2.2.1.1 Sapaan
Kata sapaan yang memiliki ciri khas tersendiri. Kata sapaan berguna sebagai ajakan bercakap, teguran, ucapan, serta frasa untuk saling merujuk dalam
pembicaraan dan yang berbeda menurut sifat hubungan di antara pembicara itu, seperti: Anda, Ibu, Saudara dan sebagainya.
Kridalaksana 2008:214, mendefinisikan bahwa “kata sapaan adalah morfem, kata atau frase yang
digunakan untuk saling merujuk dalam situasi pembicaraan yang berbeda-beda menurut sifat hubungan
antara pembicaraan”. Menurut Chaer sapaan adalah bentuk menyapa, menegur atau menyebut orang kedua atau orang yang diajak
bicara. Sapaan lebih mengacu pada seseorang di dalam interaksi linguistik yang dilakukan secara langsung. Dalam kegiatan interaksi umumnya seseorang
menggunakan pilihan bentuk linguistik berdasarkan hubungan antara pembicara dan mitra tutur berdasarkan rasional.
Sapaan adalah bentuk menyapa, menegur atau menyebut orang kedua atau orang yang diajak bicara. Sapaan lebih mengacu pada seseorang di dalam
interaksi linguistik yang dilakukan secara langsung. Dalam kegiatan interaksi umumnya seseorang menggunakan pilihan bentuk linguistik berdasarkan
hubungan antara pembicara dan mitra tutur. Penggunaan sapaan kata atau frasa dipergunakan untuk saling merujuk dalam situasi pembicaraan dan berbeda-beda
menurut sifat hubungan antara pembicara. Jadi, penggunaan sapaan juga harus dilihat dari konteks siapa yang berbicara, di mana pembicaraan itu berlangsung,
dan siapa yang diajak berkomunikasi.
Berikut ini contoh penggunaan kata sapaan dalam proses komunikasi yang terjadi dalam konteks jual-beli.
[1] Pembeli : Cik, ada kain celana kayak gini? sambil menunjukkan
contoh kainnya Penjual : Coba tak lihate dulu. Persis gini?
Pembeli : Iya. Penjual : Coba, Le, carikno kain ini. Apa masih ada?
Karyawan : Habis yang gini, Te Penjual : Saya punya kain celana yang bagus, Mbak. Harganya tidak
mahal, pokoknya harga spesial. Le, ambilkan kain celana yang baru datang tadi
Pembeli : Berapa harganya, Cik? Penjual : Itu Rp 50.000,- per meter. Khusus untuk Mbak karena
udah langganan sini tak kasih harga Rp 45.000,- per meternya.
Sapaan “Le”, oleh penjual kepada karyawan menunjukkan adanya
perbedaan status sosial. Penjual adalah pemilik toko dan karyawan adalah tenaga pembantu. Namun sapaan “Le” ini diartikan sebagai nama panggilan akrab untuk
anak laki-laki. Jadi, penjual sudah menganggap karyawannya seperti anaknya sendiri. Sebaliknya, karyawan menyapa penjual dengan sebutan
“Te”, yang kependekan dari
„tante‟, yang artinya „bibi‟. Sapaan ini sama sekali tidak didasarkan pada hubungan kekerabatan, sebagaimana seseorang memanggil
„tante‟ pada adik perempuan dari ayah atau ibu. Adapun sapaan
“Cik”, kependekatan dari „tacik‟ yang berarti „Mbak‟ umumnya digunakan untuk menyapa perempuan China yang seumur atau yang
sedikit lebih tua dari penyapa. Bentuk sapaan yang digunakan penutur maupun lawan tutur, khusunya yang berkedudukan sebagai pembeli ini didasarkan pada
perbedaan asal-usul. Dari contoh ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa sapaan
tersebut santun karena juga dilihat dari konteks perbedaan asal-usul dan status sosialnya.
2.2.1.2 Alih Kode
Alih kode code switching dan campur kode code mixing merupakan dua buah masalah dalam masyarakat yang multilingual. Menurut Appel 1976:79
dalam Abdul Chaer dan Leonie Agustina 2010:107 mendefinisikan alih kode code switching itu sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena
berubahnya situasi. Hal ini dapat kita perkuat dengan contoh. Misalnya saja, berawal dari seseorang yang menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi
berubah menjadi menggunakan bahasa Indonesia. Untuk dapat lebih memahami tentang materi ini, di bawah ini akan diberikan contoh dalam sebuah percakapan
antara seorang sekretaris S dengan majikannya M Chaer, 2010:110-111. Contoh inilah yang diangkat Soewito 1983 sebagai contoh dalam pemahaman
materi alih kode ini.
[2] S : Apakah Bapak sudah jadi membuat lampiran surat ini? M : O ya, sudah. Inilah
S : Terima kasih M : Surat ini berisi permintaan borongan untuk memperbaiki kantor
sebelah. Saya sudah kenal dia. Orangnya baik, banyak relasi, dan tidak banyak mencari untung. Lha saiki yen usahane
pengin maju kudu wani ngono... Sekarang jika usahanya ingin maju harus berani bertindak demikian...
S : Panci ngaten, Pak Memang begitu, Pak
M : Panci ngaten piye? Memang begitu bagaimana? S : Tegesipun mbok modalipun kados menapa, menawi.....
Maksudnya, berapapun besarnya modal kalau... M : Menawa ora akeh hubungane lan olehe mbathi kakehan,
usahane ora bakal dadi. Ngono karepmu? Kalau tidak banyak hubugan dan terlalu banyak mengambil keuntungan, usahanya
tidak akan jadi. Begitu maksudmu?