Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
sifatnya tertutup. Dimana seseorang hanya dapat diterima dalam rapat tahunan Badan Pendiri.
Dalam menentukan pokok program tiga tahunan KSPPM, badan pendiri mengadakan Rapat Paripurna sekali dalam setahun. Melalui rapat paripurna tersebut
Badan Pendiri menentukan arah dan pola kerja pelayanan KSPPM mendampingi masyarakat. Pelayanan itu dikelola sehari-harinya oleh Badan Pengurus, yang dipilih
dari anggota badan pendiri melalui Rapat Badan Pendiri. Badan Pengurus inilah yang menjabarkan lebih rinci bentuk pelayanan dan pendampingan KSPPM terhadap
masyarakat. Untuk membantu badan pengurus dalam mengimplementasikan program- program yang telah disiapkan, maka pengurus dibantu oleh tenaga pelaksana penuh
waktu staf. Adapun staf yang membantu pengurus tersebut merupakan sarjana- sarjana yang dianggap mampu berbaur, belajar, dan mengabdi kepada masyarakat.
Untuk mendanai kegiatan KSPPM, Badan Pendiri telah menggariskan sumber dana KSPPM dari iuran Anggota dan berbagai bantuan yang tidak mengikat dan tidak
melanggar ketentuan hukum. Pada prinsipnya KSPPM tetap memberikan kesempatan dan mendorong agar masyarakat berswadaya dalam membiayai kegiatannya. Akan
tetapi, sejak KSPPM berdiri pada tahun 1985, KSPPM telah mendapat dukungan dana dari lembaga sosial gereja di Jerman yaitu Brieft For Die Welt BFDW.
3.6 Strategi Pendampingan KSPPM
Strategi pendampingan KSPPM senantiasa mengalami perubahan dari waktu ke waktu sejak berdiri. Hal ini disebabkan sesuai dengan perkembangan kondisi
masyarakat yang juga ikut pengalami perubahan. Juga semakin bertambahnya informasi tentang kondisi masyarakat yang didampingi melalui hasil analisa para staf
setelah sekian lama tinggal bersama dengan masyarakat. Namun secara prinsip,
Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
strategi dasar pendampingan KSPPM, yakni pengorganisasian masyarakat tidak pernah berubah. Yang berubah hanyalah pola pendekatan pelayanannya ke
masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat sejak tahun 1983 dengan nama KSPH. Sesuai
dengan namanya dan kebutuhan pada waktu itu, bidang penyadaran hukum menjadi prioritas utama. Tetapi dua tahun berikutnya, karena kebutuhan rakyat yang semakin
berkembang, KSPH mengakomodasi kecenderungan tersebut dengan merubah nama menjadi KSPPM. Selanjutnya bidang program KSPPM bertambah menjadi lima
bidang. Adapun bidang tersebut yakni, penyadaran hukum, perempuan, pertanian, lingkungan hidup dan infrastruktur.
Pendampingan masyarakat yang dilakukan oleh KSPPM cenderung bersifat sporadis, menyebar tapi tidak dilakukan secara intensif atau tidak berkelanjutan. Hal
ini pun semakin diperkuat setelah dilakukan evaluasi program dan strategi pendampingan KSPPM ke masyarakat sejak berdiri hingga tahun 1992 yang sengaja
dievaluasi oleh pihak diluar anggota KSPPM agar hasilnya objektif. Adapun point yang paling penting dari hasil evaluasi tersebut adalah merubah
model pendampingan “kutu loncat” menjadi “kutu maleo”
32
32
Istilah ini diperkenalkan oleh Agus Rumanja dalam mengevaluasi strategi pendampingan KSPPM, dimana strategi pendampingan KSPPM yang sporadis atau berpencar-pencar menjadi
pendekatan melekat pendampingan yang menetap dan berkelanjutan.
. Hal ini ditindaklanjuti KSPPM dengan mengubah bidang program menjadi empat bidang. Bidang yang
pertama ialah advokasi. Yaitu merupakan aksi KSPPM di bidang hukum terhadap kelompok dampingannya. Bidang advokasi ini meliputi konsultasi hukum, bantuan
hukum, lobby kegiatan mempengaruhi kebijakan yang merugikan rakyat di tingkat lokal, regional dan internasional, lingkungan dan jaringan kerja dengan lembaga lain.
Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
Bidang yang kedua ialah Pengembangan Swadaya Desa PSD. Bidang ini difokuskan dalam rangka memampukan ekonomi rakyat di desa melalui kunjungan
rutin yakni diskusi dan pengamatan di lapangan. Pengorganisasian masyarakat tercurah dalam pembentukan kelompok petani di bidang pertanian dan peternakan
melalui pemanfaatan potensi yang ada di desa masing-masing, di samping Credit Union CU sebagai basis utama.
Bidang yang ketiga ialah Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Masyarakat PSDMM. Bidang ini difokuskan dalam pengembangan sumber daya
manusia dan masyarakat meliputi latihan, magang, orientasi dan koalisi. Latihan dan orientasi pengembangan pertanian maupun pengembangan peternakan yang
diselenggarakan KSPPM untuk petani dampingannya. Bidang yang keempat ialah Studi Penelitian Informasi dan Komunikasi
Stupenikom. Yang termasuk studi adalah kegiatan persiapan social dan penulisan daftar desa dampingan, evaluasi inter KSPPM dan studi kecenderungan yang
berkembang di tingkat regional, nasional dan internasional. Penelitian meliputi dampak pembangunan desa, kasus Hak Azasi Manusia HAM dan demokrasi, serta
bahan-bahan untuk diseminarkan. Selanjutnya, informasi dan komunikasi meliputi dokumentasi, publikasi dan jaringan komunikasi.
Dalam rangka merubah model pendampingan”kutu loncat” menjadi “kutu maleo” yaitu untuk membangun dan memperkuat organisasi rakyat seusai dengan
rekomendasi hasil evaluasi KSPPM tahun 1992. Oleh karena itu sejak bulan Juli 1993 pendampingan yang dilakukan oleh KSPPM tidak lagi diarahkan pada pendampingan
kelompok baru melainkan membangun dan memperkuat organisasi atau kelompok dampingan yang sudah ada. Hal ini dilakukan dengan pengwilayahan dengan tiga
wilayah pendampingan, yakni wilayah Samosir, Toba, HumbangSilindung. Staf
Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
ditempatkan di masing-masing wilayah dampingan dengan tujuan supaya dapat menjangkau semua kelompok dampingan, memungkinkan staf untuk mendalami isu
di masing-masing wilayah dan intensif menguatkan organisasi rakyat. Masing-masing wilayah dampingan mempunyai prioritas permasalahan.
Wilayah Samosir yang meliputi seluruh Pulau Samosir. Lingkungan hidup khususnya eksploitasi hutan menjadi program yang diprioritaskan di wilayah ini. Wilayah Toba
meliputi Lumban Julu, Porsea, Uluan, Silaen, Habinsaran, Laguboti dan Balige. Masalah lingkungan hidup khususnya dampak industri PT.IIU dan pertanian dalam
rangka pemanfaatan lahan kering merupakan prioritas program di wilayah Toba. Sedangkan wilayah HumbangSilindung meliputi Siborong-borong, Pagaran Sipultak,
Lintong Nihuta, Dolok Sanggul, Sipahutar, Tarutung, Muara. Prioritas program di wilayah ini adalah pengembangan pertanian dan lingkungan hidup.
Berdasarkan pembagian wilayah pendampingan KSPPM atas hasil evaluator, maka KSPPM dalam programnya juga menggunakan strategi “desa model”. Desa
model tersebut bertujuan menjadikan desa yang termasuk dalam kategori “desa model” sebagai desa percontohan bagi desa yang lain yang menjadi dampingan
KSPPM. Selain untuk memotivasi desa yang lain untuk mengembangkan potensi desanya, desa model tersebut juga dapat menjadi tempat belajar bagi desa-desa
lainnya. Untuk menentukan desa yang akan dijadikan sebagai desa model, maka
KSPPM melakukan studi terhadap enam desa yang dipilih sebagai nominasi dari tiga wilayah dampingan KSPPM. Dari keenam desa itulah ditentukan tiga desa yang
menjadi desa model. Ada beberapa pertimbangan yang dilakukan dalam menentukan desa yang termasuk nominasi desa model. Pertama, desa tersebut terpencil Kedua,
desa tersebut memiliki tantangan yang cukup tinggi untuk pengembangan desa ada
Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
kasus hokum, pendapatan rendah. Ketiga, desa tersebut potensial untuk dikembangkan.
Keenam desa yang termasuk nominasi tersebut ialah Desa Baribaniaek Kecamatan muara, Aeknauli II Kecamatan Sipahutar, Sugapa Kecamatan Silaen,
Dolok Martalitali Kecamatan Porsea, Situnjang Kecamatan Simanindo, Janji Maria Kecamatan Harianboho. Setelah diadakan studi terhadap desa tersebut, maka dipilih
tiga desa sebagai desa model. Yaitu Desa Aek Nauli Kecamatan Sipahutar, Sugapa Kecamatan Silaen, Situnjang Kecamatan Simanindo.
Dalam implementasi program di lapangan, KSPPM membangun jaringan kerja dengan berbagai pihak, khususnya lembaga-lembaga yang sejenis dengan KSPPM
atau yang memiliki visi yang sama. Lembaga-lembaga tersebut ditingkat regional seperti Lembaga Bantuan Hukum LBH Medan, Wahana Lingkungan Hidup Walhi
Sumut, Bitra, dan yang lainnya. KSPPM juga terlibat aktif dalam pembentukan jaringan LSM di Sumatera Utara yaitu Wahana Informasi Masyarakat WIM. Untuk
lembaga-lembaga tingkat nasional seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia YLBHI, Bina Swadaya, Walhi, lembaga-lembaga Kristen yang tergabung
dalam Jaringan Lembaga Pelayanan Kristen JLPK, dan yang lainnya. Adapun jaringan kerja tersebut sifatnya kasuistik.
KSPPM yang didirikan oleh warga gereja, dalam pelayanannya di tengah- tengah masyarakat juga mengadakan kerjasama dengan gereja-gereja. Demikian juga
dengan pemerintah. Yaitu dalam hal-hal yang bersifat teknis, KSPPM selalu menghubungi pemerintah setempat. Misalnya dalam kegiatan-kegiatan studi dalam
bidang pertanian, pembangunan infrastruktur.
Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
BAB IV TANTANGAN KSPPM DALAM PENDAMPINGAN MASYARAKAT