43 dapat dihindari. Permasalahan yang muncul selanjutnya adalah bagaimana
menata bangunan tinggi yang berwawasan lingkungan. Selanjutnya dikatakan bahwa kehadiran bangunan tinggi membawa 2 dua dampak penting: Pertama,
kehadiran bangunan tinggi yang mempengaruhi 1 sirkulasi udaraangin, penetrasi sinar matahari, ancaman api pada saat terjadi kebakaran, potensi kehancuran
pada saat terjadi gempa, meningkatkan kebutuhan air dan menghasilan limbah buangan. Kedua, meningkatnya konsentrasi penduduk sehingga meningkatkan
kepadatan penduduk. Lebih lanjut Salim 2000 menjelaskan bahwa pembangunan bangunan
tinggi umumnya dilaksanakan oleh pihak swasta mengingat dana yang dibutuhkan sangat besar sehingga terjadi pertumbuhan secara parsial yang menghasilkan
serangkaian egoisme bangunan tinggi sebagai wajah kota. Danishworo mengecam tumbuhnya bangunan tinggi yang tidak tertata menyebabkan pola parcel
development dimana setiap arsitektur berlomba-lomba menunjukkan ke-akuannya, sehingga menyebabkan polusi arsitektur. Hal ini ditengarai belum adanya sistem
zonasi yang mantap pada suatu kawasan perkotaan. Bangunan tinggi juga membutuhkan aksesibilitas yang tinggi, sehingga gejala yang ditimbulkan
selanjutnya adalah pola ribbon development di sepanjang jalan yang menyebabkan kemacetan lalu lintas yang serius. Oleh karena itu, untuk
menghindari pola parcel and ribbon development, perlu kiranya dilakukan zonasi seperti yang tertuang dalam rencana tata ruang.
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang membuka jalan bagi pengembangan zonasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kota
Kabupaten, sehingga dapat menjadi acuan bagi pengembangan bangunan tinggi dalam proporsi yang wajar.
2.5 Ekosistem Lahan Gambut
Indonesia memiliki lahan gambut tropis terluas didunia yaitu sekitar 20,6 juta hektar. Luasan tersebut setara dengan 50 luas gambut tropis dunia atau
sekitar 10.8 dari luas daratan Indonesia WI-IP, 2007. Indonesia juga merupakan negara ke-4 pemilik lahan gambut terluas di dunia setelah Kanada,
Rusia, dan Amerika Serikat.
2.5.1 Pengertian Lahan Gambut
Lahan gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dibentuk oleh adanya penimbunanakumulasi bahan organik di lantai hutan yang berasal
44 dari reruntuhan vegetasi diatasnya dalam kurun waktu yang lama. Akumulasi ini
terjadi karena lambatnya laju dekomposisi dibandingkan dengan laju penimbunan bahan organik yang cenderung basah dan selalu dalam kondisi tergenang air.
Noor 2010 menjelaskan pengertian gambut secara harfiah sebagai onggokan sisa tanaman yang tertimbun dalam masa ratusan bahkan sampai
ribuan tahun. Secara epistemologi, gambut adalah material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan atau jenuh air,
bersifat tidak mampat dan hanya mengalami dekomposisi sebagian. Beberapa ahli mengelompokkan lahan gambut sebagai lahan rawa dimana
menurut Subagyo et al. 2005 lahan rawa adalah lahan yang menempati posisi peralihan antara daratan dan perairan. Lahan ini sepanjang tahun atau dalam
waktu yang panjang selalu jenuh air atau tergenang waterlogged. Sementara menurut PP No. 27 Tahun 1991 lahan rawa adalah genangan air secara alamiah
yang terjadi secara terus menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang terhambat dan mempunyai ciri-ciri khusus baik fisik, kimiawi maupun biologis.
Menurut Subagyo et al. 2005 lahan gambut atau rawa gambut khususnya di daerah tropis tidak terdapat suatu definisi yang dapat memberikan suatu
batasan yang jelas. Beberapa istilah mengenai lahan gambut lebih banyak merujuk pada daerah beriklim sedang atau yang memiliki empat musim temperate,
dimana padanan kata yang mengacu kepada lahan gambut adalah: bog, fen, peatland, mire, dan moor. Menurut Mitsch dan Gosselink 1986 dalam Subagyo et
al. 2005 beberapa istilah tersebut adalah sebagai berikut:
Bog : A wetland that accumulates peat with no significant hydrological
inflow or outflow that support acidophilic mosses, particularly sphagnum.
Fen : A wetland that accumulates peat that receives some drainage
from surrounding mineral soil and usually supports marsh like vegetation.
Peatland : A generic term of any wetland that accumulates partially
decayed plant matter.
Mire : Synonymous with any peat-accumulating wetland. Moor : Synonymous with any peat-accumulating wetland. A high moor
is a raised bog, while a low moor is a peatland in a basin or depression that is not elevated above it’s perimeter.
45
Sumber: WI-IP, 2002
Gambar 12. Ilustrasi penampang kubah gambut dome Gambut merupakan tanah yang memiliki kandungan bahan organik lebih dari
65 berat kering dan ketebalan gambut lebih dari 50 cm Driessen, 1980. Menurut Soil Taxonomy, gambut adalah tanah yang tersusun dari bahan organik
dengan ketebalan lebih dari 40 cm atau 60 cm tergantung dari berat jenis Bulk Density dan tingkat dekomposisi bahan organiknya.
Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah organik yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan
ketebalan lebih dari 50 cm. Dalam sistem klasifikasi baru taksonomi tanah, tanah gambut disebut histosol histos = tissue = jaringan. Dalam sistem klasifikasi lama,
tanah gambut disebut dengan organosol yaitu tanah yang tersusun dari bahan tanah organik WI-IP, 2007. Histosol adalah tanah yang tidak mempunyai sifat-
sifat tanah andik pada 60 atau lebih ketebalan diantara permukaan tanah dan kedalaman 60 cm atau diantara permukaan tanah dan kontak densik, litik, paralitik
atau duripan apabila lebih dangkal. Histosol memiliki bahan tanah organik yang memenuhi satu atau lebih sifat-sifat berikut Subagyo et al., 2005:
a. Terletak di atas bahan-bahan sinderi, pragmental atau batu apung dan mengisi celah-celah diantara batu-batuan tersebut dan langsung dibawah bahan-bahan
tersebut terdapat kontak densik, litik, atau paralitik. b. Jenuh air selama 30 hari atau lebih, tiap tahun pada tahun-tahun normal telah
di drainase mempunyai batas atas didalam 40 cm dari permukaan tanah. Lahan gambut mempunyai penyebaran pada lahan rawa, yaitu lahan yang
menempati posisi peralihan di antara ekosistem daratan dan perairan. Sepanjang
Kubah Gambut Tanah Organik
Tanah Mineral Sungai
Sungai
46 tahun atau dalam jangka waktu yang panjang, lahan gambut selalu jenuh air
waterlogged atau tergenang air. Tanah gambut menempati cekungan, depresi, atau bagian-bagian terendah di daerah lembah, yang penyebarannya terdapat di
dataran rendah sampai tinggi. Yang paling dominan adalah lahan gambut yang terdapat didaerah rawa dataran rendah sepanjang dataran pantai. Hamparan
lahan gambut yang sangat luas, pada umumnya menempati cekungan-cekungan yang terdapat diantara aliran sungai-sungai besar didekat muara, dimana gerakan
naik turunnya tanah dipengaruhi pasang surut air laut. Masyarakat Kalimantan Barat mengenal tanah gambut sebagai ‘tanah
sepuk’. Menurut Andriesse 1988 tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari akumulasi bahan organik pada kondisi anaerob. Gambut terbentuk dari timbunan
bahan organik yang berasal dari tumbuhan purba yang berlapis-lapis hingga mencapai ketebalan 40 cm. Pembentukan gambut diduga terjadi pada periode
Holosin antara 10.000 – 5.000 tahun silam. Gambut di daerah tropis terbentuk kurang dari 10.000 tahun lalu. Hardjowigeno dan Abdulah 1989 mengemukakan
bahwa proses penimbunan bahan sisa tumbuhan ini merupakan proses geogenik yang berlangsung dalam waktu yang sangat lama.
2.5.2 Luas Lahan Gambut dan Kandungan Karbon di Indonesia