Deskripsi subjek 2 Pemaparan kasus 1 1. Data diri subjek 1

4.2. Pemaparan kasus 2 4.2.1. Data diri subjek 2 Berikut adalah data diri subjek 2 yang dituliskan dalam tabel di bawah ini: Tabel 4.5. Data Diri Subjek 2 Nama inisial S Usia kronologis 8 tahun 9 bulan Jenis kelamin Perempuan Pendidikan Kelas 3 SD Pekerjaan ayah Guru SD Pekerjaan ibu Guru SMP Suku bangsa Minang Agama Islam

4.2.2. Deskripsi subjek 2

S adalah seorang anak perempuan dengan usia kronologis 8 tahun 9 bulan. Ia saat ini duduk di bangku kelas 3 SD dan memiliki tingkat kecerdasan yang tergolong di atas rata-rata anak seusianya. Ayahnya bekerja sebagai guru di SD yang sama dengannya, sedangkan ibunya bekerja sebagai guru SMP. S merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, adik perempuannya yang pertama hanya berbeda usia satu tahun dengannya, sedangkan adiknya yang terakhir masih berusia 4 bulan. Menurut orang Universita Sumatera Utara tuanya, semenjak kecil S tergolong anak yang pendiam dan tertutup. Pada saat S duduk di bangku TK, ia sering menolak untuk pergi ke sekolah dengan alasan tidak ada yang mau berteman dengannya. S pernah mengatakan kepada ibunya bahwa ia tidak percaya diri dengan warna kulitnya yang gelap dan juga rambutnya yang keriting. Selain itu juga ia juga sering membandingkan diri dengan adik perempuannya yang kulitnya lebih terang darinya. Orang tuanya pun selalu berusaha untuk membangkitkan kepercayaan diri S dengan rajin mengikutsertakan S dalam berbagai kegiatan dan perlombaan. Namun S tetap saja terlihat pemalu dan tidak memiliki banyak teman. S menunjukkan prestasi yang cukup baik dan tergolong anak yang patuh di sekolah. Namun gurunya mengeluhkan bahwa suara S sangat pelan dan nyaris tidak terdengar sehingga untuk mendengar suaranya guru harus mendekatkan telinganya kepada S. Padahal menurut orang tuanya, ketika di rumah suara S cukup terdengar keras dan lantang. Ia bahkan sering berteriak-teriak sambil menyanyi dan berjoget bersama adiknya. Gurunya mengatakan hal ini sudah berlangsung sejak awal S masuk SD, suaranya dulu bahkan dikatakan hampir tidak keluar. Ia seolah-olah hanya menggerakkan mulutnya saja. Hal ini terjadi setiap saat, baik ketika S disuruh membaca di depan kelas, maupun saat berkomunikasi dengan guru dan teman-temannya di luar jam belajar. Sering kali gurunya mendorongnya untuk bersuara lebih keras, namun S mengatakan ia tidak bisa. S tidak memiliki banyak teman di sekolah, ia hanya memiliki dua orang teman akrab dan selalu terlihat bersama mereka. Menurut orang tuanya, S beberapa kali terlihat menangis di rumah dan mengatakan tidak ingin ke sekolah karena temannya marah kepadanya. Selain itu gurunya juga menambahkan bahwa S sangat tergantung kepada temannya itu, sehingga jika temannya marah kepadanya ia sering terlihat sendirian dan menghabiskan waktu di dalam kelas saat jam istirahat berlangsung. Universita Sumatera Utara Berdasarkan perilaku-perilaku S diatas, maka dapat disimpulkan bahwa S mengalami social phobia yaitu ketakutan yang menetap dan berlangsung terus menerus terhadap satu atau lebih situasi sosial atau muncul ketika ia harus tampil di hadapan orang yang belum dikenal dengan baik atau pada situasi ketika dirinya diamati oleh orang lain APA, 2000. Hal ini terlihat dari perilakunya yang bertujuan untuk mengantisipasi situasi sosial yang dihadapinya dengan cara mengecilkan suaranya ketika berada di sekolah baik ketika berinteraksi dengan teman maupun guru. Hambatan yang ditimbulkan oleh perilakunya tersebut antara lain dalam bidang akademis karena S selalu bicara dengan suara yang sangat pelan saat maju di depan kelas. Guru menyayangkan perilaku S tersebut karena menurut mereka S sebenarnya tergolong anak yang pintar dan cepat memahami pelajaran yang diberikan. Selain itu, S juga memiliki hambatan dalam hubungan sosial karena ia kerap kali diejek dan ditertawakan teman- temannya karena suaranya yang pelan. Akibatnya S tidak memiliki banyak teman dan menjadi sangat tergantung pada mereka sehingga temannya sering bertindak sesuka hati terhadap S.

4.2.3. Analisa fungsional subjek 2