41 memperhatikan sesuatu dengan jangka waktu lama. Agar anak tidak cepat bosan,
maka pembelajaran dibuat secara bervariansi dan menyenangkan, sehingga tidak membuat anak terpaku di tempat dan menyimak dalam jangka waktu lama.
7 Masa belajar paling pontesial
Selama rentang waktu usia dini, anak mengalami berbagai pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat dan pesat pada berbagai aspek. Pada periode ini
hampir seluruh potensi anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara cepat dan hebat. Oleh karena itu, masa ini anak sangat
membutuhkan stimulasi dan rangsangan dari lingkungan, serta merupakan wahana yang memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak guna mencapai tahapan
sesuai dengan tugas perkembangannya.
3. Hubungan Cerita Dengan Pengetahuan Moral
Pada dasarnya anak usia dini merasa senang jika orang disekitarnya bercerita tentang hal yang disukai anak. Stewigh 1980 dalam Zuchdi Mustakim,
2005: 1 menyatakan bahwa anak senang pada cerita karena terdapat sejumlah manfaat bagi anak dalam perkembangan dan pembentukan pribadi anak. Cerita
merupakan hasil karya sastra yang dapat membentuk sikap positif pada anak, seperti 1 kesadaran akan harga diri self esteem, 2 toleransi terhadap orang
lain, 3 keingintahuan tentang kehidupan, 4 menyadari hubungan manusiawi Sawyer dan Commer, 1991 dalam Zuchdi 19961997: 76-79 dalam Mustakim
2005: 3.
42 Bercerita mempunyai peran penting untuk anak, hal ini dapat terjadi karena
beberapa hal sebagai berikut: 1
Bercerita merupakan alat pendidikan budi pekerti yang paling mudah dicerna anak disamping teladan yang dilihat anak setiap hari.
2 Bercerita merupakan metode dan materi yang dapat diintegrasikan dengan
dasar keterampilan lain, yakni berbicara “membaca”, “menulis”, dan menyimak tidak terkecuali anak Taman Kanak-Kanak.
3 Bercerita memberi ruang lingkup yang bebas untuk mengembangkan
kemampuan simpati dan berempati terhadap peristiwa yang dialami orang lain.
4 Bercerita memberi contoh cara menyikapi suatu permasalahan dengan baik,
sekaligus memberi “pelajaran” pada anak tentang mengendalikan keinginan. 5
Bercerita memberi barometer pada anak. 6
Bercerita memberikan pelajaran budaya dan budi pekerti yang memiliki retensi lebih kuat daripada “pelajaran” budi pekerti melalui penuturan dan
perintah langsung. 7
Bercerita memberi ruang gerak pada anak dan nilai yang didapat akan diaplikasikan.
8 Bercerita memberikan efek psikologis yang positif bagi anak dan pencerita.
9 Bercerita membangkitkan rasa tahu anak akan peristiwa, alur, plot, dan
menumbuhkan kemampuan merangkai hubungan sebab akibat dalam suatu peristiwa.
43 10
Bercerita memberikan daya tarik bersekolah karena ada efek rekreatif dan imajinatif yang dibutuhkan anak Taman Kanak-Kanak.
11 Bercerita mendorong anak memberikan “makna” bagi proses belajar terutama
mengenai empati. Sedangkan Coles 1989 dalam Kompasnia, 24 Juni 2015 mengungkapkan
bahwa cerita dapat meningkatkan daya ingat, kemampuan mengingat kembali, aplikasi konsep pada situasi baru, pemahaman, semangat belajar pada topik
pelajaran. Aswin Hadis 2003 dalam Mustakim 2005: 148 menyatakan bahwa kegiatan bercerita untuk menumbuhkan dan mengembangkan konsep kognisi anak
yang terbagi tiga bagian, yaitu: 1 belajar memecahkan masalah, 2 berpikir logis, dan 3 berpikir secara simbolik.
Tadkiroatun 2005: 75 menegaskan bahwasannya penanaman moral dalam pengetahuan moral pada masa anak usia dini dapat dilakukan dengan berbagai
cara, salah satunya dengan memberikan gambaran melalui cerita. Hal ini sejalan dengan Jean Piaget 1965 dalam Tadkiroatun 2005: 77 karena mengukur
perkembangan moral anak dengan cerita dan pernyataan Piaget 1969, via Brewer, 1995 dalam Tadkiroatun 2005: 75 menyatakan perkembangan
intelektual atau pengetahuan dipengaruhi oleh maturasi dan pengalaman. Sejalan juga dengan pernyataan Kolhberg via Poerwanti Widodo 2002 dalam
Tadkiroatun 2005: 75-76 berdasarkan penelitian longitudinal tentang perkembangan moral anak, maka menyimpulkan bahwa moral pada masa anak
usia dini tidak dipahami dalam arti sebenarnya. Moralitas dipandang sebagai suatu konflik antara kepentingan diri dan lingkungan, yaitu: antara hak dan kewajiban.
44 Oleh karena itu, cerita yang melibatkan pertarungan baik dan buruk dalam
kehidupan menjadi “pelajaran” moral yang cukup penting untuk anak. Berdasarkan hasil pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa cerita fabel
ada hubungan dengan pengetahuan moral. Cerita menjadi stimulus yang efektif mengenai perilaku moral dan pengetahuan moral karena konsep moral dalam
ranah yang mudah dicerna anak. Cerita memberikan pilihan, merangsang daya analisis anak melalui informasi tersirat, merangsang kepekaan akan kebutuhan
dan perasaan orang lain serta perasaan diri sendiri.
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian antara lain: 1.
Hasil penelitiaan Martha Christianti Nur Cholimah 2012 dari artikel penelitian y
ang berjudul “Pengenalan Karakter Untuk Anak Usia Dini Melalui Cerita Rakyat Budaya Lokal”. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati
kemampuan anak dalam mengenal karakter yang ditanamkan pada anak
melalui cerita-cerita rakyat budaya lokal dan bagaimana proses pembelajaran
tersebut dapat terlaksana pada anak usia dini. Penelitian ini berupa penelitian
pra eksperimen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan indikator pengenalan karakter rata-rata anak sejumlah 20 persen. Adapun
langkah yang harus dilakukan pendidik dalam mengembangkan cerita rakyat dalam pembelajaran anak usia dini adalah 1 melakukan identifikasi terhadap
karakter yang harus dikenalkan sesuai dengan kebutuhan anak, 2 merancang instrumen untuk mengukur karakter, 3 memilah cerita rakyat yang sesuai
dengan karakter yang ingin dikembangkan, 4 melakukan modifikasi terhadap