5.4. Nilai Ekonomi Kerusakan Pertanian dan Bangunan
Nilai ekonomi kerusakan pertanian dan bangunan akibat konflik manusia dan gajah Tahun 2007 - 2008 diperoleh nilai masing-masing yaitu
Rp.47.407.197.64 dan Rp.4.675.000 Gambar 12. Nilai ekonomi kerusakan pertanian merupakan nilai hasil produksi yang hilang ditambah biaya produksi
yang dikeluarkan masyarakat sampai umur tanaman terjadi kerusakan. Nilai ekonomi kerusakan banguan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
memperbaiki kerusakan bangunan.
Gambar 12 Diagram nilai ekonomi kerusakan pertanian dan bangunan di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008.
5.5. Upaya Pegendalian Konflik
5.5.1 Pencegahan Konflik
Upaya pencegahan konflik dilakukan untuk mencegah masuknya gajah ke lahan pertanian dan mengantisipasi kedatangan gajah sehingga upaya
penanggulangan dapat segera dilakukan. Bentuk dari upaya pencegahan konflik yang dilakukan oleh masyarakat dan Tim Flying Squad berupa penjagaan lahan,
pengontrolan lahan, pemasangan penghalang disekitar lahan dan patroli kawasan . 1 Penjagaan dan pengontrolan lahan
Penjagaan lahan dilaksanakan pukul 17.00 - 06.00 WIB. Beberapa diantara masyarakat menjaga dengan bermukim di lahan pertaniannya.
Pengontrolan kebun umumnya dilaksanakan pada sore hari pukul 18.00 WIB atau malam hari pukul 20.00 WIB. Tujuan pengontrolan kebun yaitu untuk
memeriksa keberadaan gajah di sekitar atau di lahan pertanian. Masyarakat akan
47407197.6 4675000
Pertanian Bangunan
melakukan penjagaan dan pengontrolan lahan secara intensif apabila mendapatkan informasi adanya keberadaan gajah di sekitar lahan miliknya. Informasi ini berasal
dari Tim Flying Squad dan atau masyarakat yang bermukim di lahan pertanian serta masyarakat lainnya.
. Keberadaan gajah di lahan pertanian atau di daerah sekitarnya dapat terdeteksi dengan adanya jejak, bolus kotoran, suara, sisa makanan dan
kerusakan di dalam lahan maupun di sekitar lahan Gambar 13. Kerusakan ini meliputi kerusakan penghalang pagar atau parit dan tanaman. Apabila terdapat
ciri-ciri keberadaan gajah maka pemilik lahan segera melakukan penyusuran untuk mengetahui lokasi keberadaan gajah.
a b
c
Gambar 13 Ciri-ciri keberadaan gajah: jejak a, boluskotoran b dan kerusakan tanaman c.
2 Penghalang a. Pagar kayu
Pagar kayu digunakan disekeliling lahan dengan tinggi 1 - 2 meter Gambar 14. Tujuannya yaitu untuk mencegah masuknya gajah dan satwa lain
seperti babi dan monyet. Penggunaan pagar kayu ini kurang efektif dalam menghalangi gajah karena bahan kayu mudah lapuk, terserang rayap dan mudah
dirusak oleh gajah. Pagar kayu ini lebih tepat untuk mencegah masuknya satwa lain seperti babi.
Gambar 14 Pagar kayu pada lahan kelapa sawit. b. Pagar pisang
Pemagaran lahan dengan pisang digunakan di bagian tempat masuknya gajah ke lahan pertanian. Tujuannya yaitu untuk mendetekasi keberadaan gajah
secara cepat berdasarkan suaranya. Gajah yang memakan batang pisang akan mengeluarkan suara dari kunyahannya ataupun dari patahannya. Pemilik lahan
mengharapkan gajah hanya akan memakan pisangnya saja tanpa memakan kelapa sawitnya. Penggunaan pagar pisang ini tidaf efesien dalam upaya pencegahan
konflik. c. Pagar kaleng
Pemagaran lahan dengan kaleng cukup membantu dalam mendeteksi kedatangan gajah. Tujuan dari pemasangan pagar kaleng ini bukan untuk
mencegah masuknya gajah tetapi untuk mengetahui secara cepat masuknya gajah kedalam lahan pertanian. Kedatangan gajah dapat terdeteksi dengan bunyi-bunyi
kaleng yang bergerak akibat ditabrak gajah. Penggunaan pagar kaleng dilakukan dengan memanfaatkan kaleng bekas yang dikaitkan pada tali yang memagari
lahan. Kaleng-kaleng tersebut diisi batukerikil agar menghasilkan bunyi. d. Pagar listrik PancingStrom gajah
Pagar listrik memiliki daya listrik yang menimbulkan daya kejut apabila tersentuh oleh gajah. Pemilik lahan mengharapkan ketika gajah terkejut gajah
akan jera untuk memasuki lahan pertanian miliknya. Alat-alat yang digunakan untuk pagar listrikstrom gajah terdiri dari kawat, kayu untuk tiang, calcium
battery untuk menyimpan energi matahari, Accu kering 150 Watt mabruk tenaga surya untuk mengkonversi energi matahari menjadi arus listrik dan batttery
fencer 12 V - 680 mA untuk menghasilkan tegangan listrik Gambar 15. Pemakaian pagar listikstrom gajah ini memerlukan biaya yang sangat mahal
sehingga penggunanya adalah pihak perkebunan skala besar dan masyarakat yang bermodal besar
.
a b
c
Gambar 15 Perangkat pagar listrikstrom gajah : battery fencer a, accu kering 150 watt b dan calcium battery c.
c. Parit Pembuatan parit bertujuan untuk merintangi gajah ke lahan pertanian
Gambar 16. Parit dibuat di sekeliling tepi lahan atau bagian dimana gajah biasanya memasuki lahan pertanian. Parit memiliki kedalaman 2 meter dan lebar
1 meter. Keawetan parit dipengaruhi oleh faktor iklim seperti curah hujan, jenis tanah, bentuk parit, kontruksi parit dan pemeliharaanya. Pengerukan tanah untuk
parit membutuhkan biaya yang mahal karena menggunakan alat berat yang disewa. Pembuatan parit ini umumnya digunakan oleh pihak perkebunan dan
masyarakat yang bermodal besar.
Gambar 16 Parit gajah. 3 Patroli kawasan
a. Patroli kendaraan Pelaksanaan patroli kawasan dilakukan oleh Tim Flying Squad dengan
menggunakan kendaraan bermotor atau mobil. Patroli bertujuan untuk mengidentifikasi tanda-tanda keberadaan gajah. Patroli kendaraan dilakukan 5
hari dalam 1 minggu. Patroli dilakukan pada sore hari pukul 17.00 WIB, malam hari pukul 00.00 WIB dan pagi hari pukul 06.00 WIB oleh 2 orang mahot
pelatih gajah. Kegiatan patroli kendaraan meliputi pemeriksaan di pintu keluar gajah dan lahan masyarakat. Apabila hasil patroli mengindikasikan adanya gajah
yang keluar dari hutan maka akan dilakukan penelusuran jejak kaki dan boluskotoran dan dilanjutkan dengan pengusiran serta pemberian informasi
kepada masyarakat. b. Patroli gajah
Pelaksanaan patroli dilakukan dengan menggunakan gajah. Patroli gajah bertujuan untuk mengidentifikasi tanda-tanda keberadaan gajah sehingga upaya
pengusiran dapat dilakukan lebih awal. Kegiatan patroli gajah meliputi pemeriksaan di pintu keluarnya gajah. Patroli gajah dilakukan 2 hari dalam 1
minggu dimulai pada pukul 08.00 WIB. Patroli gajah dilaksanakan oleh 8 orang mahot pelatih gajah beserta 4 gajah terlatih.
Penggunaan teknologi seperti pagar listrikstrom dan parit gajah cukup efektif dalam mencegah masuknya gajah ke lahan pertanian. Namun, material dan
konstruksi yang kurang memadai dari kedua alat tersebut mengakibatkan gajah bisa memasuki lahan perkebunan dalam kedatangan berikutnya. Bahan yang
digunakan masyarakat untuk tiang pengikat kawat berupa kayu. Penggunaan kayu
ini kurang cocok karena kayu mudah lapuk, terserang rayap dan mudah dirobohkan gajah. Sebaiknya tiang menggunakan bahan besi atau bahan yang
tidak mudah dirobohkan gajah. Konstruksi parit yang dibuat masyarakat sangat sederhana, parit dibuat
dengan kedalaman dan lebar yang jaraknya dipertimbangkan berdasarkan perkiraan terhadap kemampuan jangkauan kaki gajah untuk menyembrang.
Namun dengan lebar 1 m dan kedalaman 2 m parit masih bisa dilewati oleh gajah. Selain faktor kedalaman dan lebar parit, jenis tanah liat berpasir sangat mudah
untuk digemburkan gajah dan runtuh apabila musim hujan. Belum terdapat angka yang pasti untuk penggunaan ukuran lebar dan kedalaman parit yang efesien
untuk merintangi gajah. Namun, di Malaya Barat dan Afrika parit untuk merintangi gajah memiliki lebar 3 m dan kedalaman 2 m. Berikut adalah contoh
bentuk parit yang disesuaikan dengan daerah rawa, dataran rendah dan daerah yang bertopografi tinggi Gambar 17
Sumber : West dan Soekarno diacu dalam Alikodra 1990
Gambar 17 Parit yang sesuai dengan daerah rawa, daerah dataran rendah dan
daerah bertopografi tinggi.
Penggunaan teknologi dalam upaya mencegah masuknya gajah ke lahan pertanian perlu mempertimbangkan banyak hal. Tidak hanya mempertimbangkan
efesiensi waktu dan biaya saja namun keselamatan dari gajah juga perlu dipertimbangkan. Upaya-upaya pencegahan ini akan lebih efektif dan efesien
apabila upaya-upaya yang telah dilakukan diselaraskan dengan pengetahuan- pengetahuan mengenai perilaku gajah. Selain itu, masyarakat harus tetap menjaga
dan mengontrol lahan pertaniannya serta menjalin koordinasi yang baik dengan Tim Flying Squad sehingga saat gajah memasuki lahan pertanian dapat dilakukan
penanggulangan secara cepat.
5.5.2. Penanggulangan Konflik
Upaya penanggulangan konflik dilakukan untuk mengusir gajah yang keluar dari habitatnya dan memasuki lahan pertanian masyarakat serta untuk
meminimalisir kerusakan yang terjadi akibat kedatangan gajah. Upaya penanggulangan konflik berupa pengusiran gajah dari kawasan sekitar dan yang
berada dalam lahan pertanian masyarakat agar kembali ke habitatnya TNTN. Pengusiran dilakukan oleh masyarakat dan Tim Flying Squad. Kegiatan
pengusiran dilakukan setelah terdeteksinya keberadaan gajah saat patroli atau berdasarkan informasi masyarakat.
Pengusiran yang dilakukan oleh masyarakat masih bersifat tradisional. Sementara itu, pengusiran yang dilakukan oleh Tim Flying Squad bersifat
tradisional dan modern. Pengusiran secara tradisional dilakukan dengan media obor, kentongan, meriam karbit dan suara teriakan Gambar 18. Penggunaan
media ini bertujuan untuk membuat kondisi tidak nyaman bagi gajah yang berada di sekitar atau di dalam lahan pertanian.
a
b
Gambar 18 Alat pengusiran : meriam karbit a dan obor b.
Penggiringan merupakan proses pengusiran gajah liar secara modern, yaitu dengan bantuan gajah-gajah terlatih untuk menggiring gajah liar keluar dari
lahan pertanian masyarakat dan kembali ke habitatnya. Penggiringan dilakukan apabila gajah tetap berada di lahan tersebut dalam waktu yang cukup lama
Gambar 19 Tim Flying Squad pengusir gajah. Kegiatan pengusiran dilakukan siang atau malam hari sesuai dengan
waktu keberadaan gajah. Lamanya pengusiran tergantung dari jumlah gajah yang memasuki lahan pertanian. Gajah kelompok lebih mudah diusir dibandingkan
pengusiran terhadap gajah tunggal. Penggiringan dengan gajah terlatih dilakukan pada siang hari hal ini dilakukan untuk memudahkan penggiringan dan
keselamatan bagi Tim Flying Squad. Keterlibatan
Tim Flying Squad dalam penanggulangan konflik di Desa
Lubuk Kembang Bunga sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari persentase pengusiran gajah baik dilakukan disekitar lahan pertanian masyarakat ataupun
setelah kedatangan gajah ke lahan pertanian masyarakat diperoleh persentase sebesar 90 pada Tahun 2007 dan 95 pada Tahun 2008.
5.5.3. Nilai Ekonomi Upaya Pengendalian Konflik
Nilai ekonomi upaya pengendalian konflik merupakan biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dan Tim Flying Squad dalam pelaksanaan
pencegahan dan penanggulangan konflik Tabel 17 dan Tabel 18.
Foto: WWF Indonesia-Program Riau
Tabel 17 Komponen biaya upaya pengendalian konflik oleh masyarakat
No. Upaya Pengendalian
Komponen Biaya
Pencegahan 1. Penjagaan
kebun Biaya
transportasi Upah tenaga kerja
2. Pengontrolan kebun
Biaya transportasi 3.
Pembuatan pagar kayu, pagar listrik dan parit
Biaya alat Upah tenaga kerja
Penanggulangan 4.
Pengusiran Biaya alat : minyak dan karbit
Tabel 18 Komponen biaya upaya pengendalian konflik oleh Tim Flying Squad
No. Upaya Pengendalian
Komponen Biaya
Pencegahan 1. Patroli
kendaraan Biaya
transportasi Biaya alat : karbit
2. Patroli gajah
Biaya tenaga kerja Biaya alat: karbit
Penanggulangan 3. Pengusiran
Biaya transportasi
Biaya alat: karbit
Hasil perhitungan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dan Tim Flying Squad dalam upaya pengendalian konflik masing-masing diperoleh
nilai sebesar Rp. 297.778.500 dan Rp. 466.421.500 Tabel 19 dan Tabel 20. Tabel 19 Biaya operasional upaya pengendalian konflik oleh masyarakat Tahun
2007 - 2008
No. Upaya Penanggulangan
Biaya Rp Tahun 2007
Tahun 2008 1. Pencegahan
Penjagaan kebun
115.665.000 110.942.500
Pengontrolan kebun
15.330.000 17.885.000 2. Pemebuatan
dan pemeliharaan
Pagar kayu
100.000 100.000 Parit
18.600.000 18.600.000 3. Pengusiran
227.500 328.500
Jumlah Rp 149.922.500
147.856.000 Biaya total tahun 2007-2008 297.778.500
Tabel 20 Biaya operasional upaya pengendalian konflik oleh Tim Flying Squad Tahun 2007 - 2008
No. Upaya Pengendalian
Biaya Rp Tahun 2007
Tahun 2008
1. Biaya tetap
225.400.000 225.400.000
2. Patroli Kendaraan
2.a Patroli kendaraan tanpa pengusiran
4.233.000 5.353.500
2.b Patroli kendaraan dengan pengusiran
1.640.000 1.980.000
Tabel 20 Lanjutan
No. Upaya Pengendalian
Biaya Rp Tahun 2007
Tahun 2008
3. Patroli gajah
3.a Patroli gajah tanpa pengusiran
960.000 1.440.000
3.b Patroli gajah dengan pengusiran
- 15.000
Jumlah Rp 232.233.000
234.188.500 Biaya total Tahun 2007 - 2008 466.421.500
Upaya pengendalian konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga kurang efektif dalam mengurangi kerugian pada masyarakat. Apabila tidak
dilakukan upaya pengendalian kerugian masyarakat diperkirakan sebesar Rp. 66.730.315,73 asumsi rata-rata satu kali kedatangan gajah menimbulkan kerugian
sebesar Rp. 1.627.568,66 dan apabila dilakukan pengendalian kerugian masyarakat sebesar Rp. 52.082.197,64. Upaya pengendalian konflik hanya
mampu mengurangi kerugian sebesar Rp. 14.648.118,09. Nilai ini tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengendalikan konflik yaitu sebesar Rp.
764.200.000. Kondisi seperti ini perlu dituntaskan dengan menyelesaikan konflik berdasarkan sumber penyebab konflik, yaitu dengan mengelola habitat dan
populasi gajah di Hutan Tesso Nilo.
5.6. Nilai Ekonomi Konflik Manusia dan Gajah
Nilai ekonomi konflik manusia dan gajah merupakan nilai kerugian langsung dan tidak langsung pada manusia akibat konflik dalam satuan rupiah.
Hasil perhitungan komponen-komponen kerugian pada masyarakat Tahun 2007- 2008 diperoleh nilai sebesar Rp. 816.282.197,64 Tabel 21.
Tabel 21 Nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008
No. Komponen Kerugian
Jumlah Rp Tahun 2007
Tahun 2008
1. Pendapatan yang hilang cost of time
0 0 2.
Kerusakan fisik tubuh 3. Kerusakan
bangunan 2.150.000
2.525.000 4. Biaya
mengungsi 5. Kerusakan
tanaman 24.237.295
23.169.902,64 6. Biaya
pengendalian 382.155.500
382.044.500
Jumlah Rp 408.542.795
407.739.402,64 Total Tahun 2007 - 2008
816.282.197,64
Konflik di Desa Lubuk Kembang Bunga tidak mengakibatkan kehilangan pendapatan masyarakat karena gangguan gajah terjadi pada waktu masyarakat
tidak bekerja. Konflik juga tidak menimbulkan keresahan yang mengakibatkan masyarakat mengungsi karena gajah tidak memasuki pemukiman masyarakat.
Terjadinya konflik manusia dan gajah pada Tahun 2007 - 2008 tidak menimbulkan kecelakaan dan kematian pada manusia karena upaya pengendalian
konflik sebagai reaksi masyarakat terhadap gangguan gajah tidak menyebabkan penyerangan gajah pada manusia.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1 Penyebab terjadinya konflik manusia dan gajah di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo adalah meningkatnya konversi hutan,
menyempitnya habitat gajah dan penurunan kualitas habitat gajah.
2 Lahan pertanian masyarakat menempati jalur pergerakan wilayah jelajah gajah dan berdekatan dengan hutan TNTN, pintu keluar gajah serta
sungai yang digunakan gajah untuk memenuhi kebutuhannya.
3 Gajah liar yang memasuki kawasan LKB merupakan kelompok gajah yang berada di bagian Selatan Hutan Tesso Nilo, yang terdiri atas gajah
tunggal dan gajah grup. Populasi gajah di Hutan Tesso Nilo pada Tahun 2003 yaitu ± 20-30 ekor bagian utara dan 40-50 ekor bagian selatan.
4 Nilai ekonomi konflik manusia dan gajah pada Tahun 2007 - 2008 yaitu Rp. 816.282.197,64. Nilai ekonomi ini 94 merupakan nilai dari upaya
pengendalian konflik yang dilakukan oleh masyarakat dan Tim Flying Squad.
Nilai ekonomi rata-rata konflik manusa dan gajah per tahun yaitu . Rp. 408.141.099
5 Upaya pengendalian konflik kurang efektif dalam menekan tingkat kerugian masyarakat. Kerugian masyarakat apabila tidak dilakukan
pengendalian yaitu Rp. 66.730.315,73 dan apabila dilakukan pengendalian sebesar Rp. 52.082.197,64. Upaya-upaya pengendalian
konflik hanya mampu mengurangi kerugian sebesar Rp. 14.648.118,09. Nilai ini tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk
mengendalikan konflik yaitu sebesar Rp. 764.200.000 6.2. Saran
1 Monitoring populasi Gajah sumatera di Taman Nasional Tesso Nilo
dengan melibatkan pengetahun lokal masyarakat setempat. 2 Perbaikan dan pengelolaan habitat.