Potensi dan peluang pengembangan perikanan tangkap

penangkapan ikan dilakukan pada jalur III yaitu dari 12 mil laut hingga perairan ZEE Indonesia sejauh 200 mil laut Purbayanto 2003. Kesteven 1973 mengklasifikasikan usaha perikanan tangkap menjadi tiga kelompok, yaitu perikanan subsisten, artisanal dan industri. Perikanan tangkap jenis artisanal dan industri termasuk jenis perikanan yang bersifat komersial. Pengklasifikasian ini didasarkan pada teknologi yang digunakan serta kuantitas dan pemasaran hasil tangkapan.

2.1.1 Potensi dan peluang pengembangan perikanan tangkap

Pengembangan perikanan harus dirancang agar mampu menghadapi tantangan masa depan. Hal ini menuntut kemampuan pendugaan kemungkinan perkembangan baik di sistem produksi maupun sistem konsumen pasar, bahkan perubahan potensi sumberdaya. Mempertimbangkan hal-hal itu, maka tantangan pengembangan perikanan terletak pada transformasi sistem produksi yang bersifat subsistem dan sederhana menjadi sistem produksi komersial yang lebih kompleks Muchsin et al 1987. Pengembangan merupakan suatu perubahan dari suatu yang dinilai kurang baik menjadi sesuatu yang lebih baik ataupun dari suatu yang sudah baik menjadi lebih baik. Dengan kata lain, pengembangan adalah suatu proses yang menuju pada suatu kemajuan. Menurut Bahari 1989, pengembangan usaha perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik Sudarja 2007. Potensi perikanan laut Indonesia sangat besar ternyata belum semua tergali secara optimal. Dengan luas perairan 5,8 juta km2 termasuk ZEEI, potensi lestari sumber daya ikan 6,4 juta tontahun dengan tingkat pemanfaatannya baru 5,5 juta tontahun. Dua pertiga luas wilayah Indonesia adalah laut yang terdiri dari 0,8 juta km² laut territorial, 2,3 juta km² laut nusantara, dan 2,7 juta km² Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Dengan jumlah pulau sekitar 17.508 dan garis pantai sepanjang 81 ribu km tidak hanya menempatkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar, tetapi juga menyimpan sumberdaya kekayaan laut baik secara kuantitas maupun diversitas. Menurut data Tahun 2004, potensi lestari MSY sebesar 6,4 juta tontahun, jumlah tangkapan yang diperbolehkan JTB sebesar 5,12 tontahun atau 80 dari MSY, dan produksi tahunan sebesar 4,7 ton atau 73,4 dari MSY Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap 2004. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menetapkan beberapa misi pembangunan perikanan tangkap, yaitu : 1 mengendalikan pemanfaatan sumberdaya ikan; 2 meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan; 3 meningkatkan mutu dan nilai tambah hasil perikanan; 4 menyediakan bahan pangan sumber protein hewani dan bahan baku industri serta ekspor; 5 menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan usaha perikanan tangkap; 6 mebciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif; 7 meningkatkan kualitas sumberdaya manusia; 8 mengembangkan kelembagaan dan peraturan perundangan; 9 meningkatkan penerimaan PNBP dan PAD; 10 meningkatkan tertib administrasi pembangunan Sudarja 2007. Dalam kegiatan perikanan tangkap yang akan dikembangkan di suatu kawasan konservasi, ada beberapa aspek yang mempengaruhi antara lain : 1 Aspek biologi berhubungan dengan sediaan sumberdaya ikan, penyebarannya, komposisi ukuran hasil tangkapan dan jenis 2 Aspek teknik berhubungan dengan unit penangkapan ikan, jenis kapal, fasilitas penanganan di kapal, fasilitas pendaratan dan fasilitas penanganan ikan di darat 3 Aspek sosial berkaitan dengan kelembagaan dan tenaga kerja, serta dampak usaha terhadap nelayan 4 Aspek ekonomi berkaitan dengan produksi dan pemasaran, serta efisiensi biaya operasional yang berdampak kepada pendapatan bagi stakeholders Sultan 2004. Pengembangan perikanan dalam rangka pemanfaatan sebagaimana yang diharapkan, yang pertama harus dilakukan yaitu menyatukan kesamaan visi pembangunan perikanan, yaitu ”Suatu pembangunan perikanan yang dapat memanfaatkan sumberdaya ikan beserta ekosistemnya secara optimal bagi kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia, terutama nelayan dan petani ikan secara berkelanjutan” Suyedi 2007.

2.1.2 Alat penangkapan ikan