Triangulasi Data METODOLOGI PENELITIAN

bagaimana tanggapan atau respon mitra tutur yang tengah kita ajak berkomunikasi. Dalam komunikasi, kesantunan berbahasa juga ditinjau dari segi sosiolinguistik yang mendasar pada sapaan, alih kode, dan campur kode. Penggunaan sapaan, alih kode, dan campur kode kadang disalahgunakan dalam meneliti tingkat kesantunan berbahasa. Memang tidak ada salahnya ketika dalam berkomunikasi aspek-aspek sosiolinguistik itu dipakai, namun hal tersebut juga harus diperhatikan agar tuturan yang dituturkan oleh penutur kepada mitra tutur menjadi santun dan tidak merugikan kedua belah pihak, baik penutur maupun mitra tutur. Pemakaian bahasa secara santun belum banyak mendapat perhatian. Maka, sangat wajar apabila kita sering menemukan pemakaian bahasa yang baik ragam bahasanya dan benar tata bahasanya, tetapi nilai rasa yang terkandung di dalamnya menyakitkan hati pendengarnya. Hal ini dapat kita lihat pada tuturan para pedagang “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta yang menggunakan tuturan yang seadanya tanpa melihat apakah tuturan tersebut santun atau tidak. Bagi sesama pedagang, tuturan yang dituturkan kepada para pembeli itu sudah biasa digunakan dan pasti sudah santun. Namun pada kenyataannya dapat dilihat ketika ada seorang pembeli yang tiba-tiba langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan salam atau suatu ucapan terima kasih kepada pedagang. Komunikasi yang terjalin sudah pasti tidak berjalan dengan baik dan pedagang menggunakan tuturan yang dapat merugikan pembeli, sehingga pembeli langsung pergi begitu saja. Begitu pula sebaliknya dengan pembeli. Ada kenyataan ketika pembeli yang mencoba menawar harga dagangan seorang pedagang serendah mungkin dengan tuturan yang tidak santun akan membuat perasaan pedagang kesal atau marah, sehingga pedagang bersikap acuh tak acuh kepada pembeli. Fenomena-fenomena itulah yang perlu diluruskan dengan meneliti tingkat kesantunan berbahasa pedagang “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta yang menitikberatkan pada kajian sosiopragmatik. Peneliti ingin menganalisis mengenai tingkat kesantunan berbahasa pedagang “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta yang dibagi menjadi dua sub, yakni 1 tingkat kesantunan penjual di perko trotoar Malioboro Yogyakarta dan 2 tingkat kesantunan pembeli di perko trotoar Malioboro Yogyakarta. Dasar analisis penelitian ini menggunakan skala kesantunan Geoffrey Leech yang dijabarkan dalam lima skala sebagai tolok ukur tingkat kesantunan berbahasa pedagang “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta. Kelima skala yang terangkum dalam skala pragmatik adalah 1 skala biaya-keuntungan, 2 skala keopsionalan, 3 skala ketaklangsungan, 4 skala keotoritasan, dan 5 skala jarak sosial. Namun, peneliti hanya menggunakan tiga skala sebagai dasar analisisnya. Tiga skala tersebut, yaitu 1 skala biaya-keuntungan, 2 skala keopsionalan, dan 3 skala ketaklangsungan. Hal ini karena ketiga skala yang akan digunakan sebagai dasar analisis penelitian ini sudah dapat dikatakan mencakup dari skala-skala lainnya. Selain itu data-data yang telah diperoleh oleh peneliti juga hanya mencakup tiga skala tersebut. Dengan kata lain, peneliti hanya menggunakan tiga skala milik Leech karena menurut peneliti tiga skala Leech tersebut sudah dapat mewakili untuk melihat tingkat kesantunan berbahasa baik penjual maupun tingkat kesantunan berbahasa pembeli. Dengan adanya ketiga skala tersebut, peneliti dapat mengetahui apaka h tuturan pedagang dan pembeli “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta tersebut tergolong santun atau tidak santun. Kemudian setelah mengetahui tingkat kesantunan berbahasa pedagang dan pembeli “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta, peneliti juga ingin mengetahui tentang 1 penggunaan sapaan, 2 alih kode, 3 campur kode, 4 diksi, dan 5 gaya bahasa dalam percakapan antara penjual dan pembeli dalam konteks berdagang di kawasan Malioboro Yogyakarta. Kelima hal tersebut di atas juga memiliki andil yang besar dalam peneliti menentukan tingkat kesantunan berbahasa. Berkaitan dengan penggunaan tiga skala yang telah dipaparkan pada paragraf sebelumnya, kelima hal di atas juga mewakili hal-hal lainnya untuk mengukur tingkat kesantunan berbahasa baik penjual maupu n pembeli di “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta. Yang paling penting dari lima hal tersebut yakni penggunaan sapaan, diksi, dan gaya bahasa. Ketiga hal itu juga dapat mewakili dua skala milik Leech yang oleh peneliti tidak dipergunakan untuk menganalisis penelitian ini. Oleh karena itu, dengan menggunakan tiga skala Leech dan lima hal yang telah dijelaskan tersebut, peneliti sudah dapat mengetahui dan menjelaskan dengan detail bagaimana tingkat kesantunan berbahasa pedagang dan pembeli di “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta. Data yang dianalisis dalam skripsi ini adalah tuturan verbal hal-hal yang dituturkan yang sifatnya percakapan antarorang atau antara penjual dan pembeli. Data diambil dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dalam percakapan pedagang dan pembeli di trotoar Malioboro Yogyakarta selama bulan Februari 2014 hingga April 2014. Hasilnya ada sekitar 37 data tuturan yang dianalisis dalam penelitian ini. 37 data tuturan tersebut kemudian dianalisis untuk kedua objek penelitiannya, yakni dari segi penjual atau pedagang dan dari segi pembeli. TABEL 1 JUMLAH DATA TUTURAN PEDAGANG DAN PEMBELI “PERKO” TROTOAR MALIOBORO YOGYAKARTA NO. SUBJEK S AN T UN TUTUR AN T IDA K S AN T UN TUTUR AN JUM L AH TUTUR AN SKALA KESANTUNAN PENANDA KESANTUNAN Sk ala Untung- Rugi T utura n Sk ala Pi li han T utura n Sk ala K eti dak langs ungan T utura n P emaka ian D iksi Pil ihan K ata P emaka ian G ay a B aha sa S TS S TS S TS S TS S TS 1. Pedagang 20 17 37 7 14 7 3 6 2 2 2 2 2. Pembeli 16 21 37 3 13 9 2 4 6 2 2 2 2 Dari tabel di atas, jumlah data tuturan pedagang dan pembeli sama-sama berjumlah 37 data tuturan. Tuturan pedagang dan pembeli yang dianalisis tersebut terangkum dalam satu data sekaligus. Jadi, dalam satu data tuturan akan dianalisis ada dua, yakni tuturan pedagang dan tuturan pembeli. Tabel di atas memaparkan bahwa tingkat kesantunan berbahasa pedagang “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta sebagian besar masih tergolong santun dan tingkat kesantunan pembeli di “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta sebagian besar tergolong tidak santun. Tuturan pedagang yang santun tercatat 20 data tuturan yang terdiri atas 7 data tuturan dari skala untung-rugi, 7 data tuturan dari skala pilihan, dan 6 data