18
2.2 Infrastruktur Berwawasan Lingkungan Green Infrastructure
Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi Grigg et al., 1988. Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama
fungsi-fungsi sistem sosial dan system ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau
struktur-struktur dasar, peralatan ataupun instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat Grigg, 2000.
Sebagai salah satu konsep atau pola pikir, Grigg et al. 2000 mengilustrasikan diagram tentang peranan infrastruktur dalam suatu sistem yang
saling terkait Gambar 2.
Sumber: Grigg et al., 2000 Gambar 2. Peran infrastruktur dalam suatu sistem lingkungan
Gambar 2 menjelaskan bahwa lingkungan alam merupakan pendukung dasar dari semua sistem yang ada. Peran infrastruktur sebagai mediator antara sistem
ekonomi dan sosial dalam tatanan kehidupan manusia menjadi sangat penting. Infrastruktur yang kurang atau bahkan tidak berfungsi, akan memberikan dampak
yang besar bagi manusia. Sebaliknya, infrastruktur yang terlalu berlebihan tanpa memperhitungkan kapasitas dan daya dukung lingkungan akan merusak alam,
yang pada hakekatnya akan merugikan manusia dan makhluk hidup lainnya. Social
System Economic System
Technology Infrastructure Environment
Natural Resources
Carrying Capacity of Environment
19
Lebih lanjut Grigg et al., 2000 membagi infrastruktur ke dalam 7 tujuh kelompok kategori yang meliputi:
1. Transportasi jalan dan jembatan 2. Pelayanan transportasi stasiun, bandara, dan pelabuhan
3. Komunikasi 4. Keairan sumber daya air, air limbah, sungai, saluran, dan pipa
5. Pengelolaan limbah sampah 6. Bangunan
7. Distribusi dan produksi energi. Menurut Sinulingga et al., 1995, permukiman pada garis besarnya terdiri
dari berbagai komponen yaitu pertama, lahan atau tanah yang diperuntukan untuk permukiman dimana kondisi tanah akan mempengaruhi harga dari satuan rumah
yang dibangun diatas lahan itu; kedua, prasarana lingkungan yaitu jalan lokal, saluran air hujan, saluran air limbah, jaringan air bersih, serta tempat
penampungan sampah, yang semuanya juga turut menentukan kualitas permukiman yang dibangun. Ketiga, perumahan tempat tinggal yang dibangun.
Keempat, fasilitas umum dan fasilitas sosial seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, penerangan, telekomunikasi, dan lapangan bermain didalam
lingkungan permukiman. Berbagai fakta menunjukkan banyaknya permukiman yang dibangun tidak
dilengkapi dengan sarana dan prasarana sebagai kelengkapan dasar fisik yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagimana mestinya.
Kalaupun ada, kualitasnya sangat rendah atau tidak berfungsi dengan baik. Selain konsep infrastruktur konvensional yang dikenal sebagai ‘grey
infrastructure’, belakangan dikenal juga konsep pembangunan kota berbasis infrastruktur hijau green infrastructure. Konsep ini juga menjadi trend dalam
pembangunan wilayah di Amerika Serikat dan berbagai belahan dunia lainnya. Benedict et al. 2006 dalam Suhono 2008 mendefinisikan infrastruktur hijau
sebagai ‘jejaring ruang terbuka lainnya termasuk kawasan alamiah dan kelengkapannya, daerah konservasi, kawasan budidaya yang mempunyai nilai
konservasi, dan kawasan terbuka yang dilindungi yang saling berhubungan baik yang direncanakan maupun dikelola agar berfungsi melindungi nilai-nilai dan
fungsi ekosistem alam dan menyediakan berbagai manfaat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya’. Infrastruktur hijau juga diartikan sebagai keterhubungan
jaringan ruang hijau yang direncanakan dan dikelola bagi kepentingan nilai sumber
20 daya dan manfaatnya bagi penduduk di sekitarnya. Perkembangan infrasruktur
hijau sebenarnya merupakan solusi dari kompleksitas pembangunan ekonomi yang semakin maju yang menuntut adanya pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan. Green Infrastructure terdiri dari 3 tiga sistem utama yakni a Hubs,
merupakan jangkar dari jaringan infrastruktur hijau yang menyediakan komponen ekosistem alam. Hubs bisa berdiri sendiri dari berbagai bentuk dan ukuran seperti
daerah perlindungan, hutan lindung, taman nasional dan sebagainya. b Links, merupakan komponen yang menghubungkan antar hubs tersebut. Links dapat
berupa jalan air flood plain, sungai, kawasan penyangga green belt maupun jaringan jalan. c Sites, merupakan komponen yang lebih kecil dari hubs dan bisa
terhubung ataupun tidak dengan hubs namun menjadi bagian penting dalam jaringan infrastruktur hijau. Sites pada kenyataannya dapat berupa taman ataupun
ruang terbuka hijau baik yang berada di komunitas permukiman maupun di kawasan rekreasitempat wisata alam.
Lebih lanjut Benedict et al. 2006 dalam Suhono 2008 menyatakan bahwa green infrastructure memiliki sepuluh prinsip dasar agar ia dapat bekerja dengan
lebih efektif yaitu : 1 keterhubungan, 2 konteks kepentingan, 3 berlandaskan pada teori dan dasar ilmiah yang kuat, 4 berfungsi sebagai kerangka berwawasan
lingkungan, konservasi, dan pembangunan, 5 direncanakan dan dilindungi sebelum dilakukan pembangunan, 6 investasi publik harus didanai lebih awal up
front, 7 harus memberikan manfaat kepada alam dan manusia, 8 respek terhadap kepentingan pemilik lahan dan stakeholders, 9 membutuhkan hubungan
antar kegiatan didalam dan diluar komunitas, dan 10 memerlukan komitmen jangka panjang.
Posisi infrastruktur hijau ini dibanding dengan modal-modal lainnya seperti sumber daya alam natural capital, human and social capital, dapat dilihat pada
Gambar 3 berikut ini. Grigg et al. 2000 dalam gambar tersebut juga menjelaskan bahwa green infrastructure merupakan landasan utama untuk grey infrastructure
yang merupakan ujung tombak dari piramida keberlanjutan.
21
Sumber : Grigg et al., 2000 Gambar 3. Piramida keberlanjutan dan posisi green infrastructure
Dalam kenyataannya, green infrastruktur dapat meningkatkan kualitas kehidupan dan kesehatan kepada masyarakat yang tertinggal. Disamping itu
membuat lingkungan menjadi lebih asri, secara psikologis dapat mengurangi stress. Menghirup udara yang segar dengan kualitas udara yang baik akan
memberikan kesempatan kepada alam untuk melakukan water recharge dan penyerapan air yang lebih maksimal sehingga akan mengurangi kemungkinan
terjadinya banjir pada musim penghujan dengan mempertahankan daerah hulu sebagai daerah konservasi dan peningkatan ruang terbuka hijau didaerah
perkotaan serta greenway dibantaran sungai yang melewati kawasan perkotaan dan mempertahankan keberadaan hutan kota.
2.3 Konsep dan Teori Perkotaan