adanya social capital terbukti mengurangi moral hazard dan kesalahan yang diakibatkan negative personal shock. Penelitian lainnya dilakukan oleh Bastelaer dan
Leathers 2006, hasilnya menemukan bahwa semakin kecil grup, tingkat interaksinya semakin kuat sehingga menunjukkan adanya social capital berpengaruh signifikan
terhadap repayment rate dari kredit yang diberikan. Grootaert 1999 juga melakukan penelitian serupa, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rumah tangga dengan
social capital yang tinggi menghabiskan lebih banyak pendapatan, mereka juga
memiliki lebih banyak aset, lebih banyak tabungan, dan lebih baik dalam mengakses kredit. Rupasingha, Goetz, dan Freshwater 2002 juga melakukan penelitian yang
menemukan bukti signifikan bahwa pendapatan per kapita tumbuh dengan cepat di
negara Amerika dengan tingkat social capital yang tinggi. Oleh karena itu dalam
penelitian ini akan melihat pengaruh adanya indikator social capital tersebut dalam perkembangan BMT terutama dalam repayment rate-nya.
1.2. Permasalahan
Pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan lebih diutamakan pada lembaga usaha yang dianggap lebih menguntungkan usaha besar dan kurang menjangkau
sektor UKM. Berdasarkan data Bank Indonesia BI dari tahun 2000 – 2004, porsi pembiayaan bagi usaha besar lebih tinggi dibandingkan usaha kecil dan semakin
menurun dari 21 persen hingga 17 persen Tabel 1.4. Berdasarkan laporan triwulan BI IV-2005 dan triwulan IV-2006 pembiayaan untuk sektor Usaha Mikro Kecil dan
Menengah UMKM mengalami peningkatan. Tetapi jika dilihat dari kredit UMKM yang benar-benar disalurkan untuk usaha produktif kredit konsumsi dihilangkan
maka jumlahnya hanya mencapai 49,9 persen dari total kredit UMKM atau 26 persen dari total kredit perbankan.
Tabel 1.4. Posisi Kredit Rupiah dan Valuta Asing pada Bank-bank Umum tahun 2000 - 2004
Korporasi Usaha Besar Usaha Kecil
Tahun Total Kredit
milyar rupiah
Nominal milyar rupiah
Porsi persen
Nominal milyar rupiah
Porsi persen
2000 269.000 212.375
79 56.625
21 2001 307.594
245.025 80
62.569 20
2002 365.410 303.145
83 62.265
17 2003 437.942
363.974 83
73.968 17
2004 553.548 459.933
83 93.615
17
Sumber: Bank Indonesia 2004.
Pembiayaan kepada UMKM memiliki berbagai kendala disamping memiliki potensi dan peluang. Berdasarkan salah satu hasil survei Bank Indonesia
BI tahun 2005 mengenai profil UMKM di Indonesia adalah bahwa UMKM masih enggan mengambil kredit ke bank karena tidak adanya agunan untuk
debitur mikro atau terlalu tingginya suku bunga bank untuk debitur kecil dan menengah. Selain itu, survei BI tersebut juga mendukung realita mengapa jumlah
UMKM di Indonesia hanya sekitar 12 persen saja yang mengambil kredit bank. Hal ini karena untuk kredit di atas Rp. 50 juta, pada umumnya bank telah
mensyaratkan dilengkapinya berbagai dokumen seperti ijin usaha dan legalitas perusahan badan hukum, sedangkan kedua hal ini masih jarang dimiliki oleh
sebagian besar UMKM. Keterbatasan akses sumber-sumber pembiayaan yang dihadapi oleh
UMKM terhadap lembaga-lembaga keuangan formal seperti perbankan
menyebabkan UKM bergantung pada sumber-sumber informal. Bentuk dari sumber-sumber ini beraneka ragam mulai dari lembaga informal seperti pelepas
uang rentenir hingga berkembang menjadi bentuk yang lebih formal seperti unit-unit simpan pinjam dan koperasi.
BMT sebagai salah satu lembaga alternatif untuk mendapatkan pinjaman bagi sektor UKM memberikan kelebihan, yaitu tidak adanya jaminan atau agunan
yang memberatkan seperti yang disyaratkan oleh perbankan. Pinjaman BMT lebih didasarkan pada kepercayaan karena biasanya peminjam beserta aktivitasnya
sudah dikenal oleh BMT. BMT juga melakukan pembinaan usaha bagi peminjam. Kemudahan lain adalah mekanisme pencairan dan pengembalian pinjaman
fleksibel serta disesuaikan dengan cash flow peminjam. BMT juga dalam memberikan pembiayaannya tidak hanya kepada UKM
secara perorangan tetapi juga memberikan kredit secara berkelompok. Kelompok tersebut dapat dibentuk langsung oleh BMT secara sengaja atau dapat juga
diajukan oleh kelompok sendiri. Pembiayaan secara berkelompok berbeda dengan pembiayaan secara perorangan. UKM dengan pembiayaan secara kelompok dapat
memperoleh pembiayaan yang lebih besar dibandingkan dengan pembiayaan secara perorangan, di dalam kelompok juga diterapkan peraturan yang disepakati
bersama, dan adanya tanggung renteng joint liability. Sistem yang digunakan di BMT berbeda dengan perbankan maupun
lembaga keuangan mikro lainnya. Berdasarkan hal tersebut maka pertanyaan penting dalam penelitian ini dapat dipilah menjadi pertanyaan umum dan
pertanyaan spesifik. Adapun pertanyaan umumnya adalah mekanisme apa yang
menyebabkan KBMT Wihdatul Ummah tetap survive dalam memberikan pembiayaan kepada UKM berkaitan dengan adanya indikator social capital ?
Sedangkan pertanyaan spesifiknya adalah: 1.
Bagaimana perbedaan pembiayaan pada kredit perorangan dan kredit kelompok berkaitan dengan indikator social capital yang mempengaruhi
repayment rate ?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi repayment rate berkaitan dengan
indikator social capital ?
1.3. Tujuan Penelitian