Kondisi Habitat Hutan Tesso Nilo

5.1.2. Kondisi Habitat

Kegiatan konversi hutan di Tesso Nilo menyisakan tutupan hutan yang masih bersambungan ± 110.000 hektar. Perubahan kawasan alam sebagian besar diperuntukkan menjadi lahan pemukiman, pertanian dan HTI Hutan Tanaman Industri. Kajian lanskap Tesso Nilo – Bukit Tigapuluh – Kampar, menunjukkan 90 dari total deforestasi disebabkan oleh pembukaan kawasan hutan alam 96 hutan tanaman akasia dan 85 perkebunan sawit WWF Indonesia 2008. Konversi hutan telah mengakibatkan terjadinya fragmentasi di Tesso Nilo. Fragmentasi diawali ketika adanya pembagian sejumlah konsesi HPH Hak Pengusahaan Hutan. Kegagalan pengelola dan penebangan yang berlebihan mengakibatkan terjadinya alih fungsi ijin konsesi HPH menjadi perkebunan kelapa sawit dan HTI. Pada Tahun 2003 kegiatan pembukaan lahan untuk diokupasi muncul sebagai akibat tidak beroperasinya pemegang konsesi HPH dan tidak adanya perlindungan terhadap areal konsesinya. Lahan yang diokupasi digunakan untuk pemukiman dan perkebunan kelapa sawit oleh masyarakat. Konversi hutan turut memicu terjadinya perambahan, kebakaran dan illegal loging di Tesso Nilo. Pemanfaatan kawasan di TNTN dan usulan perluasannya Tahun 2007 yaitu 34.805 hektar Tabel 12. Tabel 12 Pemanfaatan kawasan oleh perambah di Taman Nasional Tesso Nilo dan usulan perluasannya Tahun 2007 No. AreaKonsesi Pemanfaatan Kawasan oleh Perambah Sawit ha Karet ha Tanaman Pangan dan Lainnya ha Belum Ditanami Belukar Terlantar ha Jumlah ha 1. Taman Nasional Tesso Nilo TNTN SK Menhut 2552004 3.387 201 1.712 3.127 8.427 2. Usulan perluasan TNTN rekomendasi Gubernur Riau Tahun 2007 a. PT. Nanjak Makmur 947 369 200 5.682 7.198 b. PT. Hutani Sola Lestari 3.899 375 2.532 6.806 c. PT. Siak Raya Timber 5.451 1.050 20 5.853 12.374 Total 13.684 1.995 1.932 17.194 34.805 Sumber : BTNTN 2009 Pembukaan lahan oleh perusahaan atau masyarakat menyebabkan terjadinya kebakaran hutan. Kebakaran yang terjadi di areal pertanian umumnya disebabkan oleh pembakaran saat proses pembersihan lahan. Sementara itu, kebakaran yang terjadi di areal konsesi HPHHTI disebabkan oleh perambahan kawasan HPHHTI yang ditelantarkan. Luas lahan dan hutan terbakar akibat proses pembukaan lahan di Hutan Tesso Nilo bulan Juli - Agustus 2006 yaitu 6.890 hektar BTNTN 2009. Berkurangnya luasan hutan, terjadinya fragmentasi dan degradasi hutan akibat kegiatan konversi merupakan ancaman bagi kehidupan gajah dan ekosistemnya. Konversi hutan telah mengubah tutupan hutan produksi dan hutan lindung menjadi lahan pertanian, pemukiman dan HTI yang mengakibatkan terganggunya habitat gajah. Tutupan hutan alam yang kondisinya baik di TNTN dan usulan perluasannya yaitu 76.020 hektar BTNTN 2009. Konversi hutan telah mengakibatkan habitat gajah terfragmentasi menjadi luasan yang kecil. Satwaliar seperti gajah menggunakan habitat dan areal jelajah yang luas sehingga terjadinya fragmentasi habitat menyebabkan menyempitnya ruang gerak gajah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kondisi habitat yang terfragmentasi kurang mampu dalam menyediakan variasi pakan baik kuantitas maupun kualitasnya. Gajah sebagai satwa megaherbivor membutuhkan jumlah pakan harian daily intake yang banyak. Ketersediaan pakan yang tidak mencukupi kebutuhan gajah mengakibatkan gajah bergerak mencari pakan di sekitar habitatnya. Kondisi ini berpotensi menimbulkan konflik di lokasi sekitar habitat. Degradasi habitat akibat kebakaran hutan, pembuatan jalan koridor dan pembangunan kanal drainase untuk HTI dan perkebunan kelapa sawit mengakibatkan berkurangnya sumber air. Konversi hutan juga mengakibatkan terpotongnya jalur wilayah jelajah gajah yang mengakibatkan masuknya gajah ke lahan pemukiman, pertanian dan kawasan HTI yang telah menggantikan jalur jelajah gajah tersebut. Pembukaan hutan untuk kepentingan pembangunan dalam meningkatkan kehidupan manusia merupakan faktor utama berkurangnya habitat gajah. Dampak dari situasi ini adalah menurunnya populasi gajah dan meningkatnya konflik antara manusia dan gajah karena terjadinya persaingan ruang dalam memanfaatkan lahan hutan yang tersisa.

5.2. Populasi Gajah Sumatera di Hutan Tesso Nilo

Dokumen yang terkait

Strategi Pengendalian Konflik Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) Di Provinsi Aceh

9 73 183

Helminthes Parasite at feces of Sumatran Rhinoceros (Dicerorhino sumatrensis) and Sumatran Elephant (Elephas maximus sumatranus) in way Kambas National Park Lampung ( Semi Insitu )

0 6 1

Preference and estiamtion ofo natural feed productivity of sumatran elephants (elephas maximus sumatranus Temmick 1847) in seblat training center for elephants north Bengkulu

0 6 9

The Behaviour and characteristics potential of habitat of mosquitoes Anopheles spp. in Riau Village Riau Silip Subdistrict Bangka District Bangka Belitung Province

0 3 200

Pengelolaan dan Tingkat Kesejahteraan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Taman Margasatwa Ragunan

0 9 32

The Behaviour and characteristics potential of habitat of mosquitoes Anopheles spp. in Riau Village Riau Silip Subdistrict Bangka District Bangka Belitung Province

0 4 123

this PDF file A Study of Elephant Care Condition (Elephas Maximus Sumatranus) at Saree Elephant Conservation Center, Aceh Besar | Novitri | Jurnal Biologi Edukasi 1 PB

0 0 9

ZINC PHOSPIDE AS MAIN KILLER AGEN AT SUMATERA ELEPHANT DEATH (Elephas Maximus Sumatranus): CASE IN RIAU Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 8

Selection of Sumatra Elephants (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) Toward Habitat Types and Resources in Wildlife Sanctuary of Padang Sugihan, South Sumatra Province

0 0 8

JENIS PAKAN MEMPENGARUHI PRODUKSI BIOGAS DARI FESES GAJAH, STUDI KASUS GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN, JAKARTA SELATAN

0 0 7