1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan  adalah  upaya  yang  terorganisasi,  berencana,  dan  berlangsung secara  terus-menerus  sepanjang  hayat  untuk  membina  siswa  menjadi  manusia
yang  dewasa  dan  berbudaya.  Upaya  ini  berorientasi  pada  asas  pendidikan  yang mengembangkan seluruh aspek potensi siswa, diantaranya aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik Susanto, 2013: 85. Matematika  merupakan  salah  satu  mata  pelajaran  penting  di  sekolah
dasar. Matematika adalah salah satu disiplin ilmu pasti yang mengungkapkan ide- ide  abstrak  yang  berisi  simbol-simbol  yang  terdapat  aktivitas  berhitung  dan
mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan berpendapat dalam memecahkan masalah  dalam  kehidupan  bermasyarakat  sehari-hari  Susanto,  2013:  185.
Matematika diajarkan pada setiap jenjang pendidikan. Salah satunya pada jenjang sekolah dasar. Mata pelajaran matematika pada jenjang Sekolah Dasar merupakan
modal  atau  dasar  bagi  siswa  untuk  melanjutkan  pengetahuan  ke  tingkat berikutnya.  Mata  pelajaran  matematika  mengajarkan  kita  untuk  dapat  mengenal
angka  dan  mengoperasikannya.  Disamping  itu,  mata  pelajaran  matematika berkaitan  dengan  dunia  sekitar  kita.  Kita  mampu  mengukur  benda  yang  ada  di
sekitar kita dengan matematika. Menurut  Cockroft  dalam  Abdulrahman,  2009:  253  matematika  perlu
diajarkan  kepada  siswa  karena  mempunyai  peran;  1  selalu  digunakan  dalam segala  segi  kehidupan;  2  semua  bidang  studi  memerlukan  keterampilan
matematika  yang sesuai; 3 merupakan sarana  komunikasi  kuat,  singkat,  dan jelas;  4  dapat  digunakan  untuk  menyajikan  informasi  dalam  berbagai
cara;  5  meningkatkan  kemampuan  berpikir  logis,  ketelitian,  dan  kesadaran keruangan,
dan; 6 memberikan  kepuasan  terhadap  usaha  memecahkan
masalah  yang  menantang.  Berdasarkan  hal  tersebut  maka  matematika  perlu diajarkan  kepada  setiap  siswa sejak dini.
Guru  dan  siswa  bersama-sama  menjadi  pelaku  terlaksananya  tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar. Tujuan pembelajaran akan mencapai
hasil yang maksimal apabila pembelajaran berjalan dengan efektif. Pembelajaran efektif  adalah  pembelajaran  yang  mampu  melibatkan  seluruh  siswa  secara  aktif
Susanto,  2013:  187-188.  Pembelajaran  matematika  adalah  suatu  proses  belajar mengajar  yang  dibangun  oleh  guru  untuk  mengembangkan  kreativitas  berpikir
siswa  yang  dapat  meningkatkan  kemampuan  mengkonstruksi  pengetahuan  baru sebagai  upaya  meningkatkan  penguasaan  yang  baik  terhadap  materi  matematika
Susanto,  2013:  186.  Pembelajaran  matematika  tidak  hanya  cukup  dengan membaca,  tetapi  kita  harus  menyediakan  tenaga  yang  lebih  untuk  memahami
definisi,  rumus,  berlatih  soal,  berlatih  kemampuan  analisis,  dan  sebagainya Nurhidayati,  2013:  42.  Sanjaya  2006:  1  juga  mengungkapkan  bahwa  siswa
dalam  proses  pembelajaran  di  dalam  kelas  perlu  diarahkan  pada  kemampuan memahami  informasi  yang  diperolehnya  lalu  dihubungkan  dengan  kehidupan
nyata  sehari-hari.  Siswa  dapat  menggunakan  pengalaman  yang  didapat  dalam kehidupan  sehari-hari  sebagai  sarana  untuk  belajar.  Salah  satu  cara  untuk
menumbuhkan  minat  dan  prestasi  belajar  matematika  disini  adalah  dengan menghadapkan  siswa  pada  realitas  dunia  nyata  sebagai  titik  awal  dalam
pembelajaran.  Pembelajaran  realistik  yaitu  penggunaan  lingkungan  dunia  nyata yang  ada  di  lingkungan  sekitar  agar  lebih  mudah  dipahami  siswa  guna
memperlancar dan mempermudah proses pembelajaran matematika. Banyak siswa yang  kurang  bersemangat  dalam  mengikuti  proses  pembelajaran.  Salah  satu  hal
yang  mempengaruhi  semangat  siswa  adalah  minat  siswa  pada  penyajian  materi yang disampaikan.
Hasil  wawancara  antara  peneliti  dengan  guru  kelas  II  SDN  Plaosan  2, Mlati,  Sleman,  Yogyakarta  pada  tanggal  5  Juni  2015  mengatakan  bahwa
rendahnya  prestasi  belajar  siswa  dalam  mata  pelajaran  matematika  dikarenakan oleh  siswa  yang  sering  bermalas-malasan,  ribut  sendiri  ketika  guru  sedang
menerangkan dan siswa kurang berminat terhadap pelajaran yang diberikan guru. Kegiatan  pembelajaran  yang  dilakukan  juga  lebih  banyak  menggunakan  metode
ceramah  tanpa  di  dukung  metode  pembelajaran  yang  bervariasi,  sehingga pembelajaran  tampak  monoton  dan  kurang  melibatkan  siswa  secara  aktif.  Siswa
tidak dihadapkan pada realitas yang memuat masalah matematika atau hitungan dalam pembelajaran  matematika.  Guru  enggan  melaksanakan  pembelajaran  dengan
menggunakan  alat  peraga  maupun  metode  yang  lebih  menyenangkan  atau membantu siswa menemukan proses belajarnya.
Menurut guru kelas II SDN Plaosan 2 salah satu materi pada pembelajaran Matematika kelas II SDN Plaosan 2 adalah pengukuran. Pengukuran dalam hal ini
mengukur  menggunakan  alat  ukur  panjang  tidak  baku  dan  baku.  Pemahaman siswa  pada  materi  pengukuran  menggunakan  alat  ukur  panjang  tidak  baku  dan
baku  pada  siswa  kelas  II  masih  kurang,  di  lain  sisi  pelajaran  matematika dipandang  sebagai  mata  pelajaran  yang  sulit  dipelajari  khususnya  pada  materi
mengukur  menggunakan  alat  ukur  panjang  tidak  baku  dan  baku.  Hasil  observasi dokumen  yang  dilakukan  oleh  peneliti  di  SDN  Plaosan  2  Mlati,  Sleman,
Yogyakarta  pada  tanggal  5  Juni  2015  yaitu  hasil  rata-rata  nilai  ulangan  harian SDN  Plaosan  2  kelas  I I  tahun  20132014  sebagai  kondisi  awal  adalah  62,94.
Jumlah  siswa  yang  mencapai  KKM  adalah  8  siswa  dari  17  siswa  47,06, sedang KKM nilai matematika yang ditetapkan adalah 65.
Hasil  observasi  kelas  yang  dilakukan  oleh  peneliti  pada  tanggal  30  Juli 2015,  peneliti  menemukan  rendahnya  minat  siswa  terhadap  pembelajaran
matematika  yang  sedang  berlangsung  di  kelas.  Dari  19  orang  siswa  di  kelas  II SDN Plaosan 2  yang diamati,  terdapat  6 orang anak atau sebanyak 31,59 anak
yang  mau  atau  berani  bertanya  kepada  guru.  Siswa  yang  berani  mengangkat tangan  ada  9  orang  anak  atau  sekitar  47,37  siswa.  Adapun  siswa  yang  berani
menjawab pertanyaan dari guru hanya 9 orang anak atau bila hitung dalam persen sekitar  47,37  siswa.  Hanya  21,1  atau  4  orang  siswa  yang  berani  menuliskan
jawaban mereka pada papan tulis di depan kelas. Siswa yang tidak memperhatikan ini  mencapai  15  siswa,  atau  sekitar  78,95  dari  keseluruhan  jumlah  siswa.  Ini
menunjukkan sangat rendahnya minat yang ada pada siswa kelas II SDN Plaosan 2 Tahun Ajaran 20152016.
Selain  melakukan  wawancara,  pengambilan  data  dokumen  hasil  belajar siswa,  dan  observasi  kelas,  peneliti  juga  melakukan  penyebaran  kuisioner  pada
tanggal 3 Agustus 2015 untuk memperkuat data kondisi awal siswa. Berdasarkan kuisioner  yang  telah  disebar,  diperoleh  data  rata-rata  semua  siswa  yang
berdasarkan  ciri-ciri  minat  siswa  yang  dijadikan  sebagai  indikator  yang mempengaruhi  minat  siswa.  Indikator  pertama  yang  menunjukkan  perasaan
senang  siswa  berada  pada  rata-rata  1,53  dari  skala  angka  1  sampai  5,  hal  ini menunjukkan  bahwa  siswa  kurang  senang  pada  pembelajaran  matematika.
Indikator yang kedua yaitu siswa terfokus dalam proses pembelajaran berada pada rata-rata  1,48,  hal  ini  menunjukkan  siswa  tidak  terfokus  dalam  proses
pembelajaran  matematika.  Indikator  yang  ketiga  yaitu  siswa  tertarik  pada  materi pembelajaran berada pada rata-rata 1,74, hal ini menunjukkan siswa tidak tertarik
pada materi pembelajaran matematika. Indikator yang terakhir adalah siswa yang menunjukkan keikutsertaan dalam pembelajaran, rata-ratanya adalah 1,68, hal ini
menunjukkan  siswa  kurang  aktif  pada  keikutsertaannya  dalam  pembelajaran matematika.  Berdasarkan  data  keempat  indikator  minat  tersebut,  dapat
disimpulakan  bahwa  siswa  tidak  berminat  terhadap  pembelajaran  matematika. Pendidikan  Matematika  Realistik  Indonesia  PMRI  merupakan  suatu
pendidikan  matematika  yang  dihasilkan  dari  adaptasi  Realistic  Mathematic Education  RME  yang  disesuaikan  dengan  kondisi  budaya,  geografi  dan
kehidupan  masyarakat  Indonesia  sehari-hari  Suryanto,  2010:  37.  Menurut Supinah  2008:  14  RME  adalah  landasan  filosofi  PMRI.  RME
merupakan teori  pembelajaran  matematika
yang  dikembangkan  di  Belanda.  Teori ini
berangkat dari
pendapat  Fruedenthal  bahwa  matematika  merupakan aktivitas  insani  dan  harus dikaitkan  dengan  realitas. Menurut Wijaya 2012: 20
Pendidikan  Matematika  Realistik  adalah  suatu  pendekatan  mata  pelajaran matematika yang selalu menggunakan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Peneliti  memilih  menggunakan  pendekatan  Pendidikan  Matematika Realistik  Indonesia  PMRI  untuk  mengatasi  rendahnya  minat  siswa  terhadap
pembelajaran matematika. Pendekatan ini dipilih karena pendektan PMRI adalah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
suatu  teori  pembelajaran  yang  dikembangkan  khusus  untuk  matematika.  Konsep PMRI  sejalan  dengan  kebutuhan  untuk  memperbaiki  pendidikan  matematika  di
Indonesia  yang didominasi  oleh persoalan bagaimana  meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar Daryanto dan Tasrial,
2012:  151.  Pendekatan  PMRI  belum  pernah  diterapkan  dalam  pembelajaran matematika  di  kelas  II  SDN  Plaosan  2.  Untuk  pembelajaran  selanjutnya  peneliti
akan  melakukan  pembelajaran  dengan  menggunakan  pendekatan  PMRI,  karena dengan pembelajaran yang lebih bervariasi dapat meningkatkan peran serta siswa
dan minat siswa dalam pembelajaran matematika di kelas. Oleh karena itu peneliti akan  melaksanakan  penelitian  dengan
judul  “Peningkatan  minat  dan  prestasi belajar  menggunakan  pendekatan  PMRI  pada  mata  pelajaran  matematika  untuk
siswa kelas II SDN Plaosan 2”.
1.2 Batasan Masalah