Manfaat Penelitian Chlorophyll-A Variability and Its Interrelation with ENSO (El Nino Southern Oscillation) In Northern Waters Of Papua

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu Permukaan Laut Distribusi suhu permukaan laut SPL di dunia cenderung zonal dan tidak tergantung posisi bujur. Air hangat berada dekat khatulistiwa dan terdingin air dekat kutub, sehingga deviasi suhu secara zonal lebih kecil dibanding secara meridional. Hal ini terjadi karena wilayah equator banyak mendapat bahang dari sinar matahari. Lautan Pasifik pada wilayah equator hingga lintang 40 o di BBU memiliki massa air yang lebih hangat di bagian barat dibanding bagian timur. Anomali suhu permukaan laut rata-rata kurang dari 1,5 o C kecuali di Pasifik khatulistiwa dimana anomali mencapai 3 o C. Daerah tropis memiliki kisaran suhu kurang dari 2 o Menurut Hela dan Laevastu 1970, perubahan suhu dapat menyebabkan terjadinya sirkulasi dan stratifikasi air yang secara langsung dan tidak langsung berpengaruh terhadap distribusi organisme perairan. Hal ini erat sekali hubungannya dengan proses- proses biokimia dalam tubuh organisme. Hampir semua populasi ikan yang hidup di laut mempunyai suhu optimum untuk C Stewart, 2002. Wyrtki 1961 menyatakan bahwa suhu lapisan permukaan di daerah tropis adalah hangat dan variabilitas suhu bulanannya secara normal kecil tetapi variabilitas hariannya besar. Variasi suhu tahunan pada lapisan pemukaan untuk daerah laut tropis di Indonesia sangat kecil, yaitu kurang dari 2 °C, kecuali di Laut Banda, Arafura dan Laut Timor yang dapat mencapai 3 - 4 °C. Suhu di permukaan biasanya mengikuti pola musiman, contohnya pada musim pancaroba dimana angin bertiup lemah dan permukaan laut sangat tenang. Hal ini menyebabkan proses pemanasan yang kuat terjadi dipermukaan hingga suhu pada lapisan permukaan mencapai maksimum. Suhu permukaan laut di perairan Indonesia umumnya berkisar antara 28 - 31 °C. Di daerah terjadinya proses upwelling, misalnya di Laut Banda, suhu permukaan air dapat turun mencapai 25 °C, hal disebabkan karena air yang dingin dari lapisan bawah terangkat ke lapisan atas Nontji, 2005. Perairan semi tertutup biasanya memiliki suhu permukaan lebih tinggi dibandingkan daerah lain, karena pengaruh daratan. Perairan Indonesia merupakan perairan yang semi tertutup, oleh karena itu variasi suhu musiman dan tahunan dipengaruhi oleh daratan yang mengelilinginya, dan memiliki variasi suhu harian yang lebih besar jika dibandingkan dengan perairan tropis yang terbuka Sverdrup et al.1946. kehidupannya. Dengan mengetahui suhu optimum dari suatu spesies ikan, maka kita akan dapat menduga keberadaan suatu kelompok ikan, yang kemudian dapat digunakan untuk tujuan perikanan.

2.2. Klorofil-a

Energi matahari digunakan untuk mendorong proses fotosintesis dimana konversi energi radiasi menjadi energi kimia tergantung pada pigmen khusus fotosintetik yang terkandung dalam kloroplas alga. Pigmen yang dominan adalah klorofil a, namun klorofil b, c, dan d ditambah pigmen lainnya karoten, xanthophylls, dan phycobilins juga hadir dalam banyak spesies dan beberapa pigmen ini juga dapat terlibat dalam proses konversi energi tersebut Lalli dan Parsons, 2006. Lalli dan Parsons 2006 juga menyatakan bahwa klorofil-a sangat mempengaruhi jumlah dan laju fotosintesis karena pigmen ini mendominasi konversi energi radiasi menjadi energi kimia. Absorbsi maksimum klorofil-a terhadap radiasi matahari terjadi pada spektrum merah 650-700 nm dan biru- violet 450 nm. Absorpsi dari komponen cahaya ini menyebabkan tumbuhan berwarna hijau. Ini berarti berdasarkan citra warna laut ocean color dapat dipahami suatu bentuk distribusi biomassa fitoplankton di laut. Namun demikian, metode ini masih memiliki kelemahan karena penginderaan jarak jauh sinar tampak visible light hanya dapat mencapai permukaan, sedangkan plankton tidak selalu berada di permukaan perairan. Kadar klorofil dalam suatu volume air laut tertentu merupakan suatu ukuran biomassa tumbuhan yang terdapat dalam air laut tersebut. Biomassa per satuan volume air per satuan waktu merupakan ukuran produktivitas primer perairan. Dua faktor utama fisika kimia yang mempengaruhi produktivitas perairan adalah cahaya dan nutrien. Namun demikian dikarenakan fitoplankton hidup di air dan terbawa oleh pergerakan air, maka faktor hidrografi seperti arus, upwelling, turbulensi, dan difusi juga merupakan faktor penting lainnya Nybakken, 1992. Fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopis yang pergerakannya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitarnya, dalam trofik level disebut sebagai produsen utama perairan Odum,1971. Berdasarkan Nybakken 1992, tumbuhan ini bebas melayang dan hanyut dalam air laut serta mampu melakukan fotosintesis. Kemampuan fitoplankton dalam mengubah zat organik menjadi zat anorganik tidak lepas dari keberadaan cahaya matahari dan pigmen fotosintesis. Perairan Indonesia yang memiliki kandungan klorofil-a yang tinggi hampir selalu berkaitan dengan adanya pengadukan dasar perairan, dampak aliran sungai pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera bagian selatan, Kalimantan Selatan dan Irian Jaya serta berlangsungnya proses penaikan massa air lapisan dalam ke permukaan Laut Banda, Laut Arafura, Selat Bali dan Selatan Jawa Arinardi et al. 1997. Susanto dan Marra 2005 menyatakan bahwa variabilitas klorofil-a di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh muson dan fenomena interannual terkait dengan ENSO dan IOD, khususnya di daerah upwelling di sepanjang pantai Jawa dan Sumatra, dan Laut Banda. Selama puncak El Nino 19971998, anomali angin timur menyebabkan upwelling yang kuat. Upwelling tersebut membawa massa air yang lebih dingin dan mengangkat termoklin ke lapisan kedalaman yang lebih dangkal di sepanjang pantai Jawa dan Sumatra. Hal ini menyebabkan konsentrasi klorofil-a yang tinggi disepanjang barat laut pantai Sumatera dan Jawa. Selanjutnya Susanto et al. 2001 menjelaskan pada La Nina Nopember 1998 konsentasi klorofil-a tidak signifikan pada wilayah tersebut. Tubalawony 2007 menyatakan terdapat hubungan yang kuat antara penurunan SPL dan peningkatan konsentrasi klorofil-a selama musim timur di barat Sumatera dan selatan Jawa disebabkan karena terjadi upwelling, terutama di perairan selatan Jawa Timur - Bali.

2.3. Hubungan antara Faktor Oseanografi dan Produktivitas Primer Perairan

Tingginya produktivitas di perairan oseanis tropis umumnya merupakan dampak dari berbagai proses dinamika di dalam perairan kolom perairan. Gabric dan Parslow 1989 mengatakan bahwa laju produktivitas primer di lingkungan laut ditentukan oleh berbagai faktor fisika. Faktor-faktor utama yang mengontrol produksi fitoplankton di perairan eutropik adalah percampuran vertikal, penetrasi cahaya dan laju tenggelam sel fitoplankton. Percampuran vertikal massa air dapat menyuburkan kolom perairan dengan cara mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan. Meningkatnya nutrien dan dibantu dengan penetrasi cahaya matahari yang cukup mengakibatkan terjadinya peningkatan laju produktivitas primer. Difusi turbulensi melalui lapisan termoklin juga dapat mengakibatkan masuknya nutrien ke zona eufotik sehingga meningkatkan laju penyerapan nitrat oleh fitoplankton dan laju produktivitas primer baru. Difusi turbulensi merupakan