Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Budaya Organisasi Pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office

(1)

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP BUDAYA ORGANISASI PADA PT ASURANSI JIWASRAYA (PERSERO) JAKARTA III REGIONAL OFFICE

Oleh

KURNIAWAN YUDHA PRATAMA

H24104041

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(2)

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP BUDAYA

ORGANISASI PADA PT ASURANSI JIWASRAYA (PERSERO)

JAKARTA III REGIONAL OFFICE

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada

Program Sarjana Alih Jenis Manajemen

Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Oleh

KURNIAWAN YUDHA PRATAMA

H24104041

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(3)

(4)

RINGKASAN

KURNIAWAN YUDHA PRATAMA. H24104041. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Budaya Organisasi Pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office. Dibawah bimbingan ANGGRAINI SUKMAWATI

Gaya kepemimpinan setiap pemimpin mempunyai hubungan dengan faktor-faktor lain yang ada di dalam organisasi. Salah satu faktor-faktor yang berhubungan dengan gaya kepemimpinan adalah budaya organisasi. Budaya organisasi tidak muncul dan menghilang begitu saja dalam kehampaan. Kepercayaan serta tingkah laku yang membentuk identitas inti dari organisasi dapat membantu membentuk karyawan agar sesuai dengan keinginan organisasi. Nilai-nilai serta kepercayaan yang membentuk budaya organisasi kebanyakan berasal dari apa yang telah dilakukan oleh karyawan-karyawan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan 1) Mengidentifikasi gaya kepemimpinan yang diterapkan pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office, 2) Mengidentifikasi budaya organisasi yang diterapkan pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office 3) Menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap budaya organisasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office .

Metode pengambilan sampel dilakukan secara sensus kepada 40 responden yang terdiri dari keseluruhan pegawai yang ada dalam kantor PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office. Dalam penelitian ini menggunakan metode OCAI (Organizational Culture Assessment Instrument) dalam mengidentifikasi budaya organisasi dan dibantu dengan menggunakan alat analisis korelasi kanonikal untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari gaya kepemimpinan terhadap budaya organisasi.

Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan persepsi pegawai dengan menggunakan metode OCAI (Organizational Culture Assessment Instrument) bahwa budaya organisasi yang dituju dalam 3 tahun mendatang adalah budaya Hierarchy. Sedangkan untuk hasil dari gaya kepemimpinan berdasarkan persepsi pegawai di dapat hasil 38.8% yang berarti pegawai sangat setuju bahwa saat ini gaya kepemimpinan yang diterapkan menunjukan gaya kepemimpinan transformasional. Dan untuk hasil perhitungan korelasi antara gaya kepemimpinan dan budaya organisasi di dapatkan nilai p-value sebesar 0.1682 dimana kurang dari alpha 0.2 , sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi kanonik yang cukup kuat antara gaya kepemimpinan dengan budaya organisasi dengan nilai r sebesar 0,6551 yang signifikan pada alpha 20%.


(5)

JAKARTA III REGIONAL OFFICE

Kurniawan Yudha Pratama

Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Kampus Baranangsiang Bogor 16151 e-mail: big.wawaw22@gmail.com

Anggraini Sukmawati

Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Kampus Dramaga Bogor 16680 e-mail: anggrainism@gmail.com

ABSTRAK

Gaya kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting bagi seorang pemimpin untuk pembenahan dan pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan yang efektif haruslah menggunakan gaya kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh seorang pemimpin. Gaya kepemimpinan mempunyai hubungan dengan faktor-faktor lain yang ada dalam organisasi. Salah satu faktor yang berhubungan dengan gaya kepemimpinan adalah budaya organisasi. Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan penyebaran kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari penelitian terdahulu serta literatur dari pihak internal perusahaan maupun dari pihak eksternal seperti buku dan internet. Metode analisis yang digunakan adalah korelasi kanonikal dan organization culture assesment instrument (OCAI). Hasil analisis menunjukkan bahwa profil budaya organisasi yang tercipta saat ini adalah budaya clan dan profil budaya yang diharapkan tiga tahun mendatang adalah budaya hierarchy, serta adanya hubungan yang cukup kuat dan bersifat negatif antara gaya kepemimpinan dengan budaya organisasi di PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office.

Kata Kunci : Gaya kepemimpinan, budaya organisasi, korelasi kanonikal.

ABSTRACT

Leadership style is a very important factor for a leader for the improvement and achievement of organizational goals. Effective leadership must use a leadership style that is tailored to the situation faced by a leader. Leadership styles are related to other factors that exist in the organization . One of the factors associated with the style of leadership is organizational culture. The data collected for this study are primary data and secondary data. The primary data obtained from interviews and questionnaires , while secondary data obtained from previous studies and literature on the part of the company's internal and external parties such as books and the internet . The analytical method used is the canonical correlation,and organization culture assessment instrument ( OCAI ). The analysis showed that the profiles are created when the organizational culture is a clan culture and cultural profile expected the next three years is a culture of hierarchy , as well as the relationship is quite strong and negative between leadership style to organizational culture in PT Jiwasraya Insurance ( Persero ) Jakarta III Regional Office .


(6)

(7)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Jakarta pada tanggal 06 Januari 1989. Penulis yang bernama lengkap Kurniawan Yudha Pratama merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan K Yugo Prasetyo dan Mariyam.

Pendidikan pertama penulis di mulai pada tahun 1994 di TK Islam Pondok Duta Cimanggis Kota Depok, kemudian melanjutkan pendidikan di SDN Tugu 8 Kota Depok dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 8 Depok hingga tahun 2004, setelah itu pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 106 Jakarta hingga tahun 2007. Setelah itu pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi pada Program Diploma III Administrasi Keuangan dan Perbankan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor hingga saat ini.


(8)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP BUDAYA ORGANISASI PADA PT

ASURANSI JIWASRAYA (PERSERO) JAKARTA III REGIONAL

OFFICE”, sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program

Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan seorang pemimpin untuk mempengaruhi budaya organisasi yang sudah ada di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan akibat keterbatasan dan kendala yang dihadapi, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi pemikiran dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Desember 2014


(9)

v

UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari berbagai pihak yang mendukung, baik secara moril maupun materil. Sebagai suatu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr.Ir Anggraini Sukmawati, MM, selaku dosen pembimbing yang telah

banyak memberikan bimbingan, saran, dan pengarahan dengan penuh kesabaran hingga skripsi ini selesai.

2. Bapak/Ibu Dosen pengajar Departemen Manajemen yang telah memberikan ilmunya selama penulis melaksanakan perkuliahan.

3. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian, semangat, dan doa restu kepada penulis sehingga penulis pada akhirnya lulus juga. Terima kasih atas dukungannya.

4. Bpk Supardi Sudiro selaku Regional Manager PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office yang selalu memberikan masukan-masukan positif sesuai kaidah islam baik itu masukan mengenai pendidikan, karir, hingga masalah jodoh.

5. Bagian Operasional PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office Bpk Jumbri AR, Mr Hotman David, Bro Fitra, Bro Ridwan, Sist Vera, serta Pak bro Dwi Susetyanto yang tidak pernah henti-hentinya menyemangati agar penulis cepet lulus.

6. Cris Martin said “and the hardest part was letting go” bagian tersulit itu membiarkan pergi. Terima kasih buat si dia yang pernah mengisi hari-hari untuk penulis sehingga penulis pada akhirnya merasakan juga apa itu yang dinamakan Cinta, meskipun pada akhirnya bertepuk sebelah tangan., mungkin dia cinta pertama untuk penulis akan tetapi belum tentu yang terakhir buat penulis hanya tuhan yang tahu. “I am in love with you and always will bedwika gempita !! 7. Teman-teman se-angkatan di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III


(10)

vi

Sieh dan rekan-rekan kerja sekalian yang selalu memberikan motivasi serta suasana berbeda dan meriah di lingkungan kerja.

8. Teman-teman seperjuangan yang selalu mendukung, memberikan perhatian dan semangat untuk penulis baik di dalam maupun di luar perkuliahan, Abok Awiw, Tikul, Bu RT, Sieva, Kemas, Yanda, Mbah, Angger, Ikhsan, Eja, Nijam, Jai, Gin, Onta Arab, Babeh dan teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

9. Terima kasih kepada keluarga besar “Batangers” yang selalu memberikan semangat, motivasi, kasih sayang, canda tawa dimana saja dan kapan saja serta dukungan yang tidak ada henti-hentinya baik dalam suka maupun duka sehingga penulis pada akhirnya dapat menyelesaikan tugas akhir. Kalian luar biasa Achmad Ferdaus, Laraisesy, Mas Adi, Adamusang, Ojan, Kresna Piet RMNJ, Fata zulfiqhi, Gilang kautsar, Devina martina, Fitrizah andriani, Fifi, Ayn, Indra nugraha, Sarii Aii, Hany gita kirana, Dlonra, Agung masulili, Iiem Assoy, Ari Utami, Asti ambaruruti dan Umi Gina rhamdina akbar.


(11)

vii

DAFTAR ISI

RINGKASAN

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMAKASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL. ... ix

DAFTAR GAMBAR. ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I.PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Kepemimpinan ... 6

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan ... 6

2.1.2 Teori Kepemimpinan ... 7

2.1.3 Gaya Kepemimpinan ... 8

2.2. Budaya Organisasi ... 14

2.2.1 Konsep Budaya Organisasi... 14

2.2.2 Fungsi Budaya Organisasi. ... 16

2.2.3 Pembentuk Budaya Organisasi ... 16

2.3. Organizational Culture Assessment Instrument (OCAI) ... 17

2.3.1 Definisi dan Tujuan OCAI ... 17

2.3.2 Manfaat OCAI ... 19

2.4. Penelitian Terdahulu ... 19

III . METODE PENELITIAN... 21

3.1. Kerangka Pemikiran ... 21

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian. ... 23

3.3. Pengumpulan Data. ... 23

3.3.1 Data Primer ... 24

3.3.2 Data Sekunder ... 24

3.4. Metode Pengambilan Sampel ... 24

3.5. Pengolahan Data dan Analisis Data. ...24


(12)

viii

3.5.2 Uji Validitas dan Reliabilitas………..25

3.5.3 Analisis Korelasi Kanonikal (Canonical Correlation) ... 27

3.5.4 Uji Hipotesis ... 28

3.6. Hipotesis ...29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 31

4.1.1 Sejarah Singkat PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ... 31

4.1.2 Visi dan Misi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ... 32

4.1.3 Core Value PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ... 34

4.1.4 Struktur Organisasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ... .34

4.1.5 Produk dan Layanan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ... 35

4.2. Karakteristik Responden ... 36

4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 39

4.3.1 Uji Validitas ... 39

4.3.2 Uji Reliabilitas ... 39

4.4. Analisis Deskriptif Gaya Kepemimpinan ... 40

4.4.1 Persepsi Pegawai terhadap Gaya Kepemimpinan Kharismatik .. 40

4.4.2 Persepsi Pegawai terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional. .. 41

4.4.3 Persepsi Pegawai terhadap Gaya Kepemimpinan Visoner. ... 42

4.4.4 Persepsi Pegawai terhadap Gaya Kepemimpinan Telling.... 44

4.4.5 Persepsi Pegawai terhadap Gaya Kepemimpinan Selling. ... 45

4.4.6 Persepsi Pegawai terhadap Gaya Kepemimpinan Participating.46 4.4.7 Persepsi Pegawai terhadap Gaya Kepemimpinan Delegating. .. 47

4.5. Profil Budaya Organisasi Menggunakan Organization Culture Assesment Instrument (OCAI). ... 48

4.5.1 Persepsi Pegawai Mengenai Budaya Organisasi Saat Ini... 49

4.5.2 Persepsi i Mengenai Budaya Organisasi 3 Mendatang ... 50

4.6. Analisis Korelasi Kanonik ... 51

4.6.1 Matrik Korelasi ... 51

4.6.2 Hasil dan Interpretasi Fungsi Kanonik ... 55

4.7. Implikasi Managerial ... 57

KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

1. Kesimpulan………...58

2. Saran……….59

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(13)

ix

DAFTAR TABEL

1. Laporan pencapaian target premi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ... 2

2. Karakteristik jabatan...36

3. Jenis kelamin responden...37

4. Distribusi umur responden...37

5. Distribusi pendidikan responden………...38

6. Distribusi masa kerja responden...39

7. Persepsi pegawai terhadap gaya kepemimpinan kharismatik ... 41

8. Persepsi pegawai terhadap gaya kepemimpinan transformasional ... 42

9. Persepsi pegawai terhadap gaya kepemimpinan visioner ... 43

10. Persepsi pegawai terhadap gaya kepemimpinan telling ... 44

11. Persepsi pegawai terhadap gaya kepemimpinan selling ... 46

12. Persepsi pegawai terhadap gaya kepemimpinan participating ... 47

13. Persepsi pegawai terhadap gaya kepemimpinan delegating ... 48

14. Profil gaya kepemimpinan berdasarkan persepsi pegawai………...48

15. Profil budaya organisasi OCAI....50

16. Matrix korelasi kanonikal antara peubah X dengan Y ... 52

17 Matrix korelasi antar indikator variabel gaya kepemimpinan. ... 53

18. Matrix korelasi antar indikator variabel budaya organisasi ... 54

19. Nilai eigen value dari korelasi kanonikal ... 54


(14)

x

DAFTAR GAMBAR

NO Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... …. 23 2. Kuadran organizational culture assesment instrument ... 49 3. Hubungan antar indikator ... 53


(15)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner mengenai gaya kepemimpinan ... 63

2. Kuesioner budaya organisasi menggunakan organizationalculture assesment instrument ... 65

3. Hasil uji validitas ... 68

4. Struktur organisasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ... 70

5. Hasil uji korelasi kanonikal ... 71


(16)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di era globalisasi seperti saat ini, dimana suatu perusahaan baik perusahaan swasta maupun milik pemerintah dituntut untuk lebih siap dalam menghadapi persaingan yang semakin kompeten dengan berbagai macam karakteristik kompetitor. Salah satu faktor utama yang menentukan keberhasilan sebuah perusahaan dalam menghadapi persaingan tersebut adalah kinerja dan kualitas kepemimpinan yang dimiliki dari seorang pemimpin perusahaan tersebut. Pemimpin suatu organisasi selalu mempengaruhi bawahan dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan. Cara berinteraksi yang dilakukan seorang pemimpin kepada bawahanya tidak akan sama antara satu dengan yang lainnya. Gaya kepemimpinan merupakan faktor yang penting bagi seorang pemimpin untuk pembenahan dan pencapain tujuan organisasi. Kepemimpinan yang efektif haruslah menggunakan gaya kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh seorang pemimpin.

Gaya kepemimpinan setiap pemimpin mempunyai hubungan dengan faktor-faktor lain yang ada di dalam organisasi. Salah satu faktor yang berhubungan dengan gaya kepemimpinan adalah budaya organisasi. Budaya organisasi tidak muncul dan menghilang begitu saja dalam kehampaan. Kepercayaan serta tingkah laku yang membentuk identitas inti dari organisasi dapat membantu membentuk karyawan agar sesuai dengan keinginan organisasi. Nilai-nilai serta kepercayaan yang membentuk budaya organisasi kebanyakan berasal dari apa yang telah dilakukan oleh karyawan-karyawan sebelumnya. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa pembentuk budaya organisasi pada awalnya adalah pendiri organisasi itu sendiri (Robbins, 1994). Menurut Robbins (1994), semua organisasi mempunyai budaya yang tidak tertulis yang mendefinisikan standar-standar prilaku yang dapat diterima dengan baik maupun tidak untuk para karyawan.

Sebagai sebuah organisasi bisnis dalam bidang perasuransian, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office juga memiliki sebuah budaya


(17)

organisasi di dalamnya. Perusahaan milik pemerintah yang dikelola Kementerian BUMN ini berdiri dengan visi menjadi perusahaan yang terpercaya dan dipilih untuk memberikan solusi bagi kebutuhan asuransi dan perencanaan keuangan. Sedangkan salah satu misinya memberikan rasa aman, kepastian, dan kenyamanan melalui solusi inovatif dan kompetitif bagi pelanggan atas kebutuhan asuransi dan perencanaan keuangan. Didasarkan atas visi dan misi tersebut maka diperlukan pemimpin yang memiliki integritas, tanggung jawab, dan inteligence yang tinggi guna memimpin sebuah organisasi bisnis terutama di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office yang merupakan salah satu kantor Regional yang memiliki segmentasi pasar khusus diantara kantor Regional lainnya yang dimiliki PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office sudah mengalami tiga kali pergantian kepemimpinan Regional Manager. Dengan perbedaan latar belakang pendidikan, usia dan background posisi jabatan sebelumnya, dapat terlihat gaya kepemimpinan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya dalam memimpin PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office baik dilihat dari kinerja perusahaan dan pendekatan personal terhadap individu dalam organisasi. Kinerja perusahaan dapat dilihat dari

penerimaan premi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir pada Tabel 1. Tabel 1. Realisasi premi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional

Office 10 tahun terakhir.

Dalam ribuan rupiah

TAHUN TARGET REALISASI RATIO

2003 120.718.000 152.750.252 126,53% 2004 293.700.000 641.080.349 218,28% 2005 405.963.000 471.063.260 116,04% 2006 393.117.877 585.748.862 149,00% 2007 453.085.487 538.226.618 118,79% 2008 520.293.344 570.103.083 109,57% 2009 732.015.000 587.113.561 80,21% 2010 900.000.000 976.016.227 108,45% 2011 1.400.000.000 977.908.672 69,85% 2012 1.100.000.000 1.433.117.882 130,28% 2013 3.500.000.000 1.674.990.782 47,86%

Berdasarkan realisasi premi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office dalam sepuluh tahun terakhir, menunjukkan bahwa kinerja dari


(18)

seorang pemimpin berbeda-beda. Penilaian terhadap kinerja seorang pemimpin tidak hanya diukur pada realisasi premi yang didapat, lebih dari itu kinerja seorang pemimpin dapat dilihat juga dari kemampuan pemimpin tersebut untuk dapat mempengaruhi dan mengarahkan kelompok/organisasi menuju pencapaian sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan visi dan misi yang dibuat oleh perusahaan.

Masuknya perusahaan asuransi asing yang bermodal besar seperti Allianz dan Prudential menambah peta persaingan bisnis asuransi jiwa di Indonesia. Hal

tersebut akan mempengaruhi kinerja perusahaan asuransi lokal seperti PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dalam hal merebut pangsa pasar asuransi jiwa di

Indonesia. Untuk menghadapi persaingan yang semakin pesat tersebut, maka pemimpin organisasi harus memiliki kompetensi dalam memimpin organisasinya. Untuk itu seorang pemimpin harus dapat mengembangkan gaya kepemimpinan yang mampu meningkatkan kinerja bawahannya. Sisi kekuatan internal lainnya yaitu budaya organisasi dapat menjadi suatu keunggulan kompetitif yang utama apabila budaya organisasi mendukung strategi dari perusahaan secara tepat sesuai dengan tujuan perusahaan yang telah di tetapakan dalam visi dan misi perusahaan. . Oleh karena itu menjadi sangat penting mengkaji bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan dalam sebuah organisasi terkait dengan budaya organisasi yang pada studi kasus ini diambil pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office.

1.2. Rumusan Masalah

PT Asuransi Jiwasraya (Persero) merupakan suatu badan usaha milik pemerintah yang bergerak dalam bidang asuransi jiwa dan kesehatan. Dan PT Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office merupakan salah satu kantor di area regional Jabodetabek yang memiliki satuan tugas kerja yang berbeda dengan kantor regional yang lain. Hal ini dapat dilihat dari segmentasi pasar dan target dari kantor PT Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office adalah nasabah corporate atau perusahaan, yang dalam bahasa asuransinya disebut pertanggungan kumpulan. Mengingat nasabah dari PT Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office merupakan nasabah corporate, maka target premi yang dibebankan oleh kantor pusat pun sangat tinggi yaitu 3.5 trilliun untuk tahun 2013 dan 1.17 triliun


(19)

ditahun 2014. Untuk mencapai target tersebut, maka diperlukan suatu kerjasama tim yang dibangun dari sebuah budaya organisasi yang ada dipadu dengan kualitas gaya kepemimpinan seorang Regional Manager untuk membawa perusahaan mencapai tujuan yang diinginkan.

Mengingat budaya organisasi merupakan salah satu komponen yang penting dalam pelaksanaan gaya kepemimpinan, maka budaya organisasi yang kuat, dapat memberikan kemudahan seorang pemimpin dalam mengarahkan, mengatur dan mengambil setiap keputusan yang dibuat agar tujuan dan target yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan maksimal.

Berdasarkan kajian latar belakang diatas masalah yang akan menjadi dasar penelitian ini adalah :

1. Bagaimana Gaya Kepemimpinan yang diterapkan pada PT. Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office?

2. Bagaimana kondisi Budaya Organisasi yang tercipta di PT. Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office ?

3. Bagaimana pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Budaya Organisasi pada PT. Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi Gaya Kepemimpinan yang diterapkan pada PT. Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office.

2. Mengidentifikasi Budaya Organisasi yang diterapkan pada PT Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office.

3. Menganalisis pengaruh Gaya Kepemimpinan dengan Budaya Organisasi di PT Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Bagi pihak perusahaan, penelitian ini dapat dijadikan acuan bagaimana

pentingnya komunikasi dalam membina hubungan antara atasan dengan bawahan sehingga terciptanya iklim kerja yang kondusif.


(20)

2. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan pengetahuan yang memiliki preferensi untuk meneliti kasus yang serupa.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memfokuskan pada penerapan gaya kepemimpinan serta budaya organisasi yang ada. Variabel-variabel pada penelitian adalah gaya kepemimpinan dan budaya organisasi yang tercipta di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office. Indikator penelitian untuk gaya kepemimpinan adalah gaya kepemimpinan Kharismatik, Transformasional, Situasional Telling, Selling, Participative dan Delegating. Sedangkan indikator untuk budaya organisasi adalah Clan, Adocrachy, Hierarchy, dan Market.


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepemimpinan

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan

Istilah kepemimpinan adalah kata yang diambil dari kata-kata yang umum disepakati dan merupakan gabungan dari kata ilmiah yang tidak di definisikan kembali secara tepat. Disamping itu juga terdapat hal-hal yang membingungkan karena adanya penggunaan istilah lain seperti kekuasaan, wewenang, manajemen, adminsitrasi, pengendalian dan supervisi yang juga menjelaskan hal yang sama dengan kepemimpinan.

Berbagai pendapat mengenai pengertian tentang kepemimpinan antara lain sebagai berikut: Kepemimpinan adalah kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi, dan membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya demi efektivitas dan keberhasilan organisasi. Menurut Rivai (2003), definisi kepemimpianan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, dan mempengaruhi perilaku untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian, dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi. Sedangkan menurut Boles (1980), mendefinisikan kepemimpinan sebagai berikut : “Leadership is a process, or series of action, in which one or more person exert influence, authority, or power over one or more others in moving social system toward one or more of primary system goals”.

Kepemimpinan suatu proses atau sejumlah tindakan dimana satu orang atau lebih (pemimpin) menggunakan pengaruh, wewenang, atau kekuasaan terhadap satu atau lebih orang lain (pengikut) dalam menggerakan sistem sosial untuk mencapai satu atau lebih system sosial. Sementara itu menurut Hasibuan (2007), yang mengatakan bahwa kepemimpinan adalah cara seseorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Kunci utama dari definisi ini adalah


(22)

kepemimpinan melibatkan hubungan pengaruh yang mendalam, yang terjadi diantara orang-orang yang menginginkan perubahan secara signifikan dan perubahan tersebut mencerminkan tujuan yang dimiliki bersama oleh pemimpin dan pengikutnya. Pengaruh (influence) dalam hal ini berarti hubungan diantara pemimpin dan pengikut sehingga bukan sesuatu yang pasif, tetapi merupakan status hubungan timbal balik dan tanpa paksaan. Dengan demikian kepemimpinan itu sendiri merupakan suatu proses yang saling mempengaruhi yang diharapkan dapat menciptakan status perubahan yang signifikan bukan mempertahankan status quo. Kepemimpinan merupakan aktivitas orang-orang yang terjadi diantara orang-orang dan bukan yang terjadi untuk orang-orang sehingga kepemimpinan melibatkan pengikut (followers). Proses kepemimpinan juga melibatkan keinginan dan niat, keterlibatan yang aktif antara pemimpin dan pengikut untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Sebagian besar definisi tentang kepemimpinan seperti apa yang di kemukakan oleh para pakar, mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan berkaitan dengan proses yang disengaja dari seseorang untuk menekankan pengaruhnya yang kuat terhadap orang lain untuk membimbing, membuat struktur, memfasilitasi aktivitas dan hubungan di dalam kelompok atau organisasi. Beberapa definisi lain dari kepemimpinan yang telah diusulkan tidak terlihat kesamaanya. Definisinya berbeda dengan berbagai hal, termasuk siapa yang bisa menanamkan pengaruhnya, maksud tujuan dari pengaruh itu, cara menanamkan pengaruh, dan hasil dari pengaruh itu sendiri. Perbedaan ini bukan hanya pada masalah perbedaan pandangan ilmiah saja. Tetapi perbedaan yang memperlihatkan ketidaksetujuan yang mendalam mengenai identifikasi pemimpin dan proses kepemimpinan.

2.1.2 Teori Kepemimpinan

Leader adalah seorang pemimpin yang mempunyai sifat-sifat kepemimpinan dan kewibawaan (personality authority). Falsafah kepemimpinnya bahwa pemimpin adalah untuk bawahan dan milik bawahan. Pelaksanaan kepemimpinannya cenderung menumbuhkan kepercayaan, partisipasi, loyalitas, dan internal motivasi para bawahan dengan cara persuasif. Hal ini semua akan diperoleh karena kecakapan, kemampuan, dan perilakunya. Head adalah seorang pemimpin yang dalam melaksanakan kepemimpinannya hanya atas kekuasaan


(23)

(power) yang dimilikinya. Falsafah kepemimpinannya bahwa bawahan adalah untuk pimpinan. Pemimpin menganggap dirinya paling berkuasa, paling cakap, sedangkan bawahan hanya dianggap pelaksana kputusan-keputusan saja. Pelaksanaan kepemimpinannya dengan memberikan instruksi/perintah-perintah, ancaman hukuman, dan pengawasan yang ketat.

Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat (characteristic) yang tampak. Pendekatan kedua bermaksud menigdentifikasikan perilaku-perilaku (berhaviors) pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang memiliki sifat-sifat tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok apapun di mana dia berada. Pemikiran dan penelitian sekarang mendasarkan pada pendekatan ketiga, yaitu pandangan situasional tentang kepemimpinan. Pandangan ini menganggap bahwa kondisi yang menentukan efektivitas kepemimpinan bervariasi sesuai dengan situasi dan tugas-tugas yang dilakukan, keterampilan dan pengharapan bawahan, lingkungan organisasi, pengalaman masa lalu pemimpin dan bawahan dan sebagainya. Dengan demikian ketiga faktor pendekatan tersebut yang merupakan faktor yang mempengaruhi kepemimpinan. 2.1.3 Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan, mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Menurut Rivai (2009), gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan startegi yang disukai dan sering diterapkan ole seorang pemimpin.

Sedangkan menurut Hersey dan Blanchard (1982), berpendapat bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard (1982) mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s)., yang dapat dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s).


(24)

Menurut Hersey dan Blanchard (1982), pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.

Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard (1982), adalah suatu keadaan yang kondusif di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan.

Selain itu ada beberapa gaya kepemimpinan yang secara singkat akan dipilih yang relevan dengan penelitian ini antara lain :

A. Gaya Kepemimpinan Kontinum

Gaya kepemimpinan model Tannenbaum dan Warren (1958), dalam analisisnya menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan dapat di deskripsikan secara kontinum mulai dari dominasi pengaruh seorang pemimpin sampai dengan kebebasan orang yang dipimpinnya. Antara dominasi dan kebebasan memiliki pengaruh seorang pimpinanya akan diikuti makin kecil kebebasan pengikutnya, sebaliknya jika kebebasan pengikut besar, maka dominasi pengaruh pimpinannya kecil. Mereka memandang bahwa unsur paling penting yang dapat mempengaruhi gaya kepemimpinan adalah :


(25)

• Faktor-Faktor yang ada dalam kepribadian manager, termasuk di dalamnya system nilai, rasa yakin terhadap bawahan, latar belakang pengetahuan dan pengalamannya.

• Faktor-Faktor yang ada di bawahan yang mempengaruhi perilaku manager.

• Faktor-Faktor situasi, seperti nilai dan tradisi organisasi, seberapa efektif bawahan bekerja dalam suatu unit, hakikat masalah, apakah wewenang untuk menangani masalah itu dapat didelegasikan dengan aman atau tidak, dan adanya desakan waktu.

B. Gaya Kepemimpinan Situasional

Merupakan suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa semua kepemimpinan tergantung kepada keadaan atau situasi. Situasi adalah gelanggang yang perlu bagi pemimpin untuk beroperasi. Bagi sebagian besar manager, situasi menentukan keberhasilan atau kegagalan, tetapi adalah keliru untuk selalu menyalahkan situasi.

Teori Situasional dari Hersey & Blanchard (1982), ini berfokus pada karakteristik kematangan bawahan sebagai kunci pokok situasi yang menentukan keefektifan perilaku seorang pemimpin. Menurut mereka bawahan memiliki tingkat kesiapan dan kematangan yang berbeda-beda, sehingga pemimpin harus mampu menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar sesuai dengan situasi kesiapan dan kematangan bawahan.

Kematangan bawahan (maturity) adalah bukan kematangan secara psychologis melainkan menggambarkan kemauan dan kemampuan (willingness and ability) anggota dalam melaksanakan tugas masing-masing termasuk tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas tersebut juga kemauan dan mengarahkan diri sendiri. Jadi variabel kematangan yang dimaksud adalah kematangan dalam melaksanakan tugas masing-masing tidak berarti kematangan dalam segala hal. Kematangan individu dalam teori kepemimpinan situasional Hersey & Blanchard dibedakan dalam 4 kategori kematangan yaitu :

M1 : Tingkat Kematangan Anggota Rendah

Ciri-cirinya adalah anggota tidak mampu dan tidak mau melaksanakan tugasnya, maksudnya kemampuan anggota dalam melaksanakan tugas rendah dan anggota tersebut tidak mau bertanggung jawab. Penyebabnya tugas dan


(26)

jabatan yang dijabat memang jauh di atas kemampuanya, kurang mengerti apa kaitan antara tugas dan tujuan organisasi, mempunyai sesuatu yang diharapkan tetapi tidak sesuai dengan ketersediaan dalam organisasi.

M2: Tingkat Kematangan Anggota Rendah ke Sedang atau Moderat Rendah.

Ciri – cirinya yaitu anggota tidak mampu melaksanakan tetapi mau bertanggung jawab, yaitu walaupun kemampuan dalam melaksanakan tugasnya rendah tetapi memiliki rasa tanggung jawab sehingga ada upaya untuk berprestasi. Mereka yakin akan pentingnya tugas dan tahu pasti tujuan yang akan dicapai. Penyebabnya anggota belum berpengalaman atau mengikuti pelatihan dan pendidikan tetapi memiliki motivasi yang tinggi, menduduki jabatan baru dimana semangat tinggi tetapi bidangnya baru dan selalu berupaya mencapai prestasi, punya harapan yang sesuai dengan ketersediaan yang ada dalam organisasi.

M3: Tingkat Kematangan Anggota Sedang ke Anggota Tinggi atau Moderat Tinggi.

Ciri-cirinya yaitu anggota mampu melaksanakan tetapi tidak mau dengan kata lain mereka mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas tetapi karena suatu hal tidak yakin akan keberhasilan sehingga tugas tersebut tidak dilaksanakan. Penyebabnya anggota merasa kecewa atau frustasi misalnya baru saja mengalami alih tugas dan tidak puas dengan penempatan baru.

M4: Tingkat Kematangan Anggota Tinggi.

Ciri-cirinya yaitu anggota mau dan mampu dengan kata lain kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas atau pun memecahkan masalah dan punya motivasi tinggi serta besar tanggung jawabnya. Mereka adalah yang berpengalaman dan punya kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas. Mereka mendapat kepuasan atas prestasinya dan yakin akan selalu berhasil.

Beragamnya tingkat kematangan anggota membuat seorang pemimpin memiliki macam-macam perlakuan yang berbeda pula sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi. Dalam model kepemimpinan situasional ada beberapa hal yang menjadi dasar melaksanakan yaitu :

• Kadar bimbingan dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin (Perilaku Tugas).


(27)

• Kadar dukungan sosio emosional yang disediakan oleh pemimpin (Perilaku Hubungan).

• Tingkat escapan atau kematangan yang diperlihatkan oleh anggota dalam melaksanakan tugas dan fungsi mereka dalam mencapai tujuan tertentu.

Menurut Hersey & Blanchard (1982), ada empat gaya Kepemimpinan yang harus diadopsi dan disesuaikan dengan 4 karakter kesiapan dan kematangan bawahan. Empat gaya kepemimpinan situasional dalam teori ini adalah :

a. Gaya S1 : Memberikan tahu (telling). Gaya ini ditandai dengan komunikasi satu arah, bersifat instruksi-instruksi yang mengarahkan bawahan secara ketat di dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

b. Gaya S2 : Mempromosikan (selling). Gaya ini ditandai dengan komunikasi dua arah dari pemimpin, walaupun masih memberikan pengarahan tetapi pemimpin meminta masukan dari bawahan sebelum membuat keputusan. Pemimpin Juga memberikan dukungan sosioemosional agar bawahan turut bertanggung jawab dalam pekerjaanya.

c. Gaya S3 : Berpartisipasi (participating). Pemimpin selalu melibatkan bawahan untuk berpartisipasi di dalam setiap aktivitas kerja.

d. Gaya S4 : Mendelegasikan (delegating). Gaya ini ditandai dengan kebebasan dan pendelegasian tugas serta wewenang yang luas kepada bawahan. Pemimpin hanya memberikan sedikit pengarahan dan pengawasan, karena kemampuan dan keahlian bawahan sangat tinggi dalam menyelesaikan tugasnya dengan efektif dan efesien. Menurut Siagian (2005), gaya kepemimpinan dapat dikategorikan menjadi lima tipe, yaitu

1. Gaya Otokratik yang dalam hal pengambilan keputusan, seorang manajer yang otokratik akan bertindak sendiri, menggunakan pendekatan formal dalam pemeliharaan hubungan, gaya otokratik berpendapat bahwa para bawahanya mempunyai tingkat kedewasaan lebih rendah dari pada pemimpin.


(28)

2. Gaya Paternalistik yaitu kepemimpinan yang menunjukkan kecenderungan pengambilan keputusan sendiri dan berusaha menjualnya kepada bawahan, memperlakukan bawahanya sebagai orang yang belum dewasa, dan berorientasi terhadap penyelesaian tugas dan hubungan baik dengan bawahan.

3. Gaya Kharismatik dalam pengambilan keputusan dapat bersifat otokratik dan demokratis. Orientasi gaya kepemimpinan kharismatik mengedepankan hubungan dengan bawahan yang orientasi relasional bukan kekuasaan dan berusaha agar tugas-tugas terselenggara dengan sebaik-baiknya.

4. Gaya Laissez faire mempunyai karakteristik yang paling menonjol terlihat pada gayanya yang santai dalam memimpin organisasi. Dalam hal pemeliharaan hubungan dengan bawahanya, gaya kepemimpinan ini pada umumnya sangat mementingkan orientasi yang sifatnya relasional.

5. Gaya Demokratik dianggap paling ideal. Karakteristik dari gaya kepemimpinan demokratik terlihat dari hal pemeliharaan hubungan yang menekankan hubungan serasi dengan bawahan, memperlakukan bawahan sebagai orang yang dewasa, dan menjaga keseimbangan orientasi penyelesaian tugas-tugas dan orientasi hubungan yang sifatnya relasional.

Menurut Robbins (2003), pada teori Neokharismatik terdapat tiga macam gaya kepemimpinan, yaitu :

1. Kepemimpinan Kharismatik adalah kepemimpinan yang muncul karena atribusi yang diberikan oleh pengikutnya dari kemampuan seorang pemimpin yang heroik. Pemimpin kharismatik memiliki lima ciri, yaitu memiliki visi, mau mengambil resiko dalam melaksanakan visi, peka terhadap keadaan lingkungan dan pengikutnya, dan mempunyai perilaku yang tidak biasa. Sejalan dengan pendapat diatas menurut Anom (2008), kharisma merupakan sebuah atribusi yang berasal dari proses interaktif antara pemimpin dan pengikut. Atribut-atribut karisma antara lain rasa percaya diri, keyakinan yang kuat, sikap tenang, kemampuan


(29)

berbicara, dan yang penting adalah atribut-atribut dan visi pemimpin relevan dengan kebutuhan pengikut.

2. Kepemimpinan Transformasional menurut Robbins (2003), pemimpin transformasional adalah pemimpin yang mencurahkan perhatian pada kebutuhan pengembangan diri pengikut, mengubah paradigma pengikut terhadap masalah dengan cara-cara baru, dan mempunyai kemampuan untuk memotivasi pengikut dalam mencapai tujuan. Menurut Anom (2008), pemimpin transformasi merupakan pemimpin yang mengarahkan pengikutnya kepada cita-cita dan nilai nilai moral yang tinggi.

3. Kepemimpian Visioner menurut Robbins (2003), kepemimpinan visioner merupakan kemampuan untuk menciptakan suatu visi yang realistis, dapat dipercaya, dan atraktif dengan masa depan organisasi. Keterampilan yang dimiliki oleh pemimpin visioner adalah kemampuan menjelaskan visi kepada orang lain, mampu mengungkapkan visi dalam kepemimpinanya, dan mampu memperluas visi pada konteks kepemimpinan yang berbeda.

2.2. Budaya Organisasi

2.2.1 Konsep Budaya Organisasi.

Tampaknya terdapat kesepakatan yang luas bahwa budaya organisasi mengacu ke system makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila diamati dengan lebih seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu. Riset paling baru mengemukakan tujuh karakteristik primer yang menangkap hakikat dari budaya organisasi, yaitu :

1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana para karyawan didorong agar inovatif dan mengambil resiko.

2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian terhadap detail.


(30)

3. Orientasi hasil Sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukanya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.

4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang di dalam organisasi.

5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasarkan tim, bukannya berdasar individu.

6. Keagresifan. Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai.

7. Kemantapan. Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo bukannya pertumbuhan.

Setiap karakterisik tersebut berada pada kontinum dari rendah ke tinggi. Maka dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran gabungan atas budaya organisasi itu (Robbins, 2003)

Sementara itu Ravasi dan Schultz (2006), menyatakan bahwa budaya organisasi adalah kumpulan dari asumsi-asumsi pemikiran yang menjadi panduan untuk menginterpretasikan sesuatu serta bertindak dalam suatu organisasi dengan cara-cara yang pantas. Pada waktu yang bersamaan, sebuah perusahaan juga dapat memiliki budaya uniknya sendiri. Pada organisasi yang lebih besar, terkadang terdapat perbedaan budaya atau bahkan konflik budaya yang lahir karena perbedaan karakteristik pada manajemen perusahaan. Budaya organisasi dapat memiliki dua aspek, positif dan negatif. Sedangkan Van der Post, et all mengartikan budaya organisasi sebagai sekumpulan nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, dan tingkah laku yang membentuk identitas inti dari organisasi dan membantu membentuk karyawan agar sesuai dengan keinginan organisasi. Dengan banyaknya pengertian mengenai budaya organisasi, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa budaya organisasi itu merupakan sekumpulan nilai-nilai serta kepercayaan dan tingkah laku yang di pegang teguh oleh setiap individu dalam organisasi tersebut yang akan membuat organisasi tersebut berbeda dengan organisasi lainnya.


(31)

2.2.2 Fungsi Budaya Organisasi.

Budaya menjalankan sejumlah fungsi di dalam organisasi. Pertama, budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. Kedua, budaya memberikan rasa identitas ke anggota-anggota organisasi, ketiga budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas dari pada kepentingan diri pribadi seseorang. Keempat, budaya itu meningkatkan kemantapan system sosial. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Akhirnya, budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.

Peran budaya dalam mempengaruhi perilaku karyawan tampaknya makin penting di tempat kerja dewasa ini. Dengan telah dilebarkanya rentang kendali, didatarkanya struktur, diperkenalkanya tim-tim, dikuranginya formalisasi, dan diberdayakanya karyawan oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang diarahkan kearah yang sama. 2.2.3 Pembentuk Budaya Organisasi

Deal dan Kennedy dalam bukunya Corporate Culture : The Roles and Ritual of Corporate (Pabundu, 2010) membagi lima unsur pembentuk budaya sebagai berikut :

a. Lingkungan usaha

Tanggapan yang tepat terhadap berbagai peluang yang ada di lingkungan serta tantangan yang ada menentukan kelangsungan hidup organisasi itu sendiri. Dalam organisasi public misalnya tantangan yang ada dari luar adalah tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang memuaskan, teknologi yang semakin canggih, serta ilmu pengetahuan yang semakin berkembang. Sehubungan dengan adanya tantangan – tantangan tersebut maka organisasi harus melakukan berbagai tindakan seperti mengeluarkan kebijakan mengenai Standar Pelayanan Minimum atau melakukan inovasi.


(32)

b. Nilai – Nilai.

Nilai – nilai adalah keyakinan dasar yang dianut oleh sebuah organisasi, bisa berupa slogan atau motto. Setiap perusahaan / rganisasi memiliki nilai nilai sebagai pedoman dalam berpikir dan bertindak untuk mencapai cita cita / tujuan organisasi.

c. Pahlawan

Pahlawan adalah tokoh yang dipandang berhasil mewujudkan nilai – nilai budaya ke dalam kehidupan organisasi secara nyata. Pahlawan bisa berasal dari pendiri organisasi, manajer kelompok organisasi atau individu. Para pahlawan tersebut merupakan idola yang patut diikuti oleh karyawan lainnya dan bisa menumbuhkan idealism, semangat dan tempat mencari petunjuk bila terjadi konflik dalam organisasi. d. Ritual

Stephen P Robbins (1993), mendefinisikan ritual sebagai deretan berulang dari kegiatan yang mengungkapkan dan memperkuat nilai – nilai utama organisasi, tujuan apa yang paling ingin dicapai serta orang – orang mana yang penting dan mana yang dapat dikorbankan.

e. Jaringan Budaya

Jaringan budaya adalah jaringan komunikasi informal yang pada dasarnya merupakan saluran komunikasi primer. Fungsi dari jaringan budaya adalah menyalurkan informasi dan member interpretasi terhadap informasi. Melalui jaringan informal, keberhasilan organisasi diceritakan dari waktu ke waktu. Sebagai cara berkomunikasi informal, jaringan budaya merupakan pembawa nilai – nilai budaya dan mitologi kepahlawanan.

2.3. Organizational Culture Assessment Instrument (OCAI) 2.3.1 Definisi dan Tujuan OCAI

Organizational Culture Assessment Instrument (OCAI) merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi budaya pada suatu organisasi. Mengidentifikasi budaya pada suatu organisasi tentu bukanlah hal yang mudah, hal ini disebabkan karena budaya mempunyai komponen terwujud yang justru menjadi inti dari budaya organisasi itu sendiri (diacu dari Schein dalam Munir,


(33)

2006). Cameron dan Kim yang diacu dalam Munir (2006) mengembangkan

Competing Value Framework (CVF) yang diharapkan dapat membantu para peneliti mengidentifikasikan budaya pada sebuah organisasi.

CVF terdiri dari dua dimensi, dimensi pertama mendefinisikan kriteria efektif yang menekankan pada keluwesan, diskresi dan dinamis, dengan - kriteria yang menekankan pada kestabilan, keteraturan, dan pengendalian. Dimensi yang kedua mendiferensiasi kriteria efektif yang menekankan pada orientasi pada lingkungan eksternal perusahaan, keunikan atau inovasi, dan persaingan. Kedua dimensi secara bersama–sama akan memberikan empat alternatif budaya organisasi yaitu hierarcy, clan, adhocracy, dan market.

Karakteristik yang diwakili oleh setiap budaya organisasi adalah sebagai berikut :

a. Hierarcy Culture

Budaya ini dicirikan dengan tempat kerja yang terstruktur. Prosedur baku menentukan apa yang harus dilakukan anggota organisasi. Pemimpin yang efektif adalah coordinator yang baik. Memelihara kelancaran di perusahaan adalah yang sangat terpenting.

b. Clan culture

Budaya organisasi clan dicirikan dengan tempat kerja yang menyenangkan, seperti sebuah keluarga besar. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mampu menjalankan peran mentor, bahkan sebagai orang tua bagi bawahannya. Perekat dalam organisasi ini adalah loyalitas dan tradisi.

c. Adhocracy Culture

Pada model ini adhocracy ini dicirikan dengan tempat kerja yang dinamis, kreatif, dan entrepreneurial. Pemimpin yang efektif adalah mereka yang mempunyai visi jauh kedepan, inovatif, dan berani mengambil resiko. Perekat di organisasi ini adalah komitmen pada peluang untuk melakukan ekperimen dan inovasi terus menerus. d. Market Culture

Budaya organisasi market dicirikan sebagai tempat kerja yang berorientasi pada hasil. Pemimpin yang efektif adalah mereka yang keras hati , suka bekerja keras, dan gesit. Perekat dalam organisasi ini


(34)

adalah keinginan untuk memenangkan persaingan. Kriteria sukses biasanya dilihat dari pangsa pasar dan posisi bersaing.

2.3.2 Manfaat OCAI

Menurut Cameron dan Kim yang diacu dalam Munir (2006), Manfaat dari Organizational Culture Assessment Instrument (OCAI) adalah sebagai berikut :

• Menyoroti dan membedakan keunikan budaya yang benar-benar ada dalam organisasi.

• Responden yang terlibat dalam penelitian dipaksa untuk memikirkan keseimbangan penilaian budaya (trade-offs) yang secara nyata ada dalam organisasi.

Kelemahan dalam OCAI adalah tidak menghasilkan respons yang idependen (karena adanya paksaan untuk memikirkan keseimbangan penilaian budaya / trade offs tersebut).

2.4. Penelitian Terdahulu

Siregar (2006) dalam skripsinya yang berjudul Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Kepuasan Kerja Karyawan pada Bagian produksi PT Unitex Tbk, berpendapat bahwa terdapat tiga gaya kepemimpinan pada bagian PT Unitex Tbk, yaitu Instruksi, Konsultasi dan Partisipasi. Apabila dihubungkan dengan antara gaya kepemimpinan dengan kepuasan kinerja karyawan ternyata tidak ada hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja, kecuali kepuasan terhadap pengakuan. Gaya kepemimpinan konsultasi maupun partisipasi tidak mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Hal ini disebabkan oleh budaya organisasi yang bersifat kekeluargaan dan setiap atasan maupun karyawan harus mematuhi peraturan yang telah ditetapkan perusahaan.

Nujib (2009), dalam skripsinya yang berjudul Peranan Pemimpin dalam Mengembangkan Budaya Organisasi pada Perum Pegadaian (Persero) Cabang Paciran Lamongan Jawa Timur, menyatakan bahwa budaya organisasi di perum Pegadaian cabang Paciran Lamongan cukup baik, Perilaku pemimpin terhadap bawahan dalam interaksi sehari-hari sangat intensif, dan di dalam perum pegadaian paciran lamongan tumbuh suatu budaya yang merupakan pedoman bagi anggota-anggota organisasi di dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Oleh karena itu pemimpin Perum Pegadaian Paciran Lamongan menerapkan filosofi


(35)

yang tercermin dari logo Perum Pegadaian sebagai dasar pengembangan budaya organisasi.

Anzalnaa (2003), dalam skripsinya yang menganalisis hubungan gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala bagian unit prouksi dan pemasaran pupuk kompos PT Sang Hyang Seri adalah kombinasi delegasi-konsultatif. Hubungan gaya kepemimpinan delegating-konsultatif yang signifikan dengan kemampuan kerja bawahan adalah melaksanakan tugas atau pekerjaan pencapaian target dan keinginan untuk meningkatkan kemampuan. Adapun saran yang dapat diberikan bagi perusahaan adalah pimpinan yang diharapkan dapat mengkombinasikan gaya kepemimpinan delegatif yang selama ini dominan diterapkan dengan gaya kepemimpinan partisipatif untuk dapat memberikan kualitas hubungan dengan bawahan.

Saleh (2009), dalam tesisnya yang berjudul Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Pola Komunikasi Organisasi dengan pembetukan Modal Sosial BEM IPB, menyatakan bahwa dalam organisasi BEM IPB sudah terbentuk modal sosial. Komponen modal sosial yang paling dominan dalam BEM IPB adalah kepercayaan. Selain itu, terdapat hubungan nyata antara gaya kepemimpinan delegatif, gaya kepemimpinan konsultatif dengan kepercayaan dan norma sosial anggota BEM IPB.


(36)

III . METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Setiap perusahaan pada dasarnya akan selalu berusaha untuk tetap bertahan di level tertinggi dalam menjalankan strategi bisnis usahaanya. Salah satu cara yang digunakan untuk tetap dapat bertahan adalah dengan memacu tingkat produktivitas secara efektif dan efesien di setiap elemen yang berada dalam perusahaan tersebut baik itu elemen internal maupun eksternal, sehingga pencapaian target yang ditetapkan perusahaan dapat terealisasikan.

Untuk mencapai level tertinggi tersebut, diperlukan seorang pemimpin yang memiliki kemampuan dan intelegensi yang tinggi untuk mencapai tujuan perusahaan yang diharapkan. Setiap pemimpin dalam perusahaan akan memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda. Pemimpin perusahaan akan mentransfer beberapa nilai seperti penekanan kelompok, bagaimana cara memotivasi karyawan agar lebih produktif, toleransi terhadap resiko dan sebagainya. Sementara itu para karyawan akan membentuk persepsi dalam benak mereka secara subyektif mengenai dasar-dasar nilai yang ada dalam organisasi sesuai dengan nilai-nilai yang telah disampaikan oleh pemimpin perusahan sesuai dengan gaya kepemimpinanya.

Gaya kepemimpinan merupakan implementasi dari seorang pemimpin yang mampu menilai secara realistis kendala lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat perubahan Robbins (2003). Sehingga gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh terhadap faktor-faktor lain yang ada di dalam organisasi. Salah satu faktor yang dipengaruhi adalah budaya organisasi.

Budaya organisasi merupakan informalisasi satuan nilai dan norma yang menjadi alat control bagi karyawan di dalam organisasi dalam berinteraksi dengan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal. Sejalan dengan yang dikemukakan Jennifer & Gareth (1996), menyatakan tentang konsep dari suatu budaya organisasi adalah informalisasi dari satuan nilai dan norma sebagai alat kontrol bagi langkah-langkah karyawan dan kelompoknya di dalam organisasi untuk berinteraksi secara agresif, cepat dan mudah dengan yang lainnya serta dengan orang di luar organisasi, sebagai pelanggan atau pemasok. Selain itu


(37)

konsep dari suatu budaya organisasi adalah pertimbangan penggunan nilai, simbol, dan beberapa faktor budaya berkomunikasi kepada karyawan dalam mencapai tujuan organisasi. Adapun nilai-nilai yang mendasari kinerja perseroan terutama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) adalah sebagai berikut :

1. Integritas: melekat dengan pengetahuan tentang benar dan salah, kemampuan untuk menghindari kekeliruan, kesalahan dan kemauan untuk berdiri tegak demi kebenaran.

2. Kompetensi: memiliki pemahaman bahwa setiap karyawan Jiwasraya memiliki semangat untuk maju, rasa tanggung jawab serta keinginan yang kuat untuk selalu mengambil inisiatif dan melakukan pengembangan diri menjadi karyawan yang dari waktu ke waktu meningkat kompetensinya.

3. Customer Oriented atau berorientasi kepada pelanggan berarti mendengarkan’ pelanggan, mengenali, memenuhi dan melebihi kebutuhan mereka; mengantisipasi kebutuhan mereka di masa datang. Memiliki makna menyesuaikan apa yang kita lakukan dan bagaimana kita melakukannya sesuai dengan ekspektasi pelanggan.

4. Business Oriented atau berorientasi ke bisnis berarti: mengerti dan paham benar bagaimana bisnis bekerja, bagaimana prinsip menciptakan dan mengambil kesempatan, mengelola risiko, mengambil inisiatif, cepat dan tanggap terhadap peluang bisnis, mengerti akan konsekuensi untung rugi dalam jangka pendek dan jangka panjang.

Merujuk pada analisa dari kerangka pemikirian diatas, bahwa pengaruh gaya kepemimpinan terhadap budaya organisasi haruslah dianalisa secara tepat dan benar agar mampu menghasilkan pertimbangan-pertimbangan yang dibutuhkan dalam setiap pengambilan keputusan secara manajerial sehingga tujuan dari perusahaan dapat tercapai dalam waktu dekat. Dan seperti yang telah dikomitmenkan oleh pihak manejemen PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office, bahwa budaya organisasi yang sudah ada diarahkan secara bersama untuk lebih bersinergi lagi dalam jangka waktu 1 hingga 3 tahun mendatang . Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.


(38)

Gambar 1. Kerangka pemikiran 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian.

Penelitian ini dilakukan di kantor PT Asuransi Jiwasrya (Persero) Regional Office Jakarta III yang terletak di jalan Cikini Raya Jakarta Pusat. Penelitian Ini dilaksanakan dari bulan Agustus - September 2013.

3.3. Pengumpulan Data.

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

PT. Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office

Produktivitas Yang Efektif dan Efesien (Target premi yang dibebankan) Kepemimpinan

Gaya Kepemimpinan • Gaya Kepemimpinan Kharismatik • Gaya KepemimpinanTransformasional • Gaya Kepemimpinan Visioner • Gaya Kepemimpinan Situasional

Telling (Memberi Tahu) Selling (Mempromosikan) Participating (Partisipasi) Delegating (Pendelegasian)

Budaya Organisasi

Budaya Organisasi 1. Clan

2. Adocracy 3. Hierarchy 4. Market

Gambaran Penerapan Gaya Kepemimpinan Terhadap Budaya Organisasi PT Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Budaya Organisasi PT Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office

Rekomendasi serta langkah-langkah strategis perusahaan


(39)

3.3.1 Data Primer

Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan atau diperoleh dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran. Data primer dalam hal ini diperoleh berdasarkan hasil wawancara serta hasil penyebarak kuesioner yang telah dilakukan di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office. 3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain yang tidak langsung diperoleh peneliti dari subjek penelitiannya (Azwar, 1997). Dalam hal ini dokumen sekunder diperoleh melalui dokumen atau data instansi, Buku teks Manajemen Sumber Daya Manusia yang datanya masih relevan untuk digunakan sebagai literature, Hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan diteliti sebagai pertimbangan maupun perbandingan.

3.4. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara sensus kepada 40 responden. responden yang digunakan adalah jumlah keseluruhan pegawai yang ada dalam kantor PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office.

3.5. Pengolahan Data dan Analisis Data.

Pengolahan dan analisis data yang digunakan merupakan analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai pengaruh gaya kepemimpinan terhadap budaya organisasi.. Analisis kuantitatif berupa analisis dengan menggunakan metode analisis korelasi kanonikal.

3.5.1 Analisis Deskriptif

Teknik analisis statistik deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Contoh statistika deskriptif yang sering muncul adalah, tabel, diagram, grafik, dan besaran-besaran lain. Dengan Statistika deskriptif, kumpulan data yang diperoleh akan tersaji dengan ringkas dan rapi serta dapat memberikan informasi inti dari kumpulan data yang ada.

Pengukuran pernyataan mengenai Gaya Kepemimpinan terhadap Budaya Organisasi dari kuesioner yang diajukan kepada responden menggunakan analisis kuantitatif, walaupun peubahnya bersifat kualitatif yang membutuhkan


(40)

perhitungan matematis didalamnya. Setiap jawaban dari pernyataan diberi skor yang sesuai dengan jawaban, dimana skor tersebut disesuaikan dengan skala likert.

Skala Likert disebut juga summated rating scale. Skala Likert merupakan skala yang mengukur kesetujuan atau ketidaksetujuan seseorang terhadap serangkaian pernyataan berkaitan dengan keyakinan atau perilaku mengenai suatu obyek tertentu. Skala ini banyak digunakan karena memberi peluang kepada responden untuk mengekspresikan perasaan mereka dalam bentuk persetujuan terhadap suatu pernyataan. Responden yang mengisi pertanyaan tersebut dalam skala ordinal berbentuk verbal dalam jumlah kategori 4, dimana pada kuesioner ini tidak menggunakan kategori netral dalam analisis (Umar, 2005). Data yang diperoleh selanjutnya diolah untuk menghasilkan informasi mengenai variabel-variabel yang diteliti. Jawaban setiap item instrumen diberi nilai sebagai berikut:

a) Sangat Setuju (SS) Bobot skor 4

b) Setuju (S) Bobot skor 3

c) Tidak Setuju (TS) Bobot skor 2 d) Sangat Tidak Setuju (STS) Bobot skor 1

3.5.2 Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Uji validitas merupakan suatu derajat ketepatan alat ukur penelitian tentang isi atau arti sebenarnya yang diukur (Umar,2005). Dalam penelitian ini, alat pengukur yang digunakan adalah kuesioner. Menurut Anastasi dan Nunnally dalam Umar (2005), validitas dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis, yaitu validitas konstruk, validitas isi, dan validitas prediktif. Pengujian validitas pada penelitian ini menggunakan jenis penggukuran validitas construct-related, dengan metode pengukuran konsistensi inter-item, yakni validitas dihitung dengan melihat homogenitas indikator alat ukur dengan cara mengkorelasikan skor indikator dengan skor total menggunakan rumus sebagai berikut :


(41)

Keterangan:

r

xy = Korelasi antara variabel X dan Y

n = Jumlah responden X = Skor butir instrumen Y = Skor total item instrumen

= Jumlah skor X = Jumlah skor Y

Setelah semua korelasi untuk setiap pertanyaan dengan skor total diperoleh, selanjutnya nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai kritik.,jika nilai koefisien korelasi product moment dari suatu pertanyaan tersebut berada diatas nilai tabel kritik, maka pertanyaan tersebut signifikan. Sebuah kuesioner dinyatakan valid jika r-hit > r-tabel atau sig < dari alpha.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas (Keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuisioner.

Uji reliabilitas dapat dilakukan secara bersama-sama terhadap seluruh butir pertanyaan untuk lebih dari satu variabel, namun sebaiknya uji rebilitas sebaliknya dilakukan pada masing-masing variabel pada lembar kerja yang berbeda sehingga dapat dapat diketahui konstruk variabel mana yang tidak reliable. Reabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai cronbach’a Alpha > dari 0,60

...(2) Keterangan:

= Koefisien Alpha Cronbach K = Butir instrumen yang sahih

Σ = Jumlah ragam butir instrumen yang sahih = Ragam skor total


(42)

Sebelum diolah ke dalam rumus Alpha Cronbach terlebih dahulu harus diketahui jumlah butir instrumen, oleh karena itu maka digunakan rumus sebagai berikut:

... (3) Keterangan:

= Ragam skor total n = Jumlah responden X = Jumlah skor

Alpha Cronbach diukur berdasarkan skala alpha Cronbach 0 sampai 1 Jika skala itu itu dikelompok ke dalam lima kelas dengan range yang sama, maka ukuran ketepatan alpha dapat diinterpretasikan sebagai berikut :

o Nilai alpha Cronbach 0,00 s.d. 0,20, berarti kurang reliabel

o Nilai alpha Cronbach 0,21 s.d. 0,40, berarti agak reliabel

o Nilai alpha Cronbach 0,42 s.d. 0,60, berarti cukup reliabel

o Nilai alpha Cronbach 0,61 s.d. 0,80, berarti reliabel

o Nilai alpha Cronbach 0,81 s.d. 1,00, berarti sangat reliabel

Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan metode alpha Cronbach untuk menentukan apakah setiap instrumen reliabel atau tidak.

3.5.3 Analisis Korelasi Kanonikal (Canonical Correlation)

Analisis korelasi kanonikal merupakan teknik statistik yang mengkaji hubungan antara gugus variabel dependen dengan gugus variabel independen dan mengkaji struktur setiap gugus variabel baik independen maupun dependen. Dalam penelitian ini yang menjadi gugus peubah dependen (Y) adalah budaya organisasi dan yang menjadi gugus peubah independen (X) adalah gaya kepemimpinan. Analisis ini dilakukan untuk mencari indikator gaya kepemimpinan yang mempengaruhi budaya organisasi yang diamati berdasarkan empat indikator budaya organisasi yaitu budaya organisasi clan (Y1), budaya organisasi adhocrachy (Y2), budaya organisasi hierarchy (Y3), budaya organisasi market (Y4). Indikator gaya kepemimpinan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tujuh indikator yaitu gaya kepemimpinan kharismatik (X1), gaya kepemimpinan transformasional (X2), gaya kepemimpinan visioner (X3), gaya


(43)

kepemimpinan situasional telling (X4), gaya kepemimpinan selling (X5), gaya kepemimpinan participating (X6), gaya kepemimpinan delegating (X7).

Pada prinsipnya korelasi kanonik ini adalah membentuk suatu kombinasi linier dari setiap gugus peubah (dependen dan independen) sehingga korelasi diantara dua gugus tersebut menjadi maksimum.

3.5.4 Uji Hipotesis

Uji hipotesis ini untuk menentukan apakah benar-benar ada pengaruh positif antara Gaya Kepemimpinan terhadap Budaya Organisasi maka dirumuskan dalam hipotesis. Langkah-langkah dalam uji hipotesis adalah sebagai berikut:

1. Pengujian hipotesis dilakukan dengan syarat, yaitu: a. Jika t hitung > r tabel, maka Ho diterima, Ha ditolak

b. Jika t hitung < r tabel, maka Ho ditolak, Ha diterima 2. Menetapkan rancangan hipotesis statistik yang diajukan.

b. Ho : ρ = 0, Artinya tidak terdapat pengaruh gaya kepemimpinan (variabel X) terhadap budaya organisasi (variabel Y).

c. Ha : ρ ≠ 0, Artinya terdapat terdapat pengaruh gaya kepemimpinan (variabel X) terhadap budaya organisasi (variabel Y).

d. Analisis yang digunakan untuk menentukan Ho ditolak atau diterima dengan menggunakan rumus statistik uji t sebagai berikut:

2

1

2

r

n

r

t

=

... (4)

Keterangan:

t

= Probabilitas

r

= Koefisien korelasi Rank Spearman

n

= Banyaknya subjek atau responden e. Menentukan tingkat signifikansi

Tingkat signifikan α (level of significant) yang digunakan adalah 0,05 (5%) dengan derajat kebebasan (db = N-k).


(44)

Tingkat ini dipilih karena dinilai cukup ketat untuk mewakili dalam pengujian kedua variabel tersebut.

3.6. Hipotesis

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2006). Berdasarkan pada tinjauan pustaka yang telah dikemukakan diatas, berikut hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini.

Ho1: Gaya Kepemimpinan tidak berpengaruh signifikan terhadap Budaya Organisasi pada PT Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office.

Ha1: Gaya Kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap Budaya Organisasi pada PT Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office.

Ho2: Gaya Kepemimpinan Telling tidak berpengaruh signifikan terhadap Budaya Organisasi pada PT Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office.

Ha2: Gaya Kepemimpinan Telling berpengaruh signifikan terhadap Budaya Organisasi pada PT Asuransi Jiwasraya Jakarta III regional Office.

Ho3: Gaya Kepemimpinan Selling tidak berpengaruh signifikan terhadap Budaya Organisasi pada PT Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office

Ha3: Gaya Kepemimpinan Selling berpengaruh signifikan terhadap Budaya Organisasi pada PT Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office.

Ho4: Gaya Kepemimpinan Participating tidak berpengaruh signifikan terhadap Budaya Organisasi pada PT Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office.

Ha4: Gaya Kepemimpinan Participating berpengaruh signifikan terhadap Budaya Organisasi pada PT Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office


(45)

Ho5: Gaya Kepemimpinan Delegating tidak berpengaruh signifikan terhadap Budaya Organisasi pada PT Asuransi Jiwasraya Jakarta III regional Office

Ha5: Gaya Kepemimpinan Delegating berpengaruh terhadap Budaya Organisasi pada PT Asuransi Jiwasraya Jakarta III Regional Office.


(46)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Sejarah Singkat PT Asuransi Jiwasraya (Persero)

PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dibangun dari sejarah teramat panjang. Bermula dari NILLMIJ (Nederlandsch Indiesche Levensverzekering en Liffrente Maatschappij van 1859), tanggal 31 Desember 1859. Perusahaan asuransi jiwa yang pertama kali ada di Indonesia (Hindia Belanda waktu itu) didirikan dengan Akte Notaris William Hendry Herklots Nomor 185. Pada tahun 1957 perusahaan asuransi jiwa milik Belanda yang ada di Indonesia dinasionalisasi sejalan dengan program Indonesianisasi perekonomian Indonesia. Tanggal 17 Desember 1960 NILLMIJ van 1859 dinasionalisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1958 dengan merubah namanya menjadi PT Perusahaan Pertanggungan Djiwa Sedjahtera.

Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 214 tahun 1961, tanggal 1 Januari 1961, 9 (sembilan) perusahaan asuransi jiwa milik Belanda dengan inti NILLMIJ van 1859 dilebur menjadi Perusahaan Negara Asuransi Djiwa Eka Sedjahtera. Empat tahun kemudian tepatnya tanggal 1 Januari 1965 berdasarkan Keputusan Menteri PPP Nomor BAPN 1-3-24, nama Perusahaan negara Asuransi Djiwa Eka Sedjahtera diubah menjadi Perusahaan Negara Asuransi Djiwa Djasa Sedjahtera. Setahun kemudian tepatnya tanggal 1 Januari 1966, berdasarkan PP No.40 tahun 1965 didirikan Perusahaan Negara yang baru bernama Perusahaan Negara Asuransi Djiwasraja yang merupakan peleburan dari Perusahaan negara Asuransi Djiwa Sedjahtera.

Berdasarkan SK Menteri Urusan Perasuransian Nomor 2/SK/66 tanggal 1 Januari 1966, PT Pertanggungan Djiwa Dharma Nasional dikuasai oleh Pemerintah dan diintegrasikan kedalam Perusahaan Negara Asuransi Djiwasraja. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 1972, tanggal 23 Maret 1973 dengan Akta Notaris Mohamad Ali Nomor 12 tahun 1973, Perusahaan Negara Asuransi Djiwasraya berubah status menajdi Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Jiwasraya yang Anggaran Dasarnya kemudian diubah dan ditambah


(47)

dengan Akta Notaris Sri Rahayu Nomor 839 tahun 1984 Tambahan Berita Negara Nomor 67 tanggal 21 Agustus 1984 menjadi PT Asuransi Jiwasraya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995, diubah dan ditambah terakhir dengan Akta Notaris Imas Fatimah SH, Nomor 10 tanggal 12 Mei 1988 dan Akte Perbaikan Nomor 19 tanggal 8 September 1998 yang telah diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Nomor 1671 tanggal 16 Maret 2000 dan Akte Perubahan Notaris Sri Rahayu H.Prasetyo,Sh, Nomor 03 tanggal 14 Juli 2003 menjadi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Anggaran Dasar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Akta Notaris Netty Maria Machdar, SH. Nomor 74 tanggal 18 Nopember 2009 sebagaimana surat Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar Departemen Hukum dan Hal Azasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-AH.01.10.01078 tanggal 15 Januari 2010, dan Akta Nomor 155 tanggal 29 Agustus 2008 yang telah mendapatkan persetujuan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia sesuai Surat Keputusan Nomor AHU-96890.AH.01.02 tahun 2008 tanggal 16 Desember 2008.

4.1.2 Visi dan Misi PT Asuransi Jiwasraya (Persero)

1. Visi Perusahaan

Menjadi perusahaan yang terpercaya dan dipilih untuk memberikan solusi bagi kebutuhan asuransi dan perencanaan keuangan.

2. Misi Perusahaan

Misi Jiwasraya bagi Pelanggan

Selalu memberikan rasa aman, kepastian dan kenyamanan melalui solusi inovatif dan kompetitif bagi pelanggan atas kebutuhan asuransi dan perencanaan keuangan.

Misi Jiwasraya bagi Pemegang Saham

Menciptakan nilai pemegang saham (shareholder value creation) yang aktraktif melalui pengelolaan operasional dan investasi perusahaan yang berlandaskan prinsip – prinsip good corporate governance.


(48)

Misi Jiwasraya bagi Karyawan

Menjadi tempat pilihan untuk tumbuh dan berkembangnya karyawan menjadi professional yang memiliki integritas dan kompetensi di bidang asuransi dan perencanaan keuangan.

Misi Jiwasraya bagi Agen

Berkomitmen mengembangkan agen yang memiliki dedikasi, kemampuan dan integritas sehingga perusahaan menjadi tempat pilihan bagi agen yang ingin berkarier serta memiliki penghasilan tinggi.

Misi Jiwasraya bagi Masyarakat

Berpartisipasi mewujudkan peningkatan kesejahteraan melalui kontribusi dalam proses pembangunan masyarakat.

Misi Jiwasraya bagi Aliansi

Membangun kemitraan yang saling menguntungkan serta menciptakan sinergi bisnis untuk meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan. • Misi Jiwasraya bagi Distribusi

Meningkatkan penetrasi pasar dan kualitas pelayanan kepada pelanggan secara lebih efesien dan efektif melalui multiple distribution channel seperti Bancassurance, Direct Marketing dan Financial Planning

Misi Jiwasraya bagi Pemasok

Melakukan kerjasama dengan pemasok sesuai prinsip keterbukaan, fairness, saling menguntungkan dan berkembang sebagai partner in progress.

Misi Jiwasraya bagi Regulator

Mewujudkan praktek pengelolaan bisnis asuransi dan perencanaan keuangan yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku • Misi Jiwasraya bagi Penagih

Menjaga kemitraan dengan penagih yang memiliki integritas dan kompetensi dalam penagihan premi.


(49)

4.1.3 Core Value PT Asuransi Jiwasraya (Persero)

Adapun nilai-nilai utama yang mendasari kinerja perseroan adalah sebagai berikut :

1. Integritas: melekat dengan pengetahuan tentang benar dan salah, kemampuan untuk menghindari kekeliruan, kesalahan dan kemauan untuk berdiri tegak demi kebenaran.

2. Kompetensi: memiliki pemahaman bahwa setiap karyawan Jiwasraya memiliki semangat untuk maju, rasa tanggung jawab serta keinginan yang kuat untuk selalu mengambil inisiatif dan melakukan pengembangan diri menjadi karyawan yang dari waktu ke waktu meningkat kompetensinya.

3. Customer Oriented atau berorientasi kepada pelanggan berarti ‘mendengarkan’ pelanggan, mengenali, memenuhi dan melebihi kebutuhan mereka; mengantisipasi kebutuhan mereka di masa datang. Memiliki makna menyesuaikan apa yang kita lakukan dan bagaimana kita melakukannya sesuai dengan ekspektasi pelanggan.

4. Business Oriented atau berorientasi ke bisnis berarti: mengerti dan paham benar bagaimana bisnis bekerja, bagaimana prinsip menciptakan dan mengambil kesempatan, mengelola risiko, mengambil inisiatif, cepat dan tanggap terhadap peluang bisnis, mengerti akan konsekuensi untung rugi dalam jangka pendek dan jangka panjang.

4.1.4 Struktur Organisasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero)

PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional Office merupakan salah satu kantor regional dari 17 kantor yang ada di seluruh Indonesia. PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional office merupakan salah satu kantor regional yang difokuskan untuk menangani nasabah-nasabah corporate atau dalam bahasa asuransi biasa disebut nasabah kumpulan. Struktur organisasi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Jakarta III Regional terdiri dari seorang Regional Manager yang dibantu oleh 4 (empat) kepala bagian yang terdiri dari unit pertanggungan, operasional, ekskaso dan administrasi keuangan. Dari unit-unit tersebut seorang kepala bagian dibantu oleh beberapa pegawai dengan status kepala seksi, dimana bagian pertanggungan memiliki 4 (empat) kepala seksi,


(1)

Lampiran 3. Hasil uji validitas

Gaya Kepemimpinan Situasional (Telling)

Pertanyaan r - hitung r - tabel Keterangan

1 0,480 0,361 VALID

2 0,659 0,361 VALID

3 0,448 0,361 VALID

4 0,449 0,361 VALID

Gaya Kepemimpinan Kharismatik

Pertanyaan r - hitung r - tabel Keterangan

1 0,643 0,361 VALID

2 0,555 0,361 VALID

3 0,717 0,361 VALID

4 0,611 0,361 VALID

Gaya Kepemimpinan Transformasional

Pertanyaan r - hitung r - tabel Keterangan

1 0,751 0,361 VALID

2 0,743 0,361 VALID

3 0,496 0,361 VALID

4 0,552 0,361 VALID

Gaya Kepemimpinan Visioner

Pertanyaan r - hitung r - tabel Keterangan

1 0,702 0,361 VALID

2 0,523 0,361 VALID

3 0,702 0,361 VALID


(2)

Lanjutan Lampiran 3.

Gaya Kepemimpinan Situasional (Selling)

Pertanyaan r – hitung r - tabel Keterangan

1 0,479 0,361 VALID

2 0,378 0,361 VALID

3 0,642 0,361 VALID

4 0,494 0,361 VALID

Gaya Kepemimpinan Situasional (Participating)

Pertanyaan r - hitung r - tabel Keterangan

1 0,680 0,361 VALID

2 0,478 0,361 VALID

3 0,824 0,361 VALID

4 0,512 0,361 VALID

Gaya Kepemimpinan Situasional (Delegating)

Pertanyaan r - hitung r - tabel Keterangan

1 0,746 0,361 VALID

2 0,614 0,361 VALID

3 0,570 0,361 VALID


(3)

(4)

1 The SAS System

The CANCORR Procedure

Correlations Among the Original Variables Correlations Among the VAR Variables

C A H M C 1.0000 0.1058 -0.3998 -0.5413 A 0.1058 1.0000 -0.7833 0.0539 H -0.3998 -0.7833 1.0000 -0.3117 M -0.5413 0.0539 -0.3117 1.0000 Correlations Among the WITH Variables

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X1 1.0000 0.1161 -0.1067 0.2365 0.1875 0.1356 0.1036 X2 0.1161 1.0000 -0.0917 0.1370 0.1899 0.1389 0.1628 X3 -0.1067 -0.0917 1.0000 0.3625 0.1659 -0.0109 0.0563 X4 0.2365 0.1370 0.3625 1.0000 0.5398 0.6038 0.6783 X5 0.1875 0.1899 0.1659 0.5398 1.0000 0.5948 0.3648 X6 0.1356 0.1389 -0.0109 0.6038 0.5948 1.0000 0.8006 X7 0.1036 0.1628 0.0563 0.6783 0.3648 0.8006 1.0000 Correlations Between the VAR Variables and the WITH Variables

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 C 0.1312 0.1669 -0.0399 0.2040 0.2085 0.3108 0.2936 A -0.1508 -0.1621 -0.3388 -0.3209 -0.2531 -0.1031 -0.0812 H 0.0349 -0.0574 0.1908 0.2495 0.0342 -0.0568 0.0600 M -0.0332 0.0852 0.1024 -0.2652 -0.0054 -0.1298 -0.3172


(5)

The CANCORR Procedure

Canonical Correlation Analysis

NOTE: The correlation matrix for the VAR Variables is less than full rank.

Therefore, some canonical correlations and coefficients will be zero.

Adjusted Approximate Squared

Canonical Canonical Standard Canonical

Correlation Correlation Error Correlation

1 0.629130 0.517386 0.096749 0.395805

2 0.432948 0.278601 0.130113 0.187444

3 0.309087 0.240403 0.144830 0.095535

Test of H0: The canonical correlations in the

Eigenvalues of Inv(E)*H current row and all that follow are zero

= CanRsq/(1-CanRsq)

Likelihood Approximate

Eigenvalue Difference Proportion Cumulative Ratio F Value Num DF Den DF Pr > F

1 0.6551 0.4244 0.6608 0.6608 0.44404014 1.35 21 86.694 0.1682

2 0.2307 0.1251 0.2327 0.8935 0.73492841 0.86 12 62 0.5902

3 0.1056 0.1065 1.0000 0.90446516 0.68 5 32 0.6447


(6)

Case Processing Summary

30 100.0

0 .0

30 100.0

Valid Excludeda

Total Cases

N %

Listwise deletion based on all variables in the procedure. a.

Reliability Statistics

.647 16

Cronbach's

Alpha N of Items