Analisa kontrak dana pensiun lembaga keuangan syariah ditinjau dari fatwa dewan syariah nasional No: 88/DSNMUI/ XI/2013: studi kasus Bank Muamalat Indonesia

(1)

(STUDI KASUS BANK MUAMALAT INDONESIA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

AHMAD RAHADIAN NIM: 1110046100203

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memenuhi gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ini bukan merupakan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari hasil karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 9 Desember 2014


(5)

ABSTRAK

Ahmad Rahadian. NIM 1110046100203. ANALISA KONTRAK DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DITINJAU DARI FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO. 88/DSN-MUI/XI/2013. Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/ 2014 M.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui Struktur Kontrak Pada Dana Pensiun Lembaga Keuangan Muamalat dan Analisis Kontrak Dana Pensiun Lembaga Keuangan Muamalat Ditinjau Dari Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 88/DSN/MUI/XI/2013. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah kontrak DPLK Muamalat sesuai dengan struktur kontrak yang lazim di Indonesia dan apakah kontrak dana pensiun di DPLK Muamalat sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 88/DSN-MUI/XI/2013. Penelitian ini menggunakan metode penelitian analisis deskriptif melalui beberapa data yang diperlukan.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya ketidaksesuaian secara struktur kontrak antara kontrak DPLK Muamalat dengan struktur kontrak yang lazim di Indonesia. Namun, kandungan kontrak DPLK Muamalat masih mengandung unsur-unsur syariah dan sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 88/DSN-MUI/XI/2013.

Kata Kunci :

Kontrak DPLK Muamalat, Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 88/DSN-MUI/XI/2013.

Pembimbing : Mohamad Mujibur Rohman M.A Daftar Pustaka : Tahun 1992 s.d Tahun 2013


(6)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis menyampaikan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua. Penulis menghaturkan shalawat serta salam kepada Nabi dan Rasul Muhammad SAW, beserta segenap keluarga, sahabat dan bahkan umat-Nya, Insya Allah dan mudah-mudahan kita ada didalamnya.

Dengan taufiq dan hidayah Allah SWT, serta dilakukan dengan

sungguh-sungguh, skripsi yang berjudul “ANALISA KONTRAK DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DITINJAU DARI FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO. 88/DSN-MUI/XI/2013” dapat terselesaikan. Penulis menyusun skripsi ini dalam rangka memenuhi dan melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar sarjana (S1) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Konsenterasi Perbankan Syariah di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sepenuhnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini bukan semata-mata penulis pribadi, namun juga karena bantuan dan motivasi berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT dan Rasul-Nya, yang telah memberikan ridha dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.


(7)

ii

2. Bapak H. JM. Muslimin, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H., selaku Ketua Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Abdurrauf, Lc. M.A., selaku Sekretaris Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag., selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan motivasi moral kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak Muhamad Mujibur Rohman, M.A., selaku dosen pembimbing atas

kesediaannya memberikan waktu luang kepada penulis untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan masukan-masukannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis semasa kuliah, semoga amal kebaikannya mendapat balasan di sisi Allah SWT. Serta Pimpinan dan Staf Perpustakaan Pusat dan Perpustakaan Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu menyelesaikan skripsi dengan berbagai referensi.


(8)

iii

8. Bapak La Ode Rizal Adikrishna selaku head of marketing department DPLK Muamalat yang telah memberikan tempat penelitian penulisan skripsi dan memberikan waktu luangnya untuk wawancara. Kepada seluruh karyawan DPLK Muamalat terima kasih banyak telah membantu penulis melakukan penelitian serta memberikan data yang dibutuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Penghormatan serta salam cinta Penulis haturkan kepada kedua orang tua penulis, ayahanda Rahmat Wijaya dan Ibunda Ai Rodiah yang tak pernah berhenti untuk menyemangati penulis dan telah menjadi inspirasi dalam penyelesaian skripsi ini, semoga Allah SWT memberikan usia yang penuh keberkahan dan membalas segala kebaikan kalian. Tak lupa juga untuk kakakku, terima kasih karena telah banyak berkorban dan membantu perjalanan kuliah penulis khususnya untuk Umar Abdul Azis dan Abdul Rahman Hakim, S. Ud., dan semua keluargaku.

10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010, khususnya PS-E Reguler yaitu My Best Friend, Wildan, Eko, Farid dan Wiwid yang selalu memberikan motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. Serta kepada teman-teman yang lain yang telah menggoreskan banyak kenangan manis, canda serta tawa selama menjalani perkuliahan, semoga tali silaturrahim kita tetap terjaga.

11. Terima Kasih yang tak terhingga kepada sahabat kosan, mas eko, mba’ quy, mpo imeh, kang imin dan yang spesial kepada Yeni Musfiroh yang telah membantu


(9)

iv

sampai penyelesaian skripsi ini hingga akhir serta teman-teman seperjuangan Sabilussalam 2011 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhirnya tiada untaian kata yang berharga kecuali ucapan Alhamdulillahi

Robbil „Alamiin atas Rahmat dan Karunia serta Ridha Allah SWT. Demikian ucapan

terima kasih penulis haturkan kepada seluruh pihak, semoga kebaikan dan bantuan kepada penulis manjadi amal ibadah dan mendapat Ridha dari Allah SWT.

Penulis menyadari banyak kekurangan yang terdapat dalam pembuatan skripsi ini. Untuk itu kritik dan saran kiranya dapat lebih memperbaiki skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan khususnya bagi umat manusia, serta bagi perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai aktivitas kita berjuang di jalan-Nya serta menjadikan kita semua sebagai hamba-Nya yang bahagia di dunia dan akhirat.

Jakarta, 9 Desember 2014


(10)

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan dan Manfaat penelitian... 7

F. Metode Penelitian... 8

G. Sistematika Penelitian ... 11

BAB II LANDASAN TEORI 14

A. Kontrak ... 14

1. Pengertian Kontrak ... 14

2. Asas-asas Kontrak ... 16

3. Rukun dan Syarat Kontrak ... 19

4. Berakhirnya Kontrak ... 21

B. Dana Pensiun Lembaga Keuangan ... 23

1. Pengertian Dana Pensiun ... 23


(11)

vi

3. Fungsi Dana Pensiun ... 28

4. Manfaat Program Pensiun ... 30

5. Jenis-jenis Dana Pensiun ... 31

D. Ketetapan Fatwa DSN-MUI ... 35

E. Standar Syariah ... 38

F. Review Studi Terdahulu ... 40

BAB III METODE PENELITIAN 43

A. Sejarah berdiri DPLK Muamalat ... 43

B. Hakikat, Tujuan dan Manfaat ... 47

C. Visi, Misi dan Core Value ... 50

D. Struktur Organisasi ... 50

E. Produk dan Program ... 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 61

A. Analisis Struktur Kontrak ... 61

1. Pembukaan ... 61

2. Isi Kontrak ... 68

3. Penutup ... 71

B. Analisis Kontrak Ditinjau dari Fatwa DSN ... 73

1. Ketentuan Umum ... 73

2. Ketentuan Terkait PPIP-DPLK ... 76


(12)

vii

4. Ketentuan Terkait PPMP ... 83

BAB V PENUTUP 85

A. Kesimpulan... 85

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88


(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia semakin berkembang cepat dan pesat di berbagai sektor, dihadapkan pada timbulnya dampak dan fenomena baru yang memberikan pengaruh dan perubahan, baik yang menguntungkan maupun merugikan, seperti bertambah besarnya risiko-risiko yang tidak dapat diduga, yaitu hilangnya harta atau jiwa.

Segala risiko yang mungkin timbul akibat hal-hal yang tidak diinginkan tersebut dan guna menutup kemungkinan dari risiko-risiko kerugian, maka kehadiran asuransi dibutuhkan untuk menjamin manusia dari berbagai risiko. Institusi ini telah menjadi basis bagi kehidupan modern dan mempunyai pengaruh yang sangat luas, dapat diaplikasikan di semua bidang.

Saat ini kebutuhan jasa perasuransian makin dirasakan, baik oleh perorangan maupun dunia usaha di Indonesia. Asuransi merupakan sarana finansial dalam kehidupan dan perekonomian, baik dalam menghadapi risiko yang mendasar seperti kematian, atau risiko dalam menghadapi kerugian atas harta benda yang dimiliki. Asuransi memang tidak bisa mencegah risiko, tapi setidaknya bisa menanggulangi dampak finansial dengan risiko yang terjadi.


(14)

2

Demikian pula dunia usaha dalam menjalankan kegiatannya menghadapi berbagai risiko yang mungkin dapat menggangu kesinambungan usahanya.1

Penanggulangan risiko-risiko yang memungkinkan terjadi, bisa melalui program-program yang terdapat dalam perasuransian seperti dana pensiun. Program pensiun pada prinsipnya bertujuan memberikan jaminan kesejahteraan pada karyawan, keberadaan kesejahteraan tersebut meningkatkan karyawan memperkecil masalah-masalah yang timbul dari risiko kehilangan pekerjaan, lanjut usia, kecelakaan atau bahkan meninggal dunia.2

Di Indonesia, pengelolaan dana pensiun mulai mendapat perhatian serius ketika terbentuk undang-undang No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun, dan disusul berbagai peraturan pelaksanaannya. Dengan peraturan peruandang-undangan ini, diharapkan para karyawan/ pekerja yang sekarang ini aktif bekerja, akan merasa tentram menjadi peserta yang menghimpun dananya sendiri pada lembaga dana pensiun di masing-masing lingkungan kerjanya, sebagai bekal di masa pensiun kelak.3

Dengan ditetapkannya undang-undang dana pensiun, pemupukan dana bagi program pensiun yang selama ini dikelola yayasan harus memperoleh pengesahan Menteri Keuangan dan dinyatakan sebagai badan hukum Dana

1

Herman Darmawi, Manajemen Asuransi (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h.1

2

Dahlan Siamat, Manajemen Keuangan (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2004), h. 465

3

Hasiholan Siagian, Manajemen Dana Pensiun di Indonesia (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1993), h. 5


(15)

Pensiun Pemberi Kerja (DPPK). Di tahun-tahun pertama berlakunya undang-undang dana pensiun, pertumbuhan jumlah dana pensiun lebih didorong oleh konversi yayasan dana pensiun menjadi DPPK. Dalam periode 1992-1998, 165 yayasan dana pensiun dikonversi menjadi DPPK. Pada periode yang sama, terdapat pendirian DPPK baru sebanyak 143 dana pensiun.

Salah satu hal baru dalam undang-undang dana pensiun adalah lahirnya Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Berbeda dengan DPPK yang menyelenggarakan program pensiun khusus bagi pegawai pendiri dan atau mitra pendiri DPPK yang bersangkutan, DPLK didirikan oleh bank umum atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyediakan program pensiun bagi masyarakat luas, khususnya para pekerja mandiri.

Dalam perkembangannya, DPLK lebih banyak berperan sebagai media alternatif bagi pemberi kerja yang bermaksud untuk menyediakan program pensiun bagi karyawannya. Dalam lima tahun pertama berlakunya undang-undang dana pensiun, terdapat 25 pendirian DPLK, dimana 20 DPLK didirikan oleh perusahaan asuransi jiwa dan 5 DPLK didirikan oleh bank umum.

Untuk menjalankan dana pensiuan pada lembaga keuangan diperlukan adanya akad dalam bentuk kontrak tertulis. Kontrak adalah aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian atau persetujuan.4 Hal ini menunjukkan bahwa kontrak dari suatu akad merupakan rujukan atau pedoman atas semua

4

Salim, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.1


(16)

4

aktivitas yang berkaitan dengan transaksi tersebut. Dengan kata lain, kejelasan dan keabsahan suatu kontrak adalah hal yang vital dalam suatu akad kerjasama.

Adapun dalam kontrak bisnis syariah didasarkan pada teori-teori akad yang ada dalam fiqh muamalat. Dalam kajian fiqh muamalat, masalah akad menempati posisi sentral karena merupakan cara paling penting yang digunakan untuk memperoleh suatu maksud dan tujuan, terutama yang berkenaan dengan harta atau manfaat sesuatu secara sah. Tidak jarang karena kesalahan dalam memilih akad atau kurang terpenuhi syarat dan rukun akad, transaksi yang dilakukan bisa dinilai tidak sah (batal).5

Tentunya pertumbuhan lembaga keuangan syariah tersebut secara lambat tapi pasti juga akan mendorong perkembangan dana pensiun syariah. Sampai sekarang, baru beberapa perusahaan yang mengelola dana pensiun syariah diantaranya: Bank Muamalat Indonesia (BMI), Manulife Syariah (Principal Indonesia) dan Allianz Syariah. Lambannya pertumbuhan dana pensiun syariah disebabkan beberapa faktor diantaranya: lambatnya regulasi, keterbatasan instrumen investasi, belum jelasnya model tata kelola dana pensiun syariah serta kurangnya sosialisasi dan edukasi tentang pentingnya dana pensiun syariah.

Harus diakui bahwa perkembangan dana pensiun syariah relatif tertinggal dibanding dengan industri keuangan syariah yang lainnya. Hal ini disebabkan minimnya dukungan strategi dan keterlambatannya regulasi.

5

Ah. Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum Positif dan Hukum Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 64


(17)

Seiring dengan berkembangnya produk dana pensiun, muncul regulasi terbaru yang bersumber dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan dikeluarkannya Fatwa No. 88/ DSN-MUI/ XI/ 2013 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Program Pensiun Berdasarkan Prinsip Syariah. Hal ini menjadi sangat penting bagi pelaksanaan dana pensiun itu sendiri, apakah kegiatan dana pensiun pada lembaga keuangan bank muamalat sudah sesuai dengan Fatwa No. 88/ DSN-MUI/ XI/ 2013 atau kah masih menjadi hal yang patut dikoreksi kembali.

Maka bertolak dari permasalahan diatas, perlu kiranya penulis menganalisis lebih dalam lagi permasalahan ini kedalam penulisan skripsi yang berjudul: “ANALISA KONTRAK DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DITINJAU DARI FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 88/DSN-MUI/XI/2013. STUDI KASUS BANK MUAMALAT INDONESIA”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat mengidentifikasi masalah yang muncul, diantaranya:

1. Bagaimana prosedur pembentukan kontrak dana pensiun di DPLK Muamalat?


(18)

6

3. Apakah jenis Peogram Pensiun Iuran Pasti (PPIP) DPLK, PPIP Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) DPPK berpengaruh pada isi kontrak?

4. Apa perbedaan kontrak antara PPIP DPLK, PPIP DPPK dan PPMP DPPK? 5. Apakah kontrak dana pensiun pada DPLK Muamalat sudah sesuai dengan

Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 88/DSN-MUI/XI/2013?

6. Bagaimana tingkat keberhasilan pelaksanaan perjanjian dana pensiun di DPLK Muamalat?

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian skripsi ini tidak meluas serta menjaga kemungkinan penyimpangan dalam penelitian, maka penulis perlu memberikan batasan pada:

1. Penelitiaan dilakukan di DPLK Muamalat.

2. Data yang diperlukan adalah mengenai kontrak dana pensiun di DPLK Muamalat.

3. Penelitian ini menganalisis perbandingan antara kontrak DPLK Muamalat dengan struktur kontrak lang lazim di Indonesia dan kesesuaian kontrak dana pensiun di DPLK Muamalat ditinjau dari Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 88/DSN-MUI/XI/2013.


(19)

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada skripsi ini adalah:

1. Bagaimana kesesuaian kontrak DPLK Muamalat dengan struktur kontrak yang lazim di Indonesia?

2. Bagaimana kesesuaian kontrak dana pensiun di DPLK Muamalat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 88/DSN-MUI/XI/2013?

E. Tujuan dan Manfaat penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui dan menjelaskan prosedur pembentukan kontrak dana pensiun di DPLK Muamalat.

b. Mengetahui isi kontra dana pensiun di DPLK Muamalat.

c. Mengetahui dan menganalisis kesesuaian aplikasi kontrak dana pensiun di DPLK dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 88/DSN-MUI/XI/2013.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:

a. Bagi penulis, untuk meningkatkan pemahaman penulis mengenai kontrak dana pensiun di lembaga keuangan atau lembaga lainnya.


(20)

8

b. Bagi kalangan akademik, baik mahasiswa ataupun dosen, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan di bidang kontrak bisnis, khususnya mengenai kontrak dana pensiun.

c. Bagi pihak lembaga keuangan dan lembaga lainnya hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi dalam upaya mengembangkan lembaga keuangan syariah di Indonesia.

d. Bagi masyarakat umum, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan wawasan bagi masyarakat mengenai kontrak dana pensiun di lembaga keuangan syariah.

F. Metode Penelitian

pengumpulan data merupakan bagian terpenting di dalam sebuah penelitian, dalam hal ini sangat dibutuhkan data-data yang akurat serta relevan dalam persoalan yang akan diteliti. Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut:

1. Pendekatan

Dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan hukum dengan melihat peraturan-peraturan. Baik hukum primer maupun bahan hukum sekunder atau pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan


(21)

Undang-Undang yang berlaku.6 Pada penelitian ini, peneliti mengacu pada Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 88/DSN-MUI/XI/2013 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Program Pensiun Berdasarkan Prinsip Syariah.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan metode penelitian deskriptif, Analisis deskriptif merupakan penelitian terhadap fenomena atau populasi tertentu yang diperoleh peneliti dari subjek berupa individu, organisasional, industri atau perspektif yang lain.7

3. Jenis dan Sumber Data

Adapun data yang digunakan penulis dalam skripsi ini menggunakan dua jenis sumber data, yaitu:

a. Data Primer

Data yang diperoleh langsung dari DPLK Muamalat berupa hasil wawancara dengan menggunakan instrumen pedoman wawancara.

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan yang berkaitan dengan materi yang akan dibahas, baik itu berupa draft kontrak, Fatwa

6

Roni Hantijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Semarang: Ghalia Indonesia, 1998), h. 11.

7

Nur Indiantoro dan Bambang Sutomo, Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan


(22)

10

MUI, buku, jurnal, surat kabar atau sumber-sumber lain yang relevan dengan pokok permasalahan yang diangkat penulis pada skripsi ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Mengumpulkan data yang berkenaan dengan judul penelitian, penulis menggunakan jenis pengumpulan data berikut:

a. Wawancara

Merupakan salah satu pengambilan data dan informasi dengan interaksi bahasa yang berlangsung antara dua orang melalui tatap muka.8

b. Studi Dokumentasi

Penulis akan mengumpulkan data berdasarkan data atau laporan tentang kontrak dana pensiun di DPLK Muamalat berupa buku pedoman perjanjian, kontrak akad, profil, buku literatur yang relevan dengan masalah terkait, dan lain-lain.

c. Library Research (Penelitian Kepustakaan)

Pada penelitian kepustakaan ini, penulis akan mendapatkan dari literatur berupa buku-buku tentang kontrak bisnis, dana pensiun.

5. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Muamalat.

8


(23)

6. Metode Analisis Data

Penelitian dalam skripsi ini seluruhnya menggunakan metode kualitatif. Teknik penelitian yang digunakan adalah content analysis yakni penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media masa.9

7. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan dalam skripsi ini, penulis menggunakan Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.

G. Sistematika Penelitian

Mengenai sistematika penulisan, dalam hal ini penulis membaginya dalam lima bab yang secara garis besar sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini sebagai pengantar karya ilmiah yang merupakan gambaran umum latar belakang masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini. Secara rinci dalam bab ini dijelaskan latar belakang permasalahan, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan

9


(24)

12

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Bab ini merupakan kajian kepustakaan yang menjadi dasar pemikiran dalam penelitian ini. Secara rinci bab ini menjelaskan tentang pengertian kontrak, asas-asas kontrak, rukun dan syarat kontrak, berakhirnya kontrak dan pengertian dana pensiun, tujuan dana pensiun, fungsi dana pensiun, manfaat program pensiun, jenis-jenis dana pensiun, ketetapan fatwa DSN-MUI mengenai dana pensiun syariah, standar syariah dana pensiun dan review studi terdahulu.

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum perusahaan berupa profil singkat, visi-misi, struktur organisasi, produk dan program, dan mekanisme dan prosedural.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Bab ini menganalisis tentang struktur kontrak pada dana pensiun lembaga keuangan muamalat dan analisis kontrak dana pensiun lembaga keuangan muamalat


(25)

ditinjau dari Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 88/DSN-MUI/XI/2013.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini, penulis membuat kesimpulan dari pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya disertai saran-saran konstruktif yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak- pihak yang berkepentingan.


(26)

14 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kontrak

1. Pengertian Kontrak

Istilah kontrak dari bahasa Inggris, yaitu contract. Dalam bahasa Belanda disebut dengan overeenkomst (perjanjian). Pengertian perjanjian ataupun kontrak diatur dalam pasal 1313 KUH Perdata. Pasal tersebut berbunyi:

“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.1

Pihak yang sudah melakukan suatu perjanjian berarti sudah mengikatkan dirinya pada isi perjanjian tersebut.

Kontrak adalah peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis. Para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk mentaati dan melaksanakannya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang disebut perikatan (verbintenis). Kontrak merupakan perbuatan hukum dimana dua pihak atau lebih saling mengikat suatu perbuatan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu.

1

Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus (Jakarta: Kencana, 2011), h.7


(27)

Setidaknya terdapat dua istilah dalam Alquran yang berhubungan dengan perjanjian (kontrak), yaitu al-‘aqdu (akad) dan al-‘ahdu (janji).2 Kata akad berasal dari bahasa arab dari lafaz al-‘aqad yang artinya mengikat, ikatan (atau pengencangan dan penguatan) antara beberapa pihak dalam hal tertentu, baik ikatan itu bersifat konkret maupun abstrak, baik dari satu sisi maupun dua sisi.3

Pengertian khusus tentang akad adalah hubungan antara ijab (pewajiban) dan qabul (penerimaan) secara syariat yang menimbulkan efek terhadap objeknya atau dengan kata lain, berhubungan ucapan salah satu dari dua orang yang berakad dengan yang lain secara syara dimana hal itu menimbulkan efeknya terhadap objek.4

Akad secara terminologi fikih adalah perikatan antara ijab (penawaran) dengan qabul (penerimaan) secara yang dibenarkan syara’. Kata kontrak yang dimaksud ialah terjemahan dari kata ‘uqud bentuk jamak dari kata akad yang berarti mengikat, perjanjian atau kontrak.

2

Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, cet III (Jakarta: Kencana, 2007), h. 45

3

Wahbah Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, cet. II Jilid 4 (Damsyik: Dar Al-Fikr, 1985), h.80

4


(28)

16

Pengertian akad adalah suatu perikatan antara ijab dan qabul dengan cara yang dibenarkan syariah yang menerapkan adanya akibat hukum pada objeknya.5

Al-Mu’ahadah (perjanjian) adalah kata yang berasal dari ‘ahada. Al-‘Ahd secara etimologi berarti segala kesepakatan antar hamba (manusia), setiap perintah Allah SWT, pemeliharaan, menjaga kehormatan dan keamanan. Kata Al-‘Ahd dipergunakan dengan beberapa arti, diantaranya kesepakatan diantara dua orang atau dua pihak terhadap suatu perkara yang mengikat mereka untuk kepentingan kedua belah pihak atau salah satu pihak, dan al-mu’ahadah adalah peristiwa kesepakatan ini.6

2. Asas-asas Kontrak

Asas berasal dari bahasa arab asasun yang berarti dasar, basis dan pondasi. Menurut Mohammad Daud Ali yang dikutip dari buku Hukum Perikatan Islam di Indonesia karya Gemala Dewi dkk, mengartikan asas apabila dihubungkan dengan kata hukum adalah kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuan berfikir dan alasan pendapat, terutama dalam penegakan dan pelaksanaan hukum.7 Berikut asas-asas dalam kontrak:

5

Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum Indonesia (Jakarta: Kencana, 2010), h. 177

6

Iyad Hilal, Perjanjian-perjanjian Internasional Dalam Pandangan Islam, Penerjemah Mahbubah (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002), h. 51

7


(29)

a. Asas llahiyah

Setiap perbuatan manusia tidak akan terlepas dari ketentuan Allah SWT, begitupun dalam kegiatan muamalat, termasuk perbuatan perikatan tidak akan terlepas dari nilai-nilai ketauhidan. Dengan demikian setiap manusia memiliki tanggung jawab akan hal itu karena setiap perbuatan akan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

b. Asas Kebebasan

Islam memberikan kebebasan kepada para pihak untuk melakukan suatu perikatan. Bentuk dan isi perikatan tersebut ditentukan oleh para pihak. Namun, kebebasan ini tidaklah absolut, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum Islam, maka perikatan boleh dilaksanakan. Menurut Fathurrahman Djamil, bahwa “Syariah Islam memberikan kebebasan kepada setiap orang yang melakukan akad sesuai dengan yang diinginkan, tetapi yang menentukan akibat hukumnya adalah ajaran

agama”.8

c. Asas Al-Musawamah (Persamaan atau Kesetaraan)

Para pihak memiliki kedudukan yang sama, sehingga dalam menentukan tern and condition dari suatu akad setiap pihak mempunyai kesetaraan atau kedudukan yang seimbang. Oleh karena itu, dilarang

8


(30)

18

penentuan isi akad oleh sepihak atau berdasarkan kemauan pihak yang kuat posisinya.9

d. Asas Al-‘Adalah (Keadilan)

Adapun asas dari semua akad adalah keadilan. Sebab, dengan keadilan itulah Allah SWT mengutus Rasul dan menurunkan kitab-kitab sucinya.10 Para pihak dalam pelaksanaan akad dituntut untuk melakukan yang benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan. Keadilan juga menuntut para pihak menerima hak dan melaksanakan kewajiban secara berimbang sesuai dengan prestasi dan kopensasinya. Disamping itu, pelaksanaan akad harus senantiasa mendatangkan keuntungan yang adil dan berimbang serta tidak boleh mendatangkan kerugian bagi salah satu pihak.

e. Asas Al-Ridho (Kerelaan)

Prinsip ini menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar kerelaan antara masing-masing pihak, harus didasarkan pada kesepakatan bebas dari pihak masing-masing dan tidak boleh ada unsur paksaan, tekanan, dan penipuan.11

9

Saefuddin Arif dan Azharuddin Lathif, Bahan Ajar Kontrak Bisnis Syariah (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum, 2011), h. 42

10

Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim, Hukum Islam Dalam Tinjauan Akal dan Hikmah, Penerjemah Amiruddin bin Abdul Djalil (Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), h. 25

11


(31)

f. Asas Ash-Shidq (Kejujuran)

Kejujuran merupakan hal yang harus dilakukan oleh manusia dalam segala bidang kehidupan, termasuk dalam pelaksanaan muamalat. Jika kejujuran tidak diterapkan dalam perikatan maka akan merusak legalitas perikatan. Selain itu, jika terdapat ketidakjujuran dalam perikatan, akan menimbulkan perselisihan diantara kedua belah pihak.

g. Asas Al-Kitabah (Tertulis)

Hendaknya dalam perikatan dilakukan secara tertulis, dihadiri saksi-saksi, dan diberikan tanggung jawab individu yang melakukan perikatan, dan yang menjadi saksi.12

3. Rukun dan Syarat Kontrak

Rukun adalah sesuatu yang harus ada dalam kontrak. Sedangkan syarat adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh rukun-rukun tersebut. Pada umumnya setiap akad mengandung beberapa rukun yang dapat digeneralisasikan berlaku pada setiap bentuk akad, yakni:

a. Subjek Perikatan (Aqid) yaitu pribadi-pribadi yang padanya terdapat ketentuan berupa pembebanan kewajiban dan perolehan hak.

b. Objek Perikatan (Mahallu Al-‘Aqdi) yaitu benda yang berlaku pada hukum akad, atau sesuatu objek perikatan. Objek perikatan hanya benda-benda

12


(32)

20

yang halal dan bersih dari najis dan maksiat. Syarat-syarat objek perikatan yakni:

1) Halal menurut syara’

2) Bermanfaat (bukan merusak atau digunakan untuk merusak) 3) Dimiliki sendiri atau atas kuasa pemilik

4) Dapat diserah-terimakan (berada dalam kekuasaan) 5) Harga jelas

c. Prestasi (Maudhu Al-‘Aqdi) yaitu tujuan akad atau maksud pokok mengadakan yang sesuai dengan jenis akadnya. Syarat-syarat dari tujuan akad, yaitu:

1) Baru ada pada saat dilaksanakan akad 2) Berlangsung hingga berakhirnya akad 3) Tujuan akad harus dibenarkan syara’

d. Pernyataan Kehendak (Shigat Al-‘Aqdi) yaitu perkataan yang menunjukkan kepada kehendak kedua belah pihak atau juga disebut ijab dan qabul (serah terima),13 hal ini menunjukkan maksud kedua belah pihak, ijab dan qabul harus selaras, dan ijab-qabul dilakukan dalam satu tempat dan terhubungkan satu sama lain.14 Ijab-qabul membentuk shighat akad. Artinya, kedua pihak merupakan ungkapan yang menunjukkan

13

Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum Indonesia (Jakarta: Kencana, 2010), h. 180-181

14

Asep Saepudin Jahar, dkk, Hukum Keluarga, Pidana dan Ekonomi (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), h.58


(33)

adanya kesepakatan dua pihak yang sedang berakad. Kalangan Hanafiyah mendefinisikan Ijab adalah melakukan perbuatan tertentu yang menunjukkan kerelaan dan yang muncul pertama kali dari salah satu pihak yang berakad. Sementara qabul adalah apa yang disebutkan setelah itu oleh seorang diantara dua orang yang berakad yang menunjukkan persetujuan dan ridhanya atas ijab yang diucapkan oleh pihak lain. Sedangkan selain ulama Hanafiyah, ijab adalah sesuatu yang muncul dari orang yang memiliki hak untuk memberikan kepemilikan meskipun munculnya terakhir. Sementara qabul, adalah sesuatu yang muncul dari orang yang akan memperoleh kepemilikan meskipun munculnya pertama kali.15

4. Berakhirnya Kontrak

Kontrak akan selesai atau berakhir dan tidak berlangsung terus menerus. Bahkan diharamkan jika mengikat perjanjian dengan batas waktu yang bersifat abadi.16 Akad berakhir disebabkan terpenuhinya tujuan akad (tahqiq gharadh al-‘aqd), fasakh, infisakh, kematian, ketidakizinan (‘adal al-ijazah) dari pihak yang memiliki kewenangan dalam akad. Berikut penjelasan sebab berakhirnya akad:

15

Wahbah Zuhailiy, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 4, Penerjemah Abdul Hayyie Al-Kattani, dkk (Jakarta: Gema Insani DarulFikri, 2011), h. 430

16


(34)

22

a. Tujuan akad telah tercapai, jika tujuan akad sudah tercapai maka akad akan berakhir dengan sendirinya.

b. Fasakh (pemutusan), dalam akad yang mengikat bagi para pihak ada beberapa alasan yang menyebabkan akad dapat atau harus putus, yaitu: 1) Akad dipandang fasad (transaksi dengan batas waktu tertentu) 2) Adanya khiyar (hak pembeli)

3) Iqalah (kerelaan kedua belah pihak ketika salah satu pihak menyesal dan ingin mencabut akad yang telah dilakukannya)

4) ‘Adam al-tanfidz (kewajiban yang ditimbulkan karena akad tidak dipenuhi oleh para pihak atau salah satu pihak)

c. Infisakh (putus dengan sendirinya), akad dinyatakan putus apabila isi akad tidak mungkin dapat dilaksanakan.17

d. Kematian, mengenai kematian, terdapat perbedaan pendapat diantara para ahli fikih mengenai masalah apakah kematian pihak-pihak yang melakukan akad akan mengakibatkan berakhirnya akad. Sejalan dengan perbedaan pendapat mereka apakah hak yang ditimbulkan oleh akad itu dapat diwariskan atau tidak.18

e. ‘Adal al-ijazah (tidak ada persetujuan), pihak yang berwenang tidak memberikan persetujuan terhadap pelaksanaan akad.19

17

Saefuddin Arif dan Azharuddin Lathif, Bahan Ajar Kontrak Bisnis Syariah, h. 37-39

18

Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, h. 93

19


(35)

B. Dana Pensiun Lembaga Keuangan 1. Pengertian Dana Pensiun

Pengertian pensiun adalah hak seorang untuk memperoleh penghasilan setelah bekerja sekian tahun dan sudah memasuki usia pensiun atau ada sebab-sebab lain sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan.20 Sedangkan pensiun dalam arti bahasa adalah tidak berfungsi lagi. Bila arti pensiun diterapkan untuk manusia, berarti seseorang tidak bekerja lagi akan tetapi setiap bulannya masih tetap mendapatkan uang sara. Uang sara adalah uang untuk biaya menyambung hidup yang diperoleh tanpa melakukan pekerjaan.21

Dalam kamus Manajemen dijelaskan bahwa Dana Pensiun adalah dana yang disiapkan oleh suatu perseroan, serikat pekerja, badan usaha pemerintah atau organisasi lain untuk membayar dana pensiun dari pekerja yang telah pensiun. Dana-dana pensiun tersebut setiap tahunnya menginvestasikan sejumlah dana ke dalam pasar saham dan obligasi. Para manajer dana membuat asusmsi aktuarial tentang berapa banyaknya dana yang harus dibayarkan kepada para pensiun dengan mencoba memastikan bahwa tingkat

20

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, ed. 6 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), h. 307

21

Syarif Arbi, Mengenal Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank (Jakarta: Djambatan, 2003), h. 182


(36)

24

pendapatan atas portapel22 perusahaannya sama atau melebihi kebutuhan pembayaran yang telah diperkirakan.23

Menurut David Scot dalam bukunya yang berjudul Wall Street Words, pension fund is “a financial institution that controls assets and disburses income to people after thay have retired from gainful employment”.24 Maksudnya, Dana Pensiun adalah sebuah lembaga keuangan yang mengawasi sejumlah aset atau harta dan membagikan (memberi pesangon) ke dalam pendapatan seseorang setelah mereka berhenti mendapat gaji (bekerja) dari perusahaan sebagai pegawai.

Pengertian di atas sama halnya menurut Perry dalam Dictionary of Banking, pension fund is “an investement maintained by companies and other employers to pay the annual sum required under the business organization’s pension scheme”. Maksudnya, Dana Pensiun adalah sebuah pemeliharaan investasi oleh perusahaan untuk memenuhi kewajiban tahunan berdasarkan pola pengaturan usaha pensiun.

Menurut UU Nomor 11 Tahun 1992 Dana Pensiun adalah suatu badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Manfaat pensiun adalah pembayaran berkala yang dibayarkan

22

Portapel sama dengan portofolio, yakni gabungan pemilikan lebih dari satu saham, obligasi, komoditas oleh seorang investor kelembagaan dengan tujuan untuk mengurangi risiko dengan mengadakan diversifikasi.

23

B. N. Marbun, Kamus Manajemen, cet. I (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h. 56-57

24

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, ed. 4 (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), h. 466


(37)

kepada peserta pada saat dan dengan cara yang ditetapkan dalam peraturan dana pensiun.25

Dalam menghadapi hari tuanya seorang karyawan atau pekerja mandiri paling tidak harus memiliki simpanan atau tabungan baik itu berupa uang ataupun dalam bentuk kekayaan lainnya yang dapat menjamin dirinya di masa yang akan datang, karena seseorang tidak akan mengetahui apa yang akan terjadi suatu hari nanti.

Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) adalah dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti (defined contribution plan) bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari dana pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.26

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa dana pensiun merupakan suatu badan hukum yang harus dibentuk oleh suatu organisasi (institusi) atau perusahaan baik itu dana pensiun pemberi kerja yang memungut dana dari karyawan suatu perusahaan maupun dana pensiun lembaga keuangan yang memperoleh dana dari iuran para peserta dan memberi pendapatan kepada peserta pensiun sesuai perjanjian. Dengan demikian jelas bahwa yang mengelola dana pensiun adalah perusahaan yang

25

Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992

26


(38)

26

memiliki badan hukum seperti bank umum atau asuransi yang telah memperoleh izin dari Departemen Keuangan.

2. Tujuan Dana Pensiun

Seiring dengan perkembangan zaman dewasa ini, pelaksanaan program pensiun atau harapan untuk memperoleh pensiun dihubungkan dengan berbagai tujuan. Masing-masing tujuan memiliki maksud tersendiri, baik bagi pemerintah, pemberi kerja, penerima pensiun, maupun pengelola.

Adapun tujuannya dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pemerintah27

1) Terciptanya sumber dana baru yang bersifat jangka panjang sehingga memungkinkan terbentuknya akumulasi dana sebagai modal pembangunan. Sistem pendanaan dari program pensiun tersebut diharapkan pemerintah sebagai salah satu sumber dana yang sangat diperlukan untuk membiayai dan meningkatkan pembangunan nasional. 2) Program pensiun menjanjiakan kehidupan di masa tua sehingga dapat memotivasi produktifitas anak bangka yang pada gilirannya mempercepat laju pembangunan. Dengan bekerjanya seseorang, maka ia akan memperoleh pengahsilan disertai dengan adanaya jaminan di masa tua sehingga pendapatan negara pun akan meningkat yang diperoleh dari pajak penghasilan seseorang.

27

Syarif Arbi, Mengenal Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank (Jakarta: Djambatan, 2003), h. 185


(39)

b. Pemberi Kerja28

1) Kewajiban moral, yaitu perusahaan mempunyai kewajiban moral untuk memberikan rasa aman kepada karyawan pada saat mencapai usia pensiun.

2) Loyalitas, yaitu dengan adanya program pensiun, karyawan diharapkan akan mempunyai loyalitas dan dedikasi terhadap perusahaan sehingga dapat mengurangi jumlah absensi dan adanya tanggung jawab dari setiap pekerja.

3) Kompetisi pasar tenaga kerja, yaitu dengan memasukkan program pensiun sebagai suatu bagian dari total kompensasi yang diberikan kepada karyawan diharapkan perusahaan akan memiliki daya saing dan nilai lebih dalam usaha mendapatkan karyawan yang berkualitas dan profesional di pasaran tenaga kerja.

c. Karyawan (penerima pensiun)29

1) Rasa aman terhadap masa yang akan datang, yaitu karyawan berharap mendapatkan jaminan ekonomis. Karena penghasilan yang ia terima memasuki masa pensiun. Harapan ini akan mempengaruhi kinerja saat ini, pada saat ia masih produktif.

28

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, h. 467

29

Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Salemba Empat, 2006), h. 269


(40)

28

2) Kompensasi yang lebih baik, yaitu karyawan mempunyai tambahan kompensasi meskipun baru bisa dinikmati pada saat mencapai usia pensiun atau berhenti bekerja.

3. Fungsi Dana Pensiun

Fungsi program pensiun harus dapat didentifikasi dengan jelas supaya program pensiun tersebut dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun fungsi program pensiun antara lain:

a. Asuransi

Peserta yang meninggal dunia ataau cacat sebelum mencapai usia pensiun dapat diberikan uang pertanggungan atas beban bersama dari dana pensiun. Masa kerja para karyawan bukanlah suatu ketetapan. Dalam arti, apabila masa kerja karyawan belum mencapai masa kerja yang disyaratkan tetapi karyawan tersebut berhalangan tetap (cacat tetap sehingga tidak mungkin lagi bekerja atau meninggal), maka karyawan tersebut dijamin akan memperoleh pensiun. Meskipun demikian jumlah yang diterima tidak penuh atau lebih sedikit bila dibandingkan karyawan yang memenuhi masa kerja sesuai dengan perhitungan semula.

Sebagai contoh, bila peserta program pensiun mengalami musibah, baik cacat ataupun meninggal dunia yang mengakibatkan terputusnya pendapatan sebelum memasuki masa pensiun maka kepada kepada peserta tersebut akan diberikan manfaat sebesar yang dijanjikan atas beban dana


(41)

pensiun karena penyelenggaraan program pensiun mengandung azas kebersamaan seperti halnya program asuransi.

b. Tabungan

Himpunan iuran peserta dan iuran pemberi kerja merupakan tabungan untuk dan atas nama pesertanya sendiri. Iuran yang dibayarkan oleh karyawan setiap bulan dapat dilihat sebagai tabungan dari para pesertanya. Iuran tersebut adalah konsekuensi dari manfaat yang akan diterima oleh karyawan di masa yang akan datang.

Besarnya manfaat yang diterima oleh peserta sangat bergantung dengan akumulasi dana yang disetor dan hasil pengembangan dari iuran tersebut. Semakin rajin seorang peserta membayar dana pensiun tersebut maka akan semakin besar pula dana yang akan diperoleh nantinya. Tentunya dengan semakin panjang waktu atau lamanya masa kepesertaan akan memberikan dampak terhadap pertumbuhan dana setoran iuran peserta.

c. Pensiun

Seluruh himpunan iuran peserta dan iuran pemberi kerja serta hasil pengelolaannya akan dibayarkan dalam bentuk manfaat pensiun sejak bulan pertama setelah mencapai usia pensiun selama seumur hidup peserta, dan janda atau duda peserta. Dalam arti, peserta akan diberikan


(42)

30

kelangsungan pendapatan dalam bentuk pembayaran secara berkala seumur hidup setelah memasuki masa pensiun.

4. Manfaat Program Pensiun

Manfaat pensiun pada prinsipnya berkaitan dengan usia dimana peserta berhak untuk mengajukan pensiun dan mendapatkan manfaat pensiun yang dapat dibedakan sebagai berikut:30

a. Pensiun Normal (Normal Retirement)

Pensiun yang diberikan untuk karyawan yang usianya telah mencapai masa pensiun seperti yang ditetapkan perusahaan. Sebagai contoh rata-rata usia pensiun di Indonesia adalah ketika seseorang telah berusia 55 tahun dan 60 tahun untuk profesi tertentu.

b. Pensiun Dipercepat (Early Retirement)

Program pensiun ini biasanya mengizinkan karyawan untuk pensiun lebih awal sebelum mencapai usia pensiun normalnya. Jenis pensiun ini diberikan untuk kondisi tertentu, misalnya karena adanya pengurangan pegawai di perusahaan tersebut atau karena satu dan alasan lain, karyawan mengajukan permohonan kepada pemberi kerja agar masa pensiunnya dipercepat.

30


(43)

c. Pensiun Ditunda (Defered Retirement)

Merupakan pensiun yang diberikan kepada para karyawan yang meminta pensiun sendiri, namun usia pensiun belum memenuhi untuk pensiun. Dalam hal tersebut karyawan yang mengajukan tetap keluar dan pensiunnya baru dibayar pada saat usia pensiun tercapai.

d. Pensiun Cacat (Disable Retirement)

Pensiun ini diberikan bukan karena usia akan tetapi lebih disebabkan peserta mengalami kecelakaan sehingga dianggap tidak mampu lagi untuk dipekerjakan.

5. Jenis-jenis Dana Pensiun

Jenis kelembagaan dana pensiun menurut pasal 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992, dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis, yaitu:

a. Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK)

Lembaga ini dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri dan untuk menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti atau program pensiun iuran pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawan sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja.31

b. Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)

31


(44)

32

Pasal 1 Butir 4 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992, menyatakan bahwa dana pensiun lembaga keuangan adalah dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa, untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari dana pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.

Mengenai perbedaan antara Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dengan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1 Perbedaan antara DPPK dengan DPLK

DPPK DPLK

Pendiri Perusahaan yang mempekerjakan orang

Bank atau

Perusahaan asuransi jiwa

Peserta Bersifat tertutup hanya untuk pekerja dari perusahaan yang bersangkutan

Bersifat terbuka dimana siapa saja dapat ikut menjadi peserta termasuk peserta individual Program Pensiun Bisa menjalankan

program pensiun manfaat pasti atau program pensiun iuran pasti Hanya bisa menjalankan program pensiun iuran pasti Pelaporan Laporan keuangan

audit tidak wajib dipublikasikan di media massa Laporan keuangan audit wajib dipublikasikan di media massa


(45)

Program pensiun dapat dijalankan menurut ketentuan di atas, yaitu:32 a. Program Pensiun Manfaat Pasti (Defined Benefit Plan)

Yaitu program pensiun yang manfaatnya ditetapkan dalam peraturan dana pensiun atau program lain yang bukan merupakan iuran pasti. Formula yang umum digunakan untuk menentukan besar manfaat pensiun untuk jenis program ini adalah Program Pensiun Pendapatan Terakhir (Final Earning Pension Plan) yang dihitung berdasarkan persentase tertentu dari gaji terakhir peserta pada saat mencapai usia pensiun.

b. Program Pensiun Iuran Pasti (Defined Contribution Plan)

Yaitu program pensiun yang iurannya ditetapkan dalam peraturan dana pensiun dan seluruh iuran serta hasil pengembangannya dibukukan pada rekening masing-masing peserta sebagai manfaat pensiun. Untuk jumlah manfaat pensiun pada program pensiun iuran pasti tergantung pada akumulasi iuran dan hasil pengembangannya sehingga tidak bisa dihitung seperti di atas.

Mengenai perbedaan antara Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dengan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP), dapat dilihat pada tabel dibawah ini:33

32

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, h. 486

33

Juli Irmayanto, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan (Jakarta: Universitas Trisakti, 2004), h. 261


(46)

34

Tabel 2.2 Perbedaan antara PPMP dengan PPIP

No Aspek PPMP PPIP

1 Pelaksana DPPK DPPK dan DPLK

2 Aktuaris a) Mutlak

diperlukan sejak awal program b) Minimal 3

tahun sekali, menghitung besarnya iuran dan dana c) Setiap saat

apabila terjadi perubahan besarnya iuran dan Manfaat Pensiun (MP) Tidak diperlukan, namun sebagai

pengelola dan petugas DPLK wajib

mengetahui aktuaria sebagai pijakan untuk kerjasama dengan perusahaan Asuransi Jiwa

3 Besarnya Iuran Besarnya iuran Pemberi Kerja tidak pasti, dihitung oleh aktuaris untuk kecukupan dana

Besarnya iuran pasti (telah ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun) dan dapat bervariasi

4 Risiko Pendanaan Adanya risiko pendanaan (menjadi tanggung jawab Pemberi Kerja) Tidak ada

5 Maksimum Iuran

Dibatas Tidak dibatasi 6 Besarnya

Manfaat Pensiun Telah ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun, sehingga ada kepastian besarnya manfaat pensiun yang akan diperoleh

Tidak ada kepastian besarnya manfaat pensiun yang akan diperoleh. Besarnya MP tergantung dari jumlah akumulasi iuran dan hasil pengembangannya untuk membeli anuitas dari perusahaan


(47)

Asuransi Jiwa 7 Maksimum

Manfaat Pensiun

Dibatasi Tidak dibatasi 8 Maksimum

Kekayaan

Dibatasi Tidak dibatasi 9 Dana Awal Pada umumnya

diperlukan dana awal yang besarnya dihitung aktuaris

Tidak diperlukan dana awal

10 Kewenangan Kebijaksanaan Investasi Arahan investasi ditetapkan oleh pendiri Arahan investasi ditetapkan oleh peserta

11 Kegagalan Investasi

Risiko pemberi kerja

Risiko peserta 12 Pembayaran

Manfaat Pensiun

Dapat dilaksanakan oleh DPPK yang bersangkutan atau kepada perusahaan Asuransi Jiwa dengan membeli anuitas Harus dialihkan kepada perusahaan Asuransi Jiwa (atas pilihan peserta) dengan membeli anuitas bila mencapai jumlah anuitas 13 Hubungan

Pensiun dengan Pemberi Kerja

Tetap terjalin Terputus

D. Ketetapan Fatwa DSN-MUI Mengenai Dana Pensiun Syariah

Ketetapan mengenai dana pensiun syariah diatur dalam Fatwa DSN-MUI No. 88/DSN-MUI/XI/2013 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Program Pensiun Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam fatwa ini menetapkan 5 (lima) ketentuan, yaitu:

1. Ketentuan Umum

Pada bagian ketentuan umum ini menjelasakan tentang pembahasan yang terkait tentang dana pensiun syariah. Ketentuan umum pada fatwa ini sangat


(48)

36

penting sebelum membahas pada ketentuan yang lainnya sehingga tidak perlu lagi mengulangi pada pembahasan selanjutnya.

Ketentuan umum dalam fatwa ini menyebutkan 24 (dua puluh empat) definisi. Definisi-definisi tersebut adalah definisi dana pensiun, dana pensiun syariah, dana pensiun pemberi kerja (DPPK), dana pensiun lembaga keuangan (DPLK), program pensiun, program pensiun iuran pasti (PPIP), PPIP-Contributory, PPIP-Non Contributory, program pensiun manfaat pasti (PPMP), program pensiun syariah, iuran, manfaat pensiun, peraturan dana pensiun, vesting right, locking-in, peserta, penerima manfaat pensiun, akad, akad hibah, akad hibah bi syarth, akad hibah muqayyadah, akad wakalah, akad wakalah bil ujrah dan akad mudharabah.

2. Ketentuan Terkait PPIP (Program Pensiun Iuran Pasti) pada DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan)

Dalam keputusan fatwa ini, menjelaskan 4 hal terkait ketentuan PPIP pada DPLK, yaitu : ketentuan para pihak dan akad PPIP pada DPLK, ketentuan iuran PPIP pada DPLK, ketentuan pengelolaan kekayaan peserta PPIP pada DPLK dan ketentuan manfaat pensiun PPIP pada DPLK.

3. Ketentuan Terkait PPIP (Program Pensiun Iuran Pasti) pada DPPK (Dana Pensiun Pemberi Kerja)

Dalam keputusan fatwa ini, menjelaskan 4 hal terkait ketentuan PPIP pada DPLK, yaitu: ketentuan para pihak dan akad PPIP pada DPPK,


(49)

ketentuan iuran PPIP pada DPPK, ketentuan pengelolaan kekayaan peserta PPIP pada DPPK dan ketentuan manfaat pensiun PPIP pada DPPK.

4. Ketentuan Terkait PPMP (Program Pensiun Manfaat Pasti)

Dalam keputusan fatwa ini, menjelaskan 4 hal terkait ketentuan PPMP, yaitu: ketentuan para pihak dan akad PPMP, ketentuan iuran PPMP, ketentuan pengelolaan kekayaan peserta PPMP dan ketentuan manfaat pensiun PPMP.

5. Ketentuan Penutup

Dalam ketentuan penutup ini terdapat dua penjelasan didalamnya, yaitu penjelasan mengenai perselisihan antara para pihak dan pemberlakukan tanggal ditetapkannya fatwa. Adapun isi dari penjelasan tentang perselisihan

yaitu “Apabila terjadi perselisihan di antara para pihak dalam

penyelenggaraan pensiun berdasarkan prinsip syariah melalui musyawarah, mediasi, arbitrase atau pengadilan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Sedangkan isi dari penjelasan tentang pemberlakuan ditetapkannya

fatwa yaitu “Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan

jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.34

34


(50)

38

E. Standar Syariah

Dalam menjalankan kegiatan usaha produk dan jasa syariah, Bank Syariah wajib tunduk pada prinsip syariah35. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah36. Sehingga dalam menjalankan seluruh kegiatan usahanya, Bank Syariah harus berpedoman kepada fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan oleh lembaga berwenang, dalam hal ini merupakan kewenangan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Ketentuan tersebut bersifat memaksa dan tidak dapat menyimpang karena merupakan perintah Undang-Undang37. Apabila ketentuan tersebut dilanggar, maka akan dikenakan pidana penjara dan pidana denda sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang38. Maka dari itu penting bagi Bank Syariah untuk menjalankan kegiatan usahanya berpedoman kepada fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI, agar tetap sesuai dengan ketetapan syariah, karena Fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia menjadi indikator sesuai tidaknya produk Bank Syariah dengan prinsip syariah.

35

Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

36

Pasal 1 Ayat (12) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

37

Pasal 2 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

38


(51)

Fungsi fatwa DSN-MUI terkait dengan Perbankan Syariah adalah:39

1. Pedoman bagi Dewan Pengawas Syariah dalam menjalankan tugas pengawasan di masing-masing Bank Syariah.

2. Dasar hukum bagi Bank Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya. 3. Landasan bagi peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia tentang

Perbankan Syariah dan kegiatan usaha Bank Syariah.

Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan fatwa-fatwa yang berkenaan dengan produk dan jasa pada lembaga keuangan syariah. Diantara fatwa-fatwa tersebut menetapkan ketetapan yang berkenaan dengan dana pensiun di lembaga keuangan syariah khususnya pada Bank Syariah. Fatwa fatwa yang mengatur tentang dana pensiun adalah:

a. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah.

b. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang akad Wakalah bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.

c. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang akad

Tabarru’ pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.

39

A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012), h.24.


(52)

40

d. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 88/DSN-MUI/XI/2013 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Program Pensiun Berdasarkan Prinsip Syariah.

F. Review Studi Terdahulu

1. Nurul Amalia (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta) dengan

judul “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGELOLAAN DPLK

PADA PT. BANK MUAMALAT INDONESIA” / Skripsi / 2006. Substansi:

Permasalahan yang diteliti dalam skripsi ini mengenai mekanisme pengelolaan dana pensiun lembaga keuangan syariah dan apa tinjauan hukum terhadap mekanisme pengelolaan akan DPLK di DPLK BMI.

Metode yang digunakan adalah dengan cara pengumpulan data dan observasi (wawancara) kepada beberapa orang yang mempuni dalam produk DPLKS ini.

Hasil dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana mekanisme pengelolaan dan bagaimana tinjauan hukumnya. Karena banyak nasabah dan masyarakat yang belum mengetahuinya.

Perbedaan dengan penulis:

Penulis meneliti tentang analisis akad kontrak yang ada pada Dana Pensiun dengan melakukan tinjauan melalui Fatwa Dewan Syariah Nasional.


(53)

Sedangkan penelitian sebelumnya merupakan peninjauan ulang Dana Pensiun melalui Hukum Islam (bukan melalui Fatwa Dewan Syariah Nasional). 2. Fauzul Azim (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta) dengan

judul “IMPLEMENTASI AKAD DANA PENSIUN SYARIAH DI PT.

BANK MUAMALAT INDONESIA” / Skripsi / 2009 Substansi:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aplikasi akad pada DPLK Muamalat di BMI dan sekaligus mengetahui pandangan hukum islam terhadap praktek akad pada DPLK di BMI telah sesuai dengan hukum Islam.

Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan wawancara dan studi dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan Manager Investasi DPLK Muamalat, sedangkan studi dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tertulis tentang konsep akad dan implementasinya pada dana pensiun di BMI.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan produk DPLK Muamalat tidak sesuai dengan ketentuan hukum Islam, karena bertentangan dengan fatwa DSN-MUI yang mengatur tentang wakalah bil ujrah dalam bentuk persentase.

Perbedaan dengan penulis:

Penulis meneliti tentang kesesuaian akad pada kontrak dana pensiun ditinjau menggunakan Dewan Syariah Nasional, sedangkan penelitian


(54)

42

selanjutnya hanya pengimplementasian akad dana pensiun bukan peninjauan ulang menggunakan Fatwa DSN.

3. Yoga Aditya Herlambang (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta) dengan judul “ANALISIS KESESUAIAN KONTRAK BISNIS

TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DAN MUDHARABAH PADA BMT AL MUNAWARAH” / Skripsi / 2012

Substansi:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur dan anatomi kontrak, serta kesesuaian isi (substansi) kontrak tersebut dengan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Peraturan Bank Indonesia (PBI), yang mengatur tentang pembiayaan musyarakah dan mudharabah.

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dan perspektif terhadap kontrak akad peembiayaan musyarakah dan mudharabah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur dan anatomi kontrak

musyarakah dan mudharabah pada BMT al-Munawarah telah memenuhi

struktur kontrak hukum dan struktur akad syariah. Perbedaan dengan penulis:

Perbedaan dengan penulis terletak pada objek penelitian, penelitian sebelumnya adalah akad pembiayaan musyarakah dan mudharabah, sedangkan penulis mengunakan objek akad dana pensiun yang ditinjau menggunakan Fatwa DSN-MUI.


(55)

43 BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah berdiri DPLK Muamalat

PT Bank Muamalat Indonesia Tbk sebagai pendiri Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Muamalat adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perbankan dengan pengelolaan berdasarkan Syariat Islam. Sejak beroperasi tahun 1992, Bank Muamalat menunjukkan kinerja yang senantiasa terus meningkat, baik dari aspek peningkatan asset maupun perluasan jaringan.

PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada tahun 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasionalnya pada bulan mei 1992. Dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar.


(56)

44

Bank Muamalat Indonesia merupakan bank yang beroperasi sesuai dengan pronsip-prinsip syariah Islam yaitu tidak mempergunakan peraangkat bunga, melainkan sistem bagi hasil. Bank Muamalat Indonesia menghindari perangkat bunga karena masih sangat banyak kalangan umat Islam yang percaya bahwa tata cara penggunaannya dikhawatirkan mengandung unsur riba.1

Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan.

Pada akhir tahun 90-an, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporak-porandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal.

Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic

1

Zainulbahar Noor, Bank Muamalat Mimpi, Harapan, dan Keyakinan (Jakarta: Bening Publishing, 2006), h. 312


(57)

Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi Kru Muamalat ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadapa pelaksanaan perbankan syariah secara murni.

Melalui masa-masa yang sulit ini, Bank Muamalat berhasil bangkit dari keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada 1) Tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang saham, 2) Tidak melakukan PHK satupun terhadap sumber daya insani yang ada, dan dalam hal ini pemangkasan biaya, tidak memotong hal Kru Muamlat sedikitpun, 3) Pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri Kru Muamalat menjadi prioritas utama di tahun pertama kepengurusan direksi baru, 4) peletakan landasan usaha baru dengan menegakkan disisplin kerja Muamalat menjadi agenda utama di tahun kedua, dan 5) Pembangunan tonggak-tonggak


(58)

46

usaha dengan menciptakan serta menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat.2

Salah satu bentuk realisasi dari komitmen membangun sistem syariah maka tanggal 10 Oktober 1997 berdasarkan SK Menteri Keuangan No.KEP-485/KM.17/1997 mendirikan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Muamalat sebagai penyelenggara Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP). Peraturan Perundangan yang mengatur Dana Pensiun Lembaga Keuangan dari awal berdirinya adalah:3

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun Lembaga Keuangan.

3. Keputusan Menteri Keuangan 228/KMK.017/1993 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permohonan Pesesahan Pendirian DPLK dan Pengesahan atas Perubahan Peraturan Dana Pensiun dari DPLK.

4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 802/KMK.017/1993 tentang Perubahan Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 228/KMK.017/1993 tentang Tata Cara Pengesahan Pendirian DPLK dan Pengesahan atas Perubahan Peraturan Dana Pensiun dari DPLK.

2

Bank Muamalat Indonesia, Laporan Tahunan 2006 (Jakarta: Bank Muamalat Indonesia, 2006), h. 5

3

Imam Sudjono, Dana Pensiun Lembaga Keuangan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), h. 38


(59)

5. Keputusan Menteri Keungan Nomor 230/KMK.017/1993 tentang Maksimum Iuran dan Manfaat Pensiun.

6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 76/KMK.017/1995 tentang Laporan Keuangan Dana Pensiun.

7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 78/KMK.017/1995 tentang Investasi Dana Pensiun,

8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 93/KMK.017/1995 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 78/KMK.017/1995 tentang Investasi Dana Pensiun.

9. Keputusan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Nomor KEP-2959/LK/1995 tentang Bentuk dan Sususnan Laporan Keuangan Dana Pensiun.

10.Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343/KMK.017/1998 tentang Dana Pensiun Lembaga Keuangan.

Pada Agustus 2009 total Nilai Aktiva Bersih DPLK Muamalat adalah sebesar Rp. 187 M dengan posisi jumlah peserta DPLK sebanyak 31.537 orang.

B. Hakikat, Tujuan dan Manfaat

DPLK Muamalat pada hakikatnya merupakan program untuk:


(1)

2. Hadis-hadis Nabi shallallahu alaihi wa sallam, antara lain:

١

(

ﺒﻋ ﻦﺑ ﻲِﻠﻋ ﺎﻨﹶﺛﺪﺣ

ﻦﺑ ﺐﻴِﺒﺷ ﺎﻨﹶﺛﺪﺣ ،ﹸﻥﺎﻴﹾﻔﺳ ﺎﻨﹶﺛﺪﺣ ،ِﷲﺍ ِﺪ

ﹶﻝﺎﹶﻗ ،ﹶﺓﺪﹶﻗﺮﹶﻏ

:

ﹶﺓﻭﺮﻋ ﻦﻋ ﹶﻥﻮﹸﺛﺪﺤﺘﻳ ﻲﺤﹾﻟﺍ ﺖﻌِﻤﺳ

:

ﻰﱠﻠﺻ ﻲِﺒﻨﻟﺍ ﱠﻥﹶﺃ

ﻪﹶﻟ ﻯﺮﺘﺷﺎﹶﻓ ،ﹰﺓﺎﺷ ِﻪِﺑ ﻪﹶﻟ ﻱِﺮﺘﺸﻳ ﺍﺭﺎﻨﻳِﺩ ﻩﺎﹶﻄﻋﹶﺃ ﻢﱠﻠﺳﻭ ِﻪِﻟﺃﻭ ِﻪﻴﹶﻠﻋ ُﷲﺍ

ﺎﺷ ِﻪِﺑ

ﻪﹶﻟ ﺎﻋﺪﹶﻓ ،ٍﺓﺎﺷﻭ ٍﺭﺎﻨﻳِﺪِﺑ َﺀﺎﺠﹶﻓ ،ٍﺭﺎﻨﻳِﺪِﺑ ﺎﻤﻫﺍﺪﺣِﺇ ﻉﺎﺒﹶﻓ ،ِﻦﻴﺗ

ِﻪﻴِﻓ ﺢِﺑﺮﹶﻟ ﺏﺍﺮﺘﻟﺍ ﻯﺮﺘﺷﹶﺍ ِﻮﹶﻟ ﹶﻥﺎﹶﻛﻭ ،ِﻪِﻌﻴﺑ ﻲِﻓ ِﺔﹶﻛﺮﺒﹾﻟﺎِﺑ

)

ﻩﺍﻭﺭ

،ﻱﺭﺎﺨﺒﻟﺍ

]

ﺕﻭﲑﺑ

:

،ﺮﻜﻔﻟﺍ ﺭﺍﺩ

١٩٩٥

[

ﺝ ،

٢

ﺹ ،

٣٢٣

،

ﻢﻗﺭ

٣٦٤٢

(

“Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Syabib binGharqadah menceritakan kepada kami, ia berkata: saya mendengar penduduk bercerita tentang ‘Urwah, bahwa Nabi s.a.w. memberikan uang satu dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau; lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia jual satu ekor dengan harga satu dinar. Ia pulang membawa satu dinar dan satu eor kambing. Nabi s.a.w. mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya. Seandainya ‘Urwah membeli tanah pun, ia pasti beruntung.” (H.R. Bukhari).

٢

(

ﹶﻝﺎﹶﻗ ،ﻪﻨﻋ ُﷲﺍ ﻲِﺿﺭ ﻱِﺪِﻋﺎﺴﻟﺍ ٍﺪﻴﻤﺣ ﻲِﺑﹶﺃ ﻦﻋ

:

ﹸﻝﻮﺳﺭ ﹶﻞﻤﻌﺘﺳِﺍ

ِﺕﺎﹶﻗﺪﺻ ﻰﹶﻠﻋ ِﺪﺳَﻷﹾﺍ ﻦِﻣ ﹰﻼﺟﺭ ﻢﱠﻠﺳﻭ ِﻪِﻟﺃﻭ ِﻪﻴﹶﻠﻋ ُﷲﺍ ﻰﱠﻠﺻ ِﷲﺍ

،ِﺔﻴِﺒﺘﱡﻠﻟﺍ ﻦﺑﺍ ﻰﻋﺪﻳ ٍﻢﻴﹶﻠﺳ ﻲِﻨﺑ

ﻪﺒﺳﺎﺣ َﺀﺎﺟ ﺎﻤﹶﻠﹶﻓ

)

،ﻱﺭﺎﺨﺒﻟﺍ ﻩﺍﻭﺭ

]

ﺕﻭﲑﺑ

:

،ﺮﻜﻔﻟﺍ ﺭﺍﺩ

١٩٩٥

[

ﺝ ،

١

ﺹ ،

٣٢٢

ﻢﻗﺭ ،

١٥٠٠

(

“Diriwayatkan dai Abu Humaid al-Sa’idi r.a., ia berkata: Rasulullah s.a.w. mengangkat seorang laki-laki dari suku Asd bernama Ibn Lutbiyah sebagai amil (petugas) untuk menarik zakat dari Bani Sulaim; ketika pulang (dari tugas tersebut), Rasulullah memeriksanya.” (H.R. Bukhari).

٣

(

ﹶﻝﺎﹶﻗ ﻲِﻜِﻟﺎﻤﹾﻟﺍ ﻱِﺪﻌﺴﻟﺍ ﻦﺑﺍ ﱠﻥﹶﺃ ٍﺪﻴِﻌﺳ ِﻦﺑ ِﺮﺴﺑ ﻦﻋ

:

ﻲِﻨﹶﻠﻤﻌﺘﺳﺍ

ﻭ ﺎﻬﻨِﻣ ﺖﹾﻏﺮﹶﻓ ﺎﻤﹶﻠﹶﻓ ،ِﺔﹶﻗﺪﺼﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﺮﻤﻋ

،ٍﺔﹶﻟﺎﻤﻌِﺑ ﻲِﻟ ﺮﻣﹶﺃ ِﻪﻴﹶﻟِﺇ ﺖﻳﺩﹶﺃ

ﺖﹾﻠﹸﻘﹶﻓ

:

ﹶﻝﺎﹶﻘﹶﻓ ،ِﷲ ﺖﹾﻠِﻤﻋ ﺎﻤﻧِﺇ

:

ﺖﹾﻠِﻤﻋ ﻲﻧِﺈﹶﻓ ،ﺖﻴِﻄﻋﹸﺃ ﺎﻣ ﹾﺬﺧ


(2)

ﻮﺳﺭ ﻲِﻟ ﹶﻝﺎﹶﻘﹶﻓ ،ﻚِﻟﻮﹶﻗ ﹶﻞﹾﺜِﻣ

ﻢﱠﻠﺳﻭ ِﻪِﻟﺃﻭ ِﻪﻴﹶﻠﻋ ُﷲﺍ ﻰﱠﻠﺻ ِﷲﺍ ﹸﻝ

:

ﺍﹶﺫِﺇ

ﻕﺪﺼﺗﻭ ﹾﻞﹸﻜﹶﻓ ﹶﻝﺄﺴﺗ ﹾﻥﹶﺃ ِﺮﻴﹶﻏ ﻦِﻣ ﺎﹰﺌﻴﺷ ﺖﻴِﻄﻋﹸﺃ

) .

ﻞﻴﻧ ؛ﻪﻴﻠﻋ ﻖﻔﺘﻣ

،ﱐﺎﻛﻮﺸﻠﻟ ﺭﺎﻃﻭﻷﺍ

]

ﺓﺮﻫﺎﻘﻟﺍ

:

،ﺚﻳﺪﳊﺍ ﺭﺍﺩ

٢٠٠٠

[

ﺝ ،

:.

٤

ﺹ ؛

:.

٥٢٧

(

“Diriwayatkan dari Busr bin Sa’id bahwa Ibn Sa’diy al-Maliki berkata: Umar mempekerjakan saya untuk mengambil sedekah (zakat). Setelah selesai dan sesudah saya menyerahkan zakat kepadanya, Umar memerintahkan agar saya diberi imbalan (fee). Saya berkata: saya bekerja hanya karena Allah. Umar menjawab: Ambillah apa yang kamu beri; saya pernah bekerja (seperti kamu) pada masa Rasul, lalu beliau memberiku imbalan; saya pun berkata seperti apa yang kamu katakan. Kemudian Rasul bersabda kepada saya: Apabila kamu diberi sesuatu tanpa kamu minta, makanlah (terimalah) dan bersedekahlah.”

(Muttafaq ‘alaih. Al-Syaukani, Nail al-Authar, [Kairo: Dar al-Hadits, 2000], j. 4, h. 527).

٤

(

ﹰﺔﺑﺮﹸﻛ ﻪﻨﻋ ُﷲﺍ ﺝﺮﹶﻓ ،ﺎﻴﻧﺪﻟﺍ ِﺏﺮﹸﻛ ﻦِﻣ ﹰﺔﺑﺮﹸﻛ ٍﻢِﻠﺴﻣ ﻦﻋ ﺝﺮﹶﻓ ﻦﻣ

ِﻥﻮﻋ ﻲِﻓ ُﷲﺍﻭ ،ِﺔﻣﺎﻴِﻘﹾﻟﺍ ِﻡﻮﻳ ِﺏﺮﹸﻛ ﻦِﻣ

ِﻥﻮﻋ ﻲِﻓ ﺪﺒﻌﹾﻟﺍ ﻡﺍﺩﺎﻣ ِﺪﺒﻌﹾﻟﺍ

ِﻪﻴِﺧﹶﺃ

)

ﻢﻠﺴﻣ ﻩﺍﻭﺭ

.(

“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

٥

(

...

ﱠﻞﺣﹶﺃ ﻭﹶﺃ ﹰﻻﹶﻼﺣ ﻡﺮﺣ ﺎﹰﻃﺮﺷ ﱠﻻِﺇ ﻢِﻬِﻃﻭﺮﺷ ﻰﹶﻠﻋ ﹶﻥﻮﻤِﻠﺴﻤﹾﻟﺍﻭ

ﺎﻣﺍﺮﺣ

) .

ﻑﻮﻋ ﻦﺑ ﻭﺮﻤﻋ ﻦﻋ ﻱﺬﻣﺮﺘﻟﺍ ﻩﺍﻭﺭ

(

“…Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf)

3. Kaidah fiqh:

ﺎﻬِﻤﻳِﺮﺤﺗ ﻰﹶﻠﻋ ﹲﻞﻴِﻟﺩ ﱠﻝﺪﻳ ﹾﻥﹶﺃ ﱠﻻِﺇ ﹸﺔﺣﺎﺑِﻹﹾﺍ ِﺕﹶﻼﻣﺎﻌﻤﹾﻟﺍ ﻰِﻓ ﹸﻞﺻَﻷﹾﺍ

“Pada dasarnya, semua bentuk mu’amalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

Memperhatikan : 1. Pendapat para ulama, antara lain:

١

(

ﱠﻥِﺈﹶﻓ ،ٍﻞﻌﺟ ِﺮﻴﹶﻏﻭ ٍﻞﻌﺠِﺑ ﹸﻞﻴِﻛﻮﺘﻟﺍ ﺯﻮﺠﻳﻭ

ِﻪﻴﹶﻠﻋ ُﷲﺍ ﻰﱠﻠﺻ ﻲِﺒﻨﻟﺍ

ﺮﻋﻭ ،ﺪﺤﹾﻟﺍ ِﺔﻣﺎﹶﻗِﺇ ﻲِﻓ ﺎﺴِﻴﻧﹸﺃ ﹶﻞﱠﻛﻭ ﻢﱠﻠﺳﻭ ِﻪِﻟﺃﻭ

،ٍﺓﺎﺷ ِﺀﺍﺮِﺷ ﻲِﻓ ﹶﺓﻭ


(3)

ِﺑ ِﺡﺎﹶﻜﻨﻟﺍ ِﻝﻮﺒﹶﻗ ﻲِﻓ ٍﻊِﻓﺍﺭ ﺎﺑﺃﻭ

ﻪﹶﻟﺎﻤﻋ ﹸﺚﻌﺒﻳ ﹶﻥﺎﹶﻛﻭ ؛ٍﻞﻌﺟ ِﺮﻴﻐ

ﹰﺔﹶﻟﺎﻤﻋ ﻢﻬﹶﻟ ﹸﻞﻌﺠﻳﻭ ِﺕﺎﹶﻗﺪﺼﻟﺍ ِِﺾﺒﹶﻘِﻟ

)

،ﺔﻣﺍﺪﻗ ﻦﺑﻹ ﲎﻐﳌﺍ

]

ﺓﺮﻫﺎﻘﻟﺍ

:

،ﺚﻳﺪﳊﺍ ﺭﺍﺩ

٢٠٠٤

[

ﺝ ،

.

٦

ﺹ ،

.

٤٦٨

(

“Akad taukil (wakalah) boleh dilakukan, baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan. Hal itu karena Nabi

shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam pernah mewakilkan kepada Unais untuk melaksanakan hukuman, kepada Urwah untuk membeli kambing, dan kepada Abu Rafi’ untuk melakukan qabul nikah, (semuanya) tanpa memberi-kan imbalan. Nabi pernah juga mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah (zakat) dan beliau memberikan imbalan kepada mereka.” (Ibn Qudamah, al-Mughni, [Kairo: Dar al-Hadis, 2004], juz 6, h. 468).

Pendapat Imam Syaukani ketika menjelaskan hadis Busr bin Sa’id :

٢

(

ِﺓﺮﺟُﻷﹾﺍ ﹸﺬﺧﹶﺃ ﻪﹶﻟ ﺯﻮﺠﻳ ﻉﺮﺒﺘﻟﺍ ﻯﻮﻧ ﻦﻣ ﱠﻥﹶﺃ ﻰﹶﻠﻋ ﹲﻞﻴِﻟﺩ ﺎﻀﻳﹶﺃ ِﻪﻴِﻓﻭ

ﻚِﻟﹶﺫ ﺪﻌﺑ

)

،ﱐﺎﻛﻮﺸﻠﻟ ﺭﺎﻃﻭﻷﺍ ﻞﻴﻧ

]

ﺓﺮﻫﺎﻘﻟﺍ

:

،ﺚﻳﺪﳊﺍ ﺭﺍﺩ

٢٠٠٠

[

ﺝ ،

:.

٤

ﺹ ؛

:.

٥٢٧

(

“Hadis Busr bin Sa’id tersebut menunjukkan pula bahwa orang yang melakukan sesuatu dengan niat tabarru’

(semata-mata mencari pahala, dalam hal ini menjadi wakil) boleh menerima imbalan.” (Al-Syaukani, Nail al-Authar,

[Kairo: Dar al-Hadits, 2000], j. 4, h. 527).

٣

(

ﺟ ﻰﹶﻠﻋ ﹸﺔﻣُﻷﹾﺍ ِﺖﻌﻤﺟﹶﺃﻭ

ٍﺮﺟﹶﺄِﺑ ﺢِﺼﺗﻭ ،ﺎﻬﻴﹶﻟِﺇ ِﺔﺟﺎﺤﹾﻠِﻟ ِﺔﹶﻟﺎﹶﻛﻮﹾﻟﺍ ِﺯﺍﻮ

ٍﺮﺟﹶﺃ ِﺮﻴﻐِﺑﻭ

) .

ﻰﻠﻴﺣﺰﻟﺍ ﺔﺒﻫﻭ ﺭﻮﺘﻛﺪﻠﻟ ﺓﺮﺻﺎﻌﳌﺍ ﺔﻴﻟﺎﳌﺍ ﺕﻼﻣﺎﻌﳌﺍ

:.

٨٩

(

“Umat sepakat bahwa wakalah boleh dilakukan karena diperlukan. Wakalah sah dilakukan baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan.” (Wahbah al-Zuhaili, al-Mu’amalat al-Maliyyah al-Mu’ashirah, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], h. 89)

٤

(

ﱠﻥﻷ ،ٍﺮﺟﹶﺃ ِﺮﻴﻐِﺑﻭ ٍﺮﺟﹶﺄِﺑ ﹸﺔﹶﻟﺎﹶﻛﻮﹾﻟﺍ ﺢِﺼﺗ

ِﻪِﻟﺃﻭ ِﻪﻴﹶﻠﻋ ُﷲﺍ ﻰﱠﻠﺻ ﻲِﺒﻨﻟﺍ

ﻢﱠﻠﺳﻭ

ﺼﻟﺍ ِِﺾﺒﹶﻘِﻟ ﻪﹶﻟﺎﻤﻋ ﹸﺚﻌﺒﻳ ﹶﻥﺎﹶﻛ

ﻢﻬﹶﻟ ﹸﻞﻌﺠﻳﻭ ِﺕﺎﹶﻗﺪ

ﹰﺔﹶﻟﻮﻤﻋ

...

ﻱﹶﺃ ٍﺮﺟﹶﺄِﺑ ﹸﺔﹶﻟﺎﹶﻛﻮﹾﻟﺍ ِﺖﻧﺎﹶﻛ ﺍﹶﺫِﺇﻭ

)

ٍﻞﻌﺠِﺑ

(

ﻢﹾﻜﺣ ﺎﻬﻤﹾﻜﺤﹶﻓ


(4)

ِﺕﺍﺭﺎﺟِﻹﹾﺍ

) .

ﺝ ،ﺮﻳﺪﻘﻟﺍ ﺢﺘﻓ ﺔﻠﻤﻜﺗ

.

٦

ﺹ ،

.

٢

ﻪﻘﻔﻟﺍ ؛

ﺝ ﻰﻠﻴﺣﺰﻟﺍ ﺔﺒﻫﻭ ﺭﻮﺘﻛﺪﻠﻟ ﻪﺘﻟﺩﺃﻭ ﻰﻣﻼﺳﻹﺍ

.

٥

.

٤٠٥٨

(

“Wakalah sah dilakukan baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan, hal itu karena Nabi shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam pernah mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah (zakat) dan beliau memberikan imbalan kepada mereka… Apabila wakalah dilakukan dengan memberikan imbalan maka hukumnya sama dengan hukum ijarah.” (Fath al-Qadir, juz 6, h. 2; Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh alIslami wa Adillatuh, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], juz 5, h. 4058).

٥

(

ﹶﻥِﺫﹶﺃ

)

ﹸﻞﱢﻛﻮﻤﹾﻟﺍ

(

ﻪﹶﻟ

)

ِﻞﻴِﻛﻮﹾﻟﺍ

(

ﻪﻧَﻷ ،ﻚِﻟﹶﺫ ﻪﹶﻟ ﺯﻮﺠﻴﹶﻓ ِﻞﻴِﻛﻮﺘﻟﺍ ﻲِﻓ

ﺪﹾﻘﻋ

ﻪﹸﻠﻌِﻓ ﻪﹶﻟ ﹶﻥﺎﹶﻜﹶﻓ ،ِﻪِﺑ ﻪﹶﻟ ﹶﻥِﺫﹶﺃ

) .

،ﺔﻣﺍﺪﻗ ﻦﺑﻹ ﲎﻐﳌﺍ

]

ﺓﺮﻫﺎﻘﻟﺍ

:

،ﺚﻳﺪﳊﺍ ﺭﺍﺩ

٢٠٠٤

[

ﺝ ،

.

٦

ﺹ ،

.

٤٧٠

(

“(Jika) muwakkil mengizinkan wakil untuk mewakilkan (kepada orang lain), maka hal itu boleh; karena hal tersebut merupakan akad yang telah diizinkan kepada wakil; oleh karena itu, ia boleh melakukannya (mewakilkan kepada orang lain).” (Ibn Qudamah, al-Mughni, [Kairo: Dar al-Hadis, 2004], juz 6, h. 470).

2. Hasil Lokakarya Asuransi Syari’ah DSN-MUI dan AASI (Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia) tanggal 7-8 Jumadi al-Ula 1426 H / 14-15 Juni 2005 M.

3. Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada 23 Shafar 1427 H/23Maret 2006.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG AKAD WAKALAH BIL UJRAH PADA

ASURANSI SYARI’AH DAN REASURANSI SYARI’AH

Pertama : Ketentuan Umum

Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan:

a. asuransi adalah asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi syariah;

b. peserta adalah peserta asuransi (pemegang polis) atau perusahaan asuransi dalam reasuransi syari’ah.

Kedua : Ketentuan Hukum

1. Wakalah bil Ujrah boleh dilakukan antara perusahaan asuransi dengan peserta.

2. Wakalah bil Ujrah adalah pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dengan imbalan pemberian ujrah (fee).


(5)

3. Wakalah bil Ujrah dapat diterapkan pada produk asuransi yang mengandung unsur tabungan (saving) maupun unsur tabarru’ (non-saving).

Ketiga : Ketentuan Akad

1. Akad yang digunakan adalah akad Wakalah bil Ujrah. 2. Objek Wakalah bil Ujrah meliputi antara lain:

a. kegiatan administrasi b. pengelolaan dana c. pembayaran klaim d. underwriting

e. pengelolaan portofolio risiko f. pemasaran

g. investasi

3. Dalam akad Wakalah bil Ujrah, harus disebutkan sekurang-kurangnya:

a. hak dan kewajiban peserta dan perusahaan asuransi; b. besaran, cara dan waktu pemotongan ujrah fee atas premi; c. syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai dengan jenis

asuransi yang diakadkan.

Keempat : Kedudukan dan Ketentuan Para Pihak dalam Akad Wakalah bil

Ujrah

1. Dalam akad ini, perusahaan bertindak sebagai wakil (yang mendapat kuasa) untuk mengelola dana.

2. Peserta (pemegang polis) sebagai individu, dalam produk saving dan tabarru’, bertindak sebagai muwakkil (pemberi kuasa) untuk mengelola dana.

3. Peserta sebagai suatu badan/kelompok, dalam akun tabarru’ bertindak sebagai muwakkil (pemberi kuasa) untuk mengelola dana.

4. Wakil tidak boleh mewakilkan kepada pihak lain atas kuasa yang diterimanya, kecuali atas izin muwakkil (pemberi kuasa); 5. Akad Wakalah adalah bersifat amanah (yad amanah) dan bukan

tanggungan (yad dhaman) sehingga wakil tidak menanggung risiko terhadap kerugian investasi dengan mengurangi fee yang telah diterimanya, kecuali karena kecerobohan atau wanprestasi. 6. Perusahaan asuransi sebagai wakil tidak berhak memperoleh bagian dari hasil investasi, karena akad yang digunakan adalah akad Wakalah.

Kelima : Investasi

1. Perusahaan asuransi selaku pemegang amanah wajib menginvestasikan dana yang terkumpul dan investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah.

2. Dalam pengelolaan dana investasi, baik tabarru’ maupun saving, dapat digunakan akad Wakalah bil Ujrah dengan mengikuti ketentuan seperti di atas, akad Mudharabah dengan mengikuti ketentuan fatwa Mudharabah.


(6)

Keenam : Ketentuan Penutup

1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta

Pada Tanggal : 23 Shafar 1427 H

23 Maret 2006 M

DEWAN SYARI’AH NASIONAL

MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua, Sekretaris,