Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
masyarakat. seperti telah disebutkan sebelumnya dimana pembangunan sarana tersebut hanyalah entrey point untuk perubahan dan perkembangan kesadaran mereka
akan kebutuhan hidup lainnya. oleh sebab itu setelah pembangunan infrastruktur selesai maka selanjutnya KSPPM tetap mendampingi dalam pembantukan koperasi
kredit, kegiatan pengembangan pertanian melalui diskusi dan orientasi ke desa lain yang juga merupakan dampingan KSPPM seperti desa Silaban dan Dolok Martalitali
dimana desa tersebut termasuk sudah maju pertaniannya. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dibidang hukum mereka juga diikutkan dalam pelatihan dan
diskusi dibidang hukum seperti latihan pokrol. Program pembangunan infrastruktur inipun hanya dilaksanakan sampai pada tahun 1989. Hal ini disebabkan kesulitan
KSPPM dalam mencari dana untuk mendukung program ini.
5.4 Bidang Perempuan
Di masyarakat pedesaan berlatar belakang agraris peran perempuan seringkali mendapat peran ganda dalam rumah tangga. Peranan ganda yang dimaksud yaitu
peran sebagai ibu rumah tangga, istri dan sebagai pekerja. Tidak heran misalnya dilihat dalam keluarga Batak toba di Taput, perempuan setelah bekerja di ladang
kemudian sesampainya di rumah masih mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, mengurus anak, mengambil air minum, dll.
Dalam adat batak toba, pengambilan keputusan selalu diperankan oleh laki- laki. demikian juga dalam hal kedudukan perempuan Batak Toba untuk mendapatkan
tanah harta warisan orang tua sangat jelas kelihatan terjadinya diskriminasi. Dapat disimpulkan bahwa pengaturan hak-hak atas faktor produksi tanah dalam
masyarakat Batak Toba menunjukkan adanya pengakuan akan ketidakseimbangan kedudukan antara laki-laki dan perempuan di dalam kelompok adatnya. Karena
Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
kelestarian marga dicerminkan dengan sangat jelas melalui cara-cara peralihan hak- hak atas tanah-tanah sebaggi identitas kelompok marga hanya anak laki-laki yang
berhak mewarisi tanah, sedangkan anak perempuan hanya memperoleh tanah atas kebaikan hati ayah atau kerabat laki-laki saja. lebih jauh lagi, peluang perempuan
untuk memperoleh hak atas tanah dari kelompok marga suaminya tergantung pada sesuatu yang sama sekali berada di luar kekuasaannya, yaitu kemampuan untuk
memperoleh anak terutama anak laki-laki. Walaupun dalam hukum nasional, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan, dimana sama-sama mempunyai hak, kesempatan serta perhatian yang sama dari orang tua, masyarakat dan negara. hukum juga tidak membedakan laki-laki
dan permpuan dalam pembagian harta warisan, sama-sama mempunyai hak pada harta peninggalan orang tuanya. Hal tersebut juga sebenarya diperkuat oleh agama kristen.
Masuknya kekristenan ke dalam masyarakat Batak toba yang dimulai sejak tahun 1860an paling tidak telah membersitkan pemikiran tentang persamaan kedudukan
antara laki-laki dan perempuan. Tetapi setelah memeluk agama Kristen tidak banyak mengubah dasar materil kehidupan orang Batak toba di pedesaan Taput. Tidak adanya
anak terutama anak laki-laki, bukan saja dianggap sebagai tanda-tanda permulaan kepunahan dari kelompok marga, tetapi juga pada tingkat yang lebih personal hal itu
dianggap sebagai sumber langsung ketidakpastian di hari tua. karena itu dalam kerangka berpikir Batak Toba yang agraris sangatlah masuk akal apabila perempuan
yang tidak mempunyai anak dianggap berperan besar untuk potensi kepunahan kelompok marga suaminya dan oleh karena itu ia tidak berhak hidup di atas tanah
suaminya itu. Atas dasar banyaknya diskriminasi yang dialami oleh perempuan di pedesaan,
maka diambil keputusan dalam rapat badan pengurus KSPPM pada tanggal 23
Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
November 1987 untuk membuka program dibidang perempuan dan anak. Untuk langkah awal memulai program ini, dilakukan kegiatan study kelompok dan seminar-
seminar dengan tujuan awal untuk menjalin kebersamaan sesama perempuan. Adapun kegiatan bidang perempuan yang pertama dilakukan di desa Tapian Nauli II yaitu
bentuk diskusi khusus perempuan atau yang disebut “Seminar Perempuan Desa”. Diskusi tersebut melakukan pendekatan setelah proyek pembangunan sarana air bersih
selesai. Setelah mengikuti diskusi perempuan tersebut 52 orang ibu sepakat untuk turun ke jalan bergotong-royong memperbaiki jalan sepanjang 1,5 km.
55
“Dengan mengorganisasikan kaum perempuan di desa, mempermudah proses persiapan sosial menuju pembangunan proyek infrastruktur sebagai pintu masuk untuk merubah masyarakat
berpaling kebidang-bidang kehidupan lain secara menyeluruh.”
Bahwa perjuangan emansipasi perempuan, yang pertama sekali bertujuan untuk melenyapkan segala bentuk diskriminasi atau ketidakadilan terhadapnya. Atas
dasar itu KSPPM mulai memotivasi petani perempuan di pedesaan untuk membangun kelompok. Tentu dengan terbentuknya kelompok perempuan tersebut dapat dibahas
dan diatasi secara bersama tentang persoalan-persoalan yang dialami oleh kaum perempuan dalam keluarga ataupun permasalahan-permasalahan dibidang pertanian.
Bahkan kelompok petani perempuan mendirikan koperasi setelah kesepakatan bersama untuk menigkatkan ekonomi keluarga. Di desa Simatupang kecamatan
Muara misalnya, kelompok perempuan terlibat aktif dalam membahas dan mempersiapkan pembangunan air minum di desa tersebut. Sehingga tampaklah
program bidang perempuan dapat menjadi peluang yang besar bagi keberhasilan pendampingan KSPPM di lapangan.
56
Untuk mendukung program bidang perempuan ini, KSPPM menerbitkan
buletin ‘Perempuan’. Dalam bulletin tersebut berisi tulisan mengenai informasi
55
Dokumen KSPPM dalam laporan pelaksanaan program tahun 1987.
Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
perempuan. Tentu tulisan-tulisan tersebut sangat bermanfaat bagi perempuan yang membacanya dalam membangun motivasi dan sikap percaya diri perempuan. Akan
tetapi buletin tersebut tidak dapat bertahan lama. Hal ini disebabkan oleh perempuan yang didampingi tidak didorong untuk menulis sehingga ketika KSPPM kekurangan
sumber daya manusianya untuk menulis di bulletin tersebut, maka buletin terebut pun tidak dilanjutkan lagi.
Sebenarnya terdapat kemajuan dalam pendampingan perempuan di pedesaan, walaupun belum menyentuh diskriminasi yang diakibatkan oleh adat Batak Toba,
tetapi setidaknya dapat membangun rasa percaya diri perempuan untuk terlibat dalam persoalan-persoalan kehidupan masyarakat. Akan tetapi dalam pelaksanaannya
terdapat kendala misalnya dari pihak suami yang tidak senang kalau istrinya mengikuti kegiatan-kegiatan kelompok perempuan. Hal ini disebabkan karena laki-
laki tidak dilibatkan dalam persoalan perempuan sehingga program inipun tidak mendapat dukungan dari pihak suami. Kemudian adanya kesalahan dalam
pemahaman pihak perempuan yang didampingi bahwa kesetaraan antara laki-laki dengan perempuan diwujudkan dalam mengambil alih pekerjaan laki-laki. Sehingga
mengakibatkan perempuan sibuk dengan pekerjaannya di ladang sementara si suami hanya sibuk seharian di lapo kedai kopi. Oleh karena itu berdampak semakin
menurunnya keinginan perempuan untuk mengikuti kegiatan kelompok perempuan.
57
Atas dasar beberapa kendala tersebut, maka program bidang perempuan tidak dilanjutkan lagi. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut akhirnya program ini
diganti dengan program yang berspektif gender. Artinya tidak ada lagi bidang program khusus perempuan. Dengan demikian program yang berspektif gender
56
Dokumen KSPPM dalam laporan pelaksanaan program tahun 1989.
57
Hasil wawancara dengan Saur T.Situmorang.
Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara 1985 – 1994, 2009.
tersebut berarti melibatkan antara laki-laki dan perempuan dalam setiap permasalahan perempuan.
5.5 Pemberdayaan Ekonomi Melalui Koperasi Credit Credit Union