Deskripsi Data HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2014 hingga April 2014. Hasilnya ada sekitar 37 data tuturan yang dianalisis dalam penelitian ini. 37 data tuturan tersebut kemudian dianalisis untuk kedua objek penelitiannya, yakni dari segi penjual atau pedagang dan dari segi pembeli. TABEL 1 JUMLAH DATA TUTURAN PEDAGANG DAN PEMBELI “PERKO” TROTOAR MALIOBORO YOGYAKARTA NO. SUBJEK S AN T UN TUTUR AN T IDA K S AN T UN TUTUR AN JUM L AH TUTUR AN SKALA KESANTUNAN PENANDA KESANTUNAN Sk ala Untung- Rugi T utura n Sk ala Pi li han T utura n Sk ala K eti dak langs ungan T utura n P emaka ian D iksi Pil ihan K ata P emaka ian G ay a B aha sa S TS S TS S TS S TS S TS 1. Pedagang 20 17 37 7 14 7 3 6 2 2 2 2 2. Pembeli 16 21 37 3 13 9 2 4 6 2 2 2 2 Dari tabel di atas, jumlah data tuturan pedagang dan pembeli sama-sama berjumlah 37 data tuturan. Tuturan pedagang dan pembeli yang dianalisis tersebut terangkum dalam satu data sekaligus. Jadi, dalam satu data tuturan akan dianalisis ada dua, yakni tuturan pedagang dan tuturan pembeli. Tabel di atas memaparkan bahwa tingkat kesantunan berbahasa pedagang “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta sebagian besar masih tergolong santun dan tingkat kesantunan pembeli di “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta sebagian besar tergolong tidak santun. Tuturan pedagang yang santun tercatat 20 data tuturan yang terdiri atas 7 data tuturan dari skala untung-rugi, 7 data tuturan dari skala pilihan, dan 6 data tuturan dari skala ketidaklangsungan. Sedangkan tuturan pedagang yang tidak santun tercatat 17 data tuturan yang terdiri atas 14 data tuturan dari skala untung- rugi, 3 data tuturan dari skala pilihan, dan 0 data dari skala ketidaklangsungan. Dari data-data penjual tersebut, teori penanda kesantunan yakni pemakaian diksi dan gaya bahasa mengambil 8 data yang terdiri atas, 2 data tuturan yang santun dan 2 data tuturan yang tidak santun dari segi pemakaian diksi dan 2 data tuturan yang santun dan 2 data tuturan yang tidak santun dari segi pemakaian gaya bahasa. Begitu juga dengan tingkat kesantunan berbahasa pembeli. Tuturan pembeli yang santun tercatat 16 data tuturan yang terdiri atas 3 data tuturan dari skala untung-rugi, 9 data tuturan dari skala pilihan, dan 4 data tuturan dari skala ketidaklangsungan. Sedangkan tuturan pembeli yang tidak santun tercatat 21 data tuturan yang terdiri atas 13 data tuturan dari skala untung-rugi, 2 data tuturan dari skala pilihan, dan 6 data tuturan dari skala ketidaklangsungan. Dari data-data penjual tersebut, teori penanda kesantunan yakni pemakaian diksi dan gaya bahasa mengambil 8 data yang terdiri atas, 2 data tuturan yang santun dan 2 data tuturan yang tidak santun dari segi pemakaian diksi dan 2 data tuturan yang santun dan 2 data tuturan yang tidak santun dari segi pemakaian gaya bahasa. Jadi, jika data-data tersebut dirangkum menjadi satu, data yang diperoleh peneliti tetap sebanyak 37 data tuturan. Namun apabila data-data tersebut dipilah-pilah berdasarkan subjek penelitiannya, data tuturan penjualpedagang sebanyak 37 data dan data tuturan pembeli sebanyak 37 data juga hal ini sudah termasuk data tuturan dari segi penanda kesantunan. 37 data tuturan tersebut dianalisis dan diklasifikasikan ke dalam tiga skala Leech, yaitu 1 skala untung-rugi, 2 skala pilihan, dan 3 skala ketidaklangsungan dan dua penanda kesantunan, yakni 1 pemakaian diksi dan 2 pemakaian gaya bahasa dalam analisis data. Setiap data akan dipilah menjadi dua analisis, yakni analisis tuturan penjual dan analisis tuturan pembeli. Setiap skala dan teori penanda kesantunan terdiri atas beberapa data yang dianalisis dalam dua kategori yaitu kategori tuturan yang santun dan tuturan yang tidak santun. Dalam analisis data, peneliti tidak menggunakan semua data untuk dianalisis. Peneliti hanya menggunakan beberapa data saja sebagai sampel dalam analisisnya. Tentu data yang dijadikan sampel sudah menjadi data pilihan peneliti sebagai cakupan untuk analisis teori yang telah dipilih. Sub pertama yang mengenai tingkat kesantunan penjual “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta peneliti menggunakan 5 data tuturan yang santun dan 5 data tuturan yang tidak santun dari skala untung-rugi, 3 data tuturan yang santun dan 1 data tuturan yang tidak santun dari skala pilihan, dan 4 data tuturan yang santun dan 0 data tuturan yang tidak santun dari skala ketidaklangsungan. Dari data-data tuturan penjual tersebut, tak lupa pula peneliti menggunakan 8 data yang terdiri atas, 2 data tuturan yang santun dan 2 data tuturan yang tidak santun dari segi pemakaian diksi dan 2 data tuturan yang santun dan 2 data tuturan yang tidak santun dari segi pemakaian gaya bahasa. Jadi untuk menjawab sub yang pertama ini, peneliti menggunakan 26 data tuturan, baik santun maupun yang tidak santun. Kemudian untuk sub kedua yang mengenai tingkat kesantunan pembeli “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta peneliti menggunakan 3 data tuturan yang santun dan 5 data tuturan yang tidak santun dari skala untung-rugi, 2 data tuturan yang santun dan 1 data tuturan yang tidak santun dari skala pilihan, dan 2 data tuturan yang santun dan 2 data tuturan yang tidak santun dari skala ketidaklangsungan. Dari data-data tuturan penjual tersebut, tak lupa pula peneliti menggunakan 8 data yang terdiri atas, 2 data tuturan yang santun dan 2 data tuturan yang tidak santun dari segi pemakaian diksi dan 2 data tuturan yang santun dan 2 data tuturan yang tidak santun dari segi pemakaian gaya bahasa. Jadi untuk menjawab sub yang kedua ini, peneliti menggunakan 23 data tuturan, baik santun maupun yang tidak santun. Untuk lebih jelasnya, akan disajikan dalam tabel berikut ini. TABEL 2 JUMLAH DATA TUTURAN PEDAGANG DAN PEMBELI “PERKO” TROTOAR MALIOBORO YOGYAKARTA YANG DIGUNAKAN DALAM ANALISIS DATA NO. SUBJEK S AN T UN TUTUR AN T IDA K S AN T UN TUTUR AN JUM L AH TUTUR AN SKALA KESANTUNAN PENANDA KESANTUNAN JUM L AH T UTUR AN Sk ala Untung- Rugi T utura n Sk ala Pi li han T utura n Sk ala K eti dak langs ungan T utura n P emaka ian D iksi Pil ihan K ata P emaka ian G ay a B aha sa S TS S TS S TS S TS S TS 1. Pedagang 20 17 37 7 14 7 3 6 2 2 2 2 26 2. Pembeli 16 21 37 3 13 9 2 4 6 2 2 2 2 23

4.2 Hasil Analisis Data

Agar pemahaman kita semakin jelas mengenai hasil temuan atau analisis di atas, di bawah ini akan dijelaskan secara rinci mengenai masing-masing aspek di atas.

4.2.1 Tingkat Kesantunan Berbahasa Penjual di “ Perko” Trotoar Malioboro

Yogyakarta. Data yang pertama mengenai tingkat kesantunan berbahasa penjual di trotoar Malioboro Yogyakarta. Dalam data ini, difokuskan bahwa yang sebagai penutur adalah penjual dan mitra tutur adalah pembelinya. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan skala kesantunan yang digunakan oleh Leech sebagai dasar pemikiran analisis penelitian ini. Gunarwan 1994:91-93 menuliskan mengenai pendapat Leech 1983:123 tentang lima skala yang perlu dipertimbangkan untuk menilai derajat kesantunan. Lima skala tersebut terangkum dalam skala pragmatik yang terdiri atas 1 skala biaya-keuntungan, 2 skala keopsionalan, 3 skala ketaklangsungan, 4 skala keotoritasan, dan 5 skala jarak sosial. Namun, peneliti hanya menggunakan tiga skala sebagai dasar analisisnya. Tiga skala tersebut, yaitu 1 skala biaya-keuntungan, 2 skala keopsionalan, dan 3 skala ketaklangsungan. Hal ini karena ketiga skala yang akan digunakan sebagai dasar analisis penelitian ini sudah dapat dikatakan mencakup dari skala-skala lainnya. Selain itu data-data yang telah diperoleh oleh peneliti juga hanya mencakup tiga skala tersebut. Dengan kata lain, peneliti hanya menggunakan tiga skala milik Leech karena menurut peneliti tiga skala Leech tersebut sudah dapat mewakili untuk melihat tingkat kesantunan berbahasa baik penjual maupun tingkat kesantunan berbahasa pembeli. Ditambah pula dengan adanya penggunaan tiga hal yang mendukung analisis penelitian ini, yakni penggunaan sapaan, alih kode, dan campur kode. Ketiga hal ini juga dapat memengaruhi tingkat kesantunan berbahasa dalam subjek dan objek penelitian ini. Dengan menggunakan sapaan, dua skala Leech dalam kajian pragmatik yang tidak digunakan sudah dapat dianalisis dengan jelas. Hasil data yang dianalisis dengan ketiga skala kesantunan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 4.2.1.1 Tiga Skala Kesantunan Leech 4.2.1.1.1 Skala Biaya-Keuntungan Cost-Benefit Scale Skala biaya-keuntungan ini digunakan untuk menghitung biaya dan keuntungan selama melakukan suatu tindakan seperti yang ditujukan oleh daya ilokusioner tindak tutur dalam kaitannya dengan penutur dan mitra tutur. Indikator yang ditunjukkan dalam skala ini adalah seberapa besar tuturan dari penutur dapat menguntungkan diri mitra tuturnya saat melakukan tuturan. Semakin penutur menguntungkan diri mitra tuturnya, maka tingkat kesantunannya akan menjadi sangat santun. Sebaliknya, apabila penutur merugikan mitra tuturnya, maka tingkat kesantunannya akan menjadi tidak santun. Data dari penelitian yang telah diambil dapat disajikan sebagai berikut. 1 PB1 : Warnane sik endi? Warnanya yang mana? PB2 : Iki yo apik warnane. Ini ya bagus warnanya PB1 : Ya wis, kabeh loro ya ora popo to. Sik iki ya? Sik ndeleng warnane, Mas. Ya sudah, semuanya dua ya tidak apa-apa. Yang ini ya? Sebentar lihat warnanya PJ : Ora popo. Senenge warna pink apa ijo? Tidak apa-apa. Sukanya warna merah muda atau hijau? PB2 : Putih e... PJ : Putih? PB1 : Tapi mosok sedeng? Tapi apa cukup? PJ : Sedeng-sedeng. Lek ra sedeng sesuk diijolke, Bu. Cukup-cukup. Kalau tidak cukup besok ditukarkan Konteks: Tuturan di atas diucapkan oleh seorang pedagang baju anak-anak kepada pembeli. Penutur penjual adalah laki-laki tengah baya sedangkan mitra tutur pembeli adalah seorang ibu-ibu. Tuturan ini menandakan bahwa PJ memberikan keuntungan kepada PB apabila dagangan yang dibeli tidak cukup, boleh ditukarkan. DT 1 Jika kita mengkaji tuturan di atas berdasarkan skala untung-rugi, akan tampak sebagai berikut. Data 1 memperlihatkan bahwa penjual penutur sedang melakukan transaksi jual beli dengan pembeli mitra tutur. Dapat dilihat transaksi jual beli yang dilakukan oleh penjual kepada pembeli berjalan dengan baik dan lancar. Penjual dapat mengerti apa yang diinginkan oleh mitra tuturnya saat transaksi jual beli dagangannya. Komunikasi yang baik membuat kedua partisipan tersebut terlihat akrab dalam bertransaksi jual beli di Malioboro. Penutur dan mitra tutur memiliki pemahaman yang sama terhadap konteks berdagang dan tidak mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraan yang sedang berlangsung. Tuturan dari data 1 tersebut termasuk dalam kategori tuturan yang santun karena penutur penjual memberikan keuntungan kepada pembeli dengan penekanan tuturannya yakni, “Sedeng-sedeng. Lek ra sedeng sesuk diijolke, Bu.” Cukup- cukup. Kalau tidak cukup besok ditukarkan. Penekanan tuturan tersebut merupakan suatu penanda kesantunan dalam data itu. Tuturan tersebut sangat memberikan keuntungan bagi pembeli karena apabila dagangan yang dibelinya tidak cukup ukurannya boleh ditukarkan. Penutur dan mitra tutur terlihat sangat mengerti alur tuturan yang sedang berlangsung. Santunnya tuturan data 1 juga ditandai dengan sapaan yang digunakan. Sapaan yang digunakan dalam percakapan tersebut sudah tepat. Sapaan “Mas” tepat digunakan sebagai sapaan penutur penjual yang notabene adalah seorang laki-laki tengah baya. Sedangkan sapaan “Bu” tepat digunakan sebagai sapaan mitra tutur pembeli yang notabene adalah seorang ibu-ibu. Data 1 juga menggunakan campur kode, yakni bahasa Jawa Ngoko dan bahasa Inggris. Penggunaan campur kode bahasa Inggris dibuktikan dengan adanya kata pink yang dalam bahasa Indonesianya berarti merah muda. Penggunaan campur kode ini tidak dapat dicegah oleh siapapun karena orang-orang Indonesia memang sudah terbiasa dengan penggunaan bahasa-bahasa Inggris yang mudah diucapkan dan diingat. Seperti pada percakapan tersebut penggunaan bahasa asing lebih digunakan dengan menyebutkan kata pink daripada menyebutkan merah muda. Namun campur kode yang terjadi dalam tuturan di atas tidak mengubah kesantunan yang terjadi di dalam data 1. 2 PJ : Tiga puluh ya? PB : Nawar dua lima, Bu. PJ : Ya wis, oke-oke, Dik. Konteks: Tuturan di atas diucapkan oleh seorang pedagang baju kepada pembeli. Penutur adalah ibu-ibu sedangkan mitra tutur adalah anak remaja yang berjenis kelamin perempuan. Tuturan ini menandakan bahwa PJ memberikan keuntungan kepada PB dengan memberikan dagangannya sesuai dengan penawaran PB. Jadi tuturan ini termasuk dalam tuturan yang santun karena menguntungkan PB. DT 4 Data 2 menandakan bahwa tuturan berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan penutur dan mitra tutur dapat mengerti arah pembicaraan yang sedang berlangsung. Tuturan dari data 2 ini termasuk dalam kategori tuturan yang santun, karena kedua partisipan tutur tersebut dapat mengerti alur tuturan yang sedang berlangsung dan tuturan penjual PJ ini sangat memberikan keuntungan kepada pembeli PB. Dalam skala biaya-keuntungan, semakin penutur menguntungkan diri mitra tuturnya, maka tingkat kesantunannya akan menjadi sangat santun. Keuntungan yang diperoleh mitra tutur yakni mitra tutur mendapatkan barang dagangan penutur sesuai dengan harga penawarannya. Dengan tuturan, “Ya wis, oke-oke, Dik” menandakan bahwa penutur PJ memberikan dagangannya kepada mitra tutur PB sesuai dengan harga penawaran dari mitra tutur yang telah disepakati bersama sehingga hal ini dapat dikatakan bahwa tuturan dari data 2 ini dinilai sebagai tuturan yang santun karena penutur sangat menguntungkan mitra tuturnya. Penekanan tuturan tersebut merupakan suatu penanda kesantunan dalam data itu. Tidak lepas dari penutur yang memberikan keuntungan pada mitra tuturnya, kedua partisipan tutur ini juga menggunakan sapaan dalam berkomunikasi. Penutur yang adalah seorang ibu-ibu tepat disapa dengan sapaan “Bu” oleh mitra tuturnya. Begitu pula sebaliknya, mitra tutur yang adalah anak remaja yang berjenis kelamin perempuan tepat di sapa dengan menggunakan sapaan “Dik” oleh penutur yang jauh lebih tua dari mitra tutur. Penggunaan sapaan ini juga harus diperhatikan dengan benar karena penggunaan kata sapaan yang salah dapat mempengaruhi konteks komunikasi yang tengah berlangsung. Dengan sapaan ini, baik penutur maupun mitra tutur