Sistem bahasa Kebudayaan Minangkabau di Kota Medan

23

2.2.2 Pengaruh kebudayaan Minangkabau di kota Medan

Masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang berbudaya dan merupakan salah satu masyarakat yang masih berpegang teguh kepada budaya mereka. Dengan berkembangnya waktu, keberadaan kehidupan budaya mereka mengalami perubahan. Hal ini dapat terjadi karena adanya persentuhan dengan budaya etnis lainnya maupun pengaruh kemajuan teknologi yang begitu pesat. Perkembangan budaya mereka sudah berbeda dengan budaya yang mereka anut di kampung halamannya. Keadaan budaya yang baru, yang dialami oleh etnis Minangkabau di daerah baru di kota Medan ternyata memberi pengaruh terhadap pola ruang luar karakteristik seperti bentuk yang linier statis, linier dinamis, dan bidang statis. Karakteristik bentuk ruang luar tersebut merupakan interpretasi perwujudan budaya dari etnis Minangkabau yang menempatinya. Perbedaan antara masyarakat Minangkabau di kota Padang dengan masyarakat Minangkabau di kota Medan adalah kebudayaan di kota Padang masih kental dengan peraturan dan adat istiadat Minangkabau, sedangkan di kota Medan sudah bercampur dengan peraturan dan adat istiadat suku lainnya.

2.2.3 Sistem bahasa

Padang menggunakan bahasa Minang dan Indonesia sebagai bahasa sehari-harinya. Bahasa Minangkabau atau Baso Minang adalah salah satu anak cabang bahasa Austronesia yang dituturkan khususnya di wilayah Sumatra Barat, bagian barat propinsi Riau serta tersebar di berbagai kota di seluruh Indonesia. Universitas Sumatera Utara 24 Dialek bahasa Minangkabau sangat bervariasi, bahkan antar kampung yang dipisahkan oleh sungai sekalipun sudah mempunyai dialek yang berbeda. Perbedaan terbesar adalah dialek yang dituturkan di kawasan Pesisir Selatan dan dialek di wilayah Mukomuko, Bengkulu. Untuk komunikasi antar penutur bahasa Minangkabau yang sedemikian beragam ini, akhirnya dipergunakanlah dialek Padang sebagai bahasa baku Minangkabau atau disebut Baso Padang atau Baso Urang Awak. Bahasa Minangkabau dialek Padang inilah yang menjadi acuan baku standar dalam menguasai bahasa Minangkabau. Bahasa minangkabau memiliki sepuluh dialek yang berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Tidak ada perbedaan yang mendasar antara bahasa Minangkabau dengan Bahasa Indonesia baik dalam bentuk maupun tata bahasanya. Perbedaan yang terjadi hanya pada ejaan terutama dalam pemakaian vokal. Vokal a dan e dalam Bahasa Indonesia menjadi o dalam Bahasa Minangkabau. Dalam bahasa Minangkabau, ada huruf mati yang dihilangkan atau dipertukarkan, misalnya dalam perkataan habis, huruf h dihilangkan dan huruf s diganti dengan huruf h sehingga menjadi abih, manis menjadi manih, hangus menjadi anguih. Ada juga beberapa daerah menghilangkan r pada suku kata kedua, umpamanya garam menjadi ga-am, beras menjadi bareh atau ba-eh dan sebagainya. Di samping itu, Minangkabau juga menonjol dalam seni berkata-kata. Ada tiga jenis seni berkata-kata, yaitu pasambahan persembahan, indang, dan Universitas Sumatera Utara 25 salawat dulang. Seni berkata-kata atau bersilat lidah, lebih mengedepankan kata sindiran, kiasan, ibarat, alegori, metafora, dan aphorisme, contohnya Dima tumbuah, sinan disiang – Cara memecahkan suatu masalah dengan langsung ke akar atau penyebab masalah itu sendiri. Dalam seni berkata-kata seseorang diajarkan untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri, tanpa menggunakan senjata dan kontak fisik. Suku Minang menggunakan satu bahasa daerah yang sama, yang disebut Bahasa Minangkabau, sebuah bahasa yang erat berhubungan dengan bahasa Melayu. Menurut penelitian ilmu bahasa, Bahasa Minang boleh merupakan bahasa tersendiri, tetapi boleh juga dianggap sebagai sebuah dialek saja dari bahasa Melayu. Secara umum dialek bahasa Minang yang dikenal dapat disebut empat, yaitu: 1. Dialek Tanah Datar 2. Dialek Agam 3. Dialek Lima Puluh Koto 4. Dialek Pesisir Penamaan tersebut didasarkan pada pembagian daerah Minangkabau yang terdiri dari 3 Luhak Agam, Tanah Datar, dan Lima Puluh Koto serta daerah rantau termasuk daerah pesisir. Dalam sistem komunikasi, perundingan dan pembicaraan umum, masyarakat minangkabau lebih mementinkan kesamaan pengertian untuk setiap kata vocabulary. Mereka menyadari, bila pengertian untuk satu kata berbeda untuk masing-masing pihak yang sedang berkomunikasi dalam suatu perundingan Universitas Sumatera Utara 26 akan dapat menyebabkan kesalahan-kesalahan pengertian maksud dan tujuan. Hal semacam itu dapat disimak dalam pidato-pidato adat atau pesambahan. Setiap kata selalu diberikan batasan yang jelas. Seperti misalnya, orang minang tidak mengenal kata biru dalam kamus bahasanya, mereka mengenal kata biru dalam kamus bahasanya, mereka mengenal kata hijau. Untuk biru laut, mereka harus menjelaskan dengan sebutan “ijau lauik”, hijau seperti warna laut, ijau daun untuk warna daun, ijau pucuak untuk warna hijau muda, dan sebagainya. Memberikan batasan yang jelas terhadap suatu kata, dalam kehidupan masyarakat modern ditemukan saat meraka menyiapkan naskah perundang-undangan, perjanjian-perjanjian, pernyataan-pernyataan, kertas kerja ilmiah.

2.2.4 Agama dan kepercayaan