Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan diibaratkan suatu wilayah yang luas. Banyak berbagai macam lingkupnya yaitu mencangkup pembelajaran, pengalaman, dan pemikiran manusia. Pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan sengaja dilakukan untuk membantu manusia mengubah tingkah laku baik secara individual maupun kelompok sebagai upaya pendewasaan melalui pengajaran dan pembelajaran yang berdasarkan landasan pemikiran tertentu. Selanjutnya, dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya di masyarakat, bangsa, dan negara. Langeveld dalam Uyoh Sadulloh, dkk 2010: 3 menegaskan bahwasannya pendidikan secara spesifik adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Lebih jelasnya, pendidikan menjadi suatu jembatan ilmu antara orang dewasa dan anak agar anak mencapai kedewasaan yang mampu mengembangkan potensi diri dan mengubah tingkah laku. Pendidikan dapat pula menjadi suatu investasi bagi bangsa sendiri. Melalui pendidikan dapat membekali seseorang berbagai pengetahuan keterampilan, nilai, dan sikap yang diperlukan untuk bekerja secara produktif sesuai tuntutan perkembangan zaman. 2 Pendidikan Anak Usia Dini PAUD merupakan salah satu bagian tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional yang pada saat ini telah mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah. PAUD dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan perkembangan yang pesat, dapat dilihat dari adanya peningkatan jumlah satuan PAUD yang cukup signifikan dan diprakarsai oleh masyarakat sekitar secara mandiri diseluruh pelosok negeri. Perkembangan ini menjadi bagian penting dari program utama pembangunan pendidikan nasional. Pada perkembangan PAUD saat ini, masyarakat telah menunjukkan kepedulian terhadap masalah pendidikan, pengasuhan dan perlindungan anak. Bentuk layanan yang dilakukan oleh masyarakat disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi yang ada. PAUD terdiri dari jalur formal, informal dan non formal. Dalam upaya PAUD, tidak terlepas dari standar tingkat pencapaian perkembangan anak STPPA yang telah ditetapkan pemerintah melalui Kemendikbud bagian Ditjen PAUD-DIKMAS. Standar tingkat pencapaian perkembangan anak STPPA berisi tentang kaidah pertumbuhan dan perkembangan yang dicapai sebagai aktualisasi potensi semua aspek perkembangan yang diharapkan dapat dicapai anak pada setiap tahap perkembangannya, bukan hanya suatu tingkat pencapaian perkembangan kecakapan secara akademik. Standar tingkat pencapaian perkembangan menggambarkan pertumbuhan dan perkembangan yang diharapkan akan dicapai anak pada rentang usia tertentu. Standar perkembangan ini telah diatur dalam Permendikbud 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. Anak usia dini memiliki 3 pola pertumbuhan dan perkembangan koordinasi motorik halus dan kasar, daya cipta, bahasa dan komunikasi. Pola pertumbuhan dan perkembangan ini tercakup dalam kecerdasan intelektual IQ, kecerdasan emosional EQ, kecerdasan spiritual SQ atau kecerdasan agama atau religius RQ sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini perlu diarahkan pada peletakan dasar-dasar yang tepat bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia seutuhnya. Pendidikan Anak Usia Dini PAUD bertujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh dalam seluruh aspek perkembangan agar kelak dapat menjadi manusia yang seutuhnya dan mempersiapkan anak untuk lebih mandiri dan berkarakter dalam memasuki jenjang sekolah dasar. Anak dapat dipandang sebagai individu yang baru mengenal dunia. Anak belum mengetahui tata krama, sopan santun, aturan, norma, etika dan berbagai hal tentang dunia. Anak juga sedang belajar berkomunikasi dengan orang lain dan belajar memahami orang lain. Anak perlu dibimbing agar mampu memahami berbagai hal tentang dunia dan isinya. Anak juga perlu dibimbing agar memahami berbagai fenomena alam dan dapat melakukan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup di masyarakat. Interaksi anak dengan benda dan orang lain diperlukan agar anak mampu mengembangkan kepribadian, dan akhlak yang mulia. Usia dini merupakan usia yang sangat berharga untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme, agama, etika, moral serta untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak. 4 Asep Umar Fakhrudin 2009: 1 menjelaskan bahwa tujuan pendidikan anak usia dini berbeda dari pendidikan anak usia sekolah dasar awal. Jika pendidikan bagi anak usia pra sekolah bertujuan mengoptimalkan tumbuh kembang anak, maka konsep pendidikan di awal sekolah dasar bertujuan mengarahkan anak agar dapat mengikuti tahapan-tahapan pendidikan sesuai jenjangnya. Selain itu, pendidikan di awal sekolah dasar bertujuan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan guna mengoptimalkan kecerdasannya. Disinilah perbedaan antara pendidikan usia dini dengan pendidikan di sekolah dasar. Dapat dikatakan bahwa pendidikan anak usia dini dilakukan untuk memberi stimulasi perkembangan seluruh aspek perkembangan anak. Salah satu bentuk pendidikan anak usia dini dapat diwujudkan dalam pendidikan formal ditingkat Taman Kanak-kanak TK dan Raudhatul Athfal RA. Anak dalam sebuah negara adalah agent of change yaitu agen perubahan bagi bangsanya. Anak dapat dikatakan sebagai generasi penerus bangsa yang memegang peran yang penting bagi kelangsungan hidup negara. Oleh sebab itu, anak perlu dibina dan didik sejak dini agar menjadi generasi masa depan yang diharapkan bangsa. Anak usia dini memiliki umur yang krusial untuk tumbuh dan berkembang secara pesat pada semua aspek perkembangannya. Perkembangan pesat akan mempengaruhi tahap perkembangan selanjutnya. Usia dini atau “early childhood ” berada pada rentang usia 0-8 tahun menurut NAECY National Association for the Education Young Children dalam Tadkiroatun 2005: 1. Usia ini disebut dengan masa golden age atau masa keemasan. Masa keemasan 5 merupakan masa ketika anak memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan, tepatnya pada usia 0-4 tahun. Dalam tahap perkembangan anak usia dini perlu pengoptimalan semua aspek perkembangan baik aspek nilai agama dan moral, aspek fisik motorik, aspek kognitif, aspek bahasa, aspek sosial emosional, dan aspek seni. Oleh karena itu, masa usia dini merupakan masa paling potensial untuk belajar dan mendapat pengalaman. Pada perkembangan anak usia dini juga dapat mengembangkan pengetahuan moral anak sejak dini. Diharapkan pada tahap perkembangan selanjutnya anak akan mampu membedakan baik buruk, benar salah, sehingga ia dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Webster New World Dictionary 1981 dalam Maria 2005: 45 moral adalah sesuatu yang berkaitan atau hubungannya dengan kemampuan menentukan benar salah dan baik buruknya suatu tingkah laku. Pengetahuan moral juga berkaitan dengan tingkat kecerdasan seseorang. Sekitar usia 6 tahun mulai menginternalisasi kaidah moral dari perilaku hingga memperoleh suatu kata hati dan mulai merepresentasikan dunianya dengan kata-kata, gambar dan bayangan. Pada usia ini anak mulai dapat membuat pertimbangan yang akurat mengenai salah dan benar dan mulai memegang teguh pemahaman barunya mengenai kaidah Elkind, 1981 via Bredekamp, 1992: 65 dalam Tadkiroatun 2005: 16. Moral anak usia dini tidak akan jauh dari tingkah laku lingkungan dimana anak tersebut tumbuh dan berkembang. Jika lingkungan anak baik, maka anak akan menjadi baik maupun sebaliknya. Untuk mengetahui seberapa pesat pengetahuan moral anak usia dini dapat dilakukan melalui kegiatan cerita. Kegiatan cerita yang dibuat disesuaikan 6 dengan tahap usia anak. Hal tersebut harus diperhatikan agar tidak menjadi salah instal dikemudian hari. Pada dasarnya anak usia dini merasa senang jika orang disekitarnya bercerita tentang hal yang disukai anak. Stewigh 1980 dalam Zuchdi Mustakim, 2005: 1 menyatakan bahwa anak senang pada cerita karena terdapat sejumlah manfaat bagi anak dalam perkembangan dan pembentukan pribadi anak. Cerita merupakan hasil karya sastra yang dapat membentuk sikap positif pada anak, seperti 1 kesadaran akan harga diri self esteem, 2 toleransi terhadap orang lain, 3 keingintahuan tentang kehidupan, 4 menyadari hubungan manusiawi Sawyer dan Commer, 1991 dalam Zuchdi 19961997: 76-79 dalam Mustakim 2005: 3. Dari sebuah cerita, sikap positif anak akan terbentuk dengan sendirinya. Cerita yang sering disajikan oleh anak usia 4-6 tahun salah satunya adalah cerita fabel. Dalam cerita ini menggambarkan peran tokoh binatang yang mengandung unsur imajinasi dan nilai-nilai moral. Seorang guru dalam menyampaikan cerita juga harus mampu mengekspresikan dan menyampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami anak sehingga esensi nilai cerita dapat tersampaikan pada anak. Cerita juga mempunyai peran penting dalam perkembangan anak. Peran tersebut menjadi bekal yang bermanfaat untuk anak pada tahap perkembangan selanjutnya. Kebiasaan cerita ini akan mempunyai hubungan dengan aspek perkembangan anak salah satunya dalam pengetahuan moral anak. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan pada saat kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan PPL di salah satu TK kelurahan Gadingharjo Sanden 7 Bantul, anak-anak TK senang mendengarkan cerita yang dibacakan oleh guru. Kegiatan bercerita di TK kelurahan Gadingharjo Sanden Bantul dilaksanakan selama satu minggu sekali pada hari Jum ’at. Anak-anak TK lebih suka pada cerita yang mangandung unsur cerita binatang dan berisi pengalaman yang ada dikehidupan sehari-hari. Ketika guru belum selesai maupun selesai membacakan sebuah cerita, anak selalu ingin bertanya tentang hal yang sedang diceritakan dan bercerita kepada teman tentang hal yang mirip dengan isi cerita. Kondisi pada saat guru bercerita, ada beberapa anak yang tidak memperhatikan dan memperhatikan. Guru dalam menceritakan cerita dengan menyesuaikan kondisi dalam alur cerita. Ketika selesai membacakan cerita guru bertanya akan pesan yang ada dalam cerita dan sebagain besar anak sudah mampu menangkap pesan moral yang disampaikan dalam cerita. Jika ada yang belum bisa menangkap pesan guru menjelaskan kembali. Keunikan dalam bercerita ini, pada suatu kejadian anak benar-benar dapat mengaplikasikan pesan moral yang ada dalam cerita. Pada saat peneliti mengobservasi kelompok B, terdapat anak yang spontan menerapkan pesan moral yang ada dalam cerita tentang tolong menolong. Ketika anak ditanya akan cerita yang telah diceritakan guru, anak dapat menjawab dan menyampaikannya. Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada permasalahan dimana sebuah cerita dapat menambah pengetahuan moral anak TK di salah satu TK kelurahan Gadingharjo Sanden Bantul. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai efektivitas cerita fabel terhadap pengetahuan moral anak TK disalah satu TK kelurahan Gadingharjo Sanden Bantul. Hubungan pengetahuan moral dengan beberapa 8 cerita fabel akan dicari hubungan keduanya. Kegiatan ini, akan dilakukan di lembaga pendidikan TK PKK 106 Merten kelompok B. Kegiatan penelitian ini akan dilakukan secara kontinyu di TK PKK 106 Merten kelompok B. Dari uraian masalah di atas, perlu diadakannya penelitian ini sebagai penunjang penambahan pengetahuan peneliti. Dalam kesempatan ini, peneliti ingin mengetahui hubungan isi cerita fabel dengan pengetahuan moral anak usia dini. Penelitan yang akan dilakukan mengenai hubungan cerita fabel dengan pengetahuan moral anak kelompok B TK PKK 106 Merten kecamatan Sanden Bantul. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka didapatkan beberapa identifikasi masalah, yaitu: 1. Cerita yang disajikan adalah cerita berulang. 2. Belum adanya penganalisisan isi cerita pada cerita yang akan dibacakan ke anak. 3. Esensi nilai dalam cerita seringkali belum terdapat pengetahuan moral. 4. Belum diketahuinya hubungan cerita dengan pengetahuan moral anak.

C. Pembatasan Masalah