I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berdasarkan sejumlah kajian di beberapa negara menunjukkan bahwa Usaha Kecil dan Mikro UKM berperan cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi, menyerap
tenaga kerja melalui penciptaan lapangan pekerjaan, menyediakan barang dan jasa dengan harga murah, serta mengatasi masalah kemiskinan. Disamping itu, UKM juga
merupakan salah satu komponen utama dalam pengembangan ekonomi lokal. Berdasarkan data BPS tahun 2006, kondisi UKM dari tahun 2003 sampai
2006 menunjukkan perkembangan positif. Selama periode ini, kontribusi UKM terhadap Produk Domestik Bruto PDB rata-rata mencapai 54,8 persen. Secara
sektoral aktivitas UKM ini didominasi oleh sektor pertanian, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran Tabel 1.1.
Kontribusi yang diberikan berdasarkan skala usaha rata-rata tahun 2003 sampai 2006 berdasarkan Tabel 1.1, usaha kecil memiliki persentase PDB tanpa migas
terbesar 43,1 persen dibandingkan usaha menengah 17,6 persen dan usaha besar 39,3 persen. Usaha Kecil memiliki keunggulan dalam bidang usaha yang
memanfaatkan sumber daya alam pertanian tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan dan perikanan dan sektor tersier seperti perdagangan, hotel dan restoran.
Penciptaan nilai tambah usaha kecil di masing-masing sektor tersebut tercatat rata-rata 87,3 persen dan 75,5 persen selama periode 2003 - 2006.
Tabel 1.1. Kontribusi Usaha Kecil, Menengah dan Besar terhadap PDB Tahun 2003 - 2006 dalam persentase
Rata-Rata Tahun 2003 – 2006 No
Lapangan Usaha Usaha
Kecil Usaha
Menengah Usaha
Besar Jumlah
1 Pertanian 87,3
8,7 4,1
100 2 Pertambangan
dan Penggalian
8,2 3,3
88,6 100 3 Industri
Pengolahan 13,1
11,9 75,0
100 4
Listrik, Gas, Dan Air 0,5
7,7 91,7
100 5 Bangunan
44,3 21,8
33,9 100
6 Perdagangan, Hotel, dan
Restoran 75,5
20,8 3,8 100
7 Pengangkutan dan
Komunikasi 29,9
24,2 45,9 100
8 Keuangan, Sewa, dan Jasa
17,0 46,9
36,1 100
9 Jasa-jasa 39,7
7,9 52,4
100 PDB
38,8 15,9
45,3 100
PDB tanpa
migas 43,1
17,6 39,3
100
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 2007.
Data BPS menunjukkan bahwa jumlah usaha kecil pada tahun 2006 meningkat 3,9 persen dibandingkan dengan tahun 2005 menjadi 48.822.925 unit.
Jumlah ini merupakan bagian terbesar dari pelaku usaha di Indonesia. Tenaga kerja yang diserap oleh usaha kecil tahun 2006 mencapai 80.933.384 orang, bertambah 2,5
persen dibandingkan tahun 2005 Tabel 1.2. Dengan semakin produktifnya usaha kecil maka akan semakin banyak tenaga kerja yang diserap sehingga diharapkan
pengangguran akan berkurang dan kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan.
Tabel 1.2. Jumlah Unit Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Skala Usaha Tahun 2005 dan 2006
Tahun Perkembangan No Indikator Satuan
2005 2006 Jumlah
Persen
Usaha Kecil unit
47.006.889 48.822.925
1.816.036 3,9
Usaha Menengah
unit 95.855 106.711
10.856 11,3
Usaha Besar unit
6.811 7.204
393 5,8
1
Total Unit Usaha
unit 47.109.555
48.936.840 1.827.285
3,9 Usaha Kecil
orang 78.994.872
80.933.384 1.938.512
2,5 Usaha
Menengah orang 4.238.921
4.483.109 244.188 5,8
Usaha Besar orang
3.212.033 3.388.462
176.429 5,5
2
Total Tenaga Kerja
orang 86.445.826 88.804.955
2.359.129 2,7
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 2007.
Usaha kecil memiliki kontribusi yang besar terhadap PDB, jumlah unit usaha, dan penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu harus didukung dengan
permodalan yang cukup. Salah satu lembaga keuangan mikro yang memberikan pembiayaan kepada UKM adalah Baitul Maal wat Tamwil BMT. BMT merupakan
lembaga keuangan mikro syariah yang banyak membantu pengembangan usaha mikro dan kecil dalam pengembangan bisnisnya serta dapat memadukan aktivitas ekonomi
dan sosial. Kondisi yang memungkinkan BMT lebih banyak mendorong perkembangan
usaha mikro dan kecil disebabkan layanan keuangan syariah BMT mudah diakses berbagai pelaku bisnis UKM yang unbankable. Sektor UKM yang mendapat
dukungan BMT meliputi berbagai jenis usaha, di antaranya perdagangan, kerajinan, jasa, dan pertanian. Dengan memperoleh dana dari BMT, diharapkan usaha
masyarakat kecil dan mikro dapat terbantu dan berkembang. Perkembangan BMT cukup pesat akhir-akhir ini. Dalam periode satu
dasawarsa pertama tahun 1995 sampai dengan tahun 2005, Pusat Inkubasi Usaha
Kecil PINBUK berhasil memfasilitasi perkembangan lebih dari 3.000 BMT di seluruh Nusantara yang memiliki aset konsolidasi lebih dari Rp. 1 Triliun dengan
jumlah pengelola lebih dari 20.000 orang, hampir setengahnya lulusan S-1 dan berjenis kelamin wanita. BMT melayani lebih dari 2 juta penabung dan memberikan
pinjaman kepada lebih dari 1,5 juta pengusaha mikro dan kecil PINBUK, 2003. BMT termasuk dalam salah satu lembaga keuangan mikro disamping
lembaga keuangan formal BPR, BRI, BKD, KSP, USP, dll memiliki peranan penting untuk menyalurkan kredit UKM. Menurut laporan program Dana Bergulir Syariah
DBS Kementerian Koperasi UKM, kinerja BMT semakin baik yang diindikasikan dengan dana yang disalurkan sejak tahun 2003 kepada 127 BMT mencapai Rp. 6,35
milyar. Sedangkan kredit macetnya Non Performing Loan juga kecil, yaitu 2 persen. Implikasi dari keberhasilan tersebut, pada tahun 2005 dana untuk program ditambah
menjadi Rp. 53 milyar yang diberikan kepada 256 BMT di seluruh Indonesia. Berdasarkan data dari PINBUK, pada bulan Juni 2006 total konsolidasi pembiayaan
seluruh BMT di Indonesia sebesar Rp. 2 trilyun dan total konsolidasi simpanannya Rp. 209 milyar Tabel 1.3.
Tabel 1.3. Perkembangan BMT di Indonesia
No Propinsi Jumlah unit
Aset Th.
2005 milyar
Rp Konsolidasi
Simpanan Th. 2005
milyar Rp
Konsolidasi Pembiayaan
Th. 2005 milyar Rp
Jumlah Penabung
Th. 2005 milyar
Rp
1 DKI Jakarta
72 16,39
4,23 4,45
17,76 2 Jawa
Barat 377
181,89 16,99
63,41 41,91
3 Jawa Tengah
512 718,60
71,47 77,88 139,76
4 D.I. Yogyakarta
108 55,76
17,07 16,74 23,77
5 Jawa Timur
362 236,97
34,56 38,30
57,72 2005
2.401 1,33
276,82 247,71
387,67 Juni 2006
3.200 -
209 2000
-
Sumber: Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil 2007.
Keberhasilan BMT dalam menyalurkan pembiayaan ke sektor UKM tidak terlepas dari sistem yang diterapkan di BMT. Sistem yang diterapkan di BMT
menerapkan prinsip syariah yang pelaksanaannya mengutamakan kesejahteraan bersama tanpa ada salah satu pihak yang dirugikan, kejujuran, kepercayaan dan
mendukung peran serta nasabahnya. Hal tersebut menunjukkan adanya beberapa indikator modal sosial social capital yang diterapkan di BMT untuk
mengoptimalkan fungsinya. Social
capital merupakan ciri-ciri organisasi sosial seperti norma-norma,
jaringan, dan kepercayaan yang memfasilitasi kerja sama dan koordinasi untuk saling menguntungkan Putnam, 1995. Social capital juga merupakan isu menarik yang
banyak dibicarakan dan dikaji akhir-akhir ini. Dalam laporan tahunannya yang berjudul Entering the 21
st
Century , Bank Dunia mengungkapkan bahwa tingkat social
capital memiliki dampak yang signifikan terhadap proses-proses pembangunan
World Bank, 2000. Penelitian yang dilakukan oleh Karlan 2001 menyimpulkan
adanya social capital terbukti mengurangi moral hazard dan kesalahan yang diakibatkan negative personal shock. Penelitian lainnya dilakukan oleh Bastelaer dan
Leathers 2006, hasilnya menemukan bahwa semakin kecil grup, tingkat interaksinya semakin kuat sehingga menunjukkan adanya social capital berpengaruh signifikan
terhadap repayment rate dari kredit yang diberikan. Grootaert 1999 juga melakukan penelitian serupa, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rumah tangga dengan
social capital yang tinggi menghabiskan lebih banyak pendapatan, mereka juga
memiliki lebih banyak aset, lebih banyak tabungan, dan lebih baik dalam mengakses kredit. Rupasingha, Goetz, dan Freshwater 2002 juga melakukan penelitian yang
menemukan bukti signifikan bahwa pendapatan per kapita tumbuh dengan cepat di
negara Amerika dengan tingkat social capital yang tinggi. Oleh karena itu dalam
penelitian ini akan melihat pengaruh adanya indikator social capital tersebut dalam perkembangan BMT terutama dalam repayment rate-nya.
1.2. Permasalahan