Strategi dan Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Wilayah Kota Serang

(1)

MAYO DEP

OR TEKNO PARTEME

FAKUL

K

SIS

OLOGI DA N PEMAN LTAS PERI INSTITU

KOTA SER

RANG

SKA MAGNNAWATI

AN MANAJ NFAATAN

JEMEN PE IKANAN D

UT PERTA BOGO

2010

SUMBERD

ERIKANAN DAN ILMU

ANIAN BOG OR

0

DAYA PER

N TANGKA U KELAUT

RIKANAN AP N TAN


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ”Strategi dan Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Wilayah Kota Serang” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tubuh tulisan dan tercantum dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 19 Juli 2010 Siska Magnawati C44061427


(3)

dalam Pembangunan Wilayah Kota Serang. Dibimbing oleh MOCH. PRIHATNA SOBARI dan DINIAH

Teluk Banten memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis kecil yang cukup besar yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah. Potensi yang ada di Kota Serang belum dimanfaatkan secara optimal dalam meningkatkan kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap pendapatan daerah, sehingga diperlukan suatu strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah untuk meningkatkan peranan subsektor perikanan tangkap sehingga dapat meningkatkan pendapatan wilayah. Hasil perhitungan LQ menunjukkan bahwa berdasarkan indikator pendapatan daerah merupakan sektor basis dengan nilai LQ lebih besar dari 1, yaitu pada Tahun 2004 dan Tahun 2008 sebesar 2,17, pada Tahun 2006, 2007 dan 2008 masing-masing sebesar 1,51; 1,59 dan 1,45. Berdasarkan indikator tenaga kerja, hasil perhitungan LQ menunjukkan bahwa subsektor perikanan tangkap bersifat basis hanya pada Tahun 2001 sebesar 1,11, sedangkan pada Tahun 2002-2008 bukan basis, dengan nilai LQ lebih kecil dari 1 masing-masing sebesar 0,53; 0,34; 0,28; 0,29; 0,38; 0,41; 0,39. Berdasarkan hasil analisis Multiflier Effect, selama periode 2001-2008 dengan indikator pendapatan wilayah dan tenaga kerja, subsektor perikanan tangkap memberikan dampak positif terhadap pembangunan wilayah Kota Serang. Dalam perhitungan komoditas unggulan, diperoleh beberapa komoditas unggulan hasil tangkapan, yaitu ikan layur, ikan kurisi, ikan tenggiri, ikan teri, ikan peperek, ikan tembang, ikan belanak, cumi-cumi dan rajungan. Hasil analisis SWOT menghasilkan 3 alternatif strategi pembangunan antara lain, 1). Memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar dengan memfokuskan pada komoditas hasil tangkapan unggulan, kesempatan kerja dan daya beli masyarakat yang cukup tinggi yang dapat meningkatkan pendapatan daerah, serta dukungan pemerintah daerah dalam rangka melakukan pengembangan subsektor perikanan tangkap secara terpadu dan berkelanjutan; 2). Memberikan kemudahan bagi masyarakat setempat membuka usaha di bidang perikanan untuk memenuhi permintaan pasar perikanan dari luar daerah maupun luar negeri; 3). Pengembangan usaha yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk perikanan tangkap yang bersifat komoditas unggulan sebagai langkah untuk dapat bersaing dengan pasar di luar daerah.

Kata kunci : subsektor perikanan tangkap, pembangunan wilayah, komoditas unggulan, Location Quotient (LQ), Multiplier Effect (ME) dan SWOT.


(4)

KOTA SERANG

SISKA MAGNAWATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010


(5)

Nama Mahasiswa : Siska Magnawati Nomor Induk : C44061427

Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Departemen : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. Ir. Diniah, M.Si. NIP. 19610316 198601 1001 NIP. 19610924 198602 2001

Diketahui,

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Dr. Ir. Budy Wiryawan. M.Sc. NIP. 19621223 198703 1001


(6)

Skripsi dengan judul “Strategi dan Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Wilayah Kota Serang” ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan sejak Bulan Maret sampai dengan Bulan April Tahun 2010. Skripsi ini bertujuan untuk menentukan kontribusi dan peranan subsektor perikanan tangkap Kota Serang terhadap pembangunan wilayah serta menentukan komoditas hasil tangkapan unggulan yang dapat dikembangkan, sehingga dapat dijadikan komoditas kunci pada subsektor perikanan tangkap Kota Serang.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S., dan Ir. Diniah, M.Si., selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Pembuatan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik pembaca untuk menyempurnakan hasil yang diperoleh. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang memerlukan.

Bogor, 19 Juli 2010


(7)

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1) Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S., dan Ir. Diniah, M.Si. selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2) Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si. selaku Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas saran serta arahannya.

3) Akhmad Solihin, S.Pi., M.H., selaku dosen penguji tamu atas arahan, perbaikan dan saran untuk skripsi ini.

4) Kepala dan staf PPP Karangantu yang banyak membantu dalam kelancaran penelitian.

5) Kepala dan staf Dinas Pertanian Kota Serang yang telah bersedia membantu dalam kelancaran penelitian.

6) Seluruh responden yang telah bersedia memberikan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian saya.

7) Orang tua, kakak serta adik atas doa, pengorbanan, dukungan dan yang memberikan semangat dalam keberhasilan penulisan skripsi ini.

8) Angga Surya Lenggawa yang telah memberikan semangat dan selalu mengingatkan saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

9) Riyanti, Septi yang telah menemani saya selama melaksanakan penelitian. 10)Kakak kelas ku Ema Kralila Irawan, S.Pi yang membantu saya dalam

penyelesaian skripsi dan memberikan semangat.

11)Sahabat-sahabatku Intan, Mertha, Ghea yang telah membantu saya dalam proses penyelesaian skripsi dan selalu memberikan semangat.

12) Alin, Mia, Rima, Seli, Septa, Anggi, Dedy serta teman-teman ku 43 lainnya yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi.


(8)

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 27 Januari 1988 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Mahna dan Kartini Prachmawaty. Penulis lulus dari SMA Rimba Madya Bogor pada tahun 2006, dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan mengikuti perkuliahan Supporting Course.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Remaja Mesjid Bukit Asri sebagai pengurus pada periode 2006/2007 dan Tahun 2007/2008, Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) sebagai staf Penelitian dan Pengembangan Profesi (LITBANGPROF) pada periode 2007/2008, dan sebagai staf Kewirausahaan (KEWIRUS) pada periode 2008/2009.

Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul ”Strategi dan Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Wilayah Kota Serang”, dibimbing oleh Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. dan Ir. Diniah, M.Si. Penulis dinyatakan lulus dalam sidang skripsi yang diselenggarakan oleh Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, pada tanggal 19 Juli 2010.


(9)

Halaman

DAFTAR TABEL……… i

DAFTAR GAMBAR... ii

DAFTAR LAMPIRAN... iii

1. PENDAHULUAN... .... 1

1.1Latar Belakang... 1

1.2Perumusan Masalah... 2

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian... 3

1.3.1 Tujuan penelitian... 3

1.3.2 Manfaat penelitian... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1Perikanan Tangkap... 4

2.1.1 Potensi dan peluang pengembangan perikanan tangkap... 5

2.1.2 Alat penangkapan ikan... 7

2.1.3 Kapal... 13

2.1.4 Nelayan... 14

2.1.5 Daerah penangkapan ikan... 14

2.2Ekonomi Sektoral/Regional... 15

2.2.1 PDRB... 15

2.2.2 Ekonomi basis... 16

2.2.3 Multiflier effect... 17

2.2.4 Efisiensi kegiatan perikanan tangkap... 19

2.2.5 Komoditas unggulan hasil tangkapan... 19

2.2.6 Kesempatan kerja... 20

2.3Strategi Pengembangan... 21

3 KERANGKA PENDEKATAN STUDI... 22

4 METODOLOGI... 25

4.1Waktu dan Tempat Penelitian... 25

4.2Metode Penelitian………...…….... 25

4.3Metode Pengambilan Sampel………. 25

4.4Sumber Data………... 26

4.5Metode Analisis Data………... 26

4.5.1 Keragaan perikanan tangkap……….……….. 26

4.5.2 Peranan subsektor perikanan tangkap……….….... 27

4.5.3 Dampak perikanan tangkap dalam perekonomian... 28

4.5.4 Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap…... 29

4.5.5 Komoditas hasil tangkapan unggulan...…... 29

4.5.6 Strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap (SWOT)... 30


(10)

5.1 Keadaan Umum Kota Serang... 37

5.1.1 Letak geografis... 37

5.1.2 Luas wilayah dan topografi... 37

5.1.3 Penduduk... 38

5.1.4 Tenaga kerja... 38

5.2 Kondisi Umum Perikanan Tangkap Kota Serang... 40

5.2.1 Lokasi pelabuhan perikanan pantai karangantu…………... 41

5.2.2 Potensi sumberdaya perikanan tangkap PPP Karangantu... 41

5.2.3 Volume dan nilai produksi ……….………. 42

5.2.4 Daerah penangkapan ikan……… 43

5.2.5 Musim penangkapan ikan……… 43

5.2.6 Tenaga kerja perikanan tangkap……….. 44

5.2.7 Pemasaran hasil perikanan tangkap………. 45

5.2.8 Sarana dan prasarana perikanan tangkap………. 46

6 HASIL DAN PEMBAHASAN... 52

6.1Keragaan Perikanan Tangkap Kota Serang……….. 52

6.1.1Produktivitas subsektor perikanan tangkap Kota Serang………. 52

6.1.2Keadaan unit penangkapan ikan Kota Serang………... 56

6.2Keadaan Ekonomi Provinsi Banten dan Kota Serang………..… 68

6.3Peranan Subsektor Perikanan Tangkap Kota Serang………... 73

6.3.1Shift share berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja ……….. 76

6.3.2Location Quotient (LQ) berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja……… 80

6.4 Dampak Perikanan Tangkap Kota Serang……...………. 83

6.4.1 Multiflier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator pendapatan wilayah..………. 83

6.4.2 Multiflier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja……….. 85

6.5Kebutuhan Investasi Subsektor Perikanan Tangkap………….... 86

6.6Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kota Serang……….. 88

6.6.1 Kelompok ikan demersal………. 89

6.6.2 Kelompok ikan pelagis besar……….. 91

6.6.3 Kelompok ikan pelagis kecil……… 92

6.6.4 Cumi-cumi……… 94

6.6.5 Rajungan……….. 95

6.7Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap Kota Serang….….. 97

6.7.1Identifikasi faktor-faktor SWOT……….………. 97

6.7.2Analisis matriks IFE dan matriks EFE……… 106

6.7.3Matriks SWOT………. 109


(11)

7.1 Kesimpulan... 113

7.2 Saran... 114

DAFTAR PUSTAKA... 115


(12)

Halaman

1. Penilaian bobot faktor strategis internal... 33

2. Penilaian bobot faktor strategis eksternal... 33

3. Matriks Internal factor Evaluation... 34

4. Matriks Eksternal factor Evaluation... 34

5. Matriks SWOT... 35

6. Jumlah penduduk per Kecamatan di Kota Serang Tahun 2009……. 38

7. Jumlah penduduk dan angkatan kerja Kota Serang Tahun 2004-2008……… 39

8. Jenis mata pencaharian penduduk Kota Serang Tahun 2008………. 39

9. Volume dan nilai produksi PPP Karangantu……….. 42

10.Perkembangan nelayan Kota Serang Tahun 2000-2008 (orang)…… 44

11.Perkembangan jumlah kapal penangkap ikan di PPP Karangantu tahun 2003-2007………..………... 47

12.Perkembangan alat tangkap Kota Serang Tahun 2004-2008……….. 49

13.Fasilitas pokok PPP Karangantu.……… 50

14.Fasilitas fungsional PPP Karangantu……….. 51

15.Fasilitas penunjang PPP Karangantu……….. 51

16.Produktivitas per trip penangkapan ikan Kota Serang Tahun 2004-2008 (ton per trip)……… 53

17.Perkembangan produktivitas per unit penangkapan ikan Kota Serang Tahun 2004-2008 (ton per unit)……… 54

18.Perkembangan produktivitas nelayan Kota Serang Tahun 2004-2008 (ton per orang)………... 55

19.PDRB Provinsi Banten menurut lapangan usaha ADHK tahun 2004-2008 (dalam jutaan rupiah)………... 70

20.PDRB Kota Serang menurut lapangan usaha ADHK tahun 2003-2008 (dalam jutaan rupiah)………. 72

21.Nilai PDRB perikanan dan perikanan tangkap berdasarkan harga konstan serta persentase kontribusi terhadap sektor pertanian dan total PDRB Tahun 2004-2008 (juta rupiah)………...….. 74

22.Shift share subsektor perikanan tangkap Tahun 2004-2008 (%).…. 77

23.Shift share berdasarkan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kota Serang Tahun 2004-2008 (%)……….. 79


(13)

daerah Di Kota Serang Tahun 2004-2008 (juta rupiah)………... 80 25.LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator

tenaga kerja Tahun 2001-2008 (juta rupiah)……… 82 26.Multiflier Effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan

indikator pendapatan wilayah Tahun 2001-2008 (juta rupiah)……… 84 27.Multiflier Effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan

indikator tenaga kerja Tahun 2001-2008………. 85 28.Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Tahun 2001-2008.. 86 29.Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Kota Serang

Tahun 2008-2011 (juta rupiah)……….. 88 30.Matrisk IFE Strategi internal Kota Serang Tahun 2010... 107 31.Matrisk EFE Strategi eksternal Kota Serang Tahun 2010... 108 32.Matriks SWOT pengembangan sektor perikanan tangkap Kota Serang.. 110 33.Perankingan Alternatif Strategi Pengembangan subsektor perikanan


(14)

Halaman

1. Desain bentuk baku konstruksi pukat kantong dogol... 8

2. Konstruksi jaring angkat... 9

3. Konstruksi jaring insang... 10

4. Desain baku pukat kantong payang... 12

5. Konstruksi pancing gandar... 13

6. Kerangka Pendekatan Studi... 24

7. Diagram analisis SWOT... 31

8. Diagram persentase jenis mata pencaharian penduduk Kota Serang Tahun 2008………... 40

9. Perkembangan produksi perikanan tangkap PPP Karangantu Tahun 2000-2008………... 43

10.Produksi ikan per bulan di PPPKarangantu Tahun 2009……….. 44

11.Perkembangan nelayan Kota Serang Tahun 2000-2008……… 45

12.Saluran pemasaran hasil tangkapan di Kota Serang……….. 46

13.Persentase jumlah armada penangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu Tahun 2003-2007………... 48

14.Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Karangantu Tahun 2008………. 49

15.Produktivitas per trip penangkapan ikan Kota Serang Tahun 2008…… 53

16.Perkembangan produktivitas per unit penangkapan ikan Kota Serang Tahun 2004-2008……… 54

17.Perkembangan produktivitas nelayan Kota Serang Tahun 2004-2008… 55

18.Konstruksi jaring payang………. 57

19.Konstruksi bagan perahu……….. 59

20.Konstruksi pancing kotrek………... 61

21.Konstruksi jaring rajungan………... 63

22.Konstruksi Jaring rampus……… 66

23.Konstruksi jaring dogol……… 68

24.Nilai PDRB sektor perikanan Provinsi Banten atas dasar harga konstan Tahun 2004-2008……….………. 71

25.Nilai PDRB sektor perikanan atas dasar harga konstan Tahun 2004-2008………..… 73


(15)

Tahun 2004-2008……….. 75 27.Kontribusi PDRB masing-masing subsektor dalam kelompok sektor

Pertanian Tahun 2008………. 76 28.Perkembangan shift share subsektor perikanan tangkap Kota Serang

terhadap PDRB Tahun 2004-2008……….. 77 29.Perkembangan shift share subsektor perikanan tangkap Kota Serang

terhadap sektor pertanian Tahun 2004-2008……….. 78 30.Perkembangan kontribusi tenaga kerja subsektor perikanan tangkap

Kota Serang Tahun 2004-2008……… 79 31.Nilai LQ subsektor perikanan tangkap terhadap total pendapatan daerah

Di Kota Serang Tahun 2004-2008……… 81 32.Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja

Di Kota Serang Tahun 2001-2008……… 83 33.Perkembangan kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap

Kota Serang Tahun 2001-2008 (ICOR = 3,31)………. 87 34.Perkembangan kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap

Kota Serang Tahun 2001-2008 (ICOR = 3,42)………. 87 35.Nilai LQ ikan demersal Kota Serang Tahun 2000-2008………. 89 36.Penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan Kota Serang………… 90 37.Nilai LQ ikan pelagis besar Kota Serang Tahun 2000-2008………….. 91 38.Penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan Kota Serang………… 92 39.Nilai LQ ikan pelagis kecil Kota Serang Tahun 2000-2008……… 93 40.Penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan Kota Serang………… 94 41.Nilai LQ cumi-cumi Kota Serang Tahun 2000-2008………. 95 42.Penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan cumi-cumi Kota Serang.. 95 43.Nilai LQ rajungan Kota Serang Tahun 2000-2008……… 96 44.Penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan rajungan Kota Serang.. 97 45.Diagram analisis SWOT pengembangan subsektor perikanan


(16)

Halaman

1. Peta Kota Serang... 120

2. Hasil wawancara responden 1 strategi internal... 121

3. Hasil wawancara responden 2 strategi internal... 122

4. Hasil wawancara responden 3 strategi internal... 123

5. Hasil wawancara responden 1 strategi eksternal... 124

6. Hasil wawancara responden 2 strategi eksternal... 125

7. Hasil wawancara responden 3 strategi eksternal... 126

8. Produksi perikanan tangkap Kota Serang dan Provinsi... 127

9. Nilai LQ dan penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan kelompok ikan demersal Kota Serang Tahun 2000-2008... 128

10.Nilai LQ dan penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan kelompok ikan pelagis besar Kota Serang Tahun 2000-2008... 129

11.Nilai LQ kelompok ikan pelagis kecil Kota Serang Tahun 2000-2008... 130

12.Penentuan komoditas unggulan hasil tangkapan kelompok ikan Pelagis kecil Kota Serang Tahun 2000-2008... 131

13.Nilai LQ dan penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan Cumi-cumi Kota Serang Tahun 2000-2008... 132

14.Nilai LQ dan penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan Rajungan Kota Serang Tahun 2000-2008... 133

15.Trend komoditas hasil tangkapan unggulan Kota Serang Tahun 2008... 134

16.Unit penangkapan pancing kotrek... 138

17.Unit penangkapan dogol... 139

18.Unit penangkapan bagan perahu... 140

19.Unit penangkapan payang... 141

20.Unit penangkapan jaring rampus... 142


(17)

1.

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Provinsi Banten merupakan wilayah yang sangat strategis mengingat letak daerahnya berbatasan dengan Ibu Kota Negara dan juga sebagai pintu gerbang antara Jawa dan Sumatera. Provinsi Banten memiliki luas wilayah 9.018,64 km2. Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh Provinsi Banten cukup besar. Potensi sumberdaya perikanan tangkap yang dimanfaatkan sampai dengan Tahun 2008 sebesar 56.725,3 ton.

Wilayah Banten memiliki empat kabupaten dan tiga kota yaitu Kabupaten Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang dan Kota Serang, Kota Tangerang, serta Kota Cilegon. Masing-masing wilayah tersebut tentunya memiliki komoditas unggulan yang dapat dikembangkan ke depan.

Kondisi perekonomian suatu wilayah dapat tercermin dari total produksi barang dan jasa yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi yang tergambar dalam besaran nilai PDRB-nya. Nilai PDRB sektor perikanan Kota Serang berdasarkan harga konstan pada periode tahun 2004-2008 berfluktuasi. Nilai PDRB Kota Serang pada Tahun 2008 sebesar 96.342.200.000,-. Kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB dan sektor pertanian pada Tahun 2004-2008 setiap tahunnya mengalami penurunan, terlihat dari garis tren yang menurun.

Teluk Banten terletak 90 km di sebelah barat Jakarta. Wilayah Teluk Banten dibagi menjadi dua fungsi wilayah, yaitu di wilayah barat digunakan untuk industri dan wilayah timur untuk perikanan. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu merupakan salah satu pusat pendaratan ikan di Kota Serang. Karangantu terletak di Kecamatan Kasemen yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan (PPP Karangantu 2007).

Produksi dan nilai produksi pada periode Tahun 2004-2008 yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu mengalami fluktuasi. Pada Tahun 2008 volume produksi yang didaratkan di Kota Serang sebesar 2.354 ton dengan nilai Rp. 17.379.734.768 dibandingkan dengan Tahun 2007 sebesar 2.219 ton dengan nilai Rp.13.505.133.000. Hal ini menunjukkan produksi di Kota Serang mengalami kenaikan volume sebesar 6,08% dan mengalami kenaikan nilai


(18)

produksi sebesar 28,68%. Secara umum dalam kurun waktu lima tahun terakhir kenaikan rata-rata produksi sebesar 28,50% dan kenaikan rata-rata nilai produksi sebesar 21,18%. Jenis ikan yang didaratkan di Kota Serang terdiri atas ikan peperek, tembang, kembung, rajungan serta jenis ikan lainnya. Berdasarkan hasil tangkapan Tahun 2008 peperek merupakan hasil tangkapan terbesar yaitu 463 ton (20%) kemudian diikuti oleh ikan tembang, cumi-cumi dan teri yang masing-masing sebesar 337 ton (14%), 211 ton (9%) dan 209 ton (9%) dari total produksi Tahun 2008 sebesar 2.354 ton.

Keberadaan potensi sumberdaya ikan di wilayah Kota Serang dapat menjadi salah satu faktor dalam usaha pengembangan sektor perikanan, khususnya subsektor perikanan tangkap, karena PPP Karangantu merupakan satu-satunya pusat pendaratan ikan di Kota Serang. Unit penangkapan ikan yang terdapat di Kota Serang umumnya masih bersifat tradisional atau mayoritas nelayan di Kota Serang masih merupakan usaha penangkapan dengan skala kecil dimana operasi penangkapannya sebagian besar bersifat one day fishing, sehingga daerah penangkapannya terbatas di sekitar Teluk Banten. Unit penangkapan tersebut antara lain unit penangkapan jaring angkat atau bagan, jaring payang, jaring rampus, jaring dogol, pancing dan jaring rajungan. Hal ini menarik untuk dikaji lebih lanjut, sehingga penulis akan mengadakan penelitian dengan judul “Strategi dan Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Wilayah Kota Serang.”

1.2Perumusan Masalah

Kota Serang mempunyai unit penangkapan ikan yang masih bersifat tradisional khususnya di Perairan Teluk Banten, jenis alat tangkap yang digunakan yaitu gillnet, bagan, dogol, payang dan pancing. Kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB tahun 2004-2008 setiap tahunnya mengalami penurunan terlihat dari garis tren yang menurun. Teluk Banten memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis dimana produksi perikanan tangkap Kota Serang Tahun 2001-2008 mengalami penurunan setiap tahunnya sebesar 90,81 ton, hal ini terlihat dari garis tren yang menurun.


(19)

Untuk mengetahui peranan subsektor perikanan tangkap di Kota Serang perlu diketahui beberapa hal antara lain :

1) Bagaimana keragaan perikanan tangkap di Kota Serang ?

2) Bagaimanakah potensi subsektor perikanan tangkap di Kota Serang dan kontribusinya terhadap perekonomian daerah ?

3) Apakah subsektor perikanan tangkap Kota Serang bersifat basis atau non basis?

4) Apa saja jenis komoditas unggulan yang dapat dikembangkan di Kota Serang? 5) Bagaimana strategi pengembangan sektor perikanan tangkap di Kota Serang ?

1.3Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1) Mengetahui keragaan perikanan tangkap di Kota Serang

2) Mengetahui kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB dan kesempatan kerja di Kota Serang

3) Mengkaji peran, dampak dan kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah Kota Serang

4) Menentukan komoditas unggulan yang dapat dikembangkan di Kota Serang 5) Menentukan strategi pengembangan perikanan tangkap di Kota Serang

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan bermanfaat :

1) Bagi penulis, merupakan salah satu persyaratan akademis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 2) Sebagai masukan dan pertimbangan bagi perencanaan pembangunan,

khususnya strategi dan pengembangan wilayah terkait dengan pembangunan subsektor perikanan tangkap di Kota Serang

3) Untuk menambah data dan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan berminat pada masalah ekonomi pembangunan.


(20)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perikanan Tangkap

Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya (Undang-Undang No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan junto (Undang-Undang-(Undang-Undang No 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan). Perikanan tangkap di Indonesia dikategorikan ke dalam dua kelompok besar antara lain perikanan tradisional dan perikanan industri (industrial fishery). Adapun ciri-ciri dari perikanan tangkap tradisional antara lain adanya kegiatan penangkapan ikan dengan nilai investasi kecil hingga sedang, menggunakan perahu penangkapan yang bervariasi dan umumnya berukuran kecil seperti perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor berukuran 5-50 GT. Alat tangkap yang digunakan juga bervariasi seperti payang, dogol, pukat pantai, bagan, serok, pancing ulur, sero dan bubu yang pada umumnya dioperasikan secara manual atau belum ditunjang dengan alat bantu penangkapan seperti line hauler, power block, fish finder dan lain-lain. Nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan yaitu nelayan tradisional berdasarkan instuisinya atau pengalaman yang diperoleh secara turun temurun dan berpendidikan rendah. Operasi penangkapan ikannya terkonsentrasi di perairan pantai pada jalur penangkapan 0-3 mil laut, 3-6 mil laut, 6-12 mil laut (Purbayanto 2003).

Perikanan industri memiliki ciri-ciri seperti kegiatan penangkapan ikan yang padat modal atau memiliki nilai investasi yang besar. Kapal penangkapan ikan yang digunakan berukuran lebih dari 50 GT. Alat tangkap yang digunakan termasuk modern antara lain pukat udang, purse seine dan gill net yang berukuran besar, huhate dan rawai tuna yang telah dilengkapi dengan alat bantu penangkapan mekanis maupun elektronik. Nelayan pada perikanan industri yaitu nelayan modern yang memperoleh keterampilan dan pengetahuan penangkapan ikan melalui jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Operasi


(21)

penangkapan ikan dilakukan pada jalur III yaitu dari 12 mil laut hingga perairan ZEE Indonesia sejauh 200 mil laut (Purbayanto 2003).

Kesteven (1973) mengklasifikasikan usaha perikanan tangkap menjadi tiga kelompok, yaitu perikanan subsisten, artisanal dan industri. Perikanan tangkap jenis artisanal dan industri termasuk jenis perikanan yang bersifat komersial. Pengklasifikasian ini didasarkan pada teknologi yang digunakan serta kuantitas dan pemasaran hasil tangkapan.

2.1.1 Potensi dan peluang pengembangan perikanan tangkap

Pengembangan perikanan harus dirancang agar mampu menghadapi tantangan masa depan. Hal ini menuntut kemampuan pendugaan kemungkinan perkembangan baik di sistem produksi maupun sistem konsumen pasar, bahkan perubahan potensi sumberdaya. Mempertimbangkan hal-hal itu, maka tantangan pengembangan perikanan terletak pada transformasi sistem produksi yang bersifat subsistem dan sederhana menjadi sistem produksi komersial yang lebih kompleks (Muchsin et al 1987).

Pengembangan merupakan suatu perubahan dari suatu yang dinilai kurang baik menjadi sesuatu yang lebih baik ataupun dari suatu yang sudah baik menjadi lebih baik. Dengan kata lain, pengembangan adalah suatu proses yang menuju pada suatu kemajuan. Menurut Bahari (1989), pengembangan usaha perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik (Sudarja 2007).

Potensi perikanan laut Indonesia sangat besar ternyata belum semua tergali secara optimal. Dengan luas perairan 5,8 juta km2 (termasuk ZEEI), potensi lestari sumber daya ikan 6,4 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatannya baru 5,5 juta ton/tahun. Dua pertiga luas wilayah Indonesia adalah laut yang terdiri dari 0,8 juta km² laut territorial, 2,3 juta km² laut nusantara, dan 2,7 juta km² Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Dengan jumlah pulau sekitar 17.508 dan garis pantai sepanjang 81 ribu km tidak hanya menempatkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar, tetapi juga menyimpan sumberdaya kekayaan laut baik secara kuantitas maupun diversitas. Menurut data Tahun 2004, potensi lestari (MSY)


(22)

sebesar 6,4 juta ton/tahun, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,12 ton/tahun atau 80% dari MSY, dan produksi tahunan sebesar 4,7 ton atau 73,4% dari MSY (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap 2004). Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menetapkan beberapa misi pembangunan perikanan tangkap, yaitu : (1) mengendalikan pemanfaatan sumberdaya ikan; (2) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan; (3) meningkatkan mutu dan nilai tambah hasil perikanan; (4) menyediakan bahan pangan sumber protein hewani dan bahan baku industri serta ekspor; (5) menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan usaha perikanan tangkap; (6) mebciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif; (7) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia; (8) mengembangkan kelembagaan dan peraturan perundangan; (9) meningkatkan penerimaan PNBP dan PAD; (10) meningkatkan tertib administrasi pembangunan (Sudarja 2007).

Dalam kegiatan perikanan tangkap yang akan dikembangkan di suatu kawasan konservasi, ada beberapa aspek yang mempengaruhi antara lain :

1) Aspek biologi berhubungan dengan sediaan sumberdaya ikan, penyebarannya, komposisi ukuran hasil tangkapan dan jenis

2) Aspek teknik berhubungan dengan unit penangkapan ikan, jenis kapal, fasilitas penanganan di kapal, fasilitas pendaratan dan fasilitas penanganan ikan di darat

3) Aspek sosial berkaitan dengan kelembagaan dan tenaga kerja, serta dampak usaha terhadap nelayan

4) Aspek ekonomi berkaitan dengan produksi dan pemasaran, serta efisiensi biaya operasional yang berdampak kepada pendapatan bagi stakeholders

(Sultan 2004).

Pengembangan perikanan dalam rangka pemanfaatan sebagaimana yang diharapkan, yang pertama harus dilakukan yaitu menyatukan kesamaan visi pembangunan perikanan, yaitu ”Suatu pembangunan perikanan yang dapat memanfaatkan sumberdaya ikan beserta ekosistemnya secara optimal bagi kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia, terutama nelayan dan petani ikan secara berkelanjutan” (Suyedi 2007).


(23)

2.1.2 Alat penangkapan ikan

Alat penangkapan ikan merupakan alat atau peralatan yang digunakan untuk menangkap atau mengumpulkan ikan (Diniah 2008). Alat penangkapan ikan yang dominan yang dioperasikan di Kota Serang yaitu Jaring Dogol (Danish seine), Jaring angkat/ Bagan (Lift net), Jaring Insang (Gill net), Jaring Payang (Included lampara), Pancing (Hook and lines) (PPP Karangantu 2007)

1) Dogol (danish seine)

Dogol merupakan suatu alat tangkap yang menyerupai payang namun ukurannya lebih kecil. Dogol digunakan untuk menangkap jenis ikan demersal terutama ikan dan udang. Konstruksi alat tangkap dogol berbentuk kerucut yang terdiri atas kantong (bag), badan (body), dua lembar sayap (wing) yang dipasang pada kedua sisi mulut jaring serta tali penarik (warp) (Subani dan Barus 1989). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 2005), alat tangkap dogol terdiri atas tali ris atas, tali ris bawah, mulut jaring, sayap atas, sayap bawah, badan jaring, dan kantong. Konstruksi alat tangkap dogol dapat dilihat pada Gambar 1.

Alat penangkap ikan ini dioperasikan dengan melingkari daerah perairan di dasar perairan. Dogol dioperasikan di dasar perairan dengan tujuan untuk menangkap udang maupun ikan dasar (demersal fish). Dalam pengoperasiannya, alat penangkap ini ditarik ke arah perahu sehingga pada akhir penangkapan hasilnya dinaikkan ke atas geladak perahu (Subani dan Barus 1989).

2) Jaring angkat

Jaring angkat adalah salah satu alat penangkap ikan yang cara pengoperasiannya dilakukan dengan menurunkan dan mengangkatnya secara vertikal. Menurut Subani dan Barus (1989), bagan terdiri atas jaring bagan, rumah bagan, serok dan lampu. Konstruksi alat tangkap jaring angkat dapat dilihat pada Gambar 2. Dalam pengoperasiannya jaring angkat dapat menggunakan lampu dan umpan sebagai daya tarik ikan agar berkumpul di sekitar jaring. Alat bantu dalam pengoperasian jaring angkat yaitu scoop net yang berfungsi untuk mengambil hasil tangkapan ketika hauling dilakukan. Jaring ini ada yang dioperasikan dengan menggunakan perahu, rakit, bangunan tetap atau


(24)

langsung dengan menggunakan tangan manusia. Berdasarkan bentuk dan cara pengoperasiannya, diketahui beberapa jenis alat tangkap yang tergolong jaring angkat, yaitu bagan perahu/rakit, bagan tancap (termasuk kelong), serok dan jaring angkat lainnya (von Brandt 2005).

Keterangan gambar:

1) Panjang Bagian – Bagian Jaring 2) Lebar Bagian – Bagian Jaring Panjang tali ris atas : l Keliling mulut jaring : a

Panjang tali ris bawah : m Setengah keliling mulut jaring : h Keliling mulut jaring : a Lebar ujung depan bagian sayap atas : g2

Panjang total jaring :b Lebar ujung belakang bagian sayap atas : g1 Panjang bagian sayap atas : c Lebar ujung depan bagian sayap bawah : h2 Panjang bagian sayap bawah : d Lebar ujung belakang bagian sayap bawah : h1 Panjang bagian medan jaring atas (square) : Sqr Jarak ujung-ujung belakang sayap atas : g” Panjang bagian badan : e Jarak ujung-ujung belakang sayap bawah : h” Panjang bagian kantong : f Lebar ujung depan bagian square : g’

Lebar ujung belakang bagian square : g1’ Lebar ujung depan bagian badan : i Lebar ujung belakang bagian badan : i1 Lebar ujung depan bagian kantong : j Lebar ujung belakang bagian kantong : j1 (Standar Nasional Indonesia, 2005)

Gambar 1. Desain baku pukat kantong dogol (demersal danish seine)


(25)

(Subani dan Barus 1989)

Gambar 2. Konstruksi Jaring Angkat 3) Jaring insang (gill net)

Jaring insang atau gillnet merupakan suatu alat penangkap ikan dari jaring yang berbentuk empat persegi panjang. Alat tangkap ini dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah. Gillnet memiliki jumlah

mesh depth lebih sedikit dari jumlah mesh pada arah panjang jaring, sehingga lebar atau tinggi jaring lebih pendek dari panjangnya. Ukuran mata jaring sama pada seluruh badan jaring yang disesuaikan dengan sasaran ikan yang ditangkap, sehingga gill net sering dianggap sebagai alat tangkap yang selektif (Ayodhyoa 1981). Konstruksi alat tangkap jaring insang dapat dilihat pada Gambar 3.

Jaring insang dioperasikan dengan tujuan menghadang ruaya gerombolan ikan. Pengoperasian alat tangkap ini dapat dilakukan di dasar perairan, lapisan tengah maupun lapisan atas. Ikan yang tertangkap pada jaring insang umumnya


(26)

karena terjerat (gilled) di bagian belakang penutup insang ataupun terpuntal (entangled) pada mata jaring, baik untuk jaring insang yang hanya terdiri dari satu lapis, dua lapis maupun tiga lapis jaring (Subani dan Barus 1989).

Pada umumnya ikan yang menjadi tujuan penangkapan ialah jenis ikan yang baik horizontal migration-nya maupun vertical migration-nya tidak seberapa aktif, dengan kata lain migrasi dari ikan tersebut terbatas pada suatu range layer/depth tertentu. Berdasarkan depth dari swimming layer ini, maka lebar jaring ditentukan (Subani dan Barus 1989).

Jaring Insang (gill net) dapat menggunakan semua jenis kapal dalam operasi penangkapannya. Jenis perahu kecil (canoe) atau perahu sampan digunakan untuk menangkap ikan di daerah danau atau sungai. Sebuah canoe

yang berukuran besar atau kapal dengan ukuran 5-7 m dapat digunakan untuk menangkap ikan di daerah lepas pantai. Sebuah kapal yang lebih besar dengan ukuran 12-15 dapat digunakan untuk menangkap ikan jauh ke tengah laut dan dapat berhari-hari berada di tengah lautan. (http://winugroho.web.id/index.php, 2007).

(Subani dan Barus 1989)


(27)

4) Pukat kantong

Pukat kantong merupakan jenis jaring penangkap ikan berbentuk kerucut yang terdiri atas kantong (bag), badan (body), dua lembar sayap (wing) yang dipasang pada kedua sisi mulut jaring serta tali penarik (warp). Menurut Standar Nasional Indondesia (SNI), alat tangkap pukat kantong terdiri atas tali ris atas, tali ris bawah, mulut jaring, sayap atas, sayap bawah, badan jaring dan kantong. Konstruksi alat tangkap pukat kantong dapat dilihat pada Gambar 4. Alat penangkap ini dioperasikan dengan melingkari daerah perairan, baik di permukaan ataupun di dasar perairan. Pukat kantong yang dioperasikan di permukaan perairan bertujuan untuk menangkap ikan pelagik (pelagic fish) dan yang dioperasikan di dasar perairan tujuannya untuk menangkap udang maupun ikan dasar (demersal fish). Dalam cara pengoperasiannya setelah dilakukan penurunan jaring (setting), anak buah kapal turun ke laut untuk memukul-mukul air dengan tujuan agar ikan masuk ke dalam kantong, kemudian dilakukan

hauling. Pengoperasian payang dapat dilakukan menggunakan kapal dengan mesin motor tempel. Dalam pengoperasiannya alat penangkap ikan ini ada yang ditarik ke arah perahu, atau pada akhir proses penangkapan hasilnya dinaikkan ke atas geladak perahu, dan ada juga yang ditarik dari pantai dimana pada akhirnya hasil penangkapan didaratkan ke pantai. Berdasarkan kriteria-kriteria ini, maka pukat kantong dibedakan menjadi payang (termasuk lampara), dogol dan pukat pantai (von Brandt 2005).

5) Pancing (Hook and lines)

Pancing merupakan salah satu alat tangkap yang terdiri atas tali (line) dan mata pancing (hook). Tali pancing biasa terbuat dari bahan benang katun, nilon, poli etilen dan lain-lain. Mata pancing umumnya pada bagian ujung berkait balik, namun ada juga yang tanpa kait balik. Jumlah mata pancing yang terdapat pada tiap perangkat (satuan) pancing itu bisa tunggal maupun ganda, jumlahnya antara dua sampai tiga buah bahkan bisa mencapai ratusan sampai ribuan bergantung pada jenis pancingnya (Subani dan Barus 1989). Konstruksi alat tangkap pancing, gandar dapat dilihat pada Gambar 5.


(28)

Keterangan gambar :

1) Panjang Bagian – Bagian Jaring 2) Lebar Bagian – Bagian Jaring Panjang tali ris atas : l Keliling mulut jaring : a Panjang tali ris bawah : m Setengah keliling mulut jaring : h Keliling mulut jaring : a Lebar ujung depan bagian sayap atas : g2 Panjang total jaring :b Lebar ujung belakang bagian sayap atas : g1 Panjang bagian sayap atas : c Lebar ujung depan bagian sayap bawah : h2 Panjang bagian sayap bawah : d Lebar ujung belakang bagian sayap bawah : h1 Panjang bagian medan jaring bawah (bosoom) : Bsm Jarak ujung-ujung belakang sayap atas : g” Panjang bagian badan : e Jarak ujung-ujung belakang sayap bawah : h” Panjang bagian kantong : f Lebar ujung depan bagian bosoom : h’

Lebar ujung belakang bagian bosoom : h1’ Lebar ujung depan bagain badan : I Lebar ujung belakang bagian badan : I1 Lebar ujung depan bagian kantong : J Lebar ujung belakang bagian kantong : J1

(Standar Nasional Indonesia 2005)

Gambar 4. Desain baku pukat kantong payang

Pancing (Hook and lines) memiliki komponen-komponen lain seperti gandar atau tangkai (pole, rode), pemberat (sinker), pelampung (float). Komponen lain yang penting seperti kili-kili (cangkirian) atau swivel adalah alat penyambung


(29)

tali pancing dengan tali pancing berikutnya agar tidak mudah berbelit-belit bila pancing dimakan ikan (Subani dan Barus 1989).

Umpan yang digunakan pada alat tangkap pancing dapat berupa umpan hidup maupun umpan mati. Adapun jenis umpan buatan seperti benda-benda yang sifatnya menarik perhatian ikan. Ikan yang tertangkap alat tangkap pancing disebabkan terkait di bagian mulutnya. Hal ini terjadi karena ikan terangsang dan tertarik oleh umpan, kemudian memangsa umpan tersebut yang akhirnya terkait (Subani dan Barus 1989).

(Subani dan Barus 1989)

Gambar 5. Konstruksi Pancing Gandar 2.1.3 Kapal

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 junto Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Kapal Perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan. Kapal


(30)

merupakan faktor penting diantara komponen unit penangkapan ikan lainnya dan kapal merupakan modal terbesar pada usaha penangkapan ikan. Kapal penangkapan ikan berguna sebagai wahana transportasi yang membawa seluruh unit penangkapan ikan menuju fishing ground (daerah penangkapan ikan), serta membawa pulang kembali ke fishing base (pangkalan beserta hasil tangkapan yang diperoleh)

2.1.4 Nelayan

Nelayan merupakan salah satu komponen penting dalam unit penangkapan ikan, karena nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 junto Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan). Berdasarkan asal daerahnya, nelayan dikelompokkan menjadi nelayan asli dan nelayan pendatang. Nelayan asli merupakan penduduk setempat yang telah turun temurun memiliki profesi sebagai nelayan, sedangkan nelayan pendatang adalah nelayan yang berasal dari luar wilayah tersebut. Berdasarkan waktu kerja, nelayan dibedakan menjadi nelayan penuh dan nelayan sambilan. Nelayan penuh adalah nelayan yang sehari-harinya berprofesi sebagai nelayan, sedangkan nelayan sambilan adalah nelayan yang hanya pada waktu-waktu tertentu saja melakukan pekerjaan penangkapan ikan.

2.1.5 Daerah penangkapan ikan

Daerah penangkapan ikan merupakan suatu wilayah perairan dimana terdapat potensi sumberdaya ikan, sehingga banyak nelayan yang melakukan pengoperasian berbagai alat tangkap di area tersebut. Pada umumnya biomassa total untuk spesies komersial penting lebih dari dua kali lipatnya dari daerah penangkapan ikan dan daerah perlindungan memiliki jenis-jenis spesies yang ditangkap tiga kali lebih mudah dibandingkan di daerah manapun. Pemilihan terhadap spesies dan ukuran tujuan tangkap juga dapat diprediksi berdasarkan


(31)

musim pada daerah penangkapan, sehingga berpeluang untuk menangkap spesies pada ukuran yang diharapkan (http:/www.coraltrianglecenter. pdf).

Daerah penangkapan ikan bagi para nelayan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu adalah Laut Jawa, Selat Sunda dan perairan di sekitar Teluk Jakarta. Lamanya operasi penangkapan berkisar 1-7 hari di laut, sehingga tidak memerlukan perbekalan yang banyak (PPP Karangantu 2007).

2.2 Ekonomi Sektoral/Regional 2.2.1 Produk domestik regional bruto

Pendapatan nasional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa satu tahun. Ada tiga cara yang digunakan untuk menghitung pendapatan nasional, yaitu cara pengeluaran, cara produksi dan cara pendapatan. Pendapatan nasional menunjukkan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai pada suatu tahun, sedangkan pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus diperbandingkan pendapatan nasional dari berbagai tahun (Sukirno 1985).

Cara pengeluaran merupakan cara menentukan pendapatan nasional dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran berbagai golongan pembeli dalam masyarakat. Menurut cara produksi, pendapatan nasional dihitung dengan menentukan dan selanjutnya menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor produktif yang ada dalam perekonomian. Cara pendapatan yaitu menghitung pendapatan nasional dengan menjumlahkan pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi barang-barang dan jasa (Sukirno 1985).

Pembangunan ekonomi perlu dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan per kapita, karena kenaikan ini merupakan suatu pencerminan dari timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi masyarakat. Laju pembangunan ekonomi suatu negara ditunjukkan dengan menggunakan tingkat pertambahan Produk Domestik Bruto (PDB). Pembangunan ekonomi menunjukkan peningkatan dalam pendapatan per kapita masyarakat yaitu tingkat


(32)

pertambahan PDB pada suatu tahun tertentu melebihi tingkat pertambahan penduduk. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan dalam PDB, tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil daripada tingkat pertambahan penduduk (Sukirno 1985).

2.2.2 Ekonomi basis

Teori ekonomi basis mengklarifikasikan seluruh kegiatan ekonomi ke dalam dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya, baik berupa barang maupun jasa, ditujukan untuk ekspor ke luar dari lingkungan masyarakat atau yang berorientasi keluar, regional, nasional dan internasional. Konsep efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomis sangat menentukan dalam pertumbuhan basis suatu wilayah (Badan Pusat Statistik 2006).

Kegiatan non basis adalah kegiatan masyarakat yang hasilnya, baik berupa barang maupun jasa, diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi masyarakat tersebut. Konsep swasembada, mandiri, kesejahteraan dan kualitas hidup sangat menentukan dalam kegiatan non basis ini (Hendayana 2003).

Location Quotient (LQ) merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis. Dasar teknik analisis ini menunjukkan perbandingan relatif kemampuan suatu sektor dalam wilayah yang diteliti kemudian dibandingkan dengan kemampuan sektor yang sama pada wilayah yang satu tingkat lebih luas (Issard 1961 diacu dalam Salim 1995).

Menurut Kadariah (1985), besaran yang dipakai sebagai dasar ukuran penggolongan sektor basis dapat disesuaikan dengan keperluan. Jika tujuannya mencari industri atau kegiatan ekonomi yang dapat memberikan kesempatan kerja yang sebanyak-banyaknya, maka dipakai sebagai dasar ukuran yaitu jumlah tenaga kerja. Jika yang dianggap perlu yaitu menaikkan pendapatan regional, maka pendapatan merupakan dasar ukuran yang tepat.

Menurut Budiharsono (2001) menyatakan bahwa metode Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor perikanan pada tingkat wilayah terhadap pendapatan (tenaga kerja)


(33)

total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor perikanan pada tingkat Kabupaten terhadap pendapatan (tenaga kerja) kabupaten. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

t i

t i

i

V V

U U LQ =

Keterangan :

Ui : Tenaga kerja atau pendapatan sektor perikanan pada kabupaten/kota

Ut : Tenaga kerja atau pendapatan total kabupaten/kota

Vi : Tenaga kerja atau pendapatan sektor perikanan pada tingkat provinsi

Vt : Tenaga kerja atau pendapatan total provinsi

2.2.3 Multiflier effect

Setiap peningkatan yang terjadi pada kegiatan basis akan menimbulkan efek pengganda (Multiflier Effect) pada perekonomian wilayah secara keseluruhan. Peningkatan pada kegiatan basis akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang dan jasa didalamnya dan menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis (Glasson 1977). Arus pendapatan yang timbul, akan meningkatkan konsumsi dan investasi yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja (Kadariah 1985).

Menurut Glasson (1977), Multiflier Effect dengan menggunakan indikator pendapatan ini dilandaskan pada kenyataan bahwa penginjeksian sejumlah tertentu uang ke dalam perekonomian regional akan menaikkan pendapatan regional yang mengakibatkan bertambahnya pengeluaran konsumen, meskipun dalam jumlah yang lebih kecil daripada jumlah uang yang diinjeksikan semula. Bagian pendapatan yang dibelanjakan ini akan menjadi pendapatan bagi pihak lain yang selanjutnya membelanjakannya sebagian, dan demikian seterusnya.

Secara keseluruhan pendapatan wilayah (y) adalah penjumlahan pendapatan sektor basis (yb) dan sektor non basis (yn). Pendapatan sektor basis akan dibelanjakan kembali di dalam wilayah maupun untuk impor. Pendapatan yang dibelanjakan kembali di dalam wilayah untuk produksi lokal akan menghasilkan efek pengganda terhadap pendapatan wilayah. Jika proporsi


(34)

pendapatan sektor basis yang dibelanjakan kembali didalam wilayah sebesar ”r”, maka total pendapatan sektor basis yang dibelanjakan kembali yaitu sebesar (r) yb. Pembelanjaan kembali di dalam wilayah akan menghasilkan total pendapatan sebesar (r2) yb, kemudian menjadi (r2) yb dan seterusnya. Keadaan ini dapat dituliskan secara matematis (Glasson 1977) :

y =yb + ryb + r2yb = r3yb + .... + rn yb

= (1 + r + r2 + r3 + .... + rn) yb...... (1) Rumus tersebut dapat disederhanakan menjadi :

Y = yb (1/2-r)...... (2) Faktor 1-1-r di atas merupakan economic multiplier yang dapat menimbulkan efek pengganda terhadap perekonomian secara keseluruhan.

Secara empiris nilai ”r” sulit ditentukan, maka rumus tersebut dapat diturunkan untuk mencari nilai ”r” sebagai berikut :

y/yb = (1/1-r) atau 1-r = yb/y sehingga,

r = 1-(yb/y) atau r = (y-yb)/y karena y-yb = yn, maka :

Y Y r = n

...(3)

MSY = r − 1 1 = Y Y i n/

1

− =

Y Y Y n/

1

− = Yb/Y 1 = b Y Y ...(4) keterangan :

MSY : koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan

y : jumlah pendapatan wilayah

yb : jumlah pendapatan sektor basis

Berdasarkan rumus di atas, perubahan pendapatan wilayah karena adanya peningkatan kegiatan basis yaitu :

) (MS Y Yb

Δ ...(5) keterangan :

MSY : koefisien pengganda jangka pendek : perubahan pendapatan wilayah y

Δ

: perubahan pendapatan sektor basis

b y Δ


(35)

2.2.4 Efisiensi kegiatan perikanan tangkap

Efisiensi kegiatan perikanan tangkap dilakukan dengan menggunakan

Incremental Capital Output Ratio (ICOR) adalah suatu besaran yang menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan/menambah satu unit output. Besaran ICOR diperoleh dengan membandingkan besarnya tambahan kapital dengan tambahan output, karena unit kapital bentuknya berbeda-beda dan beraneka ragam sementara unit output relatif tidak berbeda, maka untuk memudahkan penghitungan keduanya dinilai dalam bentuk uang (nominal) (Badan Pusat Statistik 2008).

Pengkajian mengenai ICOR menjadi sangat menarik karena ICOR dapat merefleksikan besarnya produktifitas kapital yang pada akhirnya menyangkut besarnya pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. Secara teoritis hubungan ICOR dengan pertumbuhan ekonomi dikembangkan pertama kali oleh R. F. Harrod dan Evsey D (1939 dan 1947). Namun karena kedua teori tersebut banyak kesamaannya, maka kemudian teori tersebut lebih dikenal sebagai teori Harrod-Domar (Badan Pusat Statistik 2008).

Pada kenyataannya pertambahan output bukan hanya disebabkan oleh investasi, tetapi juga oleh faktor-faktor lain di luar investasi seperti pemakaian tenaga kerja, penerapan teknologi dan kemampuan kewiraswastaan. Untuk melihat peranan investasi terhadap output berdasarkan konsep ICOR, maka peranan faktor-faktor selain investasi diasumsikan konstan (ceteris paribus)

(Badan Pusat Statistik 2008).

2.2.5 Komoditas unggulan hasil tangkapan

Penentuan komoditas ikan unggulan pada suatu daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan perikanan yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan, yang akan dihadapi oleh rakyat Indonesia. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan menggunakan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas ikan unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi nelayan


(36)

yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan. Dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional (Syafaat dan Supena 2000)

Penentuan komoditas unggulan dimaksudkan dengan tujuan efisiensi dan peningkatan pendapatan daerah. Efisiensi bisa didapatkan dengan menggunakan komoditas yang memiliki keunggulan yang dapat bersaing ditinjau dari segi penawaran dan permintaan. Dilihat dari sisi penawaran, komoditas ikan unggulan dicirikan oleh kualitas dalam pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi nelayan yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan. Dilihat dari sisi permintaan, ciri-ciri komoditas unggulan antara lain kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional (Kohar dan Suherman diacu dalam Hendayana 2003).

2.2.6 Kesempatan kerja

Kesempatan kerja didefinisikan sebagai banyaknya penduduk yang bekerja pada seluruh lapangan usaha, namun dalam analisis ini tidak termasuk sektor pertanian. Kesempatan kerja dapat dibagi atas kesempatan kerja pada usaha-usaha berskala menengah dan besar (UMB) dan usaha-usaha berskala mikro dan kecil (UMK) (Badan Pusat Statistik 2006).

Kesempatan kerja memiliki dua segi pokok, yaitu :

1) Penggunaan angkatan kerja secara produktif di bidang-bidang kegiatan yang semakin meluas, dan

2) Peningkatan produktivitas kerja disertai pemberian pembayaran yang sepadan bagi golongan angkatan kerja, baik dibidang kegiatan tradisional maupun lapangan usaha yang baru (Yanto 1997).

Kesempatan kerja mempunyai kaitan yang erat dengan produktivitas kerja. Naiknya kesempatan kerja yang diikuti dengan penurunan produktivitas kerja tidak akan terlalu berarti bagi pembangunan. Angkatan kerja yang diserap meningkat, dengan produktivitas yang rendah akan menyebabkan tenaga yang dicurahkan kepada pekerjaan tersebut berada di bawah kapasitas atau dengan kata lain tenaga kerjanya tidak penuh. Oleh karena itu, produktivitas tenaga kerja akan


(37)

lebih realistis apabila dikaitkan dengan kesempatan kerja yang dilihat dari jumlah jam kerja dengan jumlah orang (Yanto 1997).

2.3 Strategi Pengembangan

Strategi pengembangan perikanan tangkap dapat dianalisis menggunakan analisis SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities, Threat ). Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Kekuatan (Strengths) adalah unsur dari potensi sumberdaya yang dapat melindungi dari persaingan. Peluang (Opportunities) adalah unsur lingkungan yang dapat memungkinkan suatu usaha atau kegiatan mendapatkan keberhasilan yang tinggi. Kelemahan (Weaknesses) adalah unsur dari potensi sumberdaya yang tidak dapat bersaing sehingga tidak dapat melakukan suatu kemajuan dalam suatu kegiatan usaha. Ancaman (Threats) adalah unsur lingkungan yang menghalangi atau mengganggu kegiatan usaha jika tidak ada tindakan pengelolaan yang tegas diambil (Rangkuti 1999).

Analisis ini dilakukan dengan menentukan faktor-faktor internal dan eksternal, kemudian menentukan bobot setiap variabel pada masing-masing faktor internal dan eksternal. Langkah selanjutnya yaitu penentuan peringkat atau ranking pada masing-masing faktor internal dan eksternal dan langkah terakhir yaitu membuat matriks SWOT untuk menentukan strategi yang akan dilakukan.

Menurut Rangkuti (1999), analisis SWOT umum digunakan karena memiliki kelebihan yang sederhana, fleksibel, menyeluruh, menyatukan, berkolaborasi. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui keterkaitan faktor internal dengan faktor eksternal, sehingga dapat menghasilkan kemungkinan alternatif strategis.


(38)

3. KERANGKA PENDEKATAN STUDI

Dalam pembangunan suatu wilayah terdapat beberapa perbedaan karakteristik yang perlu diperhatikan yaitu karakteristik fisik dan non fisik. Karakteristik fisik yang ada antara lain sumberdaya alam (SDA), sumberdaya manusia (SDM), modal, teknologi dan kelembagaan yang perlu digerakkan untuk peningkatan produksi dan produktivitas, sehingga memberikan kontribusi terhadap pendapatan wilayah (PDRB) dan perluasan kesempatan kerja dalam rangka pembangunan wilayah. Pengembangan potensi sumberdaya alam lebih diutamakan pada sektor atau komoditas yang dianggap memiliki peluang bersaing dalam era pasar global. Salah satu sektor yang signifikan dengan pengembangan potensi sumberdaya yaitu sektor perikanan dalam hal ini subsektor perikanan tangkap.

Penelitian ini menggunakan beberapa analisis antara lain metode Location Quotient (LQ), yaitu analisis yang digunakan untuk mengetahui kontribusi sektoral yang menentukan apakah subsektor perikanan tangkap di suatu daerah tersebut merupakan sektor basis atau non basis. Analisis Location Quotient (LQ) dapat digunakan untuk mengetahui apakah komoditas hasil tangkapan yang berada di suatu perairan tersebut apakah bersifat unggulan atau non unggulan.

Analisis lain yang digunakan yaitu metode Multiflier Effect, digunakan untuk menunjukkan pengaruh indikator pendapatan terhadap perekonomian wilayah. Metode SWOT juga digunakan untuk menganalisis faktor-faktor strategis sektor perikanan tangkap antara lain kekuatan (Strengths), peluang (Opportunities), kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Indikator yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan nilai produksi perikanan selama lima tahun terakhir.

Sumberdaya alam (SDA), sumberdaya manusia (SDM), modal, teknologi dan kelembagaan merupakan kontribusi (given) bagi perikanan tangkap. Dalam suatu perikanan tangkap terdapat dua jenis keragaam yaitu keragaan perikanan tangkap dan peranan ekonomi. Keragaan perikanan tangkap meliputi jenis hasil tangkapan unggulan atau produksi, konstruksi, daerah penangkapan ikan dan metode penangkapan ikan sedangkan peranan ekonomi meliputi pendapatan


(39)

wilayah (PDRB) dan tenaga kerja atau produksi. Dari kedua keragaan tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan tiga analisis yaitu analisis LQ untuk mengetahui peranan perikanan tangkap, analisis ME untuk mengetahui dampak dari perikanan tangkap dan analisis ICOR/ILOR untuk mengetahui efisiensi kegiatan perikanan tangkap. Untuk mengetahui strategi pengembangan perikanan tangkap yang ada di wilayah tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT berdasarkan ketiga analisis yang sudah dilakukan sebelumnya, sehingga akan menghasilkan suatu kebijakan yang terdapat di wilayah tersenut. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6.


(40)

SDM Modal Teknologi Kelembagaan SDI

Perikanan Tangkap

Keragaan Perikanan Tangkap Peranan Ekonomi

• endapatan wilayah (PDRB)

P T

• enaga kerja atau produksi

• Jenis hasil tangkapan unggulan atau produktivitas

• Konstruksi alat tangkap

• Daerah penangkapan ikan

• Metode penangkapan ikan

Peranan (LQ)

Dampak (ME)

Efisiensi ICOR

Implikasi Strategi (SWOT)

Keterangan :

: ruang lingkup penelitian LQ : Location Quotient

ME : Multiflier Effect

ICOR : Incremental Capital Output Ratio

SWOT : Strength, Weaknesses, Opportunities, Threats Gambar 6. Kerangka Pendekatan Studi


(41)

4. METODOLOGI

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian di lapang dilakukan pada Bulan Maret-April 2010. Tempat penelitian berlokasi di Kota Serang Provinsi Banten, yang dipusatkan di PPP Karangantu.

4.2 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei. Menurut Nasution (2003), suatu penelitian survei bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang orang yang jumlahnya besar, dengan cara melakukan wawancara sejumlah kecil dari suatu populasi. Metode survei terdiri atas wawancara dan kuesioner. Menurut Gulo (2002) ciri-ciri metode survei yaitu :

1) Dipakai pada sampel yang mewakili populasi, khususnya probabilistic sampling 2) Tanggapan (respon) didapatkan langsung dari responden

3) Penggunaan survei melibatkan banyak responden dan mencakup area yang lebih luas dibandingkan dengan metode lainnya

4) Survei dilaksanakan dalam situasi yang alamiah

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive

sampling atau pemilihan responden dengan sengaja dan dengan pertimbangan bahwa

responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuesioner. Responden berjumlah 15 orang, terdiri atas 12 orang nelayan yang melakukan operasi penangkapan ikan di Perairan Teluk Banten dan mendaratkan hasil tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, satu orang staf Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, satu orang staf Badan Perencanaan Pembangunan dan satu orang staf Dinas Perikanan Kota Serang.


(42)

4.4 Sumber Data

Data yang dikumpulkan bersifat kuantitatif dan kualitatif yang bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Data primer yang dikumpulkan antara lain 1) kuesioner hasil wawancara dengan nelayan

2) kuesioner hasil wawancara dengan staf pelabuhan serta staf dari dinas perikanan di Kota Serang dan Provinsi Banten.

Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka berupa laporan, arsip dan dokumen di lingkungan kampus IPB, Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Serang, Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Serang dan Badan Pusat Statistik Kota Serang. Data sekunder berupa :

1) potensi sumberdaya perikanan

2) sumberdaya alam dan sumberdaya manusia Kota Serang 3) perkembangan produksi perikanan Kota Serang

4) perkembangan PDRB menurut sektor pembangunan Kota Serang 5) perkembangan PDRB menurut sektor Pembangunan Provinsi Banten 6) perkembangan jumlah penduduk

7) perkembangan angkatan kerja Kota Serang 8) perkembangan angkatan kerja Provinsi Banten.

4.5 Metode Analisis Data

4.5.1 Keragaan perikanan tangkap

Analisis yang dilakukan terhadap subsektor perikanan tangkap yaitu mendeskripsikan masing-masing unit penangkapan ikan yang meliputi konstruksi alat tangkap, daerah penangkapan ikan, metode penangkapan ikan dan menghitung produktivitasnya. Nilai produktivitas diperoleh dengan mencari nilai relatif hasil tangkapan terhadap jumlah trip, jumlah nelayan dan jumlah unit penangkapan ikan per tahun. Perhitungan tersebut menggunakan rumus :


(43)

Volume produksi per unit per tahun (kg) Produktivitas per trip penangkapan ikan =

Jumlah trip suatu unit penangkapan per tahun (trip)

Volume produksi per unit per tahun (kg)

Produktivitas unit penangkapan ikan =

Jumlah unit penangkapan ikan per tahun (unit)

Volume produksi per unit per tahun (kg)

Produktivitas nelayan =

Jumlah total nelayan dalam suatu jenis unit penangkapan ikan (orang)

4.5.2 Peranan subsektor perikanan tangkap a) Shift share

Analisis shift–share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional. Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di bawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya (Badan Pusat Statistik 2006).

Sumbangan subsektor perikanan terhadap PDRB dapat dihitung dengan menggunakan analisis perubahan sumbangan (shift share) terhadap PDRB setiap tahun :

Pi = Si / Ti x 100% Keterangan :

Si = PDRB subsektor perikanan tangkap pada tahun i

Ti = Total PDRB atau PDRB pertanian pada tahun i

Pi= Besarnya kontribusi pada tahun i

b) Location quotient (LQ)

Untuk mengetahui apakah subsektor perikanan tangkap merupakan sektor basis atau bukan dalam suatu pembangunan wilayah, maka dapat menggunakan rumus analisis Location Quotient (LQ) :


(44)

t i

t i

i

V V

U U

LQ =

Keterangan :

LQ : Location Quotient

Ui : total pendapatan atau tenaga kerja subsektor perikanan tangkap di

Kota Serang

Ut : total pendapatan atau tenaga kerja seluruh sektor di Kota Serang

Vi : total pendapatan atau tenaga kerja subsektor perikanan tangkap di

Provinsi Banten

Vt : total pendapatan atau tenaga kerja seluruh sektor di Provinsi Banten Kriteria penentuan sektor basis :

LQ > 1 : subsektor perikanan tangkap merupakan sektor basis LQ < 1 : subsektor perikanan tangkap merupakan sektor non basis 4.5.3 Dampak subsektor perikanan tangkap

Dalam penentuan dampak perikanan tangkap pada perekonomian dapat menggunakan analisis Multiflier Effect. Setiap peningkatan yang terjadi pada kegiatan basis akan menimbulkan efek pengganda (Multiflier Effect) pada perekonomian wilayah secara keseluruhan (Glasson 1977). Multiflier effect jangka pendek dalam hal ini dihitung berdasarkan indikator pendapatan, dan dapat dinyatakan dalam rumus :

b y

y MSY

Δ Δ =

Keterangan :

MSY : Koefisien Multiflier Effect

Δ y : Perubahan pendapatan seluruh sektor Kota Serang

Δ yb : Perubahan pendapatan subsektor perikanan tangkap Kota Serang Perhitungan Multiflier effect berdasarkan indikator tenaga kerja digunakan rumus :

b E

E MSE

Δ Δ =


(45)

Keterangan :

MSE : Koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator tenaga kerja

ΔE : Perubahan seluruh angkatan kerja Kota Serang

ΔEb : Perubahan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kota Serang 4.5.4 Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap

Analisis efisiensi kegiatan perikanan tangkap dapat menggunakan pendekatan

Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Incremental Capital Output Ratio (ICOR)

adalah suatu besaran yang menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan/menambah satu unit output.

Dalam perkembangannya, data yang digunakan untuk menghitung ICOR bukan lagi hanya penambahan barang modal baru atau perubahan stok kapital melainkan Investasi (I) yang ditanam balik oleh swasta maupun pemerintah sehingga rumusan ICOR dimodifikasi menjadi :

I = ICOR . ΔY keterangan :

I = Investasi yang dibutuhkan pada tahun ke-i

ΔY = perubahan output

ICOR = Tingkat Efisiensi Penyerapan Tenaga Kerja 4.5.5 Komoditas hasil tangkapan unggulan

Dalam menentukan jenis hasil tangkapan unggulan yang akan menjadi prioritas dalam pengembangan perikanan tangkap di Kota Serang maka akan dibuat matrik dengan pendekatan Location Quotient (LQ). Location Quotient (LQ) merupakan rasio persentase total aktivitas perikanan tangkap sub wilayah ke-i terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut (Budiharsono 2001) :

t i

t i

i

V

V

U

U

LQ

=


(46)

Keterangan :

Ui : produksi ikan jenis ke-i di Kota Serang Ut : produksi total perikanan tangkap Kota Serang Vi : produksi ikan jenis ke-i di tingkat Provinsi Banten Vt : produksi total perikanan tangkap Provinsi Banten

Pendekatan nilai LQ dilakukan dengan cara melihat seluruh produksi yang didaratkan di Kota Serang selama lima tahun terakhir, kemudian membedakan antara jenis ikan pelagis, jenis ikan demersal, dan jenis ikan lainnya. Pendekatan adanya pemusatan produksi perikanan tangkap dengan LQ dibedakan dalam dua kelompok. Kelompok-kelompok tersebut masing-masing terdiri atas tiga kriteria dan dua kriteria. Kelompok pertama dilihat dari nilai perhitungan LQ itu sendiri, yaitu terpusat (LQ > 1), mendekati terpusat (LQ = 0,80 sampai 0,99) dan tidak terpusat (LQ < 1). Masing-masing kelompok secara berurutan dibobot dengan nilai 3,2, dan 1. Kelompok kedua dilihat dari nilai pertumbuhan LQ, yaitu nilai LQ yang mengalami pertumbuhan diberi bobot 3, nilai LQ yang mengalami pertumbuhan tetap diberi bobot 2, dan untuk nilai LQ yang mengalami pertumbuhan negatif diberi bobot 1.

Berdasarkan kedua hasil pembobotan LQ tersebut, dalam penentuan komoditas unggulan langkah selanjutnya yaitu penentuan range dengan cara menjumlahkan nilai bobot LQ dan nilai pertumbuhan LQ. Langkah selanjutnya yaitu hasil penjumlahan tertinggi dikurangi hasil penjumlahan terendah kemudian dibagi tiga untuk mengelompokkan hasil tangkapan kedalam tiga kelas. Hasil pembagian tersebut merupakan selang kelas yang akan digunakan untuk penentuan kelas komoditas hasil tangkapan unggulan yaitu kelas unggulan, netral dan non-unggulan.

4.5.6 Strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap

Analisis SWOT yaitu identifikasi secara sistematis antara kekuatan dan kelemahan dari faktor internal serta kesempatan dan faktor eksternal yang dihadapi oleh suatu sektor. Perencanaan pembangunan wilayah berbasis perikanan tangkap secara terpadu di Kabupaten Serang dapat dirumuskan melalui analisis SWOT. Alternatif-alternatif strategi diperoleh dengan membuat tabel Matriks SWOT.


(47)

Faktor-faktor internal dan eksternal yang ditabulasikan dalam Matriks IFE dan Matriks EFE ditabulasikan juga dalam bentuk Matriks SWOT. Matriks SWOT ini menggambarkan dengan jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal yang dimiliki sistem pengembangan perikanan tangkap di Kota Serang.

BERBAGAI PELUANG

3. Mendukung strategi 1. Mendukung strategi

turn around agresif

4. Mendukung 2. Mendukung

strategi defensif strategi diversifikasi

Gambar 7. Diagram analisis SWOT (Rangkuti, 1999)

Kuadran 1 : Merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Rowth oriented strategy).

Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara stratifikasi diversifikasi (produk atau pasar).

Kuadran 3 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-

masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.

KEKUATAN INTERNAL KELEMAHAN

INTERNAL

BERBAGAI ANCAMAN


(48)

Kuadran 4 : Situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

a) Analisis faktor internal dan eksternal

Dalam melakukan analisis faktor internal dapat menggunakan matriks IFE, sedangkan dalam melakukan analisis faktor eksternal dapat menggunakan matriks EFE (Rangkuti 2001). Faktor-faktor internal yang digunakan dalam penentuan IFAS terdiri dari kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weaknesses) yang diperoleh di dalam sektor perikanan tangkap itu sendiri seperti laporan keuangan, kegiatan sumberdaya manusia (jumlah, pendidikan, keahlian), kegiatan operasional dan kegiatan pemasaran. Faktor-faktor eksternal yang digunakan dalam penentuan EFAS terdiri dari peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) yang diperoleh dari lingkungan di luar sektor perikanan tangkap itu sendiri seperti analisis pasar, analisis kompetitor, analisis komunitas, analisis pemasok, analisis pemerintah dan analisis kelompok kepentingan tertentu.

b) Menentukan bobot setiap variabel

Penentuan bobot pada setiap faktor internal dan faktor eksternal bertujuan untuk mengkuantifikasi faktor internal dan eksternal yang telah dianalisis. Skala yang digunakan dalam penentuan bobot setiap variabel yaitu 1, 2, 3 dengan aturan sebagai berikut :

1 = jika faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = jika faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = jika faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal

Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus :

ai =

=

n i i

i X X

1

Dimana :

ai = bobot variabel ke-i


(49)

i = 1,2,3,...n

n = jumlah variabel

Penilaian bobot faktor strategis internal dapat dilihat pada Tabel 1 sedangkan penilaian bobot faktor strategis eksternal dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1 Penilaian bobot faktor strategis internal

Faktor Strategis Internal A B C ... TOTAL

A

B

C

...

TOTAL

Sumber : Kinnear dan Taylor (1991)

Tabel 2 Penilaian bobot faktor strategis eksternal

Faktor Strategis Eksternal A B C ... TOTAL

A

B

C

...

TOTAL

Sumber : Kinnear dan Taylor (1991)

c) Menentukan peringkat atau rating

Dalam penentuan peringkat atau rating terhadap variabel-variabel hasil analisis situasi yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan skala sebagai berikut :

Skala untuk matriks IFE, antara lain : 1 = sangat lemah 3 = sangat kuat 2 = lemah 4 = kuat

Skala untuk matriks EFE, antara lain : 1 = rendah 3 = tinggi 2 = sedang 4 = sangat tinggi


(50)

Cara penentuan peringkat yaitu mengalikan nilai dari pembobotan dengan peringkat pada setiap faktor, kemudian seluruh hasil perkalian tersebut dijumlahkan secara vertikal dan akan diperoleh total skor pembobotan tersebut. Hasil pembobotan dan

Rating ditampilkan dalam bentuk matriks pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3 Matriks Internal factor Evaluation

Faktor-faktor strategi internal

Bobot Rating Skor

Kekuatan :

Kelemahan :

Total

Tabel 4 Matriks Eksternal factor Evaluation

Faktor-faktor strategi eksternal

Bobot Rating Skor

Kekuatan :

Kelemahan :

Total

Hasil dari faktor internal dan eksternal tersebut dapat digambarkan dalam bentuk matriks SWOT yang dapat menjelaskan bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang akan dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya dalam merumuskan beberapa alternatif strategi. Matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 5.


(51)

Tabel 5 Matriks SWOT IFAS

EFAS Strength (S) Weaknesses (W)

Opportunities (O) Strategi SO

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi WO

Ciptakan strategi yang meminimalkan

kelemahan untuk memanfaatkan peluang

Treaths (T) Strategi ST

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi WT

Ciptakan strategi yang meminimalkan

kelemahan untuk dan menghindari ancaman

4.6 Batasan dan Pengukuran

Ada beberapa batasan konsep penting pada penelitian ini antara lain : 1) Penelitian ini menganalisis subsektor perikanan tangkap

2) Peranan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah adalah kedudukan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah yang diukur berdasarkan indikator pendapatan wilayah dan tenaga kerja;

3) Sektor basis perikanan tangkap adalah perbandingan relatif kemampuan subsektor perikanan tangkap pada wilayah penelitian dibandingkan dengan wilayah nasional serta subsektor perikanan tangkap mampu memenuhi kebutuhan komoditas perikanan Kota Serang dan mengekspor ke luar wilayah Kota Serang;

4) Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah pendapatan total suatu wilayah dari seluruh kegiatan perekonomian selama satu tahun. PDRB yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB atas dasar harga konstan.

5) Kesempatan kerja adalah jumlah angkatan kerja yang bekerja. Kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap yaitu jumlah angkatan kerja yang bekerja pada subsektor perikanan tangkap. Kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap dinyatakan dalam orang (jiwa);


(52)

6) Efek pengganda (pendapatan atau tenaga kerja) adalah koefisien yang menunjukkan kemampuan setiap peningkatan (pendapatan atau tenaga kerja) dalam wilayah terhadap pertumbuhan (pendapatan atau tenaga kerja) wilayah yang bersangkutan;

7) Faktor internal adalah kekuatan yang merupakan keunggulan yang dimiliki oleh subsektor perikanan tangkap serta kelemahan yang merupakan keterbatasan atau kekurangan subsektor perikanan tangkap yang mempengaruhi kinerja pembangunan;

8) Faktor ekternal adalah peluang yang merupakan kesempatan yang dimiliki subsektor perikanan tangkap untuk dimanfaatkan dan ancaman yang merupakan hambatan yang berasal dari luar subsektor perikanan tangkap;

9) Strategi pengembangan adalah rencana atau siasat pengembangan secara bertahap dan teratur dari kondisi riil saat ini menuju sasaran yang diinginkan.


(53)

5. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1Keadaan Umum Kota Serang 5.1.1 Letak geografis

Kota Serang merupakan salah satu dari enam kabupaten dan kota di Provinsi Banten yang terletak diujung Barat bagian Utara Pulau Jawa, selain itu Kota Serang merupakan pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa dengan jarak kurang lebih 70 km dari Kota Jakarta. Secara geografis terletak antara 50 99' - 60 22' LS dan 1060 07' - 1060 25' BT. Jarak terpanjang menurut garis lurus dari utara ke selatan adalah sekitar 60 km dan jarak terpanjang dari barat ke timur adalah sekitar 90 km, sedangkan kedudukan secara administratif, batas-batas wilayah Kota Serang sebagai berikut :

a) sebelah Utara : berbatasan dengan Laut Jawa

b) sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Tangerang

c) sebelah Barat : berbatasan dengan Kota Cilegon dan Selat Sunda

d) sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang

5.1.2 Luas wilayah dan topografi

Luas wilayah Kota Serang secara administratif 173.409 ha terbagi atas 28 kecamatan dan 308 desa. Secara umum relief Kota Serang sebagai berikut :

a) Dataran terdapat di Pesisir Teluk Banten, yaitu di Kecamatan Tanara, Tirtayasa, Pontang, Kasemen, dan Kecamatan Kramatwatu.

b) Relief berombak terdapat di Kecamatan Bojonegara dan kecamatan Pulo Ampel.

c) Relief bergelombang terdapat di Bojonegara dan Kecamatan Pulo Ampel. Secara topografi wilayah Kota Serang berada dalam kisaran ketinggian antara 0 – 1,778 m dpl dan pada umumnya tergolong pada kelas topografi lahan dataran dan bergelombang. Ketinggian 0 m dpl membentang dari Kecamatan Taktakan, Tirtayasa dan Cinangka di Pantai Barat Selat Sunda. Ketinggian 1,778 m dpl terdapat di Puncak Gunung Karang yang terletak di sebelah selatan dan berbatasan dengan Kabupaten Pandeglang. Pada umumnya wilayah Kota Serang


(54)

berada pada ketinggian kurang dari 500 m dpl dan tersebar pada seluruh wilayah kecuali Kecamatan Ciomas (DKP 2009).

5.1.3 Penduduk

Berdasarkan data BPS Kota Serang Tahun 2009 diketahui bahwa jumlah penduduk Kota Serang pada tahun 2009 yaitu 493.232 jiwa, terbagi dalam enam kecamatan, yaitu Kecamatan Curug, Walantaka, Cipocok Jaya, Serang, Taktakan dan Kasemen. Jumlah penduduk terbesar pada enam kecamatan tersebut yaitu pada Kecamatan Serang yaitu 185.627 jiwa dengan tingkat kepadatan sebesar 7.173 jiwa per km2. Jumlah penduduk terkecil yaitu di Kecamatan Curug sebesar 42.346 jiwa dengan tingkat kepadatan 854 jiwa per km2. Kota Serang didominasi oleh penduduk dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 252.181 jiwa (51,13%), sedangkan jenis kelamin perempuan sebesar 241.051 jiwa (48,87%). Kecamatan Kasemen memiliki nilai sex ratio sebesar 107% dimana setiap 100 wanita terdapat 107 pria. Jumlah penduduk per kecamatan Kota Serang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah penduduk per Kecamatan di Kota Serang Tahun 2009 Kecamatan Penduduk Kepadatan

(Jiwa/km2)

Jenis Kelamin Sex Ratio Jiwa % Laki-laki Perempuan

Curug 42.346 9 854 21.336 21.010 102 Walantaka 61.451 12 1.268 29.643 31.808 93 Cipocok Jaya 62.293 13 1.975 32.569 29.724 110

Serang 185.627 38 7.173 94.891 90.736 105 Taktakan 63.762 13 1.332 33.475 30.287 111 Kasemen 77.753 16 1.227 40.267 37.486 107

Jumlah 493.232 100 13.829 252.181 241.051 105

Sumber : BPS Kota Serang, 2009

5.1.4 Tenaga kerja

Berdasarkan data “Serang Dalam Angka” pada tahun 2004-2008, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk dan tenaga kerja di Kota Serang mengalami fluktuasi pada setiap tahunnya. Jumlah penduduk terbesar terjadi pada Tahun 2005 sebesar 1.866.512 jiwa dengan angkatan kerja berjumlah 794.183 orang dan


(55)

merupakan jumlah terbesar jika dibandingkan dengan tahun lainnya. Pada tahun 2005 juga terjadi jumlah pengangguran yang terbesar dibandingkan dengan tahun lainnya, yaitu sebesar 674.518 orang. Jumlah penggangguran terkecil terjadi pada Tahun 2008 sebesar 478.135 orang dengan jumlah angkatan kerja sebesar 721.522 orang. Jumlah penduduk dan angkatan kerja Kota Serang dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah penduduk dan angkatan kerja Kota Serang Tahun 2004-2008

Tahun Jumlah

Penduduk

Angkatan Kerja

Pengangguran

Bekerja Pencari Kerja

2004 1.834.514 618.386 155.504 592.854

2005 1.866.512 625.131 169.052 674.518

2006 1.786.223 590.040 193.244 662.284

2007 1.808.464 575.751 119.020 485.389

2008 1.826.146 602.539 118.983 478.135

Sumber : Data Diolah, 2010

Berdasarkan Tabel 8 dapat dijelaskan bahwa penduduk Kota Serang Tahun 2008 mayoritas bekerja pada sektor pertanian sebesar 186.137 orang. Jumlah penduduk yang bekerja pada sektor industri sebesar 92.341 orang, sektor industri merupakan sektor yang memberikan kontribusi PDRB terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya. Perdagangan merupakan mata pencaharian penduduk Kota Serang terbesar kedua sebesar 174.922 orang pekerja. Penduduk yang bekerja pada sektor jasa kemasyarakatan merupakan yang terkecil jika dibandingkan dengan sektor lainnya sebesar 62.465 orang. Jenis mata pencaharian dan jumlah pekerjanya di Kota Serang Tahun 2008 secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 8

Tabel 8 Jenis mata pencaharian penduduk Kota Serang Tahun 2008

No. Jenis Mata

Pencaharian Jumlah Persentase (%)

1 Pertanian 186,137 30.89

2 Industri 92,341 15.33

3 Perdagangan 174,922 29.03 4 Jasa kemasyarakatan 62,465 10.37

5 Lainnya 86,674 14.38

Total 602,539 100,00


(1)

Lampiran 16. Unit Penangkapan Pancing Kotrek

Kapal dan nelayan Swivel

Senar Mata Pancing


(2)

Lampiran 17. Unit Penangkapan Dogol

Kapal dan nelayan Alat Tangkap


(3)

Lampiran 18. Unit Penangkapan Bagan Perahu

Kapal dan Nelayan Blong

Keranjang Waring

erok


(4)

Lampiran 19. Unit Penangkapan Payang

Alat tangkap Kapal dan nelayan


(5)

Lampiran 20. Unit Penangkapan Jaring Rampus

Kapal Jaring Rampus Alat Tangkap


(6)

ampiran 21. Unit Penangkapan Rajungan

Alat tangkap Kapal

Nelayan