ENSO El Nino Southern Oscillation

gangguan angin baratan sebelum terjadinya El Nino masih belum diketahui. Eisenman et al. 2005 menyatakan bahwa gangguan angin baratan bukan sebagai pemicu awal terjadinya El Nino, tetapi merupakan hasil interaksi lautan- atmosfer yang dipicu oleh dinamika El Nino itu sendiri. Hasegawa et al. 2009 menyatakan bahwa hasil analisis bahang berdasarkan data buoy TRITON pada wilayah WSWP Pacific Warm Pool : 5°S– 5°N, 140°E–150°E mengungkapkan bahwa adveksi panas oleh arus yang bergerak ke timur merupakan faktor utama yang mendinginkan lapisan tercampur di daerah WSWP. SPL yang lebih rendah di WSWP menghasilkan gradien positif SPL dengan wilayah sebelah timur. Hal ini berkontribusi menyebabkan peningkatan angin baratan di daerah ini yang menyebabkan terjadinya El Nino tahun 20022003. Fenomena ENSO menimbulkan dampak iklim yang lebih luas tidak hanya di Lautan Pasifik McPhaden et al. 1998. ENSO merupakan kejadian yang sangat komplek melibatkan variabilitas atmosfer-lautan di Lautan Pasifik bagian barat serta interaksi dengan daratan keberadaan ribuan pulau di Indonesia yang juga berasosiasi dengan fenomena Madden Julian Oscilation MJO Pohl dan Matthews, 2007. ENSO juga berasosiasi dengan Tropical Biennial Oscilation TBO Wu dan Kirtman, 2004, muson Li et al. 2007, DM Shinoda et al. 2004; Ashok et al. 2007 dan kemungkinan berinteraksi dengan Pacific Decadal Oscilation PDO Roy et al. 2003; Yon dan Yeh 2010. Berbagai indeks yang digunakan untuk memantau ENSO adalah Multivariate ENSO Index MEI, Southern Oscilation Index SOI, dan Nino 3.4 Index. Anomali SPL Nino 3.4 merupakan indikator kondisi El Nino di tengah Samudra Pasifik tropis. Indeks ini dihitung berdasarkan nilai rata-rata suhu pada wilayah Nino 3.4 pada area batas 170° W - 120° W, 5° S - 5° N Gambar 1 dikurangi suhu rata-rata pada area tersebut selama 30 tahun. Trenberth 1997 menggunakan anomali suhu pada wilayah Nino 3.4 untuk menentukan kondisi El Nino dan La Nina, dimana anomali suhu ± 0,4 o C dan bertahan selama 6 bulan. Anomali positif dinyatakan sebagai kondisi El Nino dan anomali negatif sebagai kondisi La Nina. Sedangkan National Oceanic dan Atmospheric Administration NOAA pada tahun 2003 NOAA, 2003 memberikan definisi El Nino dan La Nina berdasarkan indeks Nino 3.4 adalah jika anomali suhu positifnegatif lebih dari 0,5 o C berturut-turut bertahan selama 3 bulan maka kondisi tersebut dikatakan sebagai kejadian El Nino La Nina. Sumber : Climate Prediction Center CPC NOAA Gambar 1 Area Nino 3.4 di Samudra Pasifik tropis yang merupakan indikator kondisi El Nino.

2.5. Kondisi Meteorologi dan Oseanografi Perairan Utara Papua

Perairan Samudera Pasifik menutupi hampir setengah bagian bumi dan merupakan bagian terbesar dari struktur samudera King, 1963. Perairan ini dipengaruhi oleh sistem muson yang menyebabkan pergantian arah angin yang bertiup di seluruh wilayah perairan tersebut. Perbedaan ini berhubungan dengan kondisi angin yang bertiup di atas Samudera Pasifik Utara. Saat Musim Barat, terjadi pergeseran tekanan tinggi di Benua Asia yang mengakibatkan terbentuknya udara yang hangat dan kering di atas Samudera Pasifik Utara, sedangkan pada Musim Timur terjadi sebaliknya Tchernia, 1980. Perairan utara Papua merupakan bagian dari Samudera Pasifik dimana terdapat kolam air hangat warm pool water sehingga memilki curah hujan yang tinggi 3000 mmtahun. Kolam air hangat disebabkan oleh menumpuknya massa air hangat ekuator yang terbawa oleh Arus Khatulistiwa Selatan AKS karena hembusan Angin Pasat trade wind di Pasifik. menyatakan bahwa di atas daerah katulistiwa Samudera Pasifik, Angin Pasat Tenggara berhembus secara normal sepanjang tahun. Angin Pasat ini mengakibatkan massa air yang dingin dari bagian timur Samudera Pasifik bergerak menuju perairan timur Indonesia. Selama bergerak, massa air tersebut mengalami penghangatan sehingga ketika mencapai perairan timur Indonesia menjadi hangat dan mengumpul yang dikenal dengan warm pool. Selain itu Angin Pasat Tenggara juga mengakibatkan permukaan laut sepanjang pantai Mindanao-Halmahera- Papua di Samudera Pasifik bagian barat lebih tinggi daripada permukaan laut sepanjang pantai Sumatera-Jawa-Sumbawa di Samudera Hindia bagian timur Wyrtki,1961. Wyrtki 1961 juga menyatakan bahwa pola sirkulasi di perairan utara Papua memiliki variabilitas musiman yang kuat. Sirkulasi permukaan yang paling kuat di bagian barat Samudera Pasifik adalah Arus Khatulistiwa Utara yang mengalir terus sepanjang tahun menuju Filipina. Kecepatan arus tertinggi terjadi pada Desember hingga Februari dan terendah pada April hingga Juni. Pada bulan Juni hingga Agustus Arus Katulistiwa Selatan AKS mengalir kencang ke barat sepanjang pantai utara Papua hingga ke Halmahera membawa massa air hangat dan asin. Selanjutnya membelok ke utara dan bergabung dengan massa air yang keluar dari Laut Sulawesi dan Laut Maluku yang menyebabkan pembelokan lebih jauh ke kanan bergabung dengan Arus Katulistiwa Utara AKU dan Arus Sakal Katulistiwa Equatorial Counter Current. Pertemuan kedua arus ini membentuk aliran yang lebih besar kearah timur. Pada musim ini Arus Sakal Katulistiwa mencapai kekuatan maksimal yang membawa massa air dari belahan bumi selatan yang lebih dingin dan tawar. Kekuatan AKS dan Arus Sakal Katulistiwa melemah tanpa perubahan pola arus pada bulan Oktober. Kashino et al. 1999 menyatakan Arus Mindanao yang merupakan bagian dari Arus Katulistiwa Utara North Equatorial Current mengalir dari arah utara sepanjang Pantai Mindanao masuk ke Laut Sulawesi. Arus ini kemudian berbalik arah ke timur kembali ke Pasifik namun ada pula yang mengalir menjadi ARLINDO. Di bawah Arus Mindanao mengalir Arus Bawah Mindanao Mindanao Undercurrent. Di sepanjang pantai Papua mengalir Arus Pantai Papua New Guinea Coastal Current dan Arus Bawah Pantai Papua New Guinea Coastal Undercurrent yang merupakan bagian dari Arus Katulistiwa Selatan South Equatorial Current. Arus Bawah Pantai Papua mengalir ke barat laut lalu berbalik arah ke timur Pulau Halmahera, bergabung dengan Arus Mindanao dan mengalir ke timur sebagai Arus Sakal Ekuator Utara North Equatorial Countercurrent. Pusaran Mindanao dan Pusaran Halmahera terdapat di tempat pembalikan arah dari Arus Mindanao dan Arus Bawah Pantai Papua. Kashino et al. 2007 menemukan adanya Pusaran Papua New Guinea Eddy di utara Papua hasil pembalikan arah dari Arus Bawah Pantai Papua di sekitar 135 -138°BT yang kemudian mengalir ke timur sebagai Arus Bawah Katulistiwa Equatorial Undercurrent.