nilai jual bagi pengembangan ekowisata;
2 Ecologicaly sustainable, bersifat berkelanjutan secara ekologis, artinya semua fungsi lingkungan, baik biologi, fisik dan sosial selalu berjalan dengan baik,
dimana perubahan-perubahan yang terjadi dijamin tidak mengganggu fungsi- fungsi ekologis;
3 Environmentally educative, melalui kegiatan yang bersifat positif terhadap lingkungan, diharapkan dapat mempengaruhi perilaku wisatawan dan
masyarakat untuk lebih peduli terhadap konservasi, sehingga membantu kelestarian dalam jangka panjang;
4 Bermanfaat untuk masyarakat lokal, yaitu dengan melibatkan masyarakat dalam kegiatan ekowisata, sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat
secara langsung dan tidak langsung bagi masyarakat; 5 Kepuasan wisatawan, yaitu kepuasan akan pengalaman yang didapat dari
fenomena-fenomena alam sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan penghargaan terhadap konservasi alam dan budaya setempat.
2.2.2. Prinsip Ekowisata
Pengembangan ekowisata seyogyanya dapat menjamin keutuhan dan kelestarian dari ekosistem yang dimanfaatkan. Ecotraveler menghendaki
persyaratan kualitas dan keutuhan ekosistem. Oleh karenanya terdapat beberapa butir prinsip pengembangan ekowisata yang harus dipenuhi. Apabila seluruh
prinsip ini dilaksanakan maka ekowisata menjamin pembangunan yang ramah lingkungan dari pembangunan berbasis kerakyatan. The Ecotourism Society
Eplerwood, 1999 yang diacu dalam Fandeli dan Mukhlison, 2000 menyebutkan ada beberapa prinsip ekowisata, yaitu:
1 Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, dimana pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat
dan karakter alam dan budaya setempat;
2 Pendidikan konservasi lingkungan dengan mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi;
3 Pendapatan langsung untuk kawasan; Retribusi dan conservation tax dapat dipergunakan secara
langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam;
4 Partisipasi masyarakat dalam perencanaan; Merangsang masyarakat agar terlibat dalam perencanaan dan pengawasan;
5 Penghasilan masyarakat; Masyarakat mendapat keuntungan ekonomi sehingga terdorong untuk menjaga kelestarian kawasan alam;
6 Menjaga keharmonisan dengan alam; Kegiatan dan pengembangan fasilitas tetap mempertahankan keserasian dan keaslian alam;
7 Daya dukung sebagai pembatas pemanfaatan; daya tampung dan pengembangan fasilitas hendaknya mempertimbangkan daya dukung
lingkungan; 8 Kontribusi pendapatan bagi negara pemerintah pusat dan daerah.
2.2.3. Konsep Pengembangan Ekowisata
Untuk mengembangkan ekowisata dilaksanakan dengan cara pengembangan wisata pada umumnya. Ada dua aspek yang perlu dipikirkan.
Pertama, aspek destinasi, kemudian kedua adalah aspek pasar. Sebenarnya pengembangan ekowisata dilaksanakan dengan konsep produk driven. Meskipun
aspek pasar perlu dipertimbangkan namun macam, sifat dan perilaku obyek dan daya tarik wisata alam dan budaya diusahakan untuk menjaga kelestarian dan
keberadaannya Gunn, 1994. Konsep pengembangan ekowisata harus sejalan dengan misi pengelolaan
konservasi yang mempunyai tujuan, yaitu: 1 Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem
kehidupan; 2 Melindungi keanekaragaman hayati;
3 Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya; 4 Memberikan kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat.
Hakekatnya ekowisata terdapat upaya pelestarian alam dan budaya masyarakat, jauh lebih ketat dibanding dengan pembangunan wisata lainnya.
Pembangunan ekowisata jauh lebih terjamin hasilnya dalam melestarikan alam dibanding dengan pembangunan lainnya. Sebab ekowisata tidak melakukan
eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik dan psikologis wisatawan Dowling,
1997.
2.2.4. Pendekatan Pengelolaan Ekowisata