Tinjauan Hukum Ekonomi Internasional Mengenai Kebijakan Free

C. Tinjauan Hukum Ekonomi Internasional Mengenai Kebijakan Free

Flow of Goods dalam ASEAN Economic Community AEC 2015 Kemajuan teknologi dan komunikasi mengakibatkan aktivitas ekonomi tidak lagi terkungkung oleh batas-batas Negara. Dimana batas-batas Negara pada taraf tertentu menjadi relatif tidak terlalu signifikan. Selain itu kekuatan teori-teori mengenai prinsip kedaulatan dan persamaan Negara telah berkurang. 309 Yang menjadi masalah utama adalah adanya tingkat perbedaan ekonomi dan teknologi di antara Negara-Negara di dunia. Perbedaan ini sedikit banyak mempengaruhi hubungan antarNegara, terutama apabila satu Negara yang telah maju dengan memiliki kemampuan ekonomi atau militer yang kuat, sedangkan Negara lainnya tidak atau kurang memiliki kemampuan-kemampuan dalam bidang tersebut. 310 Hubuingan ekonomi internasional merupakan salah satu hubungan internasional yang dilakukan bangsa-bangsa mengingat dalam memenuhi kebutuhan ekonominya bangsa-bangsa saling tergantung satu sama lain. Secara luas, hubungan ekonomi internasional diartikan sebagai hubungan antar Negara, lembaga atau badan, perusahaan dan individu yang melintasi batas-batas Negara, baik yang bersifat publik maupun privat. 311 Adanya hubungan ekonomi internasional dan makin pentingnya hubungan ekonomi internasional dalam masyarakat global tersebut membutuhkan adanya penataan yang baik, agar tercipta suatu tata ekonomi internasional yang 309 Huala Adolf, op.cit, Hal. 1 310 Ibid, Hal.2 311 Triyana Yohanes, op.cit, Hal.1 Universitas Sumatera Utara ideal sesuai tujuan dari penyelenggaraan hubungan ekonomi internasional tersebut. 312 Untuk menunjang setiap tata ekonomi akan diperlukan pelaku-pelaku ekonomi, organisasi ekonomi, administrasi ekonomi, pengambilan keputusan, kerja sama interaksi dan norma-norma hukum ekonomi yang keseluruhannya membentuk tatanan atau tata ekonomi yang bersangkutan. Karena untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat internasional, semua Negara dan bangsa pada abad 20 dan 21 harus berinteraksi satu sama lain, maka keseluruhan interaksi ekonomi, organisasi ekonomi yang dibentuk, dan norma-norma hukum yang mengatur interaksi ekonomi antar bangsa itu juga membentuk tata ekonomi global, yaitu suatu sistem untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa-bangsa dan umat manusia sedunia. Inilah yang dinamakan tata ekonomi internasional yang didefinisikan P.J.G. Kapteyn sebagai keseluruhan asas-asas berorganisasi, kaedah- kaedh, mekanisme oengarahan dan pengambilan keputusan, lembaga-lembaga dan pola-pola prilaku yang mengarahkan pergaulan interaksi internasional di bidang ekonomi. 313 Profesor Castenada berpendirian bahwa tujuan dasar dari hukum ekonomi internasional adalah untuk meningkatkan keadaan ekonomi Negara sedang berkembang. Negara inilah yang paling terkena dampak oleh, antara lain, adanya struktur perdagangan dunia dan adanya pembagian tenaga kerja internasional yang keduanya semata-mata menguntungkan Negara maju. Oleh karena itu, Castenada menyatakan bahwa hukum ekonomi internasional adalah 312 Ibid, Hal.2 313 Ibid, Hal.3 Universitas Sumatera Utara untuk menetapkan suatu ikatan link antara Negara industri dan Negara sedang berkembang melalui suatu sistem hak dan kewajiban yang mengikat semua Negara. Untuk maksud itu Negara industri perlu memperlakukan Negara sedang berkembang lebih adil di dalam kerangka suatu sistem aturan yang mencakup atau mengikat semua Negara. 314 Masalah ketimpangan ekonomi global yang terjadi hingga sekarang antara lain disebabkan oleh pengaturan hubungan ekonomi internasional yang belum mengakomodasi kepentingan Negara-Negara sedang berkembang, khususnya Negara-Negara Asia, Afrika, Amerika Latin yang dulu terjajah dan baru merdeka setelah Perang Dunia II. 315 Dalam pengaturan nasional, regional, dan dunia hubungan-hubungan ekonomi transnasional acapkali dibedakan antara 5 lima kategori utama transaksi-transaksi internasional 316 : 1. Pergerakan barang-barang secara lintas batas Negara international movement of goods atau biasa disebut dengan perdagangan internasional di bidang barang; 2. Pergerakan jasa-jasa secara lintas batas Negara invisible trade melalui transaksi-transaksi yang melintasi batas-batas Negara the cross-border supply of service juga pergerakan lintas batas konsumen-konsumen jasa consumers of the service misalnya pariwisata, pergerakan lintas batas dari pihak-pihak yang memberikan jasa misalnya transportasi, dan pendirian badan-badan 314 Huala Adolf, op.cit, Hal.3-4 315 Triyana Yohanes, op.cit, Hal. 9 316 Huala Adolf, op.cit, Hal. 5-6 Universitas Sumatera Utara usaha komersial guna memproduksi, mengeluarkan, menjual atau mengirimkan suatu jasa misalnya jasa perbankan dan asuransi; 3. Pergerakan orang-orang yang melintasi batas-batas Negara international movement of persons, misalnya kebebasan bergerak untuk pekerja, kebebasan bekerja bagi orang atau badan hukum di Negara lain; 4. Pergerakan atau aliran modal antar Negara yang mensyaratkan investor-investor asing untuk dapat mengawasi secara langsung modalnya penanaman modal asing dan bukan portfolio investment seperti jual beli saham, pinjaman internasional dan bantuan pengembangan; dan 5. Pembayaran internasional dalam transaksi-transaksi ekonomi tersebut di atas yang biasanya menyangkut tukar menukar mata uang asing transaksi tukar menukar mata uang asing atau foreign exchange transactions. Dewasa ini, sarjana-sarjana hukum ekonomi internasional belum sepakat mengenai batasan atau definisi mengenai bidang hukum ini. Halini disebabkan karena sangat luasnya ruang lingkup serta subjek-subjek hukum ekonomi internasional, meskipun utnuk yang terakhir ini sudah diakui bahwa Negaralah sebagai subjek hukum internasional yang penting. 317 John H. Jackson beranggapan bahwa hukum ekonomi internasional adalah semua subjek hukum yang memiliki unsur internasional dan unsur 317 Ibid, Hal. 6 Universitas Sumatera Utara ekonomi. Menurut Jackson, bidang hukum ekonomi internasional memiliki kaitan erat dengan hukum internasional publik. 318 Kecenderungan pendekatan ini dipertegas bahkan diperluas oleh sarjana berkebangsaan Swiss terkemuka, Ernst-Ultich Petersmann. Menurut beliau, pembahasan hukum ekonomi internasional hanya dari sudut hukum internasional tidaklah cukup. Beliau memberikan alasan sebagai berikut 319 : 1. Hukum ekonomi internasional tidak mudah atau sulit untuk dipahami tanpa memahami dengan baik teori ekonomi. Misalnya, adanya berbagai pendapat mengenai sebab-sebab timbulnya konflik perdagangan internasional. Sebetulnya, pada analisis akhir, suatu konflik sebetulnya muncul karena adanya konflik kepentingan di dalam Negara tersebut daripada di antara Negara. Dan konflik- konflik kepentingan di dalam suatu Negara acapkali berkisar pada konflik antara produsen dan konsumen. 2. Proses liberalisme dan internasionalisme sebagaimana sekarang sedang digembor-gemborkan di sana-sini, sebenarnya harus dimulai di dalam negeri setiap Negara. Hal ini tampak nyata di bidang perdagangan dan moneter sebagaimana digariskan oleh GATT dan Anggaran Dasar Articles of Agreement the International Monetary Fund IMF. Tujuan ini tidak mungkin dapat tercapai kecuali Negara- Negara pelaku utama perdagangan khususnya dan Negara-Negara umumnya juga melaksanakan tujuan tersebut di dalam negerinya. 318 Ibid, Hal. 7 319 Ibid, Hal. 8 Universitas Sumatera Utara 3. Hukum dan praktik ekonomi internasional tidak dapat dipahami tanpa memperhatikan proses politik yang membuat atau mengeluarkannya. Pendapat lainnya dikemukakan oleh para sarjana Prancis seperti Carreau, Juilland dan Flory. Mereka berpendapat bahwa hukum ekonomi internasional mencakup 5 bidang yaitu 320 : 1. Semacam hukum mengenai pendirian perusahaan the Law of Establishment; 2. Hukum penanaman modal the Law of Investment ; 3. Hukum lembaga-lembaga ekonomi the Law of Economic Institutions; 4. Hukum mengenai hubungan-hubungan ekonomi the Law of Economic Relations; dan 5. Hukum mengenai integrasi ekonomi regional the Law of Regional Economic Integration. Dalam hukum ekonomi internasional, dikenal kaidah-kaidah dasar yang pada pokoknya mengacu kepada 2 prinsip kebebasan utama, yakni kebebasan berkomunikasi dan kebebasan berdagang. Kebebasan berkomunikasi adalah prinsip yang menyatakan bahwa setiap Negara memiliki kebebasan untuk berhubungan dengan siapapun juga. Termasuk kebebasan untuk memasuki wilayah suatu Negara guna melakukan transaksi-transaksi ekonomi internasional. 320 Ibid, Hal.13 Universitas Sumatera Utara Kebebasan berdagang adalah prinsip yang dimiliki setiap Negara untuk bebas berdagang dengan setiap orang atau setiap Negara di mana pun di dunia ini. 321 Kebebasan berdagang tidak boleh terhalang oleh karena Negara memiliki sistem ekonomi, ideologi atau politik yang berbeda dengan Negara lainnya. Namun perlu diakui bahwa antara kebebasan berdagang dengan kebijakan politik kadang-kadang sulit dielakkan. Sewaktu rezim apartheid Afrika Selatan melaksanakan kebijakannya, banyak Negara termasuk RI memutuskan untuk tidak mengakui rezim tersebut. Termasuk di dalamnya adalah larangan atau pembatasan hubungan dagang dengan Pemerintah Afrika Selatan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada tahun 1988 melalui surat edaran yang melarang pengusaha atau pedagang Indonesia untuk berdagang dengan Afrika Selatan. Segera setelah rezim apartheid berakhir, Pemerintah pada tahun 2000 mengeluarkan surat mengenai pencabutan surat edaran 1988 tersebut. Hal ini tampak bahwa meskipun kebebasan berdagang melarang dikaitkan dengan unsur- unsur atau kepentingan non-dagang, termasuk politik, tetapi dalam kenyataannya, keterkaitan itu kadang-kadang sulit dicegah. 322 Menurut Schwarzenberger, kebebasan berdagang ini sudah tampak, terutama di Inggris, ketika Negara tersebut mengeluarkan Magna Charta 1215. Pada waktu itu, raja Inggris mengeluarkan Magna Charta untuk memberi kebebasan berdagang kepada pedagang asing termasuk para bangsawan asing dan para pemimpin agama. Magna Charta juga memberi jaminan peradilan yang adil apabila mereka dihadapkan ke pengadilan. Pemerintah Inggris mengirimkan suatu 321 Ibid, Hal. 17-19 322 Ibid, Hal. 19-20 Universitas Sumatera Utara surat resmi British State Paper kepada Pemerintah Spanyol pada tanggal 8 Maret 1872. Surat tersebut berisi penegasan kepada Pemerintah Inggris untuk memberikan kebebasan kepada semua orang asing untuk tinggal di Inggris. 323 Prinsip-prinsip dalam hukum ekonomi internasional terdiri atas 324 : a. Prinsip standar minimum minimum standards; b. Prinsip perlakuan sama identical treatment; c. Prinsip perlakuan nasional national treatment; d. Prinsip dasar atau klausul “Most Favoured Nation” MFN; e. Prinsip menahan diri untuk tidak merugikan orang lain; f. Prinsip tindakan pengaman: klausul penyelamat safeguards and escape clause; g. Prinsip preferensi bagi Negara sedang berkembang; h. Prinsip penyelesaian sengketa secara damai; i. Prinsip kedaulatan Negara atas kekayaan alam, kemakmuran dan kehidupan ekonominya; j. Prinsip kerja sama internasional. General Agreement on Tariff and Trade GATT yang diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 1948, berlaku sebagai peraturan perdagangan internasional yang terpenting pada masa sebelum terbentuknya persetujuan WTO, dan juga berperan sebagai organisasi perdagangan internasional yakni sebagai 325 : 1. Peraturan perdagangan internasional; 2. Organisasi perdagangan internasional; 323 Ibid, Hal. 20-21 324 Ibid, Hal. 28-45 325 Triyana Yohanes, op.cit, Hal.45-46 Universitas Sumatera Utara 3. Forum negosiasi perdagangan dunia; 4. Forum penyelesaian sengketa perdagangan dunia. Untuk mendukung realisasi perdagangan bebas, GATT 1947 menerapkan prinsip-prinsip pokok sebagai berikut 326 : 1. Prinsip non-diskriminasi perlakuan yang sama terhadap semua anggota dan perlakuan yang sama antara produk impro dan produk domestik; 2. Prinsip resiprositas ketimbal-balikan dalam hubungan dagang antar peserta; 3. Prinsip proteksi melalui tariff perlindungan terhadap produk domestik hanya boleh dilakukan melalui tarifbea masuk 4. Prinsip laranan pembatasan kuantitatif larangan untuk melakukan pembatasan jumlah impor dan ekspor serta tindakan lain yang dapat mempengaruhi jumlah impor dan ekspor dalam rangka perlindungan produk domestik; 5. Prinsip transparansi keterbukaan bagi semua kebijakan dagang yang diambil oleh setiap peserta GATT 1947. Persetujuan WTO memperluas, memodifikasi dan penyempurnaan sistem GATT 1947. Pasal-pasal GATT tertentu yang dihasilkan dalm perundingan GATT sebelum WTO, diberlakukan sebagai peraturan pokok di bidang 326 Ibid, Hal. 47 Universitas Sumatera Utara perdagangan barang, dengan sebutan GATT 1994. Beberapa prinsip penting pengaturan perdagangan internasional di bawah WTO adalah sebagai berikut 327 : a. Prinsip Most Favored Nation MFN, yakni perlakuan istimewa yang diberikan salah satu anggota WTO kepada salah satu anggota yang lainnya, maka perlakuan seperti tersebut juga harus dinikmati oleh seluruh anggota WTO. Prinsip MFN ini diatur dalam Pasal I GATT 1994, Pasal 4 TRIPs dan Pasal II GATS. b. Prinsip resiprositas menghendaki perlakuan yang sama antar anggota WTO secara timbal balik dalam melakukan hubungan dagang. c. Prinsip proteksi melalui tarif bea masuk dan tariff binding. Pada prinsipnya persetujuan WTO membolehkan proteksi terhadap produk domestik melalui tarif bea masuk, meskipun secara bertahap hambatan tarif ini juga akan dihapuskan sesuai dengan jadwal penurunan tarif yang dinegosiasikan. Pasal II GATT mengatur tentang jadwal penurunan tarif. Jadwal penurunan tarif yang telah disetujui dimasukkan dalam Annex Schedule yang merupakan bagian integral dari GATT. d. Prinsip National Treatment, yakni setiap anggota wajib memberi perlakuan yang sama antara produk impor dan produk domestik yang dipasarkan dalam pasaran dalam negeri Negara tersebut. Pasal III GATT tahun 1994 dan Pasal 3 TRIPs mengatur tentang National Treatment tersebut. 327 Ibid, Hal. 76-77 Universitas Sumatera Utara e. Prinsip transparency. Prinsip transparansi terdapat dalam Pasal X GATT 1994 yang mengatur tentang publikasi dan administrasi regulasi perdagangan, di mana pada prinsipnya semua peraturan dan kebijakan suatu Negara anggota WTO mengenai klasifikasi atau penilaian untuk maksud kepabeanan harus dipublikasi sehingga dapat diketahui Negara-Negara atau para pelaku dagang dari Negara- Negara anggota lainnya. Ketentuan serupa juga terdapat dalam Pasal III GATS. f. Prinsip larangan pembatasan kuantitatif. Pasal XI GATT 1994 mengatur tentang penghapusan pembatasan kuantitatif, yakni larangn atau pembatasan proteksi terhadap produk domestik melalui pembatasan kuantitatif seperti pengenaan kuota impor dan ekspor, pembatasan lisensi impor atau ekspor dan alat lain yang dapat mempengaruhi jumlah ekspor maupun impor. Disamping kerjasama ekonomi secara global di bawah WTO dan lembaga-lembaga internasional lainnya, kerjasama ekonomi juga banyak dilakukan Negara-Negara secara bilateral dan regional. Dengan dilatar belakangi kesamaan letak geografis dan kedekatan wilayah, kerjasama ekonomi regional oleh beberapa Negara di kawasan tertentu nampaknya menjadi trend di masa setelah Perang Dunia II. 328 328 Ibid, Hal. 121 Universitas Sumatera Utara Charter of the Economic Rights and Duties of States Piagam CERDS yang disahkan pada tanggal 12 Desember 1974 oleh UNCTAD 329 terdiri atas 34 pasal yang dikelompokkan menjadi 5 topik 330 : 1 Mukadimah; 2 Prinsip-prinsip fundamental mengenai hubungan-hubungan ekonomi internasional; 3 hak-hak dan kewajiban-kewajiban ekonomi Negara-Negara; 4 tanggung jawab bersama terhadap masyarakat internasional; dan 5 ketentuan penutup. Piagam CERDS mengakui keberadaan kelompok-kelompok atau organisasi regional yang bergerak dalam bidang ekonomi. Pasal 12 piagam ini menyatakan bahwa Negara-Negara memiliki hak untuk bergabung dalam kelompok-kelompok kerja sama subregional, regional, dan interregional dalam upayanya mengejar pembangunan ekonomi dan sosialnya. 331 Dibalik hal tersebut, ada kewajiban penting yang melekatinya, yaitu kewajiban yang juga diletakkan oleh Pasal XXIV GATT. Pasal ini mewajibkan Negara-Negara untuk tidak membuat kebijakan-kebijakan ekonomi di antara mereka yang dapat merugikan kepentingan-kepentingan Negara lainnya atau masyarakat internasional, khususnya Negara-Negara sedang berkembang. 332 Pande Radja Silalahi menyebutkan bahwa terdapat berbagai tipe pengaturan perdagangan regional regional trading arrangements, yaitu 333 : 329 Huala Adolf, op.cit, Hal. 197 330 Ibid, Hal. 198 331 Ibid, Hal. 217 332 Loc.cit, Pasal 12:1 : ...All States engaged in such-cooperation have the duty to ensure that the policies of those groupings to which they belong correspond to the provisions of the present Charter and are outward-looking, consistent with their international obligations and with the needs of international economic cooperaion, and have full regard for the legitimate interests of third countries, especially developing countries. 333 Triyana Yohanes, op.cit, Hal. 121-123 Universitas Sumatera Utara 1. Free Trade Area, yakni kelompok dua atau lebih wilayah kepabeanan, dimana dalam hubungan dagang di antara anggota, kewajiban-kewajiban atau ketentuan-ketentuan pembatasan perdagangan dihapuskan secara substansial pada semua atau sebagian mata dagangan untuk produk-produk yang berasal dari wilayah tersebut. Dalam pengaturan Free Trade Area, para anggota meniadakan tarif di antara mereka, tetapi mempertahankan kemerdekaan masing-masing anggota dalam menentukan tarif terhadap Negara bukan anggota. 2. Custom Union, dapat diartikan sebagai sekelompok Negara yang telah menghapus berbagai hambatan tarif dan hambatan perdagangan lainnya di antara barang-barang dagangan mereka dan mengenakan tarif bersama terhadap barang-barang impor yang berasal dari Negara bukan anggota. 3. Common Market. Dalam common market, disamping meniadakan tarif sesama anggota serta menerapkan tarif bersama terhadap produk yang berasal dari Negara bukan anggota, Negara-Negara yang menjadi anggota suatu common market juga membebaskan pergerakan barang, modal, tenaga kerja, dan perusahaan antar mereka. 4. Economic Union. Kerjasama ini melannjutkan pengaturan di atas common market dan para anggotanya setuju untuk mempersatukan kebijakan fiskal, moneter, dan sosial ekonomi. Universitas Sumatera Utara Setelah sukses dengan pembentukan kawasan perdagangan bebas, kini ASEAN melangkah lebih progresif lagi dengan cita- cita pembentukan “ASEAN Economic Community ” atau Masyarakat Ekonomi ASEAN mengikuti model “European Community”. Cetak biru blueprint pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN ditandatangani tahun 2007 bersamaan dengan penandatanganan cetak biru pembentukan “ASEAN Security Community” dan “ASEAN Social Cult ural Community”. Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang diharapkan lebih mengintegrasikan ekonomi ASEAN ditargetkan akan sudah tercapai pada tahun 2015. Pencapaian Masyarakat Ekonomi ASEAN akan dilakukan melalui kebebasan pergerakan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan modal antar Negara-Negara anggota ASEAN. Dengan demikian ke depan ASEAN akan membentuk sebuah Economic Union. 334 Dalam pengaturan nasional, regional, dan dunia hubungan-hubungan ekonomi transnasional acapkali dibedakan antara 5 lima kategori utama transaksi-transaksi internasional, dimana salah satunya adalah pergerakan barang- barang secara lintas batas Negara international movement of goods. Pergerakan barang-barang secara lintas batas Negara ini juga merupakan bentuk integrasi ekonomi regional yang merupakan salah satu cakupan hukum ekonomi internasional. Sesuai dengan Piagam CERDS, ASEAN Economic Community AEC 2015 yang sebagai bentuk integrasikerja sama ekonomi regional mewajibkan kepada seluruh Negara-Negara anggota ASEAN untuk menghapus segala bentuk 334 Ibid, Hal. 141 Universitas Sumatera Utara hambatan baik yang bersifat tarif maupun non-tarif. Sehingga hal ini dapat memberikan keuntungan serta kemudahan dalam bersaing bagi Negara-Negara anggota ASEAN sehingga perekonomian di kawasan tersebut dapat menjadi lebih kuat. Dengan diimplementasikannya ASEAN Economic Community AEC 2015, maka status kerja sama regional ASEAN yang sebelumnya berupa Free Trade Area yang bernama ASEAN Free Trade Area meningkat menjadi Economic Union. Implementasi ASEAN Economic Community AEC tidak hanya berfokus kepada sektor perdagangan barang saja, namun telah dibarengi dengan pergerakan jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan modal yang bebas. Selain itu, penghapusan tarif, serta penguatan kerja sama di bidang keamanan dan sosial budaya, menjadikan kerja sama ASEAN tidak hanya berkutat di bidang ekonomi saja, tetapi pada 2 aspek lainnya yang tidak kalah pentingnya dengan bidang ekonomi.

D. Tinjauan Hukum Nasional Mengenai Kebijakan Free Flow of Goods

Dokumen yang terkait

Analisis Terhadap Asean Tourism Agreement (Ata) 2002 Dalam Hubungannya Terhadap Asean Economic Community 2015 Dan Pengaruhnya Terhadap Indonesia

9 87 153

Tinjauan Hukum Internasional Mengenai Regulasi Hukum Nasional Indonesia Sebagai Negara Anggota Asean Dalam Rangka Menghadapi Asean Economic Community 2015

2 82 130

Peran ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) Terhadap Kebijakan Liberalisasi Tenaga Kerja Indonesia (STUDI KASUS TENAGA KERJA INDONESIA DI MALAYSIA)

4 74 89

Pengaruh ASEAN Charter (Piagam ASEAN) terhadap Yurisdiksi Negara Anggotanya

3 80 108

Asean Economic Community (AEC) 2015 (Studi : Persiapan Pemerintah Indonesia Dalam Menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 Pilar Fasilitas Perdagangan Khususnya Dalam Pembentukan Indonesia National Single Windows (INSW)

1 51 87

Kesepakatan Investasi Langsung Dalam Rangka Asean Economic Community (AEC) 2015 Menurut Perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional

4 105 139

Tinjauan Yuridis Terhadap Kebijakan Free Flow Of Services Terhadap Tenaga Kerja Terampil Negara- Negara Anggota Asean Dalam Implementasi Asean Economic Community (Aec) 2015 Ditinjau Dari Perspektif Hukum Ekonomi Internasional Dan Nasional

1 31 128

Kesepakatan Investasi Langsung Dalam Rangka Asean Economic Community (AEC) 2015 Menurut Perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional

0 0 10

Kesepakatan Investasi Langsung Dalam Rangka Asean Economic Community (AEC) 2015 Menurut Perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional

0 0 2

Kesepakatan Investasi Langsung Dalam Rangka Asean Economic Community (AEC) 2015 Menurut Perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional

0 0 21