1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku
yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati, dan kareanya, benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka
satu sama lain, dan yang meliputi juga : a.
Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga- lembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan
mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan negara-negara dan individu-individu; dan
b. Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-
individu dan badan-badan non-negara sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat
internasional.
1
Subjek hukum internasional menurut Martin Dixon adalah a body or entity which is capable of possessing and exercising rights and duties under
international law suatu badan yang mampu menguasai dan menjalankan hak dan kewajibannya dibawah hukum internasional. Dimana sesuatu dapat dikatakan
sebagai subjek hukum internasional apabila mampu untuk menuntut hak-haknya didepan pengadilan internasional dan nasional, menjadi subjek dari beberapa atau
1
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, 2009, Sinar Grafika, Jakarta, hal: 3
Universitas Sumatera Utara
semua kewajiban yang diberikan oleh hukum internasional, mampu membuat perjanjian internasional yang sah dan mengikat dalam hukum internasional, serta
menikmati imunitas dari yurisdiksi pengadilan domestik.
2
Salah satu subjek hukum internasional yang dikenal saat ini adalah organisasi internasional. Organisasi internasional diakui sebagai subjek HI yang
berhak menyandang hak dan kewajiban dalam HI barulah sejak keluarnya advisory opinion Mahkamah Internasional dalam kasus Reparation Case 1949.
Kasus ini bermula dari tertembaknya Pangeran Bernadotte dari Swiss oleh tentara Israel, pada saat menjalankan tugas sebagai mediator PBB di Timur Tengah.
Menurut PBB, Israel telah gagal untuk mencegah terjadinya pembunuhan, juga untuk menghukum si pembunuh sehingga PBB akan menuntut ganti rugi
berdasarkan hukum internasional.
3
Dengan pendapat Mahkamah Internasional yang dinyatakan dalam Advisory Opinion diatas kedudukan PBB dan organisasi serupa yaitu Badan-
badan khusus Specialized Agencies PBB sebagai subjek hukum menurut hukum internasional tidak perlu diragukan lagi. Adapun Badan-Badan Khusus
Specialized Agencies PBB pada saat ini antara lainnya International Monetary Fund IMF, United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization
UNESCO, International Maritime Consultative Organization IMCO, dan World Health Organization WHO.
4
2
Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar, 2010, Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal:102
3
Ibid, hal. 142
4
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, 2012, Alumni, Bandung, hal: 103
Universitas Sumatera Utara
Organisasi internasional yang paling mendunia yang sangat diakui keberadaannya secara internasional adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB.
PBB adalah organisasi yang dibentuk sebagai imbas dari gagalnya Liga Bangsa- Bangsa LBB dalam mengakhiri peperangan dan menciptakan kedamaian dunia.
Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB atau yang disebut dengan United Nations UN didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945 atas ratifikasi Piagam oleh
lima anggota tetap Dewan Keamanan yakni Prancis, Republik Rakyat Tiongkok, Uni Soviet, Inggris, dan Amerika Serikat dan mayoritas dari 46 anggota lainnya.
Lembaga ini bertujuan untuk menjaga perdamaian, dan keamanan dunia, memajukan, dan mendorong penghormatan hak asasi manusia, membina
pembangunan ekonomi, dan sosial, melindungi lingkungan, dan menyediakan bantuan kemanusiaan apabila terjadi kelaparan, bencana alam, dan konflik
bersenjata.
5
Sebagai sebuah negara yang notabene merupakan salah satu subjek hukum dalam hukum internasional, Indonesia memiliki kapabilitas dalam
melakukan hubungan dengan negara-negara lain. Disamping itu, sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, penting bagi Indonesia untuk melakukan
perjanjian atau kesepakatan dengan negara-negara lain, bahkan untuk ikut serta dalam keanggotaan suatu organisasi internasional.
Indonesia resmi menjadi negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB pada tanggal 28 September 1950 sebagai negara anggota PBB yang ke-60
yang ditetapkan dengan Resolusi Majelis Umum PBB nomor ARES491 V
5
https:id.wikipedia.orgwikiPerserikatan_Bangsa-Bangsa , diakses pada tanggal 14
November 2015
Universitas Sumatera Utara
Indonesia mendapatkan undangan untuk menghadiri sidang kembali atas tindak lanjut Majelis Umum PBB terhadap keputusan pemerintah Indonesia.
7
Disamping PBB, Indonesia juga ikut serta dalam organisasi dengan ruang lingkup yang lebih kecil dan mencakup negara-negara Asia Tenggara sebagai
anggotanya yang disebut dengan ASEAN Association of South East Asia Nations. ASEAN merupakan sebuah organisasi geopolitik dan ekonomi dari
negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus 1967 berdasarkan Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina,
Singapura, dan Thailand.
8
Sejak KTT Bali tahun 1976, para menteri ekonomi ASEAN telah meningkatkan kegiatan mereka. Dalam Deklarasi Kesepakatan ASEAN
dinyatakan bahwa dalam rangka kerja sama di bidang ekonomi, beberapa program kegiatan telah disetujui, antara lain: 1 komoditas utama, terutama pangan dan
energi; 2 kerjasama di bidang perdagangan; 3 pendekatan bersama atas persoalan komoditas internasional dan persoalan ekobomi diluar kawasan
ASEAN; dan 4 mekanisme kerja sama ekonomi ASEAN.
9
Menteri-menteri ekonomi ASEAN telah menyetujui pembentukan lima komite ekonomi yang kemudian diakui secara resmi dalam struktur ASEAN,
yaitu: 1 Komite Perdagangan dan Pariwisata Committee on Trade and Tourism [COTT] yang berkedudukan di Singapura; 2 Komite Industri, Mineral, dan
7
https:id.wikipedia.orgwikiIndonesia_dan_Perserikatan_Bangsa- BangsaPengunduran_diri_dari_Perserikatan_Bangsa_Bangsa_.281965-1966.29
, diakses pada tanggal 14 November 2015
8
https:id.wikipedia.orgwikiPerhimpunan_Bangsa-Bangsa_Asia_Tenggara ,
diakses pada tanggal 14 November 2015
9
Wiwin Yulianingsih dan Moch. Firdaus Sholihin, Hukum Organisasi Internasional, 2014, Penerbit Andi, Yogyakarta, hal: 173
Universitas Sumatera Utara
tentang “Penerimaan Republik Indonesia dalam keanggotaan di Perserikatan Bangsa-
Bangsa”. Jika ditilik dari tanggal pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag yang diselenggarakan pada
tanggal 23 Agustus 1949 – 2 November 1949, maka tanggal diterimanya Republik
Indonesia sebagai negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa hanya berselisih kurang dari satu tahun dari tanggal diakuinya kedaulatan Indonesia oleh Belanda
dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag.
6
Keikutsertaan sebuah negara dalam suatu organisasi internasional pada dasarnya dilandasi oleh cita-cita dan tujuan bersama serta adanya keyakinan dapat
difasilitasinya kepentingan negara tersebut dengan memasuki suatu organisasi internasional. Pada masa Konfrontasi Indonesia-Malaysia pada tanggal 7 Januari
1965, sebagai reaksi atas terpilihnya Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB yang memancing amarah Presiden Republik Indonesia saat itu Ir.
Soekarno, Indonesia memutuskan untuk mundur dari PBB, dan mendirikan CONEFO Conference of the New Emerging Forces yang mana digagas oleh
Presiden Soekarno untuk membentuk suatu kekuatan blok baru untuk menyaingi 2 kekuatan blok sebelumnya. Namun, dalam sebuah telegram bertanggal 19
September 1966, Indonesia memberikan pesan kepada Sekretaris Jenderal PBB atas keputusannya untuk melanjutkan kerjasama penuh dengan Perserikatan
Bangsa-Bangsa, dan untuk melanjutkan partisipasinya dalam sesi ke-21 sidang Majelis Umum PBB. Sehingga pada tanggal 28 September 1966, perwakilan
6
https:id.wikipedia.orgwikiIndonesia_dan_Perserikatan_Bangsa-Bangsa ,
diakses tanggal 14 November 2015
Universitas Sumatera Utara
Energi Committee on Industry, Minerals, and Energy [COIME] yang berkedudukan di Filipina; 3 Komite Makanan, Pertanian, dan Kehutanan
Committee on Food, Agriculture, and Forestry [COFAF] yang berkedudukan di Indonesia; 4 Komite Pengangkutan, dan Komunikasi Committee on
Transportation and Communication [COTAC] yang berkedudukan di Malaysia; dan 5 Komite Keuangan dan Perbankan Committee on Finance and Banking
[COFAB] yang berkedudukan di Thailand.
10
Sejak bulan Januari 1978 telah berlaku pengaturan perdagangan preferensial Preferential Trading Arrangements [PTA]. Pengaturan yang telah
disahkan oleh kelima negara ASEAN tersebut memberlakukan pengurangan tarif yang pada umumnya berkisar antara 10 hingga 20. Namun pengurangan sebesar
itu dirasakan sangat kurang. Sehingga pada tahun 1981 semua negara ASEAN melaksanakan pengurangan 20 hingga 25 untuk komoditas yang tercantum
dalam PTA.
11
Namun, sistem PTA tidak memberi manfaat banyak untuk mengembangkan perdagangan di antara negara anggota ASEAN. Hal ini
disebabkan oleh adanya penggunaan positive list untuk barang-barang yang tercantum ke dalam skema liberalisasi. Hal ini berbeda dengan negative list
dimana dinyatakan barang-barang apa saja yang tidak termasuk. Sebagai akibatnya, banyak produk yang tidak dimasukkan.
12
Selain itu, PTA juga menyebabkan eksploitasi yang dilakukan oleh pihak yang kuat ekonominya
terhadap masyarakat ekonomi lemah, sehingga timbullah monopoli yang
10
Ibid, hal. 173-174
11
Ibid, hal. 174
12
Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional, 2005, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 134
Universitas Sumatera Utara
merugikan masyarakat. Hal ini juga berdampak kepada semakin lebarnya kesenjangan ekonomi antara golongan ekonomi kuat dengan golongan ekonomi
lemah, sehingga perekonomian dapat dengan mudah menjadi tidak stabil.
13
Kerjasama negara-negara ASEAN tidak hanya berhenti pada PTA saja. ASEAN terus membuat kesepakatan dalam bidang ekonomi demi memajukan
perekonomian regional, dimana salah satunya adalah ASEAN-China Free Trade Area sebagai kerja sama pertama negara di luar ASEAN dalam bidang ekonomi
yang disahkan pada tahun 2004. Pada Konferensi Tingkat Tinggi KTT ASEAN XI di Kuala Lumpur,
Malaysia pada bulan Desember 2005, Kepala-kepala Pemerintahan ASEAN mencapai suatu kesepakatan untuk menyusun rancangan draft sebuah piagam
agar ASEAN menjadi suatu organisasi internasional yang memiliki dasar hukum. Beberapa proposal rancangan piagam ASEAN dipaparkan ke publik pada
Konferensi Tingkat Tinggi KTT ASEAN XII di Cebu, Filipina pada bulan Januari 2007. Barulah rancangan tersebut menghasilkan Piagam ASEAN ASEAN
Charter pada Konferensi Tingkat Tinggi KTT ASEAN XIII di Singapura pada bulan November 2007 yang selanjutnya diberlakukan sejak 15 Desember 2008.
14
Setelah sukses dengan pembentukan kawasan perdagangan bebas ASEAN ASEAN Free Trade Area [AFTA] yang berimplikasi pada makin
kuatnya eksistensi ASEAN sebagai suatu organisasi yang sangat berperan dalam perkembangan perekonomian Asia Tenggara, serta berdasarkan pada prinsip
13
Pebriandini Widjaja,
“Perdagangan Bebas”
dalam https:pebriandini.wordpress.com20120417perdagangan-bebas
, diakses tanggal 14 November 2015
14
https:id.wikipedia.orgwikiPiagam_ASEAN , diakses tanggal 14 November 2015
Universitas Sumatera Utara
ASEAN Charter yang telah dibentu, maka ASEAN kini melangkah lebih progresif dengan pembentukan ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi
ASEAN MEA. Komunitas ini sendiri mengikuti model European Community. Blueprint pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN ditandatangani pada tahun
2007 bersamaan dengan ditandatanginya blueprint ASEAN Security Community dan blueprint ASEAN Social Cultural Community. Pembentukan Masyarakat
Ekonomi ASEAN yang diharapkan lebih mengintegrasikan ekonomi ASEAN ditargetkan akan tercapai pada tahun 2015. Pencapaian Masyarakat Ekonomi
ASEAN akan dilakukan melalui kebebasan pergerakan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan modal antar negara-negara anggota ASEAN.
15
ASEAN Economic Community AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA merupakan wadah terbesar dan membuka sebesar-besarnya peluang bagi
seluruh negara Asia Tenggara, khususnya Indonesia untuk mengembangkan perekonomian dan perdagangan menuju arah yang lebih baik. Namun, dengan
adanya keterbukaan pasar yang terjadi melintasi negara, tidak tertutup kemungkinan terjadinya persaingan yang menimbulkan konflik di masa yang akan
datang, khususnya dalam hal perdagangan barang yang mana tentunya setiap negara akan berlomba-lomba untuk melindungi produsen dalam negerinya
sehingga tetap mampu bersaing dengan barang-barang yang didatangkan dari luar negeri. Hal inilah yang membuat ASEAN perlu untuk membuat pedoman
pelaksanaan kebijakan free flow of goods yang diimplementasikan dalam ASEAN Economic Community AEC 2015 serta pengaruhnya terhadap negara-negara
15
Triyana Yohanes, Hukum Ekonomi Internasional, 2015, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, hal. 141
Universitas Sumatera Utara
Asia Tenggara, khususnya Indonesia bila ditinjau secara internasional maupun secara nasional.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penting untuk dibahas mengenai implikasi diimplementasikannya kebijakan free flow of goods dalam
ASEAN Economic Community AEC 2015 terhadap negara-negara Asia Tenggara berdasarkan perspektif hukum ekonomi internasional dan nasional.
B. Rumusan Masalah