Sejarah Saluang Darek SEJARAH DAN TEKNIK PERMAINAN SALUANG DAREK

71

BAB IV SEJARAH DAN TEKNIK PERMAINAN SALUANG DAREK

MINANGKABAU

4.1 Sejarah Saluang Darek

Kehadiran Saluang Darek di tengah-tengah masyarakat Minangkabau, masih terjadinya kesimpang siuran pendapat, karena belum adanya suatu data yang secara pasti bisa dipedomani. Menurut pendapat M. Kadir yang sudah pernah meneliti Saluang Darek di daerah Agam, menyebutkan bahwa: di Vietnam dijumpai sebutan kata ‘salwang’. Sal artinya rahasia, wang artinya kejadian. Kemudian di Burma juga ditemui juga ‘salwang’ yang berarti bunyi yang besar. M.Kadir, 1985 : 12 Musik Saluang pada awalnya muncul dan berkembang di Nagari Singgalang Kecamatan Sepuluh Kuto, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Keterangan ini didasarkan oleh pernyataan Boestanoel Arifin 1980 : 8, bahwa sekitar tahun 1901 kehidupan dan perkembangan kesenian Saluang serta Dendang telah membudaya di lingkungan masyarakat Singgalang. Kemudian dengan adanya kegiatan bagurau, perkembangan kesenian Saluang serta Dendang bukan saja menyebar ke nagari-nagari yang ada di kecamatan Sepuluh Kuto Kabupaten Tanah Datar, tetapi juga ke Kabupaten Agam dan Kabupaten Lima Puluh Kota. Lebih jauh lagi Boestanul Arifin 1980 : 8, menyebutkan bahwa daerah pertama kali munculnya Saluang Darek adalah di nagari Singgalang Kabupaten Universitas Sumatera Utara 72 Tanah Datar oleh salah seorang penduduk nagari Sanggalang yang bernama ‘si Kalam’. ‘Si Kalam’ memiliki suatu ide membuat alat bunyi-bunyian seperti Saluang Darek ini sebagai alat pengungkapan isi perasaan untuk mengisi waktu- waktu senggang. Akhirnya ide ‘si Kalam’ ini berkembang terus menjadi sebuah alat kesenian yang mempunyai nilai tersendiri dan menjadi kegemaran masyarakat di sekitarnya, dan kemudian para peminatnya semakin banyak. Para penggemar kesenian Saluang juga menganggap bahwa memang kesenian Saluang itu berasal dari daerah Singgalang. Selain itu lagu-lagu Singgalang sangat dominan dalam dunia persaluangan dan sangat dihormati pemain dan penggemarnya.

4.2 Kajian Fungsional