6.4. Status Kependudukan Responden
Terkait dengan status tanah yang responden tempati di mana tanah tersebut
bersifat ilegal maka dibahas pula mengenai status kependudukan yang dimiliki oleh responden selaku penghuni di wilayah tersebut. Selain itu, status
kependudukan responden juga dikaitkan dengan akses responden dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi yang disediakan oleh
pemerintah. Pada penelitian kali ini peneliti ingin melihat mengenai keterkaitan kedua variabel tersebut. Tabel 12 adalah tabel yang membahas mengenai
kepemilikan serta masa berlakunya Kartu Tanda Penduduk KTP yang dimiliki oleh responden, baik KTP DKI Jakarta maupun KTP daerah asal migran.
Tabel 12. Jumlah Responden Menurut Kepemilikan KTP dan Masa Berlaku KTP, di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli 2009
Memiliki KTP Jumlah
Persen Ya
26 86,7
Masih berlaku 23
88,5 Tidak Berlaku
3 11,5
Tidak 4
13,3 Total
30 100,0
Berdasarkan Tabel 12 maka bapat diketahui bahwa dari 30 orang responden terdapat 26 orang responden 86,7 persen dan 23 orang responden
88,5 persen dari responden yang memiliki KTP tersebut KTP masih berlaku. Tiga orang responden 11,5 persen yang memiliki KTP tetapi masa berlakunya
telah habis. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan maka diketahui alasan responden yang tidak memilih untuk tidak membuat KTP DKI Jakarta
adalah dikarenakan prosedur yang berbelit-belit. Prosedur berbelit-belit yang dimaksudkan adalah banyaknya kelengkapan yang harus dipenuhi oleh responden
sebagai syarat pembuatan KTP. Responden malas mengurus surat-surat keterangan yang akan digunakan
untuk permohonan pembuatan KTP baru. Jika responden hendak mengurus permohonan pembuatan KTP responden harus mempersiapkan surat keterangan
dari kelurahan tempat responden berasal. Migran yang datang ke Jakarta sebagian besar tidak membuat surat keterangan pindah. Hal tersebut dikarenakan migran
tidak berniat untuk pindah ke Jakarta. Biasanya responden hanya berniat pindah sementara untuk bekerja dan akan pulang jika uang yang dimiliki dirasa sudah
cukup. Selain membuat surat keterangan dari kelurahan tempat responden berasal,
responden juga harus membuat surat keterangan kelakuan baik dari polisi. Setelah itu responden harus membuat surat keterangan pelapor pendatang baru dan surat
keputusan calon penduduk dari luar Jakarta. Selain harus mengurus surat-surat ditempat yang berbeda-beda, dalam proses pembuatan surat-surat tersebut
responden juga setidaknya harus mengeluarkan uang jasa yang dianggap cukup memberatkan responden. Prosedur tersebut dianggap cukup merepotkan
responden dimana responden menganggap lebih baik waktu tersebut dapat dimanfaatkan untuk bekerja.
KTP yang banyak dimiliki merupakan KTP daerah responden masing- masing berasal. Terkadang responden tidak sempat pulang ke daerah asalnya
terlalu lama terlebih lagi hanya untuk mengurus KTP. Responden berfikir jika terlalu lama meninggalkan pekerjaannya di Jakarta maka ia tidak dapat mencari
uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Alasan responden memilih untuk tidak membuat KTP DKI Jakarta adalah proses pembuatan KTP dan
ekonomi. Selain seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa responden malas untuk mengurus surat-surat dari daerah asal yang diperlukan untuk membuat KTP
DKI Jakarta selain itu responden juga merasa berat dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat KTP.
Bapak Hdy 50 tahun yang merasa tidak terlalu perlu memperpanjang KTP yang dimilikinya. Selain karena alasan yang telah disebutkan diatas beliau
juga menganggap bahwa KTP yang ia miliki tidak akan bermasalah. Jika ia mendapat masalah akibat KTP tersebut ia dapat dengan mudah memprosesnya
karena banyak sanak saudaranya yang tinggal dikampung memiliki jabatan yang
penting di kelurahan setempat. Kekuasaan yang dimiliki oleh sanak saudara Pak Hdy tersebut dimanfaatkan oleh Pak Hdy jika beliau mendapatkan masalah yang
berkaitan dengan status Pak Hdy yang tidak jelas. Menurut Pak Hdy jika nantinya ia mendapat masalah karena KTP yang dimilikinya sudah tidak berlaku, beliau
bisa meminta tolong kepada kerabatnya tersebut untuk membuat surat keterangan atau apa pun untuk membantunya terlepas dari masalah.
Tabel 12 menunjukkan bahwa terdapat empat orang responden 13,3 persen tidak memiliki KTP. Akan tetapi alasan yang dikemukakan oleh
responden yang tidak memiliki KTP bukan karena mereka menganggap KTP tidak penting. Melainkan karena biaya besar yang harus dikeluarkan serta proses
pembuatan KTP yang lama sehingga responden malas mengurusnya apalagi kalau sampai harus menyita waktu kerja mereka. Seperti yang dikatakan oleh salah
seorang responden:
“bikin KTP baru ngga cukup uang sedikit. KTP baru bikinnya mahal. Sengganya uang Rp 350.000,00 sampai Rp 600.000,00
pasti keluar. Kalau buat saya mah sayang uang segitu cuma buat bikin KTP mending juga buat makan. Belum lagi bikinnya lama.”
Ibu Ttn, 32 tahun
Penelitian ini hendak dilihat pula keterkaitan antara warga yang tinggal di permukiman liar yang memiliki KTP DKI Jakarta dan yang tidak memiliki KTP
DKI Jakarta dengan aksesnya terhadap kartu pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi. Guna melihat hubungan yang terjadi tersebut maka dapat dilihat pada
Tabel 13. Berdasarkan Tabel 13 maka dapat diketahui bahwa sebanyak 17 orang
responden 56,7 persen masih memiliki KTP daerah asal, enam orang responden 20,0 persen sudah memiliki KTP di tempat tinggalnya sekarang, dua orang
responden 6,7 persen memiliki KTP dari tempat tinggal responden yang dulu sebelum responden tersebut memutuskan untuk tinggal di permukiman liar.
Sebagian besar dari responden yang telah memiliki KTP di tempat tinggal sebelumnya lebih memilih untuk memperpanjang KTPnya terus walaupun sudah
tidak tinggal di wilayah tersebut. Hal tersebut dikarenakan proses memperpanjang KTP yang tidak memerlukan waktu lama dan dengan biaya yang masih dapat
dijangkau jika dibandingkan harus membuat KTP baru. Biasanya tempat tinggal awal responden tidak jauh dengan tempat tinggalnya sekarang.
Tabel 13. Jumlah Responden Menurut Dimana KTP Terdaftar Terhadap Kepemilikan Kartu Pelayanan Kesehatan, di Kelurahan Lenteng Agung,
Kecamatan Jagakarsa, Juli 2009
KTP Terdaftar
Akses Responden Terhadap Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau Bersubsidi
Total Persen
Lemah Persen
Sedang Persen Kuat Persen Daerah Asal
14 82,35
3 17,65
17 100,00
DKI Jakarta 5
83,33 1
16,67 6
100,00 Tempat
Tinggal Sebelumnya
2 100,00
2 100,00
Daerah Asal dan
DKI Jakarta
1 100,00
1 100,00
Tidak Memiliki
KTP 4
100,00 4
100,00
Total 26
86,67 4
13,33 30
100,00
Warga yang memiliki status resmi adalah mereka yang memiliki KTP DKI Jakarta. Berdasarkan data pada Tabel 13 maka dapat diketahui bahwa terdapat
hubungan antara status kependudukan dengan akses terhadap fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi. Akan tetapi tidak semua responden yang memiliki KTP
DKI Jakarta memiliki kartu pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi. Hanya satu orang 16,67 yang memiliki kartu pelayanan kesehatan gratis atau
bersubsidi. Lima orang lainnya atau sebesar 83,33 persen tidak memiliki kartu pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi.
Tabel 13 juga menjelaskan bahwa sebanyak tiga orang responden yang memiliki kartu pelayanan kesehatan gratis tidak memiliki KTP DKI Jakarta dan
hanya memiliki KTP daerah asalnya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa ketiga responden tersebut memiliki kartu pelayanan
kesehatan tersebut dari kecamatan daerah asal mereka. Kartu tersebut terdaftar di wilayah asal responden dan bukan di wilayah DKI Jakarta. Dengan kata lain tidak
ada responden yang tidak memiliki KTP DKI Jakarta mendapatkan kartu pelayanan kesehatannya di DKI Jakarta.
KTP merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki responden jika ingin memiliki kartu pelayanan kesehatan. Tentunya responden tidak dapat
sembarangan mendaftarkan kartu pelayanan kesehatan yang dimilikinya. Responden tidak dapat mengajukan persyaratan pembuatan kartu pelayanan
kesehatan gratis atau bersubsidi di wilayah DKI Jakarta jika KTP yang dimiliki responden terdaftar di daerah asal. Hanya masyarakat yang memiliki KTP DKI
Jakarta yang dapat membuat surat pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi di wilayah DKI Jakarta.
Hal yang sama juga ditunjukkan oleh pemilik kartu pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi dengan masa berlaku KTP yang masih aktif. Responden
dengan masa berlaku KTP yang sudah tidak aktif lagi tidak memiliki kartu pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa kepemilikan dan masa aktif KTP berpengaruh terhadap kepemilikan kartu pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi yang diberikan oleh pemerintah.
6.5. Ikhtisar