Membentuk lubang tiup Saluang Darek Pengukuran panjang bambu

59

3.3.3.3 Membentuk lubang tiup Saluang Darek

Setelah ujung dan pangkal bambu berbentuk corong, maka selanjutnya dilakukan pembentukan lubang tiup lubang hembusan Saluang Darek dengan mengkikis pada bagian ujung bambu yang akan digunakan sebagai lubang tiupan. Sisi lubang bambu tersebut dibentuk dengan cara dikikis sisi-sisinya pada bagian luar lubang dengan posisi agak miring. Tujuan dari pengikisan ini agar suara yang dihasilkan Saluang Darek lebih merdu dan untuk memberikan kenyamanan pada saat meniup Saluang Darek. Pengkikisan dilakukan dengan menggunakan pisau kecil. Sebaliknya, pada sisi lubang pangkal bambu tidak perlu dilakukan pengkikisan untuk membentuk miring seperti pada bagian lubang tiup Saluang Darek. Karena pada bagian lubang tersebut hanya dijadikan sebagai saluran udara keluar pada saat meniup Saluang Darek. Pada bagian pangkal bambu cukup dipotong rata saja. Gambar 3.17. PemiringanPengikisan pada ujung Bambu Universitas Sumatera Utara 60 Gambar 3.18. Perataan pada pangkal bambu

3.3.3.4 Pengukuran panjang bambu

Saluang Darek memiliki empat lubang nada, dalam mengukur lubang nada Bapak Aziz Mandri Chaniago menggunakan meteran pakaian sebagai alat ukur. Cara mengukurnya yaitu menentukan dahulu berapa panjang dari pangkal sampai ujung bambu dan lingkaran pada pangkal bambu, hasil dari 1 satu lingkaran ditambah 1 cm tersebut untuk membuat lubang pertama. Lubang pertama merupakan batas yang digunakan untuk mengukur dan menentukan lubang nada lainnya. Dari panjang 1 satu lingkaran seluruhnya yang ditambah 1 cm tadi maka ditentukan letak lubang nada pertama. Kemudian setengah atau dibagi dua dari hasil 1 satu lingkaran ditambah 1 cm untuk mendapatkan lubang nada kedua, yang diukur dari ujung lubang pertama. Kemudian hasil dari 1 satu lingkaran dibagi dua juga ditambah 1cm dan dikurangi 5 mm untuk mengukur jarak lubang nada ketiga yang diukur dari ujung lubang nada kedua. Kemudian Universitas Sumatera Utara 61 hasil dari 1 satu lingkaran dibagi dua juga ditambah 1 cm dandikurangi 7 mm untuk mengukur jarak lubang nada keempat yang diukur dari ujung lubang nada ketiga. Untuk menghasilkan lubang nada, terlebih dahulu ditentukan lubang pertama, karena lubang ini menjadi lubang acuan untuk menentukan lubang nada lainnya. Untuk mendapatkan lubang pertama, dilakukan dengan cara melilitkan meteran pakaian sekali lilitan pada pangkal bambu dan hasil lilitan ditambah 1 cm. Gambar 3.19. Meteran pakaian dililitkan pada pangkal bambu 9 cm Universitas Sumatera Utara 62 Kemudian hasil 1 satu lilitan ditambah 1 cm meteran pakaian dipanjangkan dan diberi garis yang kemudian garis itu akan menjadi lubang pertama. Gambar 3.20. Hasil dari satu lilitan meteran pakaian di tambah 1 cm adalah 10 cm Gambar dibawah ini adalah membuat lubang pertama hasil dari lililitan pangkal bambu meteran pakaian di tambah 1 cm. Gambar 3.21. Pembuatan lubang pertama 10 cm dari pangkal bambu Universitas Sumatera Utara 63 Untuk mendapatkan lubang nada kedua dihitung setangah dari panjang 1 satu lilitan lingkaran + 1 cmdi pangkal bambu, yang kemudian diukur dari ujung lubang nada pertama. Gambar 3.22. Pembuatan lubang kedua 5 cm dari ujung lubang pertama Untuk mendapatkan lubang selanjutnya yaitu lubang ketiga dihitung setengah dari panjang 1 satu lilitan lingkaran pangkal bambu + 1 cm dan dikurangi 5 mm, yang kemudian diukur dari ujung lubang nada kedua. Gambar 3.23. Pembuatan lubang ketiga 4,5 cm dari ujung lubang kedua Universitas Sumatera Utara 64 Selanjutnya untuk mendapatkan lubang nada terakhir yaitu lubang nada keempat dihitung setengah dari panjang 1 satu lilitan lingkaran pangkal bambu + 1 cm dan dikurangi 7 mm, yang kemudian diukur dari ujung lubang nada ketiga. Gambar 3.24. Pembuatan lubang nada keempat 4,3 cm dari ujung lubang ketiga

3.4 Tahap Penyempurnaan

Tahap penyempurnaan merupakan proses finishing dari pembuatan Saluang Darek, dimana pada tahap sebelumnya merupakan tahap pembentukan badan Saluang Darek seperti memotong bambu, pembuatan lubang tiupan, lubang keluaran udara, dan mengukur juga membuat lubang-lubang nada pada badan Saluang Darek. Pada tahap proses penyempurnaan adalah pembersihan dan penghalusan bagian dalam dan luar badan bambu serta lubang-lubang nada Saluang Darek Universitas Sumatera Utara 65 dengan kertas pasir, dan mengukirmenghiasi badan Saluang Darek dengan alat solder yang bertujuan untuk memperindah tampilan Saluang Darek dan memberikan kenyamanan jari-jari pada saat memainkan Saluang Darek. Gambar 3.25. Menghaluskan bagian luar Saluang Darek dengan kertas pasir Universitas Sumatera Utara 66 Gambar 3.26. Menghaluskan bagian dalam Saluang Darek dengan kertas pasir Gambar 3.27 Menghaluskan lubang-lubang nada dengan kertas pasir Universitas Sumatera Utara 67 Gambar 3.28. Membuat ornamen atau hiasan Saluang Darek

3.5 Ukuran Bagian –Bagian Saluang Darek

Pengukuran Saluang Darek oleh Bapak Aziz Mandri Chaniago dilakukan dengan cara sederhana dengan menggunakan meteran pakaian. Pada tulisan ini penulis menggambar menuliskan ukuran-ukuran yang terdapat pada alat musik Saluang Darek tentang panjang dan diameter badan bambu, dan ukuran jarak nada Saluang Darek dengan menggunakan alat pengukur meteran pakaian. Untuk mengetahui berapa ukuran bagian-bagian Saluang Darek penulis menggunakan meteran pakaian, maka di bawah ini adalah gambar dari ukuran yang terdapat pada Saluang Darek. Ukuran bagian Saluang Darek dapat dilihat pada gambar di bawah ini : Universitas Sumatera Utara 68 Gambar 3.29. Ukuran bagian-bagian Saluang Darek a Panjang Saluang Darek 58 cm b Keliling lingkaran Saluang Darek 9 cm c Keliling bagian dalam Saluang Darek 2,5 cm d Jarak ukuran dari pangkal bambu ke lubang nada pertama 10 cm Universitas Sumatera Utara 69 e Jarak ukuran dari lubang nada pertama ke lubang nada kedua 5 cm f Jarak ukuran dari lubang nada kedua ke lubang nada ketiga 4,5 cm g Jarak ukuran dari lubang nada ketiga ke lubang nada keempat 4,3 cm Gambar 3.30. Ukuran panjang Saluang Darek Universitas Sumatera Utara 70 Gambar 3.31. keliling lingkaran Saluang Darek Gambar 3.32. Ukuran jarak lubang pangkalkeluaran udara ke lubang pertama Universitas Sumatera Utara 71

BAB IV SEJARAH DAN TEKNIK PERMAINAN SALUANG DAREK

MINANGKABAU

4.1 Sejarah Saluang Darek

Kehadiran Saluang Darek di tengah-tengah masyarakat Minangkabau, masih terjadinya kesimpang siuran pendapat, karena belum adanya suatu data yang secara pasti bisa dipedomani. Menurut pendapat M. Kadir yang sudah pernah meneliti Saluang Darek di daerah Agam, menyebutkan bahwa: di Vietnam dijumpai sebutan kata ‘salwang’. Sal artinya rahasia, wang artinya kejadian. Kemudian di Burma juga ditemui juga ‘salwang’ yang berarti bunyi yang besar. M.Kadir, 1985 : 12 Musik Saluang pada awalnya muncul dan berkembang di Nagari Singgalang Kecamatan Sepuluh Kuto, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Keterangan ini didasarkan oleh pernyataan Boestanoel Arifin 1980 : 8, bahwa sekitar tahun 1901 kehidupan dan perkembangan kesenian Saluang serta Dendang telah membudaya di lingkungan masyarakat Singgalang. Kemudian dengan adanya kegiatan bagurau, perkembangan kesenian Saluang serta Dendang bukan saja menyebar ke nagari-nagari yang ada di kecamatan Sepuluh Kuto Kabupaten Tanah Datar, tetapi juga ke Kabupaten Agam dan Kabupaten Lima Puluh Kota. Lebih jauh lagi Boestanul Arifin 1980 : 8, menyebutkan bahwa daerah pertama kali munculnya Saluang Darek adalah di nagari Singgalang Kabupaten Universitas Sumatera Utara 72 Tanah Datar oleh salah seorang penduduk nagari Sanggalang yang bernama ‘si Kalam’. ‘Si Kalam’ memiliki suatu ide membuat alat bunyi-bunyian seperti Saluang Darek ini sebagai alat pengungkapan isi perasaan untuk mengisi waktu- waktu senggang. Akhirnya ide ‘si Kalam’ ini berkembang terus menjadi sebuah alat kesenian yang mempunyai nilai tersendiri dan menjadi kegemaran masyarakat di sekitarnya, dan kemudian para peminatnya semakin banyak. Para penggemar kesenian Saluang juga menganggap bahwa memang kesenian Saluang itu berasal dari daerah Singgalang. Selain itu lagu-lagu Singgalang sangat dominan dalam dunia persaluangan dan sangat dihormati pemain dan penggemarnya.

4.2 Kajian Fungsional

Studi Fungsional memperhatikan fungsi dari alat dan komponen yang menghasilkan suara, antara lain membuat pengukuran dan pencatatan terhadap metode memainkan alat musik tersebut, metode pelarasan dan keras lembutnya suara bunyi, nada, warna nada dan kualitas suara yang dihasilkan oleh alat musik tersebut Suzumu, 1978:174. Dalam tulisan ini penulis akan mengkaji tentang kajian fungsional terhadap proses belajar, sistem pelarasan, cara memainkan Saluang Darek, nada yang dihasilkan, dan teknik memainkanya.

4.3 Proses Belajar

Secara garis besar definisi mengajar dapat dibedakan antara pandangan tradisional dan modern. Secara tradisional mangajar diartikan sebagai upaya Universitas Sumatera Utara 73 penyampaianpenanaman pengetahuan pada anak. Dalam pengertian itu anak dipandang sebagai obyek yang sifatnya pasif. Pengajaran berpusat pada guru. Gurulah yang memegang peranan utama dalam proses belajar-mengajar. Mengajar modern berpandangan bahwa mengajar merupakan suatu aktivitas mengorganisasi atau mengaur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar Nasution,1977:7. Dalam kaitannya bahasan strategi pengertian mengajar modern inilah yang dianutnya, sehingga mengajar diartikan sebagai penciptan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadi proses belajar Raka Joni,1984:2. Pengajaran itu terdiri dari sejumlah komponen yang saling berhubungan dan saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Kesimpulannya adalah proses pembelajaran yaitu suatu proses interaksi antara murid dengan pengajar dan sumber belajar dalam suatu keadaan. Pembelajaran merupakan bentuk bantuan yang diberikan pengajar supaya bisa terjadi proses mendapatkan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran serta tabiat, pembentukan sikap dan kepercayaan pada murid. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah proses untuk membantu murid supaya bisa belajar secara baik. Menurut hasil wawancara dengan Bapak Aziz Mandri Chaniago, proses belajar agar dapat memainkan Saluang Darek ini yang pertama kali harus didasari keinginan yang kuat dan memiliki kesabaran. Dalam masyarakat Minangkabau belajar alat musik tradisional itu dilakukan secara lisan yaitu si murid akan Universitas Sumatera Utara 74 disuruh mendengarkan dengan baik ketika gurunya memainkan Saluang Darek ini. Kemudian si murid belajar memainkan alat musik sambil mengingat nada- nada yang dimainkan oleh gurunya tadi. Begitulah prosesnya sampai si murid dapat memainkan Saluang Darek dengan baik dan benar. Setelah guru merasa muridnya telah menguasai cara memainkan alat musik tersebut maka sang guru akan mengajak muridnya untuk memainkan alat musik tersebut secara bersamaan.

4.3.1 Sistem pelarasan bunyi