Klorofil-a Chlorophyll-A Variability and Its Interrelation with ENSO (El Nino Southern Oscillation) In Northern Waters Of Papua

Perairan Indonesia yang memiliki kandungan klorofil-a yang tinggi hampir selalu berkaitan dengan adanya pengadukan dasar perairan, dampak aliran sungai pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera bagian selatan, Kalimantan Selatan dan Irian Jaya serta berlangsungnya proses penaikan massa air lapisan dalam ke permukaan Laut Banda, Laut Arafura, Selat Bali dan Selatan Jawa Arinardi et al. 1997. Susanto dan Marra 2005 menyatakan bahwa variabilitas klorofil-a di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh muson dan fenomena interannual terkait dengan ENSO dan IOD, khususnya di daerah upwelling di sepanjang pantai Jawa dan Sumatra, dan Laut Banda. Selama puncak El Nino 19971998, anomali angin timur menyebabkan upwelling yang kuat. Upwelling tersebut membawa massa air yang lebih dingin dan mengangkat termoklin ke lapisan kedalaman yang lebih dangkal di sepanjang pantai Jawa dan Sumatra. Hal ini menyebabkan konsentrasi klorofil-a yang tinggi disepanjang barat laut pantai Sumatera dan Jawa. Selanjutnya Susanto et al. 2001 menjelaskan pada La Nina Nopember 1998 konsentasi klorofil-a tidak signifikan pada wilayah tersebut. Tubalawony 2007 menyatakan terdapat hubungan yang kuat antara penurunan SPL dan peningkatan konsentrasi klorofil-a selama musim timur di barat Sumatera dan selatan Jawa disebabkan karena terjadi upwelling, terutama di perairan selatan Jawa Timur - Bali.

2.3. Hubungan antara Faktor Oseanografi dan Produktivitas Primer Perairan

Tingginya produktivitas di perairan oseanis tropis umumnya merupakan dampak dari berbagai proses dinamika di dalam perairan kolom perairan. Gabric dan Parslow 1989 mengatakan bahwa laju produktivitas primer di lingkungan laut ditentukan oleh berbagai faktor fisika. Faktor-faktor utama yang mengontrol produksi fitoplankton di perairan eutropik adalah percampuran vertikal, penetrasi cahaya dan laju tenggelam sel fitoplankton. Percampuran vertikal massa air dapat menyuburkan kolom perairan dengan cara mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan. Meningkatnya nutrien dan dibantu dengan penetrasi cahaya matahari yang cukup mengakibatkan terjadinya peningkatan laju produktivitas primer. Difusi turbulensi melalui lapisan termoklin juga dapat mengakibatkan masuknya nutrien ke zona eufotik sehingga meningkatkan laju penyerapan nitrat oleh fitoplankton dan laju produktivitas primer baru. Difusi turbulensi merupakan tingkat dasar dari produktivitas primer yang dapat meningkatkan produktivitas primer hingga 10 kali lebih besar di zona eufotik Tett dan Edwards, 1984. Upwelling atau penaikkan massa air adalah proses naiknya massa air dari lapisan yang lebih dalam ke lapisan yang lebih atas atau permukaan. Massa air yang berasal dari lapisan dalam akan menggantikan kekosongan tempat aliran lapisan permukaan air yang menjauhi pantai Weyl, 1967. Menurut Pariwono et al. 1988, tingginya kadar zat hara akan merangsang perkembangan fitoplankton yang erat kaitannya dengan tingkat kesuburan perairan, maka proses upwelling selalu dihubungkan dengan meningkatnya produktivitas primer suatu perairan. Massa air subur akan menjadi feeding ground bagi ikan yang kemudian menjadi sasaran kegiatan perikanan penangkapan ikan. Pada lokasi terjadinya upwelling, suhu permukaan laut umumnya lebih rendah dari daerah sekitarnya Nontji, 2005. Wyrtki 1961 membagi upwelling menjadi 3 tipe, yaitu : 1. Tipe Stasioner Stasionery Type, Tipe ini terjadi sepanjang tahun namun intensitas berfluktuasi. Contoh : Pantai Peru. 2. Tipe Periodik Periodic Type, upwelling terjadi selama satu musim. Pada musim upwelling massa air di permukaan bergerak menjauhi daerah tersebut dan digantikan oleh massa air yang densitasnya lebih tinggi suhu lebih rendah, salinitas tinggi. Contoh : Pantai Selatan Jawa. 3. Tipe Silih Berganti Alternating Type, Pada tipe ini, upwelling dan downwelling terjadi secara bergantian. Contoh : Laut Banda dan Laut Arafura. Upwelling di perairan lepas pantai maupun perairan katulistiwa juga berperan dalam mendukung ketersediaan nutrien pada lapisan permukaan tercampur yang dihasilkan melalui proses pengangkatan massa air dalam. Cullen et al. 1992 mengatakan bahwa konsentrasi klorofil-a dan laju produktivitas primer meningkat di sekitar katulistiwa, dimana terjadi aliran nutrien secara vertikal akibat adanya upwelling di daerah divergensi katulistiwa. Lapisan permukaan tercampur memiliki konsentrasi klorofil-a yang hampir homogen. Joint dan Pomroy 1988 mengatakan bahwa konsentrasi klorofil-a homogen hingga kedalaman 30 m. Sebaran klorofil maksimum di Samudera Pasifik dijumpai pada kedalaman antara 40 – 60 m dengan nilai rata-rata antara 0,30 - 0,35 mgm 3 Hasegawa 2009 menyatakan bahwa SPL 29 Barber and Chaves, 1991. o C saat terjadinya coastal upwelling di perairan utara Papua. Selama bulan Desember 2001 sebelum permulaan kejadian El Nino tahun 20022003 terjadi upwelling di