97
5.3.3 Status Keberlanjutan Tipologi Rumah Tapak
Rumah tapak yang dimaksud disini adalah rumah tinggal yang menggunakan pondasi lajur batu kali yang bertumpu pada lapisan tanah keras.
Proses land clearing pembangunan rumah tapak pada lahan bergambut lebih rumit jika dibandingkan dengan pembangunan di atas tanah mineral. Pekerjaan
konstruksi rumah tapak yang mensyaratkan bangunan bertumpu pada tanah keras, berimplikasi pada pemusnahan gambut atau penurunan permukaan gambut
subsidence sampai pada level maksimal. Kondisi ini tentunya menambah daftar kerusakan lingkungan akibat konversi lahan gambut untuk kegiatan lain.
Kegiatan konversi lahan gambut di Kalimantan Barat marak terjadi sejak tahun 1990–an. Pembukaan lahan gambut yang biasanya dilakukan oleh
masyarakat atau perusahaan dan terbilang cukup ekstrim adalah dengan cara membakar hutan gambut tersebut. Struktur tanah gambut yang berserat sangat
mudah terbakar dan menyebar. Pembakaran hutan dianggap sebagai cara yang paling praktis dibandingkan penebangan manual dan mendrainasekan gambut.
Pemikiran yang salah ini perlu diluruskan mengingat dampak dari pembakaran hutan yang menyebabkan bencana kabut asap sehingga emisi karbon yang di
release ke atmosfer sangat besar.
A. Dimensi Ekologi
Hasil analisis multidimesional Rap-Peatset seperti yang ditunjukkan pada Gambar 34, diperoleh nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi rumah tapak
sebesar 21,05 termasuk kategori ‘tidak berkelanjutan’ Gambar 34.
Gambar 34. Status keberlanjutan dimensi ekologi a, Leverage analysis b Tipologi Rumah Tapak
Ecology Sustainability Rap-Peatsett Ordination
O th
e r D
is ti
n g
is h
in g
F e
a tu
re
5.04 5.73
6.51 4.58
7.31
2 4
6 8
Menjaga daerah resapan Emisi GRK
Menyebabkan banjir Melindungi ekosistem
gambut Genangan dan sampah
Leverage of Attributes
98 Dimensi ekologi rumah tapak yang berstatus tidak berkelanjutan disebabkan
karena proses pembangunan rumah tapak yang merusak hampir 100 ekosistem gambut. Hal ini akan berdampak pada hilangnya sejumlah besar areal gambut
bilamana pembangunan rumah tapak tidak dikendalikan. Berdasarkan analisis Leverage dapat diketahui bahwa dari kelima atribut
yang dianalisis, semuanya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai indeks dimensi ekologi, secara berturut-turut yaitu: 1 masalah genangan dan
sampah +, 2 mencegah banjir -, 3 emisi GRK -, 4 menjaga daerah resapan -, dan 5 melindungi ekosistem gambut -.
Rendahnya nilai yang diperoleh masing-masing indikator untuk dimensi ekologi rumah tapak dikarenakan proses pembangunannya yang tidak ramah
lingkungan dan berpotensi menyebabkan bencana lingkungan yang besar, terutama menyangkut rusaknya ekosistem gambut yang notabene memiliki fungsi
ekologis yang tinggi. Potensi banjir yang disebabkan oleh konversi lahan gambut menjadi
permukiman rumah tapak akan lebih besar jika dibandingkan rumah panggung. Hal ini dikarenakan proses pembangunan rumah tapak yang tidak menyisakan ruang
space bagi ekosistem gambut untuk melaksanakan fungsi ekologisnya. Areal yang tadinya mampu menyerap air dalam jumlah banyak pada musim hujan, terkait sifat
gambut seperti spons berubah fungsi menjadi betonisasi yang kedap air sehingga infiltrasi air tanah menjadi terganggu dan debit air permukaan meningkat. Apabila
kapasitan palung sungai tidak mampu lagi menampung debit air yang besar, maka kelebihan air tersebut akan menggenangi permukiman sekitar khususnya daerah
yang lebih rendah bagian hilir. Pondasi lajur pada rumah tapak membutuhkan banyak penyingkapan
terhadap gambut yang memicu lepasnya sejumlah gas rumah kaca. Mulai dari kegiatan pengeringanpembakaran lahan hingga proses land clearing dan
pekerjaan pondasi. Dampak dari lepasnya sejumlah gas rumah kaca ke atmosfer diprediksi akan menyebabkan meningkatnya suhu permukaan. Kota Pontianak
termasuk sebagian wilayah Kabupaten Kubu Raya merupakan kota yang dilalui garis khatulistiwa yang tentunya memiliki suhu udara yang lebih tinggi dibanding
kota-kota lainnya. Akumulasi dari kedua kondisi tersebut akan menimbulkan multiplier effect yang cukup besar, seperti suhu udara yang semakin panas
sehingga meningkatnya penggunaan pendingin udara AC yang berarti akan melepaskan sejumlah gas CFC chloro fluoro carbon yang merupakan salah satu
gas rumah kaca berbahaya.
99
B. Dimensi Ekonomi