33 nilai moral berlaku juga untuk setiap manusia. Orang yang tidak mengakui nilai
moral mempunyai cacat sebagai manusia. 4
Bersifat formal Nilai-nilai moral tidak memiliki isi tersendiri, terpisah dari nilai-nilai lain. Tidak
ada nilai-nilai moral yang murni, terlepas dari nilai-nilai lain. Hal itulah yang dimaksudkan bahwa nilai moral bersifat formal.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa di dalam moral yang menjadi tolak ukur suatu perbuatan itu bernilai baik atau buruk adalah adat
istiadat yang berlaku di dalam masyarakat tertentu. Nilai-nilai moral yang bersifat objectivistic dikategorikan sebagai moral kesusilaan, seperti kejujuran, keadilan,
keikhlasan, tanggungjawab dan lain-lain. Adapun nilai-nilai moral yang bersifat relativistic dikategorikan sebagai moral kesopanan, seperti berbicara secara sopan,
hormat kepada orang yang lebih tua, tidak bertamu pada jam istirahat dan sebagainya. Didalam nilai moral juga terdapat batasan-batasan berlakunya nilai
tersebut. Batasan-batasan tersebut diantaranya nilai universal, berlaku bagi seluruh umat manusia bilamana dan dimanapun seperti hak asasi manusia. Nilai
abadi, yakni berlaku kapan pun dan dimana pun seperti kebebasan beragama.
e. Pengetahuan Moral
Pengetahuan moral pada dasarnya hanya sebatas mengetahui perilaku tentang moral. Perilaku tersebut berwujud nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral yang
akan digunakan untuk mengetahui pengetahuan moral dalam cerita adalah nilai moral yang bersifat objectivistic dikategorikan sebagai moral kesusilaan, seperti
kejujuran, keadilan, keikhlasan, tanggungjawab, kedisiplinan dan lain-lain.
34 Peneliti dalam mengambil nilai moral untuk mengetahui pengetahuan moral anak
menggunakan tiga nilai yaitu: 1.
Kejujuran Euis Sunarti 2005: 13 menjelaskan bahwa kejujuran merupakan
penyampaian sesuatu maupun tindakan sesuai dengan kenyataan yang dilakukan dengan tulus, terbuka dan dapat dipercaya. Jujur juga berarti tidak bohong dan
mengatakan sesuai kebenaran dalam keadaan apapun. Sedangkan, Muhaimin Azzet 2011: 89 dalam Yusti 2015: 30 menegaskan bahwa kejujuran adalah hal
paling mendasar dalam kepribadian seorang anak manusia. Hal ini didasarkan pada upaya menjadikan diri anak sebagai orang yang dapat dipercaya, baik
terhadap dirinya maupun orang lain. Azizah Munawaroh 2012: 15 dalam Yusti 2015: 30 menyatakan bahwa
jujur adalah akhlak utama yang terbagi menjadi beberapa bagian. Dari sifat jujur tersebut tercabang menjadi
beberapa bagian sifat, yaitu sabar, qana’ah, zuhud, dan ridha. Selain itu, kejujuran terdiri dari tiga bagian, yaitu kejujuran hati dengan
iman secara benar, niat yang benar dalam perbuatan, dan kata-kata yang benar dalam ucapan.
Dari hasil pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kejujuran sangat penting dalam kehidupan seseorang dan berkaitan dengan dirinya. Selain itu,
kejujuran adalah salah satu akhlak dasar manusia untuk menjadi berani, berpendirian dan tidak ragu-ragu. Oleh karena itu, kejujuran harus dibangun sejak
usia dini melalui proses pendidikan.
35 2.
Kedisiplinan Kedisiplinan pada anak usia dini merupakan cara orang dewasa dalam
mendidik anak tentang perilaku moral dan etika dimana anak pada akhirnya dapat berlaku tertib dan patuh terhadap peraturan-peraturan yang ada berdasarkan
kesadaran diri. Menurut Hurlock 1978: 82 kedisiplinan merupakan kebutuhan perkembangan serta upaya pengembangan perilaku anak yang dilakukan orang
dewasa agar sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Hal tersebut mewujudkan lima unsur kedisiplinan menurut Kurtinez Grief 1974 dalam
Hurlock 1978: 84-92, yaitu: 1 aturan sebagai pedoman tingkah laku, 2 kebiasaan, 3 hukuman untuk pelanggaran aturan, 4 penghargaan untuk
perilaku yang baik, dan 5 konsistensi dalam menjalankan aturan baik. Menurut Maria 2005: 139 istilah disiplin diturunkan dari kata Latin
disiplina yang berkaitan dengan dua istilah lain, yaitu: discere belajar dan discipulus murid. Sehingga kedisiplinan dapat diartikan apa-apa yang
disampaikan oleh seorang guru kepada peserta didik. Sedangkan, Hurlock 1978: 82 mengungkapkan bahwa kedisiplinan berasal dari kata disciple yakni seorang
yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin. Kedisiplinan merupakan salah satu cara untuk membantu anak agar dapat mengembangkan
pengendalian diri. Pengendalian diri yang dimaksud yaitu: dengan mengukuti peraturan dan norma yang ada. Kedisiplinan mengajarkan kepada anak cara
berpikir secara teratur Anonimous, 2003 dalam Maria 2005: 140. Artinya kedisiplinan itu berbicara tentang sopan santun dan adab yang berlaku dalam
masyarakat.
36 Berdasarkan beberapa paparan pengertian kedisiplinan di atas, dapat
disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah taat perilaku, waktu dan aturan dalam berbagai situasi dan kondisi. Dengan kedisiplinan diharapkan peserta didik
mampu mengendalikan diri dan bersikap sesuai dengan norma dan adab yang berlaku.
3. Tanggungjawab
Tanggungjawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dilakukan terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan alam, sosial, dan budaya, negara dan Allah Yang Maha Esa. Untuk dapat memiliki sikap tanggungjawab tidak diperoleh
begitu saja. Tanggungjawab sosial pada anak usia dini belum bisa disamakan dengan tanggungjawab sosial orang dewasa. Judith Van Hook, dkk Van Hoorn,
1999: 26-27 dalam Suryati Sidharto 2007: 28 mengemukakan bahwa permasalahan sosial masih cukup abstrak bagi anak usia dini. Anak usia dini
mempunyai tiga macam pemahaman, yaitu: pengetahuan tentang kemampuan fisiknya, kemampuan tentang logikanalar-matematika dan pengetahuan interaksi
sosial. Dalam pendekatan pada anak usia dini tentang penerapan tanggungjawab masih perlu pembiasaan kepada anak sehingga sedikit demi sedikit akan terbiasa.
Tanggungjawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Selain itu, menurut
Jacob Azerrad, 2005; 186 dalam Rohyati 2015: 11 perilaku bertanggungjawab adalah hasil dari pujian dan dorongan semangat terhadap pertumbuhan menjadi
dewasa, serta terhadap perbuatan yang menunjukkan kemandirian. Menurut
37 Fadilah dan Lilif dalam buku Pendidikan Karakter Anak Usia Dini; 2013
tanggungjawab yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan alam, sosial, dan budaya, Negara dan Allah Yang Maha Esa. Euis Sunarti 2005: 14 menjelaskan bahwa tanggungjawab adalah melakukan sesuatu
hal atas keinginan sendiri dan mampu melakukannya. Menurut Anita Lie dan Sarah Prasasti 2004: 3 dalam Rohyati 2015: 12 sikap tanggungjawab anak
dapat dimulai dari yang sederhana. Mulai dari menjaga barang miliknya sendiri, merapikan kamar tidur dan kemudian merapikan alat-alat permainan yang telah
digunakan. Pendidik dan orangtua perlu menjadi contoh, karena anak-anak belajar dari apa yang anak lihat disekitarnya terutama keluarga. Selain itu, anak-anak juga
perlu diberikan penguatan oleh orangtua dan pendidik untuk memotivasi anak agar dapat lebih bertanggungjawab terhadap perilakunya sendiri.
Sylvia Rimm 2003: 34 dalam Rohyati 2015: 12 menyatakan bahwa anak-anak mulai belajar tanggungjawab pada saat usia dua tahun. Anak-anak
belajar merapikan permainan, menggantungkan tas pada tempatnya, meletakkan sepatu pada tempatnya dan anak membantu tugas orangtua dengan cara membagi
tugas. Misalnya, ketika ibu sedang memasak, anak bisa memberi makan hewan peliharaan.
Faktor-faktor yang mendorong timbulnya tanggungjawab pada anak yakni faktor internal dan faktor eksternal. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini
disesuaikan dengan Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak STPPA kurikulum 2013, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
38 Indonesia. Menurut kurikulum 2013 lingkup perkembangan anak terhadap rasa
tanggungjawab untuk diri sendiri dan orang lain pada usia 5-6 tahun adalah sebagai berikut: 1 tahu akan haknya, 2 mentaati aturan kelas kegiatan, aturan,
3 mengatur diri sendiri, dan 4 bertanggungjawab atas perilakunya untuk kebaikan diri sendiri.
Dari pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tanggungjawab merupakan sikap yang harus dilaksanakan diri sendiri sesuai dengan tugas.
Tanggungjawab berkaitan dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya. Memegang tanggungjawab pada sesuatu atau seseorang berarti bahwa kita dapat
mempertanggungjawabkan tindakan kita. Sikap tanggungjawab anak meliputi anak dapat menghargai waktu, anak mengerjakan tugas yang telah diberikan
kepadanya, menjaga barang-barang miliknya sendiri, dan meletakkan barang sesuai dengan tempatnya. Anak dapat berlatih tanggungjawab dengan cara
memberikannya suatu tugas dimana anak diharuskan untuk bertanggungjawab dengan tugas tersebut. Selain itu, pendidik dan orangtua harus percaya bahwa
anak dapat bertanggungjawab akan tugasnya. Pendidik dan orangtua hanya perlu memberikan motivasi, membimbing, dan memberikan pujian untuk anak.
f. Karakteristik Anak Usia Dini