Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
Di Sumatera Utara, gaung LSM baru mulai kedengaran pada dekade tahun 80- an. Ketika itu belum banyak lembaga yang lahir. Kebanyakan lembaga yang ada,
masih mengatasnamakan agama di bawah divisi pelayanan dan pengembangan masyarakat pada semua sekte gereja yang ada di Sumut. Paling tidak, bersamaan
dengan berlangsungnya pertemuan aktifis LSM di Sumatera Utara pada tanggal 13-15 Januari 1980 di zentrum GKPS Pematang Siantar
15
Seperti yang dibahas dalam bab sebelumnya tentang kebijakan pemerintahan Orba yang cenderung memposisikan rakyat sebagai objek pembangunan atau bersifat
top down. Dimana program-program pembangunan tidak memahami atau menyentuh persoalan rakyat. Hal itulah yang dirasakan oleh warga di Tapanuli Utara. Taput bila
dibandingkan dengan daerah lain di Kawasan Pantai Barat khususnya bila dibandingkan dengan daerah-daerah di kawasan pantai Timur Sumatera Utara
sangatlah tergolong miskin. Hal ini sudah menjadi isu nasional apalagi setelah salah satu harian surat kabar nasional memuat berita tentang Tapanuli sebagai “Peta
Kemiskinan” pada tahun 1982. Kemudian hal tersebut didukung serta diperkuat oleh akademisi Batak, perantau asal Tapanuli, serta pejabat pemerintah.
. Setelah itu bermunculan dimana- mana, baik yang ditumbuhkan oleh sementara kalangan gereja, aktifis kampus dan
aktifis organisasi lain yang merasa sudah jenuh dengan sistem yang berlaku. Bentuk kegiatan yang dipilih untuk mewujudkan komitmen keberpihakannya sangat
beranekaragam. Ada yang memilih bidang pertanian, teknologi tepat guna, koperasi, anak kreatif,gelandangan, keterampilan wanita, dan sebagainya.
3.3 Tapanuli Sebagai Peta Kemiskinan
14
Abdul Wahib Situmorang, Gerakan Sosial: Studi kasus Beberapa Perlawanan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Desember 1999, hlm 14-16
Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
Pemerintah dan para perantau asal Taput menyalahkan orang yang tinggal di Bona Pasogit dengan menyebut mereka sebagai pemalas. Sebenarnya kalau dilihat
dari keadaan geografis daerah Taput sangatlah miskin sumber daya alam. Dimana daerah yang berbukit-bukit, tandus sehingga sangat terbatas untuk untuk
mengembangkan pertanian. Hal inilah yang menyebabkan para pemuda asal Taput secara ramai-ramai pergi merantau.
Dimulai dari tahun 1930-an telah terjadi proses urbanisasi, dimana warga khususnya tenaga produktif pindah dan menetap di luar daerah Taput yaitu terdapat di
daerah Sumatera Timur karena tanah yang subur serta perkembangan perkebunan pada saat itu.
16
Dari data sensus 1980 di Tapanuli Utara, menunjukkan kebanyakan petani mengusahai kurang dari 0,05ha. 47 dari jumlah rumahtangga petani mengusahai
kurang dari 0,25ha, 34 mengusahai 0,25-0,50ha, dan hanya sekitar 19 diatas 0,50. Kemudian di Taput pada ketika itu, pendapatan rata-rata penduduk diperkirakan baru
mencapai Rp. 240.000kapitatahun sementara rata-rata nasional telah mencapai Rp. 600.000kapitatahun.
Bahkan sampai ke Pulau Jawa. Sehingga yang tinggal hanya anak- anak dan orang tua. Tetapi sebenarnya kalau pemerintah bijaksana bisa saja
keterbatasan SDA tersebut menjadi peluang yang lebih baik.
17
Sebutan Tapanuli sebagai “Peta Kemiskinan” juga diperkuat dimana terdapat wilayah atau desa miskin dan tertinggal. Seiring dengan sebutan tersebut dan
“demam” pembangunan dan modernisasi yang dicanangkan pemerintah Orba, maka pemerintah menjawab sebutan kemiskinan tersebut dengan program-program seperti
15
Fachrurrarzi Malley ed, “ Dialog: LSM, Pemerintah, Perguruan Tinggi, Pers”, Medan: WIM-SU, 1990.
16
Elvis dan OHS Purba, Migrasi Spontan Batak Toba.
17
Surat kabar harian Kompas edisi 31 Juli 1986.
Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
pembangunan perusahaan industri raksasa. Yaitu proyek Asahan PT. Inalum pada tahun 1975 dan PT. Inti Indorayon Utama IIU pada tahun 1986.
Proyek Asahan adalah sebuah proyek terpadu yang terdiri dari pembangunan pembangkit listrik tenaga air PLTA berkapasitas 604 Mw; masing-masing 248 MW
di Sigura-gura dan 320 MW di Tangga, pembangunan pabrik peleburan aluminium berkapasitas 215.000 ton tahun. Kapasitas tersebut masih bisa ditambahkan hingga
1.050 MW dan industri peleburan aluminium berkapasitas 400.000 ton tahun dimana suatu kapasitas tergolong besar di dunia.
18
Merupakan proyek raksasa kerjasama antarnegara yakni Indonesia dengan Jepang dibawah bendera PT. Indonesia Asahan
Aluminium Inalum dengan nilai proyek sebesar US 1,7 miliar.
19
PT. Inalum memanfatkan Sungai Asahan yang merupakan air yang langsung bersumber dari Danau Toba, maka terjadi pelebaran Sungai Asahan dan pengerukan
dasar sungai agar semakin dalam kemudian dibuat terowongan-terowongan besar agar dapat mengalirkan air danau untuk memutar turbin. Ternyata berdampak lansung
terhadap permukaan air Danau Toba yaitu terjadi penurunan permukaan danau yang diperkirakan 2 meter pada tahun 1980. Hal ini tentu disebabkan oleh terjadinya
perubahan kecepatan air mengalir dari sebelumnya paling besar 90ton perdetik tetapi setelah dasar sungai dikeruk menjadi meningkat sampai 150 tondetik.
20
18
Dimpos Manalu, Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik: Studi Kasus Gerakan Perlawanan Masyarakat Batak vs PT Inti Indorayon Utama di Sumatera Utara. Yogyakarta: UGM
Press, 2009 hal.
19
Surat kabar harian Sinar Harapan,edisi 7 April 1980.
20
Surat kabar harian Kompas edisi 19 November 1980
Hal yang sama juga berdampak kepada lingkungan disekitar Sungai Asahan. Di Desa Meranti
Utara sawah petani mengalami kekeringan. Hal ini disebabkan proses pengerukan sungai sehingga air dari sungai tidak lagi dapat mangairi sawah.
Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
Kemudian permasalahan berikutnya adalah ditimbun dan digenanginya lahan pertanian dan lahan produktif disepanjang aliran sungai sekitar 13,6 km atau sekitar
175 ha lahan yang terkena. Oleh pihak PT.Inalum hanya memberi uang ganti rugi Rp.130m
2
. tentunya harga tersebut sangat rendah karena pada saat itu nilainya tidak cukup untuk membeli beras 1kg. Warga Dolok Martalitali menuntut ganti rugi yang
layak. Tetapi karena perjuangan merebut hak di zaman otoriter tersebut merupakan hal yang sangat sulit untuk diperoleh. Tetapi akhirnya warga yang berjumlah 35
kepala keluarga tersebut direlokasi ke Desa Siomaoma yang berjarak sekitar km dari Dolok Martalitali. Ternyata muncul kembali protes dari warga Dolok Martalitali yang
direlokasi karena lahan yang diberikan di desa Siomaoma bukanlah lahan produktif seperti yang dijanjikan pihak pemerintah dan perusahaan. Lahan tersebut juga tidak
sesubur seperti yang di Dolok Martalitali. Akhirnya mereka menuntut ingin kembali ke tempat semula. Meskipun sebagian besar sawah di tepi sungai Asahan telah
ditimbun pasir, tetapi sebagian warga masih mengolahnya dengan sangat susah payah lantaran tumpukan pasir harus disisihkan dulu baru tanah bisa diolah. Sebagian warga
yang lain terpaksa harus menyewa lahan pertanian sawah milik orang lain agar dapat bertahan hidup.
21
Ternyata pemerintah RI dan para penanam modal untuk proyek Asahan memiliki perjanjian, disebutkan bahwa PT.Inalum mempunyai hak untuk
menggunakan air Sungai Asahan dan mengatur pengalirannya guna pembangkitan listrik oleh PLTA. Pemerintah RI menjamin PT. Inalum bebas dari kerugian atas suatu
kerusakan atau gangguan terhadap pihak ketiga sebagai akibat penggunaan hak tersebut untuk pembangunan dan pengoperasian PLTA.
22
21
Dalam Buletin Prakarsa edisi Juli 1987
22
Dalam dokumen surat masuk KSPPM tentang kontra memori kasasi PT.Inalum atas memori kasasi Joni Turgas Siagian tertanggal 1 Oktober 1985, terhadap keputusan pengadilan tinggi Medan.
Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
Sangat berbeda dengan apa yang dijanjikan pihak perusahaan dan pemerintah. Dengan dalih untuk meningkatkan perekonomian dan menuntaskan permasalahan
kemiskinan, memperkerjakan warga sekitar proyek, memberi arus listrik gratis kepada warga, ternyata tidak pernah dipenuhi. Belum lagi berbicara tentang ganti rugi tanah
persawahan mereka yang telah dibebaskan secara tidak manusiawi. Akhirnya penduduk hanya bisa menjadi penonton bagaimana lahan mereka dijarah.
Program pemerintah yang dikeluarkan berikutnya untuk mengatasi kemiskinan di Taput adalah Operasi Khusus Terpadu Opsusdu “Maduma” yang disahkan pada
tanggal 20 Oktober 1986. Program ini dibawah kendali Sekretaris Pengendalian Operasi Pembangunan Sesdalopbang oleh Solihin GP. Program ini direncanakan
bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin petani serta mengurangi arus migrasi penduduk usia produktif. Adapun metodenya adalah
pemerintah pusat menggelontorkan dana bantuan presiden sebesar Rp. 400.750.000 yang digunakan untuk biaya penyuluhan. Kemudian disebarkan juga 1.000 ekor
ternak sapi, babi, kerbau, kuda, kambing dan domba yang nilainya setara Rp. 1 miliar yang diserahkan kepada penduduk untuk dipelihara secara berkelompok.
23
Program pembangunan selanjutnya adalah Gerakan Pembangunan Desa Terpadu GPDT “Marsipature Huta Na Be” Martabe
Kemudian program ini gagal karena karena dilakukan asal-asalan tanpa suatu pencermatan dan
penelitian yang akurat dan tidak melibatkan petani dari awal penyusunan program ini.
24
23
Surat kabar harian Suara Pembaharuan, edisi 13 Oktober 1990
24
Istilah ini berasal dari bahasa Sipirok dimana Marsipature berasal dari kata pature berarti memperbaiki atau membangun sedangkan huta secara sederhana dapat diartikan desa. Kata be adalah
kata ganti kepunyaan. Dengan demikian secara utuh “Marsipature Huta Na Be” dapat diartikan ajakan untuk membangun kampong masing-masing.
merupakan gagasan gubernur Sumatera Utara Mayjen TNI Raja Inal Siregar. Tujuan program ini juga
Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
tidak jauh berbeda dengan Maduma. Terakhir program ini juga nantinya gagal karena sejak dini program ini rakyat hanya menjadi objek tanpa dilibatkan.
3.4 Ketidakpedulian Gereja Terhadap Persoalan Masyarakat