Kondisi Fisik Kondisi Sosial dan Ekonomi

2 Bagian timur TNTN terdapat tanaman sawit seluas 3.073,62 hektar yang merupakan areal PT. Inti Indosawit Subur dan kebun milik masyarakat dengan sistem KKPA Kredit Koperasi Primer Anggota dengan luasan masing- masing yaitu 1.340,98 hektar dan 1.732,64 hektar. Selain itu, terdapat tanaman karet seluas 376,66 hektar yang diusahakan oleh masyarakat. 3 Kawasan TNTN yang masih tertutup vegetasi seluas 35.245,39 hektar, sisanya berupa lahan terbuka dan ladang huma BKSDA Riau 2006a.

4.2. Lubuk Kembang Bunga

4.2.1. Kondisi Fisik

Lubuk Kembang Bunga LKB terletak di Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Luas wilayah LKB yaitu 24.293 hektar dengan batas- batas wilayah sebagai berikut : 1 Bagian timur berbatasan dengan Desa Air Hitam dan PT. Inti Indosawit Subur. 2 Bagian barat berbatasan dengan Lubuk Bunut dan PT. RAPP. 3 Bagian utara berbatasan dengan PT. Musi Mas, PT. RAPP dan Sungai Kundur 4 Bagian selatan berbatasan dengan PT. RAPP dan TNTN. Lubuk Kembang Bunga merupaka daerah dataran rendah dengan ketinggian 2 - 40 mdpl. Rata-rata curah hujan Tahun 2007 yaitu 48,4 mm bulan Juli - 453,2 mm bulan November. Rata-rata kelembaban udara Tahun 2007 yaitu 77,9 - 88,4 . Suhu udara rata-rata pada siang hari yaitu 32,0°C - 352,°C dan malam hari 19,0°C - 22,8°C. Suhu udara maksimum yaitu 32,2°C bulan April dan suhu udara minimum 19,0°C bulan November. BPS Ukui 2007.

4.2.2. Kondisi Sosial dan Ekonomi

1 Kondisi Sosial Masyarakat Lubuk Kembang Bunga LKB Tahun 2007 tercatat 2.730 jiwa terdiri dari 496 KK dan Tahun 2008 tercatat 3.185 jiwa terdiri dari 736 KK BPS Ukui 2007 daan BPS 2008. Masyarakat LKB terdiri dari masyarakat asli Suku Melayu dan pendatang Jawa, Sunda, Batak dan Melayu Medan. Mayoritas masyarakat LKB pemeluk Agama Islam, agama lain yang dianut adalah Protestan. Bahasa yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat LKB adalah Bahasa Melayu. Penggunaan lahan untuk pemukiman dan perkebunan oleh masyarakat LKB, yaitu 11.187 hektar Tabel 7. Tabel 7 Penggunaan lahan di Desa Lubuk Kembang Bunga No. Jenis Lahan Luas Hektar 1. Pemukiman 6.187 2. Perkebunan rakyat 5.000 3. Hutan 7.020 4. Lahan tidur 6.086 Jumlah 24.293 Sumber:BPS 2008 Lokasi pemukiman masyarakat berada disepanjang kiri dan kanan punggung jalan poros RAPP Riau Andalan Pulp and Paper. Terdapat 569 unit rumah yang terdiri dari 21 unit rumah permanen dan 548 tidak permanen BPS Ukui 2007. Rumah permanen di LKB jumlahnya sangat sedikit karena tingkat daya beli masyarakat rendah dan akses dalam mendatangkan bahan bangunan sulit sehingga membutuhkan biaya yang cukup besar. Sarana dan prasarana pendidikan di LKB Tahun 2007 baru tersedia untuk tingkat Sekolah Dasar SD dan Sekolah Menengah Pertama SMP Tabel 8. Tabel 8 Jumlah sekolah umum, kelas, guru dan murid di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 Sarana dan Prasarana Pendidikan Tingkat Pendidikan SD SMP Sekolah umum unit 1 1 Ruang kelas unit 8 3 Guru jiwa 8 9 Murid jiwa 208 81 Sumber : BPS Ukui 2007 Masyarakat LKB umumnya hanya melanjutkan pendidikan sampai Sekolah Menengah Pertama SMP. Sekolah Menengah Atas yang tidak tersedia di LKB menjadi salah satu alasan untuk tidak melanjutkan pendidikan ke SMA. Biaya sekolah dan biaya hidup yang cukup mahal menjadi faktor utama. Tahun 2008 di LKB terdapat penambahan sarana pendidikan yaitu 1 unit Taman Kanak- kanak, 2 unit Sekolah Dasar dan 1 unit Sekolah Menengah Pertama BPS 2008. Tingkat kesehatan masyarakat LKB masih terbilang sangat rendah. Kondisi ini terlihat dari tidak tersedianya sarana kesehatan di LKB dan tenaga kesehatan yang minim yaitu 1 bidan dan 5 dukun bersalin BPS Ukui 2007. Pemanfaatan kawasan TNTN oleh masyarakat LKB berupa hasil hutan non-kayu, diantaranya buah-buahan idan, tampui, durian dan bacang, rotan, getah damar, kulit kayu resak dan madu sialang. Pengambilan madu sialang merupakan salah satu kebudayaan yang telah dilakukan sejak lama oleh masyarakat dan menjadi salah satu sumber mata pencaharaian dari sebagian masyarakat LKB. Madu sialang dihasilkan dari pohon-pohon tertentu yang menjadi sarang bagi lebah liar yaitu Avis dorsata. Pohon-poho madu sialang diantaranya Keruing Dipterocarpus spp, Kempas Koompassia malaccensis, Ara Ficus carica, Kedundung Canarium spp., Jelutung Dyera polypylla dan Meranti batu Hopea mengarawan. Lubuk Kembang Bunga dapat diakses melalui jalan darat Simpang Ukui di daerah lintas timur arah Pekanbaru − Rengat. Jarak tempuh dari LKB ke ibukota kecamatan ± 20 km sedangkan jarak tempuh ke ibukota kabupaten ± 100 km. Sarana transportasi yang terdapat di LKB yaitu transportasi darat dan air. Transpotasi darat merupakan sarana transportasi untuk menghubungkan LKB dengan desa lainnya. Jalur transportasi darat di desa ini sebagian besar masih berupa tanah. Transportasi air digunakan masyarakat sebagai alat trasportasi usaha nelayan, pariwisata, pengangkutan hasil hutan, dll. 2 Kondisi Ekonomi Masyarakat Lubuk Kembang Bunga umumnya bermatapencaharian sebagai petani Tabel 9. Komoditas pertanian utamanya adalah karet dan kelapa sawit. Tabel 9 Jumlah keluarga berdasarkan sumber penghasilan utama di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 No. Sumber Penghasilan Utama Jumlah Keluarga 1. Pertanian 424 2. Perdagangan, rumah makan dan akomodasi 32 3. Jasa 6 4. Lainnya 34 Jumlah 496 Sumber : BPS Ukui 2007 a Karet Karet merupakan tanaman perkebunan utama yang menjadi penopang hidup masyarakat LKB selain kelapa sawit. Pengelolaan karet di LKB masih terbilang sederhana, pengelolaan yang cukup baik dilaksanakan yaitu penerapan jarak tanam 4 m x 5 m. Bibit karet yang ditanam masyarakat merupakan hasil pembibitan biji karet pohon tua dan pencabutan anakan karet yang berasal dari kebun karet lama. Masyarakat juga menggunakan bibit siap tanam usia 3 - 4 bulan 1 - 2 payung dan bibit karet okulasi yang didapatkan dari bantuan dinas perkebunan dan proyek penghijauan dari dinas kehutanan. Penyadapan pertama getah karet dilakukan setelah karet berumur 5 - 6 tahun. Penyadapan dilakukan pada pagi hari pukul 05.30 WIB dan sore hari pukul 03.00 WIB. Hasil getah karet dalam satu hari mencapai 10 - 15 kg per hektar. Harga jual getah karet di LKB sebesar Rp. 5.000 sd Rp. 7.000 per kg harga spekulasi di pasaran. Pendapatan petani karet per minggu dengan harga penjulan getah karet minimum yaitu Rp. 350.000 sd Rp. 525.000 per hektar. b Kelapa sawit Budidaya kelapa sawit oleh masyarakat dimulai sejak berdirinya PT. Inti Indosawit Subur dan PT. Musim Mas Tahun 1987. Hingga sekarang, budidaya kelapa sawit ini menjadi komoditas paling utama bagi petani di LKB. Pengelolaan kelapa sawit di LKB cukup baik, kegiatan pemeliharaan pemupukan dan penyemprotan serta penerapan jarak tanam 8 m x 9 m sudah teratur. Kelapa sawit mulai dipanen setelah mencapai umur 3 tahun karena telah menghasilkan buah pasir produktif. Satu hektar lahan kelapa sawit 125 - 130 batang menghasilkan 200 - 300 kg buah pasir dengan harga Rp. 800 sd Rp. 1.000 per kg harga spekulasi di pasaran. Kelapa sawit dipanen 2 - 3 kali dalam satu bulan. Perbedaan jumlah hasil dan periode panen dipengaruhi oleh frekuensi pemeliharaan dan jumlah pupuk yang diberikan. Hasil penjualan kelapa sawit per bulan dengan hasil dan periode panen minimum yaitu Rp. 320.000 sd Rp. 400.000 per hektar. c Tanaman pangan, sayur sayuran dan buah-buahan Jenis tanaman lain yang ditanam oleh masyarakat yaitu kelapa, ubi kayu, pisang, sayur-sayuran dan buah-buahan. Sayur-sayuran yang ditanam diantaranya kacang-kacangan, terung, tomat, cabe, kangkung dan bayam darat. Buah-buahan yang ditanam diantaranya pisang, pepaya dan alpukat. Tanaman-tanaman ini ditanam oleh masyarakat di pekarangan rumahnya. Periode panen disesuaikan dengan kebutuhan. Hasil panen digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sebagian lagi untuk dijual. Pengelolaan tanaman ini tidak terlalu diperhatikan dan bibit yang digunakan berasal dari bibit induk yang sudah ada. Ubi kayu dan pisang kadang-kadang ditanam di lahan kelapa sawit atau karet sebagai pembatas antara lahan yang satu dengan yang lainnya sehingga jumlah yang ditanam tidak banyak. Bibit yang ditanam merupakan bibit yang berasal dari pekarangan rumahnya. Pemeliharaan secara intensif hanya dilakukan pada ubi kayu dan pisang yang ditanam di pekarangan. Pemeliharaan ubi kayu dan pisang di kebun kelapa sawitkaret hanya berupa penyiangan dari ilalang atau gulma. Ubi kayu dan pisang yang ditanam di lahan kelapa sawit biasanya sampai umur sawit berumur tiga tahun karena tajuk kelapa sawit sudah besar sehingga pertumbuhan dari ubi kayu dan pisang akan terhambat. Selain itu, ditanamnya pisang di kebun sawit akan mengundang monyet yang akan memakan pucuk kelapa sawit selain buah pisang. Kelapa merupakan tanaman perkebunan yang sudah dikenal masyarakat LKB sejak lama. Kelapa umumnya ditanam di pekarangan sebagai pagar pembatas lahan yang dimiliki masyarakat. Masyarakat yang memiliki pohon kelapa di pekarangan rumah atau kebunnya tidak mengeluarkan biaya pemeliharaan dan pembibitan karena mereka membiarkannya begitu saja tumbuh secara alami. Bibit diambil dari kelapa yang jatuh ke tanah yang kemudian menjadi tunas baru. Kelapa dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sebagian untuk dijual. Kelapa yang masih muda dijual untuk bahan pangan es kelapa muda dan kelapa yang sudah tua di jual untuk bahan baku minyak goreng atau untuk diambil santannya. Penjualan kelapa ini cukup membantu dalam pendapatan masyarakat. Masyarakat juga mengusahakan ternak sebagai salah satu usaha tani mereka. Jenis ternak yang diusahakan yaitu sapi, kambing, ayam buras dan itikbebek. Sarana perekonomian yang ada di LKB terdiri dari 1 unit pasar dan 42 unit berupa tokokioswarungkedai. Pasar hanya ada setiap hari Sabtu dan berlangsung dari sore hari hingga malam hari. Lahan pemukimanpertanian yang digunakan masyarakat sebelumnya merupakan hutan atau lahan terbuka yang kemudian dibuka oleh masyarakat. Kegiatan pembukaan hutan oleh masyarakat terdiri dari tiga tahapan, yaitu pengimasan, penumbangan dan pembakaran open burningcincang perun. Proses pembukaan lahan terbuka terdiri dari dua tahapan, yaitu pengimasan dan pembakaran open burningpenyemprotan spraying. Proses pembakaranopen burning dilakukan setelah pohon kering dan mati. Proses pengimasan dalam pembukaan hutan merupakan tahapan awal untuk membuang pohon berdiameter kecil sebelum tahapan penumbangan pohon yang besar. Proses pengimasan pada lahan terbuka dilakukan untuk menebas ilalang dan rerumputan. Penerapan cincang perun dan penyemprotan spraying oleh masyarakat dilakukan setelah adanya larangan dari pemerintah untuk tidak melakukan pembakaran open burning dalam pembukaan hutan. Kegiatan cincang perun terdiri dari kegiatan penumbangan dan pengumpulan kayu yang telah ditumbang. Keuntungan menggunakan sistem cincang perun yaitu kayu yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan untuk bahan bangunan seperti rumah, pondok jaga, kedai, pagar dan lainnya. Penyemprotan spraying dilakukan dengan media pestisida. Keuntungan melakukan penyemprotan spraying yaitu proses tumbuh kembalinya ilalang dan rerumputan lebih lama dibandingkan sistem pembakaran. Proses pembukaan hutan dan lahan terbuka dilakukan masyarakat pada awal musim kemarau. Tujuannya yaitu saat musim hujan tiba lahan yang sudah dibuka siap untuk ditanam. Proses pengimasan dan penumbangan pohon dalam pembukaan hutan membutuhkan waktu maksimal dua minggu. Lamanya waktu proses ini tergantung dari jumlah pohon dalam lahan dan tenaga kerja yang dipergunakan. Proses pengimasan dan penumbangan pohon umumnya menggunakan tenaga kerja 2 orang. Proses pembakaran open burning untuk lahan hutan dan lahan terbuka dilakukan sendiri oleh masyarakat atau menggunakan tenaga kerja. Proses pengolahan lahan setelah pembukaan hutanlahan terbuka untuk lahan kelapa sawitkaret yaitu pemancangan dan pembuatan lubang tanam. Pemancangan dilakukan untuk membuat jalur dan mengatur jarak tanam. Terdapat dua pola usahatani yang dilakukan oleh masyarakat. Pertama, yaitu masyarakat yang langsung menanam komoditas utamanya kelapa sawit, karet, padi. Kedua, yaitu masyarakat yang menanam terlebih dahulu lahannya dengan komoditas lain seperti padi sebelum menanam komoditas utamanya. Perbedaan pola usaha tani ini dipengaruhi oleh ketersediaan bibit dan biaya untuk melakukan penanaman dan pemeliharaan. Kelompok masyarakat yang menerapkan pola usahatani pertamam umumya menggunakan bibit sawitkaret hasil pembibitan yang telah dilakukan sebelum proses pembukaan lahan. Kelompok masyarakat yang menerapkan pola usahatani yang kedua umumnya belum mempunyai bibit yang siap tanam. Setelah pembukaan hutan mereka melakukan pembibitan baik itu kelapa sawit atau karet. Upaya masyarakat dalam mengoptimalkan lahan sebelum menanam komoditas utamanya kelapa sawitkaret yaitu menanam padi. Setelah padi panen masyarakat akan menanam kelapa sawitkaret pada lahan tersebut. Pola usahatani dengan komoditas utama padi memanfaatkan lahan hanya sekali dalam setahun. Lahan yang digunakan berupa ladang sawah tadah hujan. Bibit padi darat ditanam saat memasuki awal musim penghujan. Rentang waktu penanaman hingga masa panen yaitu 6 bulan dengan hasil panen mencapai 2 ton per hektar. Penanaman padi darat dilakukan dengan sistem ladang berpindah. Penetapan sebagian hutan di LKB menjadi taman nasional menghentikan kegiatan perladangan berpindah masyarakat sehingga masyarakat bertani secara menetap. Selain itu, lahan hutan atau lahan terbuka untuk perladangan berpindah umumnya telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebun kelapa sawit.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hutan Tesso Nilo

5.1.1. Habitat Gajah

Sumatera Kawasan Hutan Tesso Nilo berada di empat wilayah administrasi pemerintahan, yaitu Kabupaten Indragiri Hulu, Kampar, Kuantan Singingi dan Pelalawan. Luas Hutan Tesso Nilo secara keseluruhan adalah 188.000 hektar. Hutan Tesso Nilo merupakan blok hutan hujan dataran rendah tersisa yang masih memenuhi syarat sebagai habitat dan wilayah jelajah home range bagi Gajah sumatera. Kondisi ini menjadikan Hutan Tesso Nilo sebagai solusi dalam menangani konflik manusia dan gajah di Riau selain blok Hutan Bukit Tigapuluh. Kesesuaian Hutan Tesso Nilo sebagai habitat dan wilayah jelajah home range Gajah sumatera dibandingkan blok hutan lain yang menjadi habitat gajah didasarkan pada beberapa faktor habitat. Faktor habitat tersebut antara lain luasan habitat yang tersedia 25.000 hektar, ketersediaan tanah mineral seperti Kalium K yang terkandung dalam jenis tanah Haplohemist dan topografi kawasan yang relatif landai Tabel 10. Tabel 10 Blok hutan di Provinsi Riau yang menjadi habitat Gajah sumatera berdasarkan tipe hutan dan ketersediaan faktor habitat No. Blok Hutan Tipe Hutan Ketersediaan Faktor Habitat Luas 25.000 ha Tanah Mineral Kelerengan 45 1. Libo Hutan hujan dataran rendah dan rawa gambut - Terbatas - 2. Giam Siak Kecil Hutan rawa gambut - Terbatas - 3. Kerumutan Hutan rawa gambut - Terbatas - 4. Tesso Nilo Hutan hujan dataran rendah 9 9 9 5. Rimbang Baling Hutan hujan dataran rendah 9 9 Terbatas 6. Bukit Tigapuluh Hutan hujan dataran rendah 9 9 9 Sumber : WWF Indonesia-Riau Programm 2009 Keterangan : Hasil analisis wilayah jelajah sub spesies Gajah asia lainnya. Hasil analisis tutupan lahan dan tata ruang Provinsi Riau melalui Sistem Informasi Geografi oleh WWF Indonesia, menunjukkan ± 120.000 hektar dari

Dokumen yang terkait

Strategi Pengendalian Konflik Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) Di Provinsi Aceh

9 73 183

Helminthes Parasite at feces of Sumatran Rhinoceros (Dicerorhino sumatrensis) and Sumatran Elephant (Elephas maximus sumatranus) in way Kambas National Park Lampung ( Semi Insitu )

0 6 1

Preference and estiamtion ofo natural feed productivity of sumatran elephants (elephas maximus sumatranus Temmick 1847) in seblat training center for elephants north Bengkulu

0 6 9

The Behaviour and characteristics potential of habitat of mosquitoes Anopheles spp. in Riau Village Riau Silip Subdistrict Bangka District Bangka Belitung Province

0 3 200

Pengelolaan dan Tingkat Kesejahteraan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Taman Margasatwa Ragunan

0 9 32

The Behaviour and characteristics potential of habitat of mosquitoes Anopheles spp. in Riau Village Riau Silip Subdistrict Bangka District Bangka Belitung Province

0 4 123

this PDF file A Study of Elephant Care Condition (Elephas Maximus Sumatranus) at Saree Elephant Conservation Center, Aceh Besar | Novitri | Jurnal Biologi Edukasi 1 PB

0 0 9

ZINC PHOSPIDE AS MAIN KILLER AGEN AT SUMATERA ELEPHANT DEATH (Elephas Maximus Sumatranus): CASE IN RIAU Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 8

Selection of Sumatra Elephants (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) Toward Habitat Types and Resources in Wildlife Sanctuary of Padang Sugihan, South Sumatra Province

0 0 8

JENIS PAKAN MEMPENGARUHI PRODUKSI BIOGAS DARI FESES GAJAH, STUDI KASUS GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN, JAKARTA SELATAN

0 0 7