Transit-Oriented Development TOD Studi Literatur

12 Pengembangan Subpusat Pelayanan Kota berfungsi sebagai penyangga dua Pusat Pelayanan Kota dan meratakan pelayanan pada skala subpusat pelayanan kota. Penyebaran Subpusat Pelayanan Kota juga bertujuan untuk mendukung pemerataan perkembangan kegiatan pembangunan antar subpusat wilayah kota. Salah satu lokasi Subpusat Pelayanan Kota Medan yang akan dikembangkan menjadi Kawasan Perkotaan Mebidangro adalah Subpusat Pelayanan Kota Medan Selayang yang berlokasi di selatan Kota Medan. Subpusat ini memiliki fungsi sebagai pusat kegiatan perdaganganbisnis dan pusat pendidikan, ditetapkan di Kecamatan Medan Selayang tepatnya di sekitar simpang Pemda, meliputi Kecamatan Medan Tuntungan, Kecamatan Medan Baru kecuali Kelurahan Darat dan Petisah Hulu, Kecamatan Medan Selayang, dan Kecamatan Medan Johor. Untuk mendukung pengembangan Kawasan Perkotaan Mebidangro diperlukan distribusi penduduk untuk melakukan penyebaran dan pemerataan wilayah agar tidak hanya berpusat di inti Kota Medan. Salah satu daerah yang menjadi bagian distribusi penduduk adalah Kecamatan Medan Johor. Kecamatan Medan Johor merupakan kecamatan yang berada relatif dekat dengan pusat kota dan menjadi salah satu daerah yang cukup berkembang dengan ditandai banyaknya kompleks perumahan. Perkiraan pertumbuhan penduduk di kecamatan ini relatif akan mengalami peningkatan yang cukup besar, yaitu akan mencapai jumlah sebesar 169.592 jiwa pada tahun 2030 dengan kepadatan sekitar 116 jiwaHa. Namun, hal tersebut perlu dibatasi mengingat Kecamatan Medan Johor yang berlokasi di Selatan Kota Medan merupakan kawasan konservasi .

2.1.3. Transit-Oriented Development TOD

Transit-Oriented Development adalah pendekatan perencanaan yang terkait dengan area berkepadatan tinggi, dengan pola ruang yang berangkai di sekitar stasiun dan koridor Preiss Shapiro, 2002. Menurut TOD Standard, Transit-Oriented Development adalah pola pembangunan yang memaksimalkan manfaat dari sistem angkutan umum juga secara tegas mengembalikan focus pembangunan kepada penggunanya, yaitu manusia. Sedangkan, Definisi lain dari Transit-Oriented Development menurut Peter Calthrope : “Transit-Oriented Development is regional planning, city revitalization, suburban renewal, and walkable neighborhoods combined. It is a cross-cutting approach to development that can do more than help diversify our transportation systems: it can offer a new range of development patterns for households, businesses, towns, and cities. ” Universitas Sumatera Utara 13 Struktur Transit-Oriented Development dan disekitar kawasan terbagi ke beberapa wilayah sebagai berikut: 1. Pengguna publik public uses Area ini ditujukan untuk memberi pelayanan bagi area kerja dan permukiman di dalam Transit-Oriented Development TOD serta disekitar kawasan. Area publik berlokasi dekat dengan titik transit dengan jangkauan 5 menit berjalan kaki. 2. Area pusat komersil core commercial area Area ini bertujuan sebagai area bisnis dan perdagangan kawasan TOD. Area ini memiliki fasilitas berupa perkantoran, pasar swalayan, restoran, retail, area servis, dan sarana hiburan. Jarak jangkauan menuju area ini mencapai 5 menit dengan berjalan kaki. Lokasi area komersil disesuaikan dengan kondisi pasar, keterdekatan titik transit, dan pengembangan. 3. Area permukiman residential area Area ini bertujuan sebagai kawasan tempat tinggal bagi permukim bekerja di kawasan TOD. Lokasi area ini berada pada jarak perjalanan pejalan kaki dari area pusat komersil dan titik transit. Kepadatan area permukiman harus disesuaikan dengan tipe permukiman, meliputi single-family housing, townhouse, condominium, dan apartement. 4. Area sekunder secondary area Lokasi area ini berada diseberang kawasan dengan jalan arteri sebagai pemisahnya. Jaraknya lebih dari 1 mil dari area pusat komersil. Jaringan area sekunder harus menyediakan beberapa akses langsung dan jalur sepeda menuju titik transit dan area komersil dengan kemungkinan minimal terbelah oleh jalan arteri. 5. Fungsi-fungsi lain Fungsi-fungsi yang luas cakupannya bergantung pada kendaraan bermotor, truk, atau intensitas perkantoran yang sangat rendah dan berada di luar kawasan TOD serta area sekunder. Universitas Sumatera Utara 14 Tabel 2.1. Karakter setiap area di kawasan Transit-Oriented Development No. Gambar Area Lokasi Karakter Fasilitas 1. Public uses Pusat TOD - Fungsi pendukung lingkungan - Titik utama dengan visibilitas yang tinggi - Berdekatan dengan taman dan plaza - Disesuaikan dengan jenis ukuran dan kriteria TOD - Taman kota - Plaza - Fasilitas umum 2. Core commercial Dekat dengan fungsi transit - Dekat dengan zona transit dan pengembangan - Didukung dengan ruang terbuka hijau - Disesuaikan dengan ukuran lokasi kriteria pasar - Perkantoran Fasilitas komersil: - Retail - Pasar swalayan - Restoran - Hiburan 3. Residential Di luar core com- mercial; jangkauan 10 menit berjalan kaki Terbagi menjadi beberapa macam, meliputi: - Tipe hunian - Harga, dan tingkat kepadatan Tipe hunian: - Single-family housing - Townhouse - Condominium Apartment 4. Secondary Di luar kawasan TOD - Berseberangan dengan jalan aretri - Jarak jangkauan mencapai 20 menit - Sekolah umum - Single family housing Universitas Sumatera Utara 15 - Kepadatan lebih rendah sehingga banyak akses menuju zona transit 5. Tidak ada Fungsi lain Di luar kawasan TOD Dekat dengan zona transit sebagai pendukung fungsi transit - Industrial uses -Travel comer- cial complexes Sumber: Calthorpe, 1993 Penerapan konsep Transit-Oriented Development memiliki tipologi yang berbeda-beda dan disesuaikan terhadap konteks penerapan ke lokasi serta jenis pengembangannya. Konteks penerapan lokasi TOD dapat dikembangkan ke daerah metropolitan maupun ke daerah yang belum berkembang dan daerah yang sedang mengalami urbanisasi selama lokasi yang dijadikan TOD memiliki potensi untuk dikembangkan kembali, yaitu redevelopment, reuse, dan renewal. Dalam pengembangannya, TOD dibagi menjadi 2 tipe, meliputi: 1. Neighborhood TOD Metode pengembangan yang dilakukan pada jalur bus feeder dengan jarak jangkauan 10 menit berjalan kaki tidak lebih dari 3 mil dari titik transit. Lokasi pengembangannya harus berada di lingkungan hunian dengan kepadatan menengah, fasilitas umum, retail, dan rekreasi. Sarana hunian dan komersil harus disesuaikan dengan konteks lingkungan dan tingkat pelayanan transit. Konsep ini juga membantu dalam pengembangan terhadap masyarakat menengah ke bawah dan dimungkinkan terjadinya percampuran variasi hunian. Konsep ini dirancang dengan fasilitas publik dan RTH serta memberikan kemudahan akses terhadap pengguna moda pergerakan. 2. Urban TOD Metode pengembangan yang dilakukan pada jalur sirkulasi utama kota seperti halte bus antar kota dan stasiun kereta api, termasuk kereta api dengan tipe light rail maupun heavy rail. Lokasi pengembangannya berada di kawasan yang memiliki intensitas tinggi, blok perkantoran, dan hunian dengan kepadatan menengah tinggi. Pada dasarnya, setiap TOD perkotaan memiliki masing-masing karakter yang disesuaikan dengan lingkungannya. Metode pengembangan ini sangat baik untuk kawasan perkantoran, hunian, dan komersil Universitas Sumatera Utara 16 yang memiliki kepadatan yang tinggi karena memungkinkan akses langsung ke titik transit tanpa harus melakukan pergantian moda transportasi lain. Urban TOD dan TOD lainnya harus memiliki radius me ncapai ½ − 1 mil untuk memenuhi persyaratan area transit. Sumber: The Next American Metropolis Gambar 2.3. Konsep Transit-Oriented Development Tabel 2.2. Neighborhood TOD dan Urban TOD No. Fungsi Neighborhood TOD Urban TOD 1. Publik 10 − 15 5 − 15 2. Pusatperkantoran 10 − 40 30 − 70 3. Permukiman 50 − 80 20 − 60 Menurut Calthorpe dalam Wijaya 2009 menyebutkan tentang 3 macam tipe pengembangan Transit-Oriented Development TOD yang terdiri dari: 1. Redevelopment Site Peremajaan yang dilakukan dengan menambahkan fungsi-fungsi baru dan penataan lingkungan yang melengkapi fasilitas transit tersebut. 2. Infill Site Pengembangan dari daerah-daerah yang kosong atau terbengkalai, umumnya berada pada daerah perbatasan pengembangan lain. Universitas Sumatera Utara 17 3. New Growth Area Pembukaan kawasan baru yang luas dan umunya berlokasi di daerah perbatasan pinggir kota periphery. Menurut Calthrope dalam Taolin 2008 menyebutkan tentang karakteristik fisik TOD yang terbagi menjadi: 1. Kriteria Umum Setiap bangunan harus terhubung langsung ke jalan dengan akses masuk entrance, balkon, serambi, dan fitur arsitektural lainnya yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang ramah bagi pejalan kaki. Kepadatan, orientasi, dan bangunan harus mendukung kawasan komersil yang aktif bagi pengguna transit serta memperkuat kawasan publik. 2. Kawasan Komersil Pengembangan tata guna lahan di kawasan TOD menggunakan prinsip mixed-use, yaitu penggabungan fungsi komersil retail dan perkantoran yang menjamin kawasan tersebut selalu hidup setiap hari tanpa terikat oleh jam sibuk. Hal yang harus mendukung kawasan tersebut selalu hidup adalah dengan membuat kegiatan yang bersifat atraktif, aman, dan mudah dijangkau dengan berjalan kaki. Untuk menggabungkan kedua fungsi tersebut komersil dan perkantoran terbagi menjadi: a. Vertikal mixed-use Dalam satu bangunan, Fungsi komersil retail di lantai dasar dan fungsi perkantoran atau hunian di atas lantai dasar. b. Horizontal mixed-use Peletakan fungsi komersil dan fungsi lainnya saling bersebelahan. Universitas Sumatera Utara 18 Sumber: Calthorpe, 1993 Gambar 2.4. Jalur pejalan kaki sidewalk Fungsi kawasan komersil adalah untuk mendukung kebutuhan pengguna kawasan dalam melakukan perjalanan dari satu lokasi menuju lokasi lainnya. Fungsi retail pada kawasan komersil dapat digabungkan dengan fungsi hunian dan perkantoran dengan syarat intensitas retail tersebut tidak berkurang. Dalam menggabungkan kedua fungsi tersebut, hal yang harus diperhatikan adalah menciptakan batasan antara fungsi khusus private untuk kawasan hunian dengan membuat akses masuk yang berbeda atau terpisah. Untuk menambahkan fungsi tersebut, penempatan yang paling tepat adalah dengan menempatkannya secara vertikal sehingga mempengaruhi ketinggian bangunan dan menciptakan kemenarikan visual serta karakter urban yang kuat. Sumber: ntl.bts.gov Gambar 2.5. Penggabungan fungsi bangunan secara horizontal kiri dan vertikal kanan Universitas Sumatera Utara 19 Penampilan fisik bangunan fasad harus memiliki variasi dan terhubung untuk menciptakan ketertarikan visual bagi pejalan kaki yang melintasinya. Bila hal tersebut tidak tercapai, maka pengalaman ruang saat melintasinya dengan berjalan kaki akan terasa membosankan dan terasa jauh untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. 3. Kawasan Permukiman Perancangan kawasan permukiman bertujuan sebagai sarana pendukung bagi pengguna transit. Penempatan kawasan permukiman sebaiknya dilakukan pada kawasan yang berdekatan dengan kawasan komersil dan transit. Permukiman memiliki berbagai macam tipe yang terdiri dari single family, townhouse, dan apartemen. Gambar 2.6. Single-family house kiri; townhouse tengah; apartment kanan Sumber: municode.comlibrarylast._bernard_parish_councilcodes Gambar 2.7. Zona antara jalur pejalan kaki dengan permukiman 4. Jalur Pejalan KakiTrotoar Jalur pejalan kaki atau trotoar merupakan bagian terpenting dalam konsep TOD dan menjadi penentu dalam menilai kualitas ruang publik tersebut. Salah satu caranya adalah dengan menciptakan kawasan pejalan kaki yang bersahabat friendly, yaitu menciptakan Universitas Sumatera Utara 20 suasana ruang publik yang aktif dengan menjaga keseimbangan terhadap ruang parkir, jalur sepeda, sirkulasi kendaraan. Sumber: http: fhwa.dot.gov Gambar 2.8. Ukuran dan zona ruang jalan yand disarankan pada kawasan TOD Ukuran lebar jalan dan jumlah lajur kendaraan harus dikurangi tanpa mengorbankan parkir paralel dan sirkulasi jalur sepeda. Jalur kendaraan yang didesain harus dapat dilalui dengan kecepatan maksimal 24 kmjam. Ukuran lebar jalan yang sempit berdampak mengurangi lebar jalan dan jumlah lajur memberikan ruang yang lebih besar untuk penataan kawasan lansekapnya. Sidewalk atau jalur pejalan kaki terbagi menjadi beberapa zona yang terdiri dari: a. Zona tepi Berbatasan langsung dengan jalur kendaraan ukuran minimal 1,2 meter pada kawasan TOD dan sebagai ruang tunggu. b. Zona furnishing Mendukung peletakan street furniture, meliputi vegetasi atau pepohonan dan fasilitas transit. c. Zona melintas Jalur yang dapat dilewati tanpa adanya penghambat atau gangguan. d. Zona frontage Ruang bersih antara tampilan bangunan façade dengan zona melintas, yaitu ruang pejalan kaki sidewalk melakukan aktivitas window shopping dan sebagai akses keluar masuk dari dan menuju ke dalam bangunan. Universitas Sumatera Utara 21 Sumber: https:ite.org Gambar 2.9. Zona ruang pada sidewalk Dalam menentukan ukuran jalur pejalan kaki sidewalk, lebar yang ideal adalah minimal 3 meter. Bila diletakan pada kawasan komersil, lebar minimalnya 4 meter. Tidak ada batasan maksimal dalam menentukan lebar jalur pejalan kaki. Namun, bila lebar jalur pejalan kaki terlalu lebar mengakibatkan ketidaknyaman karena memiliki kesan kosong dan tidak memiliki daya tarik. Sumber: http:walkboston.orgpolicy-positionssidewalks Gambar 2.10. Ukuran lebar sidewalk pada kawasan komersil Universitas Sumatera Utara 22 Ukuran lebar ideal untuk zona jalur pejalan kaki yang dapat dilalui oleh dua orang pejalan kaki sekaligus minimalnya adalah 1,5 meter. Ukuran lebar jalur pejalan kaki pada kawasan komersil yang dapat mengakomodasi aktivitas pejalan kaki yang lebih banyak dan sarana untuk beristirahat atau menunggu tempat duduk yang disarankan adalah 1,8 – 2,5 meter. Fasilitas tambahan di dalam jalur pejalan kaki adalah dekorasi pejalan kaki atau disebut juga street furniture. Adanya elemen ini sangat penting dalam menunjang sisi keindahan dan kenyamanan bagi pejalan kaki. Contoh street furniture meliputi lampu jalan, tempat sampah, dan vegetasi pepohonan. Sumber: Calthorpe, 1993 Gambar 2.11. Jarak antar pepohonan pada sidewalk Posisi pepohonan pada jalur pejalan kaki diletakan disepanjang antar pepohonan dengan jarak tidak melebihi 9 meter. Pemilihan pohon harus diperhatikan dan diseleksi agar tidak terjadi kerusakan pada jalur pejalan kaki. Pemilihan pohon juga harus memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki yang melintas agar tidak terpapar langsung oleh sinar matahari dan mengurangi suhu panas yang dihasilkan oleh permukaan aspal jalur kendaraan dan menciptakan iklim mikro yang lebih sejuk serta memberikan kesan keindahan visual pada zona pejalan kaki. 5. Kawasan Parkir Parkir di jalan atau on street sangat direkomendasikan dalam mendesain kawasan parkir kendaraan. Hal ini bertujuan untuk mencegah parkir kendaraan yang memusat ke lahan parkir dan harus mengedepankan jalan. Parkir on street juga berfungsi dalam mengurangi kecepatan kendaraan terutama mobil yang melintas karena hal ini dipengaruhi oleh ruang Universitas Sumatera Utara 23 jalan yang relatif sempit bila dilihat secara visual dan juga berperan sebagai buffer antara jalur pejalan kaki dengan lajur kendaraan mobil. Pada umumnya, penerapan parkir di pinggir jalan membentuk paralel. Namun, parkir dengan bentuk bersudut lebih direkomendasikan pada kawasan-kawasan komersil. Lebar parkir kendaraan memiliki ukuran antara 2,1 – 2,4 meter. Sistem selain parkir on-street disarankan untuk tidak bersebelahan langsung dengan ruang jalan dan bila ingin menempatkan lahan parkir sebaiknya dilakukan di belakang bangunan. Keuntungan parkir paralel adalah dapat “menghidupkan” suasana atau aktivitas terhadap ruang jalan yang mendukung fungsi-fungsi komersil. Penerapan TOD pada kawasan perkotaan adalah bertujuan untuk memperbaiki lingkungan, komunitas, dan kemacetan. Namun, menurut Dunphy 2004 menyebutkan bahwa masih ada beberapa pihak yang meragukan tentang manfaat dan penerapan konsep TOD dalam menyelesaikan permasalahan kemacetan. Hal ini disebabkan pelaksanaan TOD yang masih belum dapat diterapkan secara menyeluruh dalam lingkup regional. Maka, bila ditinjau tujuan dari pembuatan konsep TOD adalah upaya jangka panjang yang bersifat menyeluruh pada lingkup regional dan dibuktikan oleh berbagai studi mengenai manfaat dari TOD terhadap kawasan perkotaan. Manfaat TOD meliputi: 1. Menurunkan jumlah penggunaan kendaraan pribadi terutama mobil dan mengurangi pengeluaran keluarga untuk akses. 2. Meningkatkan jumlah pengguna pejalan kaki dan transit. 3. Menghidupkan kembali kawasan pusat perkotaan dan meningkatkan intensitas serta densitas pembangunan disekitar kawasan transit. 4. Menurunkan pengeluaran biaya konsorsium penyedia sistem transit dan pengembang untuk biaya akses. 5. Meningkatkan penjualan property di sekitar kawasan transit. 6. Meningkatkan kesempatan ke berbagai aktivitas atau kegiatan dan fungsi disekitar kawasan transit. Universitas Sumatera Utara 24

2.1.4. Masterplan Kwala Bekala