Saridin Tua Sinaga : Kajian Organologis Arbab Simalungun Buatan Bapak Arisden Purba Di Huta Maniksaribu Nagori Sait Buttu Saribu Kec. Pamatang Sidamanik Kab. Simalungun, 2009.
kepada generasi muda. Namun hal tersebut juga merupakan suatu tradisi
17
Menurut penelitian bahwa semua penduduk yang ada di Nusantara kecuali penduduk bagian Timur Indonesia, berasal dari Hindia Belakang India Selatan yang
berpindah secara bergelombang. Periode pertama disebut dengan “protomelayu” yang masuk sekitar tahun 1000 SM. Suku yang termasuk didalamnya adalah Batak
termasuk Simalungun, Toraja Dayak dan Nias lisan yang
diturunkan tentang bagaimana terciptanya alat musik arbab tersebut pada saat itu.
4.1.2 Perspektif Sejarah Arbab
18
17
Tradisi Alat Musik Dawai, Irwansayah Harahap, 2004:100 adalah istilah yang diambil dalam bahasa Inggris “Tradition”, memiliki pengertian memegang teguh ajaran, kepercayaan, kebiasaan dan
lainnnya, dari generasi ke generasi.
18
MD. Purba, Museum Simalungun 1978. Menjelaskan Nagur sebagai leluhur orang Simalungun masuk ke nusantara melalui gelombang protomelayu.
. Adapun suku protomelayu tersebut berpindah secara estafet. Awalnya kelompok tersebut menuju Siam Thailand dan
tinggal selama beberapa puluh tahun. Kemudian datang suku Mongolia Utara menyerang kelompok tersebut. Banyak kaum pria yang dibunuh, sementara kaum
wanita dikawini oleh suku Mongolia tersebut dan menghasilkan keturunan ras baru berkulit sawo matang. Setelah peristiwa tersebut, sebagian dari kelompok tersebut
berpencar ke pulau-pulau sekitarnya termasuk Indonesia. Di Indonesia kelompok tersebut menuju pulau Sumatera dan Sulawesi. Kelompok yang pindah ke Sumatera
mendarat di batu bahra batubara dan menyebar ke pelosok Sumatera Utara, termasuk leluhur Simalungun. Kemudian pada periode kedua sekitar tahun 500 SM,
datang gelombang “deutromelayu”. Kelompok yang termasuk didalamnya adalah Jawa, Madura, Melayu dan Makassar. Kedatangan gelombang kedua tersebut
Saridin Tua Sinaga : Kajian Organologis Arbab Simalungun Buatan Bapak Arisden Purba Di Huta Maniksaribu Nagori Sait Buttu Saribu Kec. Pamatang Sidamanik Kab. Simalungun, 2009.
mendesak gelombang pertama, sehingga gelombang pertama terdesak dan berpindah- pindah ke daerah pegungungan di Nusantara
19
Menurut bapak S.A Lingga, bahwa alat musik arbab tersebut bukan merupakan alat musik asli Simalungun. Alat musik arbab diperkirakan masuk ke
Simalungun melalui pedagang-pedagang dari Timur Tengah Arab, Persia pada abad ke-10 ketika zaman Kerajaan Nagur
. Adapun leluhur masyarakat Simalungun mendirikan kampung di pantai batu bahra tersebut sekitar tahun 500
sesudah masehi. Kemudian kampung tersebut berkembang menjadi sebuah kerajaan yang disebut Kerajaan Nagur.
20
. Di Jawa perkembangan instrumen sejenis yang dinamakan rebab Sunda, sangat baik dan dapat diterima oleh masyarakat. Masuknya
instrumen rebab yang dibawa oleh para pedagang, pada dasarnya untuk menyebarkan agama Islam. Kemungkinan besar ketika para pedagang singgah di daerah Kerajaan
Nagur, masyarakatnya tidak begitu tertarik dengan agama Islam yang dibawakan oleh pedagang tersebut, sebab masyarakatnya memegang teguh kepercayaan yang dibawa
dari tempat asalnya yaitu agama Hindu. Akan tetapi masyarakatnya tertarik dengan suara yang dihasilkan oleh alat musik tersebut. Berbeda halnya dengan instrumen
rebab sunda yang ada di Jawa. Bahwa instrumen tersebut dapat diterima dan dimasukkan kedalam gamelan salendro
21
19
Dr. Sortaman Saragih, S.H, MARS dalam Orang Simalungun 2008 : 23-24
20
Wawancara pada tanggal 29 Mei 2009
21
Lihat Skripsi Decy Christy, Departemen Etnomusikologi 2007:55
. Atas dasar tersebut penulis dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa alat musik arbab yang berada di Simalungun
dengan rebab yang berasal dari Sunda memiliki suatu hubungan yang saling berkaitan, secara tidak langsung. Sebab dapat dilihat bahwa kedua alat musik tersebut
Saridin Tua Sinaga : Kajian Organologis Arbab Simalungun Buatan Bapak Arisden Purba Di Huta Maniksaribu Nagori Sait Buttu Saribu Kec. Pamatang Sidamanik Kab. Simalungun, 2009.
berasal dari Timur Tengah dan bukan merupakan tradisi asli kedua masyarakat tersebut.
Hal tersebut dapat dihubungkan dengan tulisan Karl-Edmund 1991:7 yang menyatakan bahwa masuknya instrumen rebab ke Indonesia bersamaan dengan
agama Islam dari Timur Tengah yang membawa alat musik dari Arab yaitu: rebana, gambus, dan rebab. Hal yang membedakan adalah bahwa ketika datang ke Kerajaan
Nagur, agama Islam yang dibawakan oleh pedagang tersebut tidak diterima oleh masyarakat Kerajaan Nagur pada saat itu, sementara pada masyarakat Sunda agama
Islam dapat diterima dan berkembang. Berkembangnya agama Islam turut membantu perkembangan dari rebab sunda. Sementara arbab simalungun kurang diketahui
masyarakat umum karena sejak dulu lagu-lagu yang dimainkan berkaitan dengan kepercayaan masyarakat pada saat itu yaitu menyembah roh-roh.
Bapak S.A Lingga mengatakan bahwa dari dulunya resonator alat musik arbab tersebut sudah terbuat dari tempurung kelapa dan benangnya sudah terbuat dari
benang katun. Hanya saja untuk penggeseknya pada zaman dulu ketika dibawa oleh para pedagang, dibuat dari ekor kuda. Setelah masuk dan menjadi alat musik
Simalungun, beberapa bagian arbab tersebut mengalami perubahan yaitu resonatornya dibuat dari tatabu labu pahit. Hal ini disebabkan karena pada saat itu
untuk mendapatkan kelapa sangat susah, sehingga ketika resonator arbab tersebut rusak, masyarakat sulit menggantinya dengan kelapa, sehingga dipergunakan buah
yang banyak tumbuh pada saat itu yaitu labu pahit. Buah ini memiliki kemiripan dengan kelapa sebab pada bagian dalammya memiliki rongga dan juga banyak
terdapat di Simalungun pada saat itu. Demikian juga dengan penggeseknya.
Saridin Tua Sinaga : Kajian Organologis Arbab Simalungun Buatan Bapak Arisden Purba Di Huta Maniksaribu Nagori Sait Buttu Saribu Kec. Pamatang Sidamanik Kab. Simalungun, 2009.
Masyarakat Simalungun pada waktu itu tidak mengetahui cara untuk mengolah ekor kuda menjadi penggesek sehingga dipergunakan bahan yang banyak terdapat di
daerah pegunungan yaitu serat ariman. Pada saat ini, resonator dari arbab tersebut dikembalikan ke bahannya semula
yaitu dari tempurung kelapa. Hal ini disebabkan oleh dua hal yaitu, tempurung kelapa pada saat ini mudah sekali untuk didapatkan karena dimana-mana sudah banyak
terdapat pohon kelapa, sehingga mudah untuk mencarinya. Faktor yang kedua adalah penebangan hutan untuk membuka lahan pertanian, sehingga bahan untuk resonator
yaitu labu pahit yang tumbuh didalam hutan semakin langka dan lama kelamaan hilang populasinya.
4.2 Penggunaan Dan Fungsi Arbab