Pembentuk Budaya Organisasi Budaya Organisasi 1 Konsep Budaya Organisasi.

2006. Cameron dan Kim yang diacu dalam Munir 2006 mengembangkan Competing Value Framework CVF yang diharapkan dapat membantu para peneliti mengidentifikasikan budaya pada sebuah organisasi. CVF terdiri dari dua dimensi, dimensi pertama mendefinisikan kriteria efektif yang menekankan pada keluwesan, diskresi dan dinamis, dengan - kriteria yang menekankan pada kestabilan, keteraturan, dan pengendalian. Dimensi yang kedua mendiferensiasi kriteria efektif yang menekankan pada orientasi pada lingkungan eksternal perusahaan, keunikan atau inovasi, dan persaingan. Kedua dimensi secara bersama–sama akan memberikan empat alternatif budaya organisasi yaitu hierarcy, clan, adhocracy, dan market. Karakteristik yang diwakili oleh setiap budaya organisasi adalah sebagai berikut : a. Hierarcy Culture Budaya ini dicirikan dengan tempat kerja yang terstruktur. Prosedur baku menentukan apa yang harus dilakukan anggota organisasi. Pemimpin yang efektif adalah coordinator yang baik. Memelihara kelancaran di perusahaan adalah yang sangat terpenting. b. Clan culture Budaya organisasi clan dicirikan dengan tempat kerja yang menyenangkan, seperti sebuah keluarga besar. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mampu menjalankan peran mentor, bahkan sebagai orang tua bagi bawahannya. Perekat dalam organisasi ini adalah loyalitas dan tradisi. c. Adhocracy Culture Pada model ini adhocracy ini dicirikan dengan tempat kerja yang dinamis, kreatif, dan entrepreneurial. Pemimpin yang efektif adalah mereka yang mempunyai visi jauh kedepan, inovatif, dan berani mengambil resiko. Perekat di organisasi ini adalah komitmen pada peluang untuk melakukan ekperimen dan inovasi terus menerus. d. Market Culture Budaya organisasi market dicirikan sebagai tempat kerja yang berorientasi pada hasil. Pemimpin yang efektif adalah mereka yang keras hati , suka bekerja keras, dan gesit. Perekat dalam organisasi ini adalah keinginan untuk memenangkan persaingan. Kriteria sukses biasanya dilihat dari pangsa pasar dan posisi bersaing.

2.3.2 Manfaat OCAI

Menurut Cameron dan Kim yang diacu dalam Munir 2006, Manfaat dari Organizational Culture Assessment Instrument OCAI adalah sebagai berikut : • Menyoroti dan membedakan keunikan budaya yang benar-benar ada dalam organisasi. • Responden yang terlibat dalam penelitian dipaksa untuk memikirkan keseimbangan penilaian budaya trade-offs yang secara nyata ada dalam organisasi. Kelemahan dalam OCAI adalah tidak menghasilkan respons yang idependen karena adanya paksaan untuk memikirkan keseimbangan penilaian budaya trade offs tersebut.

2.4. Penelitian Terdahulu

Siregar 2006 dalam skripsinya yang berjudul Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Kepuasan Kerja Karyawan pada Bagian produksi PT Unitex Tbk, berpendapat bahwa terdapat tiga gaya kepemimpinan pada bagian PT Unitex Tbk, yaitu Instruksi, Konsultasi dan Partisipasi. Apabila dihubungkan dengan antara gaya kepemimpinan dengan kepuasan kinerja karyawan ternyata tidak ada hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja, kecuali kepuasan terhadap pengakuan. Gaya kepemimpinan konsultasi maupun partisipasi tidak mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Hal ini disebabkan oleh budaya organisasi yang bersifat kekeluargaan dan setiap atasan maupun karyawan harus mematuhi peraturan yang telah ditetapkan perusahaan. Nujib 2009, dalam skripsinya yang berjudul Peranan Pemimpin dalam Mengembangkan Budaya Organisasi pada Perum Pegadaian Persero Cabang Paciran Lamongan Jawa Timur, menyatakan bahwa budaya organisasi di perum Pegadaian cabang Paciran Lamongan cukup baik, Perilaku pemimpin terhadap bawahan dalam interaksi sehari-hari sangat intensif, dan di dalam perum pegadaian paciran lamongan tumbuh suatu budaya yang merupakan pedoman bagi anggota-anggota organisasi di dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Oleh karena itu pemimpin Perum Pegadaian Paciran Lamongan menerapkan filosofi