1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu lembaga pendidikan yang merupakan pelaksana proses pendidikan adalah Sekolah Dasar SD atau Madrasah Ibtidaiyah MI. Sekolah
Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah sebagai lembaga pendidikan dasar, semestinya dapat menjadi pondasi yang kokoh bagi siswa untuk mampu menapaki lembaga
pendidikan tingkat selanjutnya dengan berbekal pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan. Dengan demikian, Sekolah Dasar harus mampu memberikan bekal
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan dasar sejak dini. Ketiga hal tersebut bisa didapatkan melalui penguasaan materi pelajaran yang diberikan di Sekolah
Dasar. Di Sekolah Dasar SD atau Madrasah Ibtidaiyah MI terdapat berbagai
mata pelajaran yang harus dikuasai siswa, salah satu diantaranya adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam IPA. IPA adalah suatu kumpulan teori yang
sistematis. Penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen, serta
menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.
1
Oleh karenanya, proses pembelajaran IPA hendaknya dilakukan melalui pemberian pengalaman langsung kepada siswa. Dengan demikian, semakin
jelaslah bahwa proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun
konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk
pendidikan.
2
Tinggi rendahnya kualitas proses pendidikan dapat ditentukan melalui berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran, sedangkan produk
pendidikan yang berkualitas dihasilkan melalui proses pembelajaran yang bermutu.
1
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010, h. 136-137.
2
Ibid., h. 143.
Dalam proses pembelajaran hendaknya memperhatikan sejumlah prinsip seperti yang dijelaskan dalam PP No. 19 Tahun 2005, bahwa proses pembelajaran
harus diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, dan memberikan ruang yang cukup bagi pengembangan prakarsa, kreativitas sesuai
dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik.
3
Oleh karena itu, pembelajaran hendaklah didesain sedemikian rupa, sehingga menjadi
kegiatan yang menyenangkan. Pembelajaran hendaknya berorientasi pada aktifitas serta pemberian pengalaman langsung kepada siswa. Dengan melihat dan
mengalami langsung konsep yang diajarkan, diharapkan siswa akan lebih mudah mengingat apa-apa yang dipelajari, apalagi jika dihubungkan dengan kehidupan
mereka sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran akan menjadi lebih bermakna, sehingga siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Namun dalam kenyataannya, dalam proses pembelajaran IPA yang diterapkan di Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah siswa cenderung hanya
mendengarkan penjelasan dari guru, sehingga siswa menjadi jenuh dan bosan. Semua aktifitas pembelajaran hanya berpusat pada guru teacher centered, belum
berpusat pada aktifitas siswa student centered. Siswa diperlakukan sebagai objek dalam pembelajaran, bukan sebagai subjek belajar. Karena pembelajaran bersifat
verbalistik dan abstrak, siswa sulit memahami apa yang dijelaskan guru. Hal ini yang akhirnya menyebabkan hasil belajar IPA siswa menjadi rendah.
Permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran IPA, juga terjadi di MI Hidayatul Athfal Kecamatan Gunungsindur Kabupaten Bogor. Berdasarkan
observasi awal, pembelajaran IPA di MI Hidayatul Athfal lebih sering menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat kepada aktifitas guru,
sehingga siswa menjadi pasif saat proses pembelajaran berlangsung. Sementara itu, berdasarkan studi dokumen terhadap hasil belajar IPA siswa kelas VI
menunjukkan bahwa hasil belajar IPA siswa khususnya pada konsep Perkembangbiakan Tumbuhan rendah. Sedangkan menurut hasil wawancara
3
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006, h. 61.
dengan siswa, pembelajaran IPA di MI Hidayatul Athfal selama ini dirasakan kurang menarik dan membosankan. Hal tersebut disebabkan karena kegiatan
pembelajaran hanya dilakukan di ruang kelas dan kurang memanfaatkan sumber belajar lain, seperti lingkungan. Siswa tidak pernah diajak untuk melakukan
kegiatan observasi untuk mengamati objek pembelajaran. Pembelajaran hanya bersifat informatif dan transfer pengetahuan. Penjelasan guru terlalu abstrak,
sehingga siswa sulit memahami apa yang dijelaskan. Hal-hal tersebut pada akhirnya mengakibatkan rendahnya hasil belajar IPA siswa, terutama pada konsep
Perkembangbiakan Tumbuhan. Hal ini ditandai dengan hasil ulangan harian siswa kelas 6 mata pelajaran IPA, dimana belum seluruh siswa mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal KKM. KKM yang ditetapkan sekolah untuk mata pelajaran IPA kelas 6 adalah 65. Namun dari 16 siswa kelas 6, yang mendapat nilai di atas
KKM hanya 3 siswa 18,75, selebihnya mendapat nilai di bawah KKM, yaitu sebanyak 13 siswa 81,25.
Agar hasil belajar IPA siswa pada konsep Perkembangbiakan Tumbuhan dapat mencapai nilai yang ditetapkan, maka guru dituntut untuk menerapkan suatu
pendekatan pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran. Agar pembelajaran IPA tidak verbalistik, maka salah satu solusi
yang dapat diterapkan adalah menggunakan pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa
melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan
keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.
4
Oleh karenanya, dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kontekstual untuk mewujudkan pembelajaran yang lebih bermakna. Dalam
pembelajaran kontekstual, materi pembelajaran dihubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa, siswa lebih aktif karena kegiatan pembelajaran
dilakukan melalui kegiatan nyata.
4
Ibnu Setiawan, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna Bandung: MLC, 2007, h. 67.
Menurut peneliti, konsep Perkembangbiakan Tumbuhan amat cocok jika disampaikan dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Dengan pendekatan
kontekstual proses pembelajaran tidak lagi hanya berpusat pada guru, akan tetapi siswa diajak untuk aktif mengkonstruksi pengetahuannya melalui kegiatan
observasi, pemodelan, kerja kelompok, mengajukan pertanyaan dan penemuan. Proses pembelajaran akan terasa menyenangkan dan lebih bermakna karena siswa
mengalami sendiri materi yang sedang dipelajari. Dengan mengalami sendiri materi pelajaran yang dihubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari,
diharapkan penguasaan materi pelajaran akan optimal dan hasil belajar siswa meningkat.
Berdasarkan permasalahan di atas, agar tercipta proses pembelajaran yang aktif dan hasil belajar IPA siswa meningkat peneliti mencoba mengadakan
Penelitian Tindakan Kelas dengan judul: “UPAYA MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR IPA PADA KONSEP PERKEMBANGBIAKAN TUMBUHAN MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL
”. B.
Identifikasi Area dan Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis mengidentifikasi beberapa masalah yang terjadi dalam pembelajaran, yaitu:
a. Pembelajaran hanya berpusat pada guru, sehingga menimbulkan
kejenuhan bagi siswa. b.
Kegiatan pembelajaran hanya dilakukan di ruang kelas dan belum memanfaatkan sumber belajar lain, seperti lingkungan.
c. Siswa tidak pernah diajak melakukan kegiatan observasi untuk mengamati
objek pembelajaran. d.
Pembelajaran hanya bersifat informatif dan transfer pengetahuan. e.
Penjelasan guru terlalu abstrak, sehingga siswa sulit memahami apa yang dijelaskan.
Penelitian ini difokuskan terhadap hasil belajar IPA siswa pada konsep Perkembangbiakan Tumbuhan.
C. Pembatasan Fokus Penelitian