Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah di Provinsi Banten Tahun 1994-1996

Nilai ri tiap-tiap sektor perekonomian di Provinsi Banten dihitung berdasarkan selisih antara PDRB Provinsi Banten sektor i pada tahun 1996 dengan PDRB Provinsi Banten sektor i pada tahun 1994 dibagi PDRB Provinsi Banten sektor i pada tahun 1994. Pada Provinsi Banten sendiri, nilai ri dari masing- masing sektor bernilai positif ri 0. Ini dikarenakan tiap-tiap sektor yang ada di Provinsi Banten mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Pada Tabel 5, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan memiliki nilai ri terbesar, yaitu 0.34. Sedangkan nilai ri terkecil dimiliki oleh sektor jasa-jasa, yakni sebesar 0,12.

5.1.3 Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah di Provinsi Banten Tahun 1994-1996

Pada analisis shift share, pertumbuhan suatu wilayah dipengaruhi oleh tiga komponen, yaitu komponen pertumbuhan regional, komponen pertumbuhan proporsional, dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah. Berdasarkan Tabel 6, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar yaitu Rp 2.044.955. Hal ini berarti bahwa sektor industri pengolahan sangat dipengaruhi oleh perubahan kebijakan ekonomi yang terjadi di Provinsi Jawa Barat, artinya jika terjadi perubahan kebijakan ekonomi maka sektor industri pengolahan akan mengalami perubahan. Salah satu contohnya adalah kebijakan pemerintah yang lebih mengutamakan sektor industri dibanding pertanian, sehingga mendorong sektor industri untuk berkembang pesat sehingga memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan daerah dan juga negara. Selain itu, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor pertanian juga memberi sumbangan yang cukup besar, yaitu sebesar Rp 724.241 untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan Rp 412.571 untuk sektor pertanian, sehingga kedua sektor tersebut juga dipengaruhi oleh perubahan kebijakan ekonomi regional. Kontribusi terkecil terhadap PDRB pada komponen pertumbuhan regional disumbangkan oleh sektor pertambangan, yaitu sebesar Rp 10.049. Ini disebabkan karena kurangnya dukungan terhadap sektor ini khususnya dalam hal investasi, sektor pertambangan masih belum diminati oleh investor asing, terbukti dengan realisasi investasi PMA Penanaman Modal Asing yang ditanamkan pada sektor tersebut kecil. Hambatan untuk merealisasikan investasi karena ada biaya tambahan yang terkait dengan izin usaha, biaya tambahan yang terkait dengan pajak, akses untuk mendapatkan bahan baku murah. Hal ini berarti sektor pertambangan tidak terlalu dipengaruhi oleh perubahan kebijakan ekonomi yang terjadi di Provinsi Jawa Barat. Tabel 6. Komponen Pertumbuhan Regional Provinsi Banten Sebelum Otonomi Daerah Tahun 1994-1996 Pertumbuhan Regional No Sektor Rp 1 Pertanian 412.571 30,03 2 Pertambangan 10.049 30,03 3 Industri Pengolahan 2.044.955 30,03 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 136.715 30,03 5 Bangunan 187.854 30,03 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 724.241 30,03 7 Pengangkutan dan Komunikasi 357.718 30,03 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 130.123 30,03 9 Jasa-jasa 228.155 30,03 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, 1994-1996. Persentase total perubahan PDRB sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten sebesar 25,04 persen, sedangkan persentase komponen pertumbuhan regional sebesar 30,03 persen. Hal ini berarti tingkat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di Provinsi Banten lebih rendah dari pada tingkat pertumbuhan sektor- sektor ekonomi Provinsi Jawa Barat, karena nilai persentase total perubahan PDRB sektor-sektor ekonomi Provinsi Banten lebih rendah dari pada persentase komponen pertumbuhan regional. Berdasarkan Tabel 7, beberapa sektor perekonomian di Provinsi Banten memberi kontribusi yang negatif terhadap PDRB. Sektor-sektor tersebut antara lain, sektor pertanian sebesar Rp -247.542 -18 , sektor pertambangan sebesar Rp -5.025 -15 , sektor perdagangan, hotel dan restoran -1 , sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp -8.675 -2 , dan sektor jasa-jasa sebesar Rp -121.683 -16 . Karena sektor-sektor tersebut memberikan kontribusi negatif dengan persentase yang kurang dari nol PP 0, maka dapat diidentifikasi bahwa sektor-sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang lambat. Tabel 7. Komponen Pertumbuhan Proporsional Provinsi Banten Sebelum Otonomi Daerah Tahun 1994-1996 Pertumbuhan Proporsional No Sektor Rp 1 Pertanian -247.542 -18 2 Pertambangan -5.025 -15 3 Industri Pengolahan 1.431.469 21 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 27.343 6 5 Bangunan 12.524 2 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran -24.141 -1 7 Pengangkutan dan Komunikasi 59.620 5 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan -8.675 -2 9 Jasa-jasa -121.683 -16 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, 1994-1996. Keempat sektor lainnya, yaitu sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan sektor pengangkutan dan komunikasi, masing-masing memberikan kontribusi yang positif dengan persentase yang lebih dari nol PP 0, hal ini berarti bahwa sektor-sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Adapun besarnya kontribusi keempat sektor tersebut adalah sektor industri pengolahan sebesar Rp 1.431.469 21 , sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Rp 27.343 6 , sektor bangunan sebesar Rp 12.524 2 dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp 59.620 5 . Keempat sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang cepat, karena berkembangnya kegiatan ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Tabel 8. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Provinsi Banten Sebelum Otonomi Daerah Tahun 1994-1996 Pertumbuhan Pangsa Wilayah No Sektor Rp 1 Pertanian 178.781 13 2 Pertambangan -335 -1 3 Industri Pengolahan -1.635.964 -24 4 Listrik, Gas dan Air Bersih -41.014 -9 5 Bangunan -37.571 -6 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran -168.990 -7 7 Pengangkutan dan Komunikasi -143.087 -12 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 26.024 6 9 Jasa-jasa -15.210 -2 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, 1994-1996. Analisis shift share selanjutnya adalah komponen pertumbuhan pangsa wilayah. Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui sektor-sektor yang mampu bersaing atau sektor-sektor yang tidak mampu bersaing dengan wilayah lain di Provinsi Jawa Barat. Pada Provinsi Banten terdapat tujuh sektor yang tidak dapat bersaing dengan baik bila dibandingkan dengan wilayah lainnya, yaitu sektor pertambangan dengan nilai PPW sebesar Rp 335 -1 , sektor industri pengolahan sebesar Rp -1.635.964 -24 , sektor Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar Rp -41.014 -9 , sektor Bangunan sebesar Rp -37.571 -6 , sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar Rp -168.990 -7 , sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar Rp -143.087 -12 , dan sektor jasa-jasa sebesar Rp -15.210 -2 . Dari ketujuh sektor tersebut, sektor industri pengolahan yang kurang memiliki daya saing yang baik. Dua sektor lainnya yang memiliki daya saing yang baik atau mampu bersaing dengan wilayah lainnya, yaitu sektor pertanian dengan nilai PPW sebesar Rp 178.781 13 dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp 26.024 6 . Hal ini dikarenakan persentase nilai PPW dari masing-masing sektor bernilai positif atau lebih dari nol PPW 0. Berdasarkan penjelasan diatas, suatu sektor bisa saja memiliki laju pertumbuhan yang cepat tetapi tidak memiliki daya saing yang baik.

5.1.4 Profil Pertumbuhan PDRB Provinsi Banten dan Pergeseran Bersih Tahun 1994-1996