Pemahaman Lingkungan dan PemilihanTipologi Perumahan

adalah cicilan kurang dari Rp. 1 juta rupiah yaitu sebesar 51, urutan kedua terbanyak adalah cicilan antara Rp. 1 – 2.5 juta rupiah sebanyak 43, sedangkan di urutan terakhir dengan harga cicilan berkisar antara Rp. 2.5 – 5 juta rupiah yaitu sebesar 6. Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa untuk cicilan kurang dari satu juta, maka harga rumah yang dapat ditawarkan adalah seharga Rp. 50 juta dengan asumsi masa kredit 10 tahun dan bunga bank sebesar 12 per tahun, yaitu dengan cicilan Rp. 916.667,- per bulan. Sementara untuk cicilan antara 1 - 2.5 juta per bulan, maka prediksi harga rumah yang dapat ditawarkan berkisar antara Rp. 70 – Rp. 135 juta rupiah. Ilustrasi mengenai kisaran harga cicilankredit rumah dapat dilihat pada Gambar 48. Gambar 48. Distribusi kisaran cicilan rumah

6.3.3 Pemahaman Lingkungan dan PemilihanTipologi Perumahan

Pada penelitian ini dapat diketahui pemahaman responden terhadap eksploitasi lahan gambut dan dampaknya terhadap lingkungan hidup. Beberapa pertanyaan diajukan terkait masalah pembangunan perumahan di lahan bergambut khususnya di kawasan Sungai Raya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut meliputi: a isu lingkungan tentang pemanasan global global warming dan gas rumah kaca GRK, b persentase sumber emisi CO 2 Indonesia yang terbesar akibat dari penggundulan hutan dan alih fungsi lahan, c kemampuan lahan gambut dalam menyimpan karbon 10x hutan tropis WI-IP, 2006, d ekosistem gambut sebagai pengatur hidrologi dan peredam banjir, dan e tanggapan responden terhadap kemungkinan dampak dan kerusakan lingkungan yang terjadi. Melalui penelitian ini juga dapat diketahui preferensi masyarakat terhadap tipologi bangunan maupun lokasi permukiman yang diminati ditinjau dari beberapa aspek. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000 - Rp. 2.500.000 Rp. 2.500.000 - Rp. 5.000.000 Rp. 5.000.000 - Rp. 10.000.000 6 43 51 Hasil penelitian tentang pemahaman responden terhadap isu lingkungan menunjukkan bahwa sebagian besar responden atau sekitar 44 responden kurang memahami tentang beberapa isu lingkungan yang diajukan dengan kata lain hanya sebatas pernah mendengar isu tersebut saja. Sementara 34 responden mengakui bahwa mereka tahu dan sangat paham tentang permasalahan lingkungan yang terkait pembangunan permukiman di lahan gambut. Hanya sekitar 15 saja yang menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak tahu dan tidak paham mengenai isu lingkungan tersebut. Gambar 49. Pemahaman lingkungan a, minat terhadap hunian ramah lingkungan b Hasil penelitian juga menunjukkan sikap optimistik responden dimana 100 responden menyatakan bahwa mereka sangat peduli terhadap kelestarian lingkungan dan mendukung segala upaya pengendalian untuk meminimalisasi dampak kerusakan lingkungan khususnya yang terkait pembangunan permukiman di lahan gambut kawasan Sungai Raya. Sebanyak 97 responden menyatakan bahwa Paham Kurang Paham Tidak Paham Series1 24 31 15 Series2 34,29 44,29 21,43 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Sangat Berminat Kurang Berminat Tidak Berminat Series1 68 2 Series2 97,14 2,86 20 40 60 80 100 120 jumlah jumlah a b mereka sangat berminat untuk memiliki hunian yang ramah lingkungan, dan 3 menyatakan kurang berminat Gambar 49b Berdasarkan alternatif lokasi permukiman, dalam hal ini ditawarkan 3 tiga lokasi permukiman dengan karakteristik serupa yaitu lahan bergambut, pada wilayah hinterland, dan secara eksisting sudah berkembang sebagai kawasan permukiman. Ketiga lokasi tersebut meliputi: a Sungai Raya, b Sungai Kakap Pal, dan c Seberang Siantan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase paling banyak yaitu sebesar 80 responden memilih kawasan Sungai Raya sebagai alternatif pertama, sementara pada urutan kedua atau sekitar 16 responden memilih kawasan Sungai Kakap Pal dan hanya sebesar 4 responden yang memilih kawasan Siantan Gambar 50 . Hal ini menunjukkan bahwa kawasan Sungai Raya memiliki beberapa kelebihan sebagai alternatif lokasi permukiman, antara lain: aksesibilitas yang baik dilalui oleh jalan nasional arteri primer, kedekatan lokasi dengan kawasan pendidikan dan perkantoran di jalan Ahmad Yani Pontianak, kegiatan perekonomian cukup berkembang, ketersediaan sarana dan prasarana permukiman yang memadai, dan industri perumahan yang berkembang pesat. Gambar 50. Alternatif pilihan lokasi tempat tinggal Sementara untuk kawasan Sungai Kakap dimana kegiatan perekonomian belum berkembang pesat sehingga daerah tersebut masih relatif sepi, perumahan masih sangat jarang dan akses kendaraan umum terbatas. Demikian juga kawasan Siantan, kondisi geografis yang terpisah oleh Sungai Kapuas dimana akses yang tersedia hanya satu buah jembatan penyebrangan yang menuju pusat kota satu jembatan lainnya di pinggiran kota dan satu buah terminal kapal ferry penyeberangan sehingga menjadi pertimbangan besar untuk memilih lokasi tempat tinggal di kawasan tersebut. Sungai Raya Sungai Kakap Pal Seberang Siantan Series1 56 11 3 Series2 80,00 15,71 4,29 10 20 30 40 50 60 70 80 90 jumlah Distribusi responden menurut tipe hunian yang diminati dikelompokkan menjadi 5 pilihan yang meliputi: A rumah besar dengan halaman yang luas, B rumah sederhana untuk keluarga kecil, C rumah kecil tetapi memiliki halaman luas untuk berkebun, D rumah murah yang penting bisa punya tempat tinggal sendiri, dan E rumah dengan desain arsitektur dan interior yang menarik. Beberapa pilihan diatas dapat dipilih lebih dari satu, dengan tujuan untuk melihat kecenderungan minat dan preferensi responden terhadap hunian yang diminati atau dengan kata lain rumah idaman. Gambar 51 menunjukkan distribusi pilihan responden: Gambar 51. Distribusi tipologi hunian yang diminati Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah dengan desain arsitektur dan interior yang menarik paling banyak dipilih oleh responden yaitu sebesar 43, pada urutan kedua adalah rumah kecil dengan halaman luas untuk berkebun sebanyak 29, selanjutnya di urutan ketiga tipe rumah sederhana untuk keluarga kecil sebesar 14, 8 untuk tipe rumah besar dengan halaman luas, dan sebesar 5 memilih rumah murah. Hasil distribusi tentang tipologi hunian yang diminati responden menggambarkan selera atau keinginan yang cukup tinggi dimana desain bangunan menjadi prioritas dalam memilih rumah tinggal. Hal ini cukup kontradiktif jika dibandingkan dengan kemauan membayar willingness to pay responden dimana persentase terbesar untuk harga rumah adalah kurang dari Rp. 100 juta dengan cicilan kurang dari Rp. 1 juta per bulan. Selain itu, dalam penelitian ini dapat juga diketahui beberapa pertimbangan dalam memilih rumah tinggal yang dikelompokkan menjadi enam kriteria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 6 pilihan jawaban, 4 diantaranya terdistribusi dengan baik, dan 2 pilihan lainnya kurang menjadi prioritas. Empat kriteria yang A B C D E Series1 8 14 29 5 43 Series2 8,08 14,14 29,29 5,05 43,43 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 A x is T it le jumlah menjadi pertimbangan utama adalah: 1 kualitas bangunandesainfinishing C sebanyak 26, ketersediaan sarana dan prasarana E sebanyak 22, kedekatan lokasi terhadap tempat bekerja B sebanyak 21, dan harga rumah A sebanyak 20. Sementara dua kriteria yang kurang menjadi prioritas meliputi lokasi berada di pusat keramaian D sebesar 8 dan jauh dari pusat kota F sebesar 2. Gambar 52. Distribusi pertimbangan dalam pemilihan tempat tinggal a dan pemilihan tipe struktur yang sesuai di lahan gambut b Selanjutnya Gambar 52b menunjukkan persepsi responden terhadap tipe struktur bangunan yang sesuai dan cocok di lahan gambut, dalam hal ini dibedakan menjadi dua yaitu tipe struktur panggung dan struktur telapak lajur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 79 responden beranggapan bahwa struktur bangunan yang cocok untuk di lahan gambut adalah struktur panggung, sementara sekitar 21 beranggapan bahwa struktur tapak yang sesuai. Hal ini menggambarkan bahwa sebenarnya responden cukup paham mengenai kondisi lahan gambut yang Struktur panggung Struktur telapak lajur Series1 55 15 Series2 78,57 21,43 10 20 30 40 50 60 70 80 90 A B C D E F Series1 23 24 29 9 25 2 Series2 20,54 21,43 25,89 8,04 22,32 1,79 5 10 15 20 25 30 35 jumlah jumlah a b tergolong tanah lunak sehingga tiang-tiang pancang pondasi merupakan solusi yang cukup rasional dengan pertimbangan kondisi lahan yang cenderung selalu basah. Namun kondisi di lapangan menunjukkan hal sebaliknya dimana rumah panggung sudah tidak diminati lagi. Hal ini ditandai dengan jumlah rumah panggung yang ditemukan di lapangan sudah sangat sedikit. Rumah panggung juga dianggap tidak modern dan secara arsitektur sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Pada dasarnya, dalam prinsip-prinsip mendesain sebuah bangunan, aspek struktur dan arsitektur merupakan dua unsur berbeda yang harus dikemas sebagai satu kesatuan yang utuh. Struktur bangunan lebih ditekankan kepada faktor kekuatan bangunan firmitas dimana bangunan dapat berdiri kokoh diatas lahan yang tersedia, sementara arsitektur lebih ditekankan kepada aspek estetika secara visual yang biasanya diaplikasikan pada facade tampak bangunan. Sehingga walaupun sebuah bangunan menggunakan struktur panggung, tidak berarti bahwa estetika bangunan tidak bisa diperoleh secara maksimal. Dengan rekayasa teknologi dan kemampuan mendesain yang baik, bentuk struktur apapun bisa dipadankan dengan tampilan façade bangunan yang menarik. Seiring dengan kemajuan teknologi khususnya dibidang desain arsitektur, industri perumahan saat ini tampil dengan desain yang baik rumah tapak sehingga menarik minat masyarakat untuk memiliki rumah-rumah yang ditawarkan oleh developer. Hal ini menyebabkan semakin jauh kesenjangan antara tipologi rumah panggung dengan tipologi rumah tapak yang tengah menjadi primadona saat ini. Berdasarkan konsep desain menurut distribusi luas lantai, dikenal dua macam tipologi bangunan yaitu secara horizontal landed housing dan secara vertikal highrise building. Fenomena yang berkembang di kota besar dengan keterbatasan lahan yang tersedia, maka hunian vertikal menjadi solusi tempat tinggal yang cukup diminati kalangan masyarakat tertentu. Beberapa tahun belakangan ini, di Kota Pontianak mulai berkembang tipologi hunian vertikal untuk kelas menengah bawah middle low yang ternyata cukup diminati. Secara toponym, hunian vertikal kelas menengah bawah lebih dikenal dengan istilah rumah susun rusun. Beberapa unit rusun telah dibangun di kawasan jeruju dan kawasan pendidikan Universitas Tanjungpura dan Politeknik Negeri Pontianak. Animo masyarakat yang sangat tinggi terhadap rusun hargasewa murah menjadi pertimbangan utama untuk terus melakukan penambahan unit hunian. Pemilihan tipologi hunian yang diminati oleh responden dalam hal ini dibedakan menjadi 3 kelompok model hunian, yaitu: Model A Hunian Vertikal 4-8 lantai, Model B Hunian Horizontal 2-3 lantai, dan Model C Hunian Horizontal 1 lantai Gambar 53. Gambar 53. Preferensi Model Hunian vertikal, bertingkat, tidak bertingkat Dari ketiga model tipologi hunian yang ditawarkan, distribusi pilihan responden menunjukkan bahwa pilihan terbanyak adalah Model A dengan persentase sebesar 53, sementara di urutan kedua adalah Model B dengan persentase 29 dan di urutan ketiga adalah model C dengan persentase sekitar 19. Gambar 54. Distribusi pemilihan model hunian yang diminati Model A Model B Model C Series1 37 20 13 Series2 52,86 28,57 18,57 10 20 30 40 50 60 jumlah MODEL B  Hunian horizontal 2-3 lantai  Lahan gambut yang dibutuhkan cukup luas.  Pembangunan sarana prasarana kurang efisien lahan menyebar.  Potensi menyebabkan banjir cukup besar.  Potensi lepasnya CO 2 dari gambut cukup besar.  Biaya konstruksi relatif rendah, tapi harga lahan cukup tinggi.  Konstruksi betonkayu. MODEL A  Hunian vertikal rusunapartemen  Lahan gambut yang dibutuhkan relatif sedikit.  Efisien dalam pembangunan sarana prasarana.  Potensi menyebabkan banjir relatif kecil.  Potensi lepasnya CO 2 dari gambut relatif kecil.  Biaya konstruksi cukup tinggi, tapi harga lahan rendah.  Menggunakan konstruksi beton MODEL C  Hunian horizontal 1 lantai  Lahan gambut yang dibutuhkan sangat luas.  Pembangunan sarana prasarana kurang efisien lahan menyebar.  Potensi menyebabkan banjir sangat besar.  Potensi lepasnya CO 2 dari gambut sangat besar.  Biaya konstruksi rendah, tapi harga lahan tinggi.  Konstruksi betonkayu Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa minat responden terhadap hunian vertikal cukup besar. Dari 37 responden 52.86 yang memilih model vertikal, dapat diketahui informasi karakteristik responden sebagai berikut: Gambar 55. Distribusi penghasilan responden yang memilih model vertikal Gambar 56. Status kepemilikan rumah dan sistem pembayaran yang dipilih Gambar 57. Kisaran harga rumah sistem pembayaran cash 2 10 15 9 1 2 4 6 8 10 12 14 16 1,000,000 1 - 2,5 juta 2,5 - 5 juta 5 - 10 juta 10 juta 5.41 27.03 40.54 24.32 2.70 5 5 3 2 1 2 3 4 5 6 100 juta 100 - 250 juta 250 - 500 juta 500 juta - 1 M 5 10 15 20 25 rumah sendiri sewadgn ortu Cash Credit 59.46 40.54 54.05 45.95 15 17 20 22 33.33 33.33 20.00 13.33 Gambar 58. Kisaran cicilan rumah sistem pembayaran credit

6.4 Kesimpulan