C. Tinjauan Hukum Ekonomi Internasional Mengenai Kebijakan Free
Flow of Goods dalam ASEAN Economic Community AEC 2015
Kemajuan teknologi dan komunikasi mengakibatkan aktivitas ekonomi tidak lagi terkungkung oleh batas-batas Negara. Dimana batas-batas Negara pada
taraf tertentu menjadi relatif tidak terlalu signifikan. Selain itu kekuatan teori-teori mengenai prinsip kedaulatan dan persamaan Negara telah berkurang.
309
Yang menjadi masalah utama adalah adanya tingkat perbedaan ekonomi dan teknologi di antara Negara-Negara di dunia. Perbedaan ini sedikit banyak
mempengaruhi hubungan antarNegara, terutama apabila satu Negara yang telah maju dengan memiliki kemampuan ekonomi atau militer yang kuat, sedangkan
Negara lainnya tidak atau kurang memiliki kemampuan-kemampuan dalam bidang tersebut.
310
Hubuingan ekonomi internasional merupakan salah satu hubungan internasional yang dilakukan bangsa-bangsa mengingat dalam memenuhi
kebutuhan ekonominya bangsa-bangsa saling tergantung satu sama lain. Secara luas, hubungan ekonomi internasional diartikan sebagai hubungan antar Negara,
lembaga atau badan, perusahaan dan individu yang melintasi batas-batas Negara, baik yang bersifat publik maupun privat.
311
Adanya hubungan ekonomi internasional dan makin pentingnya hubungan ekonomi internasional dalam masyarakat global tersebut membutuhkan
adanya penataan yang baik, agar tercipta suatu tata ekonomi internasional yang
309
Huala Adolf, op.cit, Hal. 1
310
Ibid, Hal.2
311
Triyana Yohanes, op.cit, Hal.1
Universitas Sumatera Utara
ideal sesuai tujuan dari penyelenggaraan hubungan ekonomi internasional tersebut.
312
Untuk menunjang setiap tata ekonomi akan diperlukan pelaku-pelaku ekonomi, organisasi ekonomi, administrasi ekonomi, pengambilan keputusan,
kerja sama interaksi dan norma-norma hukum ekonomi yang keseluruhannya membentuk tatanan atau tata ekonomi yang bersangkutan. Karena untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat internasional, semua Negara dan bangsa pada abad 20 dan 21 harus berinteraksi satu sama lain, maka keseluruhan interaksi
ekonomi, organisasi ekonomi yang dibentuk, dan norma-norma hukum yang mengatur interaksi ekonomi antar bangsa itu juga membentuk tata ekonomi
global, yaitu suatu sistem untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa-bangsa dan umat manusia sedunia. Inilah yang dinamakan tata ekonomi internasional yang
didefinisikan P.J.G. Kapteyn sebagai keseluruhan asas-asas berorganisasi, kaedah- kaedh, mekanisme oengarahan dan pengambilan keputusan, lembaga-lembaga dan
pola-pola prilaku yang mengarahkan pergaulan interaksi internasional di bidang ekonomi.
313
Profesor Castenada berpendirian bahwa tujuan dasar dari hukum ekonomi internasional adalah untuk meningkatkan keadaan ekonomi Negara
sedang berkembang. Negara inilah yang paling terkena dampak oleh, antara lain, adanya struktur perdagangan dunia dan adanya pembagian tenaga kerja
internasional yang keduanya semata-mata menguntungkan Negara maju. Oleh karena itu, Castenada menyatakan bahwa hukum ekonomi internasional adalah
312
Ibid, Hal.2
313
Ibid, Hal.3
Universitas Sumatera Utara
untuk menetapkan suatu ikatan link antara Negara industri dan Negara sedang berkembang melalui suatu sistem hak dan kewajiban yang mengikat semua
Negara. Untuk maksud itu Negara industri perlu memperlakukan Negara sedang berkembang lebih adil di dalam kerangka suatu sistem aturan yang mencakup atau
mengikat semua Negara.
314
Masalah ketimpangan ekonomi global yang terjadi hingga sekarang antara lain disebabkan oleh pengaturan hubungan ekonomi internasional yang
belum mengakomodasi kepentingan Negara-Negara sedang berkembang, khususnya Negara-Negara Asia, Afrika, Amerika Latin yang dulu terjajah dan
baru merdeka setelah Perang Dunia II.
315
Dalam pengaturan nasional, regional, dan dunia hubungan-hubungan ekonomi transnasional acapkali dibedakan antara 5 lima kategori utama
transaksi-transaksi internasional
316
: 1.
Pergerakan barang-barang secara lintas batas Negara international movement of goods atau biasa disebut dengan perdagangan
internasional di bidang barang; 2.
Pergerakan jasa-jasa secara lintas batas Negara invisible trade melalui transaksi-transaksi yang melintasi batas-batas Negara the
cross-border supply of service juga pergerakan lintas batas konsumen-konsumen jasa consumers of the service misalnya
pariwisata, pergerakan lintas batas dari pihak-pihak yang memberikan jasa misalnya transportasi, dan pendirian badan-badan
314
Huala Adolf, op.cit, Hal.3-4
315
Triyana Yohanes, op.cit, Hal. 9
316
Huala Adolf, op.cit, Hal. 5-6
Universitas Sumatera Utara
usaha komersial guna memproduksi, mengeluarkan, menjual atau mengirimkan suatu jasa misalnya jasa perbankan dan asuransi;
3. Pergerakan orang-orang yang melintasi batas-batas Negara
international movement of persons, misalnya kebebasan bergerak untuk pekerja, kebebasan bekerja bagi orang atau badan hukum di
Negara lain; 4.
Pergerakan atau aliran modal antar Negara yang mensyaratkan investor-investor asing untuk dapat mengawasi secara langsung
modalnya penanaman modal asing dan bukan portfolio investment seperti jual beli saham, pinjaman internasional dan bantuan
pengembangan; dan 5.
Pembayaran internasional dalam transaksi-transaksi ekonomi tersebut di atas yang biasanya menyangkut tukar menukar mata uang asing
transaksi tukar menukar mata uang asing atau foreign exchange transactions.
Dewasa ini, sarjana-sarjana hukum ekonomi internasional belum sepakat mengenai batasan atau definisi mengenai bidang hukum ini. Halini disebabkan
karena sangat luasnya ruang lingkup serta subjek-subjek hukum ekonomi internasional, meskipun utnuk yang terakhir ini sudah diakui bahwa Negaralah
sebagai subjek hukum internasional yang penting.
317
John H. Jackson beranggapan bahwa hukum ekonomi internasional adalah semua subjek hukum yang memiliki unsur internasional dan unsur
317
Ibid, Hal. 6
Universitas Sumatera Utara
ekonomi. Menurut Jackson, bidang hukum ekonomi internasional memiliki kaitan erat dengan hukum internasional publik.
318
Kecenderungan pendekatan ini dipertegas bahkan diperluas oleh sarjana berkebangsaan Swiss terkemuka, Ernst-Ultich Petersmann. Menurut beliau,
pembahasan hukum ekonomi internasional hanya dari sudut hukum internasional tidaklah cukup. Beliau memberikan alasan sebagai berikut
319
: 1.
Hukum ekonomi internasional tidak mudah atau sulit untuk dipahami tanpa memahami dengan baik teori ekonomi. Misalnya, adanya
berbagai pendapat mengenai sebab-sebab timbulnya konflik perdagangan internasional. Sebetulnya, pada analisis akhir, suatu
konflik sebetulnya muncul karena adanya konflik kepentingan di dalam Negara tersebut daripada di antara Negara. Dan konflik-
konflik kepentingan di dalam suatu Negara acapkali berkisar pada konflik antara produsen dan konsumen.
2. Proses liberalisme dan internasionalisme sebagaimana sekarang
sedang digembor-gemborkan di sana-sini, sebenarnya harus dimulai di dalam negeri setiap Negara. Hal ini tampak nyata di bidang
perdagangan dan moneter sebagaimana digariskan oleh GATT dan Anggaran Dasar Articles of Agreement the International Monetary
Fund IMF. Tujuan ini tidak mungkin dapat tercapai kecuali Negara- Negara pelaku utama perdagangan khususnya dan Negara-Negara
umumnya juga melaksanakan tujuan tersebut di dalam negerinya.
318
Ibid, Hal. 7
319
Ibid, Hal. 8
Universitas Sumatera Utara
3. Hukum dan praktik ekonomi internasional tidak dapat dipahami tanpa
memperhatikan proses politik yang membuat atau mengeluarkannya. Pendapat lainnya dikemukakan oleh para sarjana Prancis seperti Carreau,
Juilland dan Flory. Mereka berpendapat bahwa hukum ekonomi internasional mencakup 5 bidang yaitu
320
: 1.
Semacam hukum mengenai pendirian perusahaan the Law of Establishment;
2. Hukum penanaman modal the Law of Investment ;
3. Hukum lembaga-lembaga ekonomi the Law of Economic
Institutions; 4.
Hukum mengenai hubungan-hubungan ekonomi the Law of Economic Relations; dan
5. Hukum mengenai integrasi ekonomi regional the Law of Regional
Economic Integration. Dalam hukum ekonomi internasional, dikenal kaidah-kaidah dasar yang
pada pokoknya mengacu kepada 2 prinsip kebebasan utama, yakni kebebasan berkomunikasi dan kebebasan berdagang. Kebebasan berkomunikasi adalah
prinsip yang menyatakan bahwa setiap Negara memiliki kebebasan untuk berhubungan dengan siapapun juga. Termasuk kebebasan untuk memasuki
wilayah suatu Negara guna melakukan transaksi-transaksi ekonomi internasional.
320
Ibid, Hal.13
Universitas Sumatera Utara
Kebebasan berdagang adalah prinsip yang dimiliki setiap Negara untuk bebas berdagang dengan setiap orang atau setiap Negara di mana pun di dunia ini.
321
Kebebasan berdagang tidak boleh terhalang oleh karena Negara memiliki sistem ekonomi, ideologi atau politik yang berbeda dengan Negara lainnya.
Namun perlu diakui bahwa antara kebebasan berdagang dengan kebijakan politik kadang-kadang sulit dielakkan. Sewaktu rezim apartheid Afrika Selatan
melaksanakan kebijakannya, banyak Negara termasuk RI memutuskan untuk tidak mengakui rezim tersebut. Termasuk di dalamnya adalah larangan atau
pembatasan hubungan dagang dengan Pemerintah Afrika Selatan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada tahun 1988 melalui surat edaran yang
melarang pengusaha atau pedagang Indonesia untuk berdagang dengan Afrika Selatan. Segera setelah rezim apartheid berakhir, Pemerintah pada tahun 2000
mengeluarkan surat mengenai pencabutan surat edaran 1988 tersebut. Hal ini tampak bahwa meskipun kebebasan berdagang melarang dikaitkan dengan unsur-
unsur atau kepentingan non-dagang, termasuk politik, tetapi dalam kenyataannya, keterkaitan itu kadang-kadang sulit dicegah.
322
Menurut Schwarzenberger, kebebasan berdagang ini sudah tampak, terutama di Inggris, ketika Negara tersebut mengeluarkan Magna Charta 1215.
Pada waktu itu, raja Inggris mengeluarkan Magna Charta untuk memberi kebebasan berdagang kepada pedagang asing termasuk para bangsawan asing dan
para pemimpin agama. Magna Charta juga memberi jaminan peradilan yang adil apabila mereka dihadapkan ke pengadilan. Pemerintah Inggris mengirimkan suatu
321
Ibid, Hal. 17-19
322
Ibid, Hal. 19-20
Universitas Sumatera Utara
surat resmi British State Paper kepada Pemerintah Spanyol pada tanggal 8 Maret 1872. Surat tersebut berisi penegasan kepada Pemerintah Inggris untuk
memberikan kebebasan kepada semua orang asing untuk tinggal di Inggris.
323
Prinsip-prinsip dalam hukum ekonomi internasional terdiri atas
324
: a.
Prinsip standar minimum minimum standards; b.
Prinsip perlakuan sama identical treatment; c.
Prinsip perlakuan nasional national treatment; d.
Prinsip dasar atau klausul “Most Favoured Nation” MFN; e.
Prinsip menahan diri untuk tidak merugikan orang lain; f.
Prinsip tindakan pengaman: klausul penyelamat safeguards and escape clause;
g. Prinsip preferensi bagi Negara sedang berkembang;
h. Prinsip penyelesaian sengketa secara damai;
i. Prinsip kedaulatan Negara atas kekayaan alam, kemakmuran dan
kehidupan ekonominya; j.
Prinsip kerja sama internasional. General Agreement on Tariff and Trade GATT yang diberlakukan
mulai tanggal 1 Januari 1948, berlaku sebagai peraturan perdagangan internasional yang terpenting pada masa sebelum terbentuknya persetujuan WTO,
dan juga berperan sebagai organisasi perdagangan internasional yakni sebagai
325
: 1.
Peraturan perdagangan internasional; 2.
Organisasi perdagangan internasional;
323
Ibid, Hal. 20-21
324
Ibid, Hal. 28-45
325
Triyana Yohanes, op.cit, Hal.45-46
Universitas Sumatera Utara
3. Forum negosiasi perdagangan dunia;
4. Forum penyelesaian sengketa perdagangan dunia.
Untuk mendukung realisasi perdagangan bebas, GATT 1947 menerapkan prinsip-prinsip pokok sebagai berikut
326
: 1.
Prinsip non-diskriminasi perlakuan yang sama terhadap semua anggota dan perlakuan yang sama antara produk impro dan produk
domestik; 2.
Prinsip resiprositas ketimbal-balikan dalam hubungan dagang antar peserta;
3. Prinsip proteksi melalui tariff perlindungan terhadap produk
domestik hanya boleh dilakukan melalui tarifbea masuk 4.
Prinsip laranan pembatasan kuantitatif larangan untuk melakukan pembatasan jumlah impor dan ekspor serta tindakan lain yang dapat
mempengaruhi jumlah impor dan ekspor dalam rangka perlindungan produk domestik;
5. Prinsip transparansi keterbukaan bagi semua kebijakan dagang yang
diambil oleh setiap peserta GATT 1947. Persetujuan WTO memperluas, memodifikasi dan penyempurnaan sistem
GATT 1947. Pasal-pasal GATT tertentu yang dihasilkan dalm perundingan GATT sebelum WTO, diberlakukan sebagai peraturan pokok di bidang
326
Ibid, Hal. 47
Universitas Sumatera Utara
perdagangan barang, dengan sebutan GATT 1994. Beberapa prinsip penting pengaturan perdagangan internasional di bawah WTO adalah sebagai berikut
327
: a.
Prinsip Most Favored Nation MFN, yakni perlakuan istimewa yang diberikan salah satu anggota WTO kepada salah satu anggota yang
lainnya, maka perlakuan seperti tersebut juga harus dinikmati oleh seluruh anggota WTO. Prinsip MFN ini diatur dalam Pasal I GATT
1994, Pasal 4 TRIPs dan Pasal II GATS. b.
Prinsip resiprositas menghendaki perlakuan yang sama antar anggota WTO secara timbal balik dalam melakukan hubungan dagang.
c. Prinsip proteksi melalui tarif bea masuk dan tariff binding. Pada
prinsipnya persetujuan WTO membolehkan proteksi terhadap produk domestik melalui tarif bea masuk, meskipun secara bertahap
hambatan tarif ini juga akan dihapuskan sesuai dengan jadwal penurunan tarif yang dinegosiasikan. Pasal II GATT mengatur
tentang jadwal penurunan tarif. Jadwal penurunan tarif yang telah disetujui dimasukkan dalam Annex Schedule yang merupakan bagian
integral dari GATT. d.
Prinsip National Treatment, yakni setiap anggota wajib memberi perlakuan yang sama antara produk impor dan produk domestik yang
dipasarkan dalam pasaran dalam negeri Negara tersebut. Pasal III GATT tahun 1994 dan Pasal 3 TRIPs mengatur tentang National
Treatment tersebut.
327
Ibid, Hal. 76-77
Universitas Sumatera Utara
e. Prinsip transparency. Prinsip transparansi terdapat dalam Pasal X
GATT 1994 yang mengatur tentang publikasi dan administrasi regulasi perdagangan, di mana pada prinsipnya semua peraturan dan
kebijakan suatu Negara anggota WTO mengenai klasifikasi atau penilaian untuk maksud kepabeanan harus dipublikasi sehingga dapat
diketahui Negara-Negara atau para pelaku dagang dari Negara- Negara anggota lainnya. Ketentuan serupa juga terdapat dalam Pasal
III GATS. f.
Prinsip larangan pembatasan kuantitatif. Pasal XI GATT 1994 mengatur tentang penghapusan pembatasan kuantitatif, yakni larangn
atau pembatasan proteksi terhadap produk domestik melalui pembatasan kuantitatif seperti pengenaan kuota impor dan ekspor,
pembatasan lisensi impor atau ekspor dan alat lain yang dapat mempengaruhi jumlah ekspor maupun impor.
Disamping kerjasama ekonomi secara global di bawah WTO dan lembaga-lembaga internasional lainnya, kerjasama ekonomi juga banyak
dilakukan Negara-Negara secara bilateral dan regional. Dengan dilatar belakangi kesamaan letak geografis dan kedekatan wilayah, kerjasama ekonomi regional
oleh beberapa Negara di kawasan tertentu nampaknya menjadi trend di masa setelah Perang Dunia II.
328
328
Ibid, Hal. 121
Universitas Sumatera Utara
Charter of the Economic Rights and Duties of States Piagam CERDS yang disahkan pada tanggal 12 Desember 1974 oleh UNCTAD
329
terdiri atas 34 pasal yang dikelompokkan menjadi 5 topik
330
: 1 Mukadimah; 2 Prinsip-prinsip fundamental mengenai hubungan-hubungan ekonomi internasional; 3 hak-hak
dan kewajiban-kewajiban ekonomi Negara-Negara; 4 tanggung jawab bersama terhadap masyarakat internasional; dan 5 ketentuan penutup.
Piagam CERDS mengakui keberadaan kelompok-kelompok atau organisasi regional yang bergerak dalam bidang ekonomi. Pasal 12 piagam ini
menyatakan bahwa Negara-Negara memiliki hak untuk bergabung dalam kelompok-kelompok kerja sama subregional, regional, dan interregional dalam
upayanya mengejar pembangunan ekonomi dan sosialnya.
331
Dibalik hal tersebut, ada kewajiban penting yang melekatinya, yaitu kewajiban yang juga diletakkan oleh Pasal XXIV GATT. Pasal ini mewajibkan
Negara-Negara untuk tidak membuat kebijakan-kebijakan ekonomi di antara mereka yang dapat merugikan kepentingan-kepentingan Negara lainnya atau
masyarakat internasional, khususnya Negara-Negara sedang berkembang.
332
Pande Radja Silalahi menyebutkan bahwa terdapat berbagai tipe pengaturan perdagangan regional regional trading arrangements, yaitu
333
:
329
Huala Adolf, op.cit, Hal. 197
330
Ibid, Hal. 198
331
Ibid, Hal. 217
332
Loc.cit, Pasal 12:1 : ...All States engaged in such-cooperation have the duty to ensure that the policies of those groupings to which they belong correspond to the provisions of the
present Charter and are outward-looking, consistent with their international obligations and with the needs of international economic cooperaion, and have full regard for the legitimate interests of
third countries, especially developing countries.
333
Triyana Yohanes, op.cit, Hal. 121-123
Universitas Sumatera Utara
1. Free Trade Area, yakni kelompok dua atau lebih wilayah
kepabeanan, dimana dalam hubungan dagang di antara anggota, kewajiban-kewajiban
atau ketentuan-ketentuan
pembatasan perdagangan dihapuskan secara substansial pada semua atau sebagian
mata dagangan untuk produk-produk yang berasal dari wilayah tersebut. Dalam pengaturan Free Trade Area, para anggota
meniadakan tarif di antara mereka, tetapi mempertahankan kemerdekaan masing-masing anggota dalam menentukan tarif
terhadap Negara bukan anggota. 2.
Custom Union, dapat diartikan sebagai sekelompok Negara yang telah menghapus berbagai hambatan tarif dan hambatan perdagangan
lainnya di antara barang-barang dagangan mereka dan mengenakan tarif bersama terhadap barang-barang impor yang berasal dari Negara
bukan anggota. 3.
Common Market. Dalam common market, disamping meniadakan tarif sesama anggota serta menerapkan tarif bersama terhadap produk
yang berasal dari Negara bukan anggota, Negara-Negara yang menjadi anggota suatu common market juga membebaskan
pergerakan barang, modal, tenaga kerja, dan perusahaan antar mereka.
4. Economic Union. Kerjasama ini melannjutkan pengaturan di atas
common market dan para anggotanya setuju untuk mempersatukan kebijakan fiskal, moneter, dan sosial ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
Setelah sukses dengan pembentukan kawasan perdagangan bebas, kini ASEAN melangkah lebih progresif lagi dengan cita-
cita pembentukan “ASEAN Economic Community
” atau Masyarakat Ekonomi ASEAN mengikuti model “European Community”. Cetak biru blueprint pembentukan Masyarakat
Ekonomi ASEAN ditandatangani tahun 2007 bersamaan dengan penandatanganan cetak biru pembentukan “ASEAN Security Community” dan “ASEAN Social
Cult ural Community”. Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang
diharapkan lebih mengintegrasikan ekonomi ASEAN ditargetkan akan sudah tercapai pada tahun 2015. Pencapaian Masyarakat Ekonomi ASEAN akan
dilakukan melalui kebebasan pergerakan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan modal antar Negara-Negara anggota ASEAN. Dengan demikian ke
depan ASEAN akan membentuk sebuah Economic Union.
334
Dalam pengaturan nasional, regional, dan dunia hubungan-hubungan ekonomi transnasional acapkali dibedakan antara 5 lima kategori utama
transaksi-transaksi internasional, dimana salah satunya adalah pergerakan barang- barang secara lintas batas Negara international movement of goods. Pergerakan
barang-barang secara lintas batas Negara ini juga merupakan bentuk integrasi ekonomi regional yang merupakan salah satu cakupan hukum ekonomi
internasional. Sesuai dengan Piagam CERDS, ASEAN Economic Community AEC
2015 yang sebagai bentuk integrasikerja sama ekonomi regional mewajibkan kepada seluruh Negara-Negara anggota ASEAN untuk menghapus segala bentuk
334
Ibid, Hal. 141
Universitas Sumatera Utara
hambatan baik yang bersifat tarif maupun non-tarif. Sehingga hal ini dapat memberikan keuntungan serta kemudahan dalam bersaing bagi Negara-Negara
anggota ASEAN sehingga perekonomian di kawasan tersebut dapat menjadi lebih kuat.
Dengan diimplementasikannya ASEAN Economic Community AEC 2015, maka status kerja sama regional ASEAN yang sebelumnya berupa Free
Trade Area yang bernama ASEAN Free Trade Area meningkat menjadi Economic Union. Implementasi ASEAN Economic Community AEC tidak hanya
berfokus kepada sektor perdagangan barang saja, namun telah dibarengi dengan pergerakan jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan modal yang bebas. Selain
itu, penghapusan tarif, serta penguatan kerja sama di bidang keamanan dan sosial budaya, menjadikan kerja sama ASEAN tidak hanya berkutat di bidang ekonomi
saja, tetapi pada 2 aspek lainnya yang tidak kalah pentingnya dengan bidang ekonomi.
D. Tinjauan Hukum Nasional Mengenai Kebijakan Free Flow of Goods