Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
ternyata bekerja dengan menganut paham developmentalisme. Tak satu pun gereja pada kurun waktu tersebut yang menolak konsep dasar dan gagasan pembangunan
yang digelontorkan pemerintah. Adapun juga program-program dari masing-masing lembaga gereja tersebut hanya bersifat charity. Misalnya proyek pembangunan
sumber air minum desa, pembangkit tenaga listrik desa. Sementara sejak kehadiran perusahaan raksasa di Tapanuli Utara seperti
PT.Inalum dan PT.IIU yang awalnya ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, dari awal berdirinya sudah meresahkan warga. Mulai dari pengambilan lahan petani di
Dolok Martalitali, penurunan permukaan air danau Toba akibat beroperasinya PLTA Asahan. PT.IIU melalui adat pago-pago memanipulasi masyarakat untuk merebut
tanah masyarakat di Sugapa. Terjadinya bencana longsor di bulusilape Desa Sianipar yang memakan korban jiwa 13 orang dan kerugian materi akibat pengerukan bukit
untuk pembuatan jalan oleh PT.IIU.
3.5 Dari KSPH Menjadi KSPPM
Beberapa warga gereja, aktifis mahasiswa, akademisi, serta pendeta-pendeta muda
29
Pertemuan-pertemuan secara rutin dalam bentuk diskusi pun dilakukan. Kemudian perhatian berupa sumbangan pemikiran itu disalurkan dengan cara
melihat secara kritis dampak pembangunan yang sedang berlangsung di Tapanuli khususnya ketermiskinan daerah Tapanuli akibat ketidakadilan program
pembangunan pemerintah di zaman Orba. Dimana pada saat itu di daerah Tapanuli proyek pembangunan PLTA Asahan sedang berlangsung. Dampak pembangunan
proyek tersebut menyebabkan banyak petani kehilangan tanahnya.
28
Ibid, Krisis HKBP, hlm. 34
Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
menstudikan bermacam masalah yang muncul terutama dalam bidang hukum. Untuk mengefektifkan pertemuan-pertemuan, dipikirkan suatu badan yang bertanggung
jawab mempersiapkan dan melaksanakannya. Maka beberapa orang yang berkeinginan luhur tersebut, membentuk Kelompok Studi Penyadaran Hukum
KSPH pada 23 Februari 1983. Beberapa tokoh yang terlibat dalam pembentukan kelompok tersebut seperti Muktar Pakpahan dan Asmara Nababan.
30
Setelah berjalan selama dua tahun, melalui studi-studi yang dilakukan bersama masyarakat serta refleksi badan pendiri KSPH menemukan permasalahan kemiskinan
yang dihadapi masyarakat Tapanuli, bukan hanya masalah ketidakadilan hukum. Setelah KSPH terbentuk maka kegiatan KSPH selanjutnya difokuskan pada
penyadaran hukum. Adapun alasan KSPH memfokuskan pelayanan di bidang penyadaran hukum karena pada masa itu, kemiskinan dilihat sebagai akibat kurangnya
pemahaman dan kesadaran hukum rakyat. Pendampingan hukum pun mulai dilakukan terhadap komunitas petani korban pembangunan PLTA Asahan Proyek Inalum.
Sedangkan pelaksanaan penyadaran hukum dilakukan dalam bentuk pelatihan melalui diskusi-diskusi yang diikuti oleh petani yang menjadi korban pembangunan dan
petani yang tidak memiliki kasus. Adapun penyadaran hukum tersebut dinamakan Latihan Pokrol LP yang bekerjasama dengan Universitas HKBP Nommensen.
Aktifitas yang dilakukan KSPH lainnya, seperti seri diskusi tentang tanah yang ditinjau dari Hukum Agraria; tanah yang ditinjau dari kebudayaan Batak serta tanah
ditinjau dari perspektif teologia.
29
Adapun pendeta-pendeta yang aktif terlibat terdiri dari beberapa denominasi gereja seperti: Selamat Barus dan Borong Tarigan GBKP, Nelson Siregar dan Gomar Gultom HKBP, Mangisi
Simorangkir GKPI,Red Riahman Purba GKPS
30
Asmara Nababan yang sebelumnya berdomisili di Jakarta, setelah mengetahui dampak pembangunan yang sedang berlangsung hijrah ke Tapanuli. Hal ini dimanfaatkan para pendeta-pendeta
muda yang progresif untuk mengadakan diskusi. Sedangkan Muktar Pakpahan yang pada saat itu berfropesi sebagai pengajar di fakultas hukum dan direktur Unit Bantuan Hukum di Universitas
Nommensen telah terlibat didalam mendampingi korban pembangunan PLTA Asahan.
Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
Akan tetapi, karena kurangnya pengetahuan pertanian dan kurangnya sarana dan fasilitas yang tersedia untuk menunjang pertanian ke desa-desa.
Atas dasar evaluasi dan refleksi oleh badan pendiri KSPH, maka dalam rapat pleno yang dilaksanakan pada 23 Februari 1985 disepakati mengganti nama KSPH
menjadi Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa Masyarakat KSPPM. Kata ‘Kelompok Studi’ dipertahankan untuk menegaskan kekhasan dan menandakan
kelanjutan dari KSPH. Adapun asal kata ‘Pengembangan Prakarsa Masyarakat’ berasal dari pemahaman bersama bahwa prakarsa masyarakat yang telah dirusak oleh
kebijakan pemerintah yang cenderung menempatkan masyarakat sebagai objek. Jadi, prakarsa masyarakat harus ditumbuhkan. Sebab rakyat adalah subjek perubahan dan
subjek pembangunan menuju kehidupan sejahtera dan berkeadilan. kata ‘Kelompok Studi’ dipertahankan untuk menegaskan kekhasan dan menandakan kelanjutan dari
KSPH. Kebersamaan dalam arak-arakan itu didasarkan pada keyakinan atas tugas dan
peran sebagai umat Kristiani yang ditempatkan di dunia. Pemahaman teologis ini berangkat dari kitab Lukas 4: 18-19.
“
……..Untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi
orang-orang buta; untuk membebaskan orang-orang yang tertindas….”
Adapun yang menjadi visi dan misi KSPPM yaitu: Visi :
Terwujudnya masyarakat sipil yang berdaulat, pemerintahan yang bersih dan demokratis serta terciptanya ekonomi dan politik yang adil dengan menghargai
kemajemukan dan keutuhan ciptaan. Misi :
Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
1. Memberdayakan rakyat dengan upaya penumbuhan dan pengembangan
prakarsa masyarakat. 2.
Memampukan rakyat merubah sistem yang menindas dengan upaya pencerdasan kritis.
3. Membangun rakyat yang kuat dan memiliki akses pada bidang ekonomi,
sosial, budaya dan politik. Mendahulukan yang terbelakang menjadi dasar bagi KSPPM untuk
menentukan daerah dan komunitas yang akan didampinginya. Tentunya daerah dataran tinggi Toba atau daerah Tapanuli menjadi fokus daerah pendampingan karena
daerah ini ditetapkan pemerintah sebagai peta kemiskinan. Komunitas petani yang merupakan kelompok dampingan KSPPM adalah petani yang menjadi korban
ketidakadilan struktural, miskin, serta kurang mendapat pelayanan dari pemerintah atau lembaga lainnya.
Petani dapat dipahami berpotensi sebagai subjek untuk merubah dirinya dan menjadi kekuatan transformasi sosial dan KSPPM berperan sebagai lembaga yang
membangkitkan serta mendorong pertumbuhannya secara berkelanjutan.
31
Adapun bidang pelayanan KSPPM dalam upaya menumbuhkan prakarsa masyarakat, seperti bidang bantuan dan penyadaran hukum, bidang pertanian dan
lingkungan hidup, bidang perekonomian, bidang infrastuktur, dan bidang perempuan. Sebagai badan hukum yang berbentuk yayasan, KSPPM dibentuk dan kembangkan
oleh Badan Pendiri, yang merupakan anggota KSPPM. Adapun keanggotaan KSPPM Dalam hal
ini KSPPM memposisikan dirinya sebagai ‘pendamping’ untuk membantu petani menemukan prakarsanya untuk menjadi subjek dalam pembangunan dirinya.
31
Wawancara dengan Nelson Siregar pada 29 November 2009.
Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
sifatnya tertutup. Dimana seseorang hanya dapat diterima dalam rapat tahunan Badan Pendiri.
Dalam menentukan pokok program tiga tahunan KSPPM, badan pendiri mengadakan Rapat Paripurna sekali dalam setahun. Melalui rapat paripurna tersebut
Badan Pendiri menentukan arah dan pola kerja pelayanan KSPPM mendampingi masyarakat. Pelayanan itu dikelola sehari-harinya oleh Badan Pengurus, yang dipilih
dari anggota badan pendiri melalui Rapat Badan Pendiri. Badan Pengurus inilah yang menjabarkan lebih rinci bentuk pelayanan dan pendampingan KSPPM terhadap
masyarakat. Untuk membantu badan pengurus dalam mengimplementasikan program- program yang telah disiapkan, maka pengurus dibantu oleh tenaga pelaksana penuh
waktu staf. Adapun staf yang membantu pengurus tersebut merupakan sarjana- sarjana yang dianggap mampu berbaur, belajar, dan mengabdi kepada masyarakat.
Untuk mendanai kegiatan KSPPM, Badan Pendiri telah menggariskan sumber dana KSPPM dari iuran Anggota dan berbagai bantuan yang tidak mengikat dan tidak
melanggar ketentuan hukum. Pada prinsipnya KSPPM tetap memberikan kesempatan dan mendorong agar masyarakat berswadaya dalam membiayai kegiatannya. Akan
tetapi, sejak KSPPM berdiri pada tahun 1985, KSPPM telah mendapat dukungan dana dari lembaga sosial gereja di Jerman yaitu Brieft For Die Welt BFDW.
3.6 Strategi Pendampingan KSPPM