Lokasi dan Keadaan Wilayah

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN

4.1. Lokasi dan Keadaan Wilayah

Kelurahan Lenteng Agung merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Kelurahan Lenteng Agung memiliki luas wilayah sekitar kurang lebih 227,74 Ha yang terdiri dari tanah milik adat seluas 227,34 Ha dan tanah garapan seluas 0,40 Ha. Kelurahan Lenteng Agung terdiri dari 114 RT dan 10 RW. Kelurahan Lenteng Agung secara geografis memiliki batas wilayah antara lain: sebelah Utara berbatasan langsung dengan Jalan TB Simatupang Kelurahan Pasar Minggu, sebelah Timur berbatasan langsung dengan Kali Ciliwung, sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Gardu Kelurahan Srengseng Sawah, dan sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Joe Kelurahan Kebagusan-Kelurahan Jagakarsa. Jika dilihat dari letaknya, jarak Kelurahan Lenteng Agung ke Kecamatan adalah tiga kilometer, sedangkan jarak dari Kelurahan Lenteng Agung ke Pusat Pemerintahan KotamadyaKabupaten Administrasi Jakarta Selatan adalah 10 kilometer dan jarak dari Kelurahan Lenteng Agung ke Pusat Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta adalah 15 kilometer. Alat transportasi yang dapat digunakan untuk mencapai kantor kecamatan adalah angkutan umum angkot atau bis umum yang masih harus disambung dengan ojeg. Alat transportasi yang dapat digunakan untuk ke pusat pemerintahan baik kotamadya ataupun provinsi adalah angkot ataupun bis umum. Selain itu dapat juga menggunakan transportasi Kereta Api Listrik KRL Jabotabek, karena diwilayah tersebut juga terdapat stasiun kereta api, yang masih harus disambung dengan angkot atau bis kota. Permukiman liar yang ada di wilayah Kelurahan Lenteng Agung berada di antara bantaran rel kereta api dan aliran sungai ciliwung. Seluruh penghuninya merupakan pendatang yang berasal dari berbagai macam daerah di Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari 30 orang responden, Karawang merupakan daerah asal yang memiliki jumlah migran terbanyak. Alasan responden memilih permukiman liar untuk dijadikan tempat tinggal adalah faktor ekonomi. Responden merasa tidak mampu jika harus mengontrak rumah. Terlebih lagi harga kontrakan yang tinggi. Hal tersebut amat memberatkan responden. Akan tetapi tentu saja responden masih mengharapkan hidup yang layak. Pendidikan terakhir yang dimiliki oleh responden beragam. Akan tetapi jumlah responden yang hanya tamat sekolah dasar menunjukkan nilai yang paling besar. Sebagian besar penghuninya bekerja sebagai pengumpul barang rongsokan yang nantinya akan dijual lagi untuk didaur ulang. Pekerjaan lainnya yang dijalankan oleh responden adalah bekerja sebagai penjual makanan seperti penjual buah keliling, tukang nasi goreng atau membuka usaha warung makanan di sekitar tempat tinggal mereka. Sebanyak 90 persen responden menyatakan bahwa menyisihkan sebagian penghasilan untuk konsumsi kesehatan sangatlah perlu. Akan tetapi pada kenyataannya hanya tujuh orang responden atau sebesar 23,3 persen saja yang menyisihkan sebagian pendapatannya untuk konsumsi kesehatan. Responden mengetahui pentingnya menyisihkan uang untuk konsumsi kesehatan. Menurut responden jika telah memiliki uang simpanan untuk kesehatan maka jika suatu saat salah satu anggota keluarga mengalami sakit uang tersebut dapat digunakan untuk berobat ke dokter atau sekedar untuk membeli obat warung dan jamu. Dengan demikian responden tidak perlu repot mencari pinjaman uang untuk berobat. Sebanyak 83,3 persen responden menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk membeli makanan. Responden mengatakan bahwa untuk membeli keperluan sehari-hari saja masih kurang sehingga responden tidak dapat menyisihkan uangnya untuk konsumsi kesehatan walaupun responden mengetahui pentingnya investasi kesehatan.

4.2. Fasilitas Umum