c. Berkubang Gajah umumnya berkubang di lumpur pada waktu siang atau sore hari
saat mencari minum. Gajah juga melakukan aktivitas berkubang di kolam-kolam sampai air menjadi keruh. Perilaku berkubang merupakan suatu cara untuk
mendinginkan suhu tubuh dan melindungi kulit dari gigitan serangga dan ekto parasit.
d. Mengasin salt licking Gajah mencari garam mineral saat makan ketika hari hujan atau setelah
hujan turun. Gajah melakukan penggalian pada lantai hutan yang keras dengan gading dan atau kaki depannya kemudian dihisap dengan belalai. Gajah kadang-
kadang mengeruhkan sumber air dengan cara berguling-guling atau meruntuhkan tebing agar garam mineral larut dalam air kemudian di minum dengan mulutnya.
Gajah juga sering melukai bagian tubuhnya sehingga dapat menjilat darahnya yang mengandung garam.
e. Beristirahat Gajah tidak tahan terhadap kondisi panas sehingga pada siang hari gajah
umumnya dijumpai di tempat yang teduh Lekagul dan Mc Neely 1977. Gajah tidur dua kali sehari yaitu malam dan siang hari. Malam hari gajah tidur dengan
merebahkan diri kesamping tubuhnya dengan menggunakan bantal yang terbuat dari tumpukan rumput, jika sudah sangat lelah terdengar bunyi dengkuran yang
keras. Siang hari gajah tidur dengan berdiri di bawah pohon yang rindang. Perbedaan perilaku ini diperkirakan berkaitan dengan kondisi keamanan
lingkungan. Gajah akan memilih tidur berdiri dalam kondisi lingkungan yang kurang aman untuk menyiapkan diri jika terjadi gangguan.
2.2. Konflik Manusia dan Gajah KMG
Konflik manusia dan satwaliar termasuk di dalamnya gajah menurut Permenhut No. 48 Tahun 2008 adalah segala interaksi antara manusia dan
satwaliar yang mengakibatkan efek negatif kepada kehidupan sosial manusia, ekonomi, kebudayaan dan pada konservasi satwaliar dan atau pada
lingkungannya. Konflik terjadi ketika gajah keluar dari habitatnya dan memasuki lahan pertanian serta pemukiman masyarakat.
Konflik manusia dan gajah merupakan konsekuensi langsung dari hilangnya habitat. Foead 2001 menjelaskan terjadinya konflik manusia dan
gajah dipengaruhi oleh : 1 Kawasan budidaya pertanian atau perkebunan yang diserang
merupakan lahan hutan yang menjadi habitat gajah sehingga terjadi tumpang tindih kawasan budidaya dan daerah jelajah gajah.
2 Tidak terjadi tumpang tindih tetapi gajah yang tinggal di sekitar kawasan budidaya pertanian atau perkebunan lebih menyukai pakan yang
tumbuh di kawasan budidaya tersebut. 3 Sumberdaya pakan tidak mencukupi kebutuhan gajah karena hutan
ditebang dengan intensitas yang sangat tinggi. 4 Aktivitas manusia di dalam hutan intensitasnya tinggi sehingga gajah
merasa tidak aman dan ke luar dari hutan terutama terhadap kelompok yang memiliki anak.
Gangguan satwaliar sering terjadi di desa-desa, pemukiman penduduk atau lahan perkebunan yang lokasinya berdekatan atau berbatasan dengan cagar
alam, suaka margasatwa, taman nasional atau habitat-habitat lainnya. Lokasi kawasan budidaya seperti ini merupakan lokasi sumber pakan alternatif yang
terdekat bagi satwa jika terjadi kekurangan pakan di habitat aslinya Alikodra 1993.
Dampak konflik manusia dan gajah, yaitu : 1 Kerusakan material.
2 Kerusakan moril, yaitu gangguan terhadap mental manusia seperti trauma, takut, was-was dan penurunan semangat kerja.
3 Kerusakan fisik tubuh, yaitu rasa sakit, kecelakaan ringanberat, korban jiwa baik manusia ataupun gajah.
WWF Indonesia-Program Riau bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Riau telah berupaya mengurangi konflik manusia dan gajah di
Tesso Nilo melalui penerapan beberapa teknik salah satunya dikenal dengan nama ”Flying Squad”. Flying Squad merupakan salah satu teknik pengurangan
mitigasi konflik manusia dan gajah dengan menggunakan gajah terlatih. Gajah terlatih digunakan untuk mengusir dan menggiring gajah-gajah liar yang ke luar
dari habitatnya untuk kembali ke habitatnya.
Tim Flying Squad terdiri dari empat ekor gajah dua jantan dan dua
betina beserta delapan orang pelatih mahout. Bentuk kerja dari Tim Flying Squad yaitu patroli dengan gajah, patroli dengan kendaraan dan pengusiran gajah
liar. Tim Flying Squad menggunakan alat bantu penghasil bunyi seperti meriam yang terbuat dari pipa paralon untuk membantu saat melakukan pengusiran atau
penggiringan gajah. Tujuan pengoperasian Tim Flying Squad, yaitu :
1 Mengurangi gangguan gajah di masyarakat melalui pengusiran gajah agar kembali ke habitatnya dan memberikan pengetahuan kepada
masyarakat cara-cara pengurangan gangguan gajah. 2 Membantu pengelolaan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo melalui
monitoring batas kawasan dari kegiatan pembalakan liar. 3 Mendayagunakan gajah tangkap yang dipelihara oleh pemerintah
menjadi gajah
Flying Squad. 4 Upaya persuasif kepada masyarakat agar memiliki kemampuan dan
kepercayaan diri untuk melindungi kawasan pertanian mereka secara swadaya.
2.3. Penilaian Ekonomi